Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 203764 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Febryan Ichwan Madhesa
"Notaris adalah pejabat publik yang berperan melayani masyarakat dalam hal kepengurusan akta dan dokumen legal. Atas jasanya tersebut notaris berhak mendapatkan honorarium. Namun pasal 37 Undang - Undang Jabatan Notaris (UUJN) mewajibkan notaris memberikan pelayanan jasa tanpa biaya kepada masyarakat kurang mampu. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi peran dan tanggung jawab seorang notaris dalam memberikan pelayanan sosial kepada masyarakat dan mengamati penerapan pelayanan sosial tersebut sebagaimana diatur dalam perundang-undangan. Metode penelitian adalah normatif-empiris yang berfokus kepada kajian terhadap norma-norma dalam hukum positif serta memberikan kuisioner dan wawancara kepada narasumber. Dari penelitian yang dilakukan disimpulkan bahwa kewajiban serta tanggung jawab notaris dalam memberikan pelayanan bebas biaya kepada masyarakat kurang mampu belum optimal.

Notary is a public official who is licensed to serve the community in the management of any legal documents. For his services notary may obtain income by charging fees. However, article 37 of Undang - Undang Jabatan Notaris (UUJN) stated it is mandatory for a notary to provide free social services to the underprivileged. This study aimed to identify the role and social responsibility of a public notary in community and observe the application this role as stipulated in the act. The research method is normative empirical that focusing on the norms of positive law by conducting questionnaries and interviews. From research conducted, it can be concluded that the notary role and responsibility in providing free social services for the underprivileged is not optimal."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T33160
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tampubolon, Agnes C.R.
"Saat ini jasa Notaris di dalam berbagai aktifitas masyarakat semakin meningkat. Hal ini dikarenakan Indonesia adalah negara hukum yang memiliki prinsip yaitu menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan, sehingga diperlukan adanya suatu alert bukti yang menentukan dengan jelas hak dan kewajiban seseorang sebagai subjek hukum. Karena itu Pemerintah dan masyarakat a memiliki harapan agar pelayanan yang diberikan oleh Notaris benar-benar memiliki nilai yang dapat diandalkan.Demi tujuan tersebut Pemerintah mengesahkan Undang-Undang Jabatan Notaris yang baru yaitu Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004, yang memuat peraturan-peraturan mengenai jabatan Notaris yang telah disesuaikan dengan berbagai kondisi dan kebutuhan masyarakat Indonesia dalam lalu lintas hukum.
Salah satu peraturan yang menarik adalah Pasal 20 ayat (1) yang menyatakan bahwa Notaris dapat menjalankan jabatannya dalam bentuk perserikatan perdata. Masalah yang muncul adalah apakah unsur, hubungan para pihak, dan tujuan dari suatu perserikatan perdata menurut peraturan perundangundangan selaras dengan kewajiban dan tanggung jawab Notaris dalam melaksanakan jabatan, serta adakah sisi positif dan negatif dari bentuk perserikatan perdata Notaris. Kemudian dilakukan penelitian dengan menggunakan metode normatif dan metode empiris.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa unsur, hubungan pares pihak, dan tujuan dari suatu perserikatan perdata yang telah diatur oleh peraturan perundang-undangan, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tidak selaras dengan kewajiban dan tanggung jawab Notaris di dalam melaksanakan jabatannya, balk menurut Undang-Undang Jabatan Notaris itu sendiri maupun menurut Kode Etik Notaris, walaupun ditemukan pula adanya beberapa ekses positif dari pembentukan perserikatan perdata di antara beberapa prang Notaris itu.

Nowadays Notary Public's services are rising as people's necessity. This is because Indonesia is a law country which has a principle to always guarantee the certainty of law, the orderlines of law, and the protection of law that contained with rightness and justness, so that an authentic feast is needed to determine people's rights and duties. Because Hof this reason, the Indonesian Government and the Indonesian people hope that the services which given by Notary Public have reliable values and qualities. In order to that purpose, the Government legislated the new regulations for Notary Public's duties which titled Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. It consists of all regulations for Notary Public and it has appropriated with conditions and necessity of Indonesian people in their law activities.
One of interesting regulation is Article 20 Subsection (I). It tells us that Notary public may perform their duties in civil association. The problem is, are the substances, the relations of the member in the civil association, and the purpose of the civil association which regulated in Civil Code, in accordance with Notary Public's obligations and justifications, and are there positive and negative excesses of the Notary Public's civil association. To find the answers, the normatical and empirical methods are used together.
The research of this article shows that the substances, the relations of the members in the civil association, and the purpose of the civil association which regulated in Civil Code are not in accordance with Notary Public's obligations and justifications which regulated either in Notary Public Regulation that is Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 or Notary Public Ethics Code, although the research also found some positive excesses of the Civil Association which founded by more than one Notary Public.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19639
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizka Nadhira
"ABSTRAK
BPJS Kesehatan dalam melaksanakan fungsi, tugas dan kewajibannya seringkali mendapatkan kendala dalam memberikan pelayanan kesehatannya kepada peserta BPJS Kesehatan. Hal tersebut berdampak kepada pelayanan kesehatan yang diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan oleh penyelenggara fasilitas kesehatan, padahal pasien peserta BPJS Kesehatan memiliki hak yang sama dengan pasien non BPJS Kesehatan lainnya dalam mendapatkan pelayanan kesehatan. Dimana fungsi, tugas maupun kewajiban BPJS Kesehatan tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional No. 40 Tahun 2004, juga dalam Undang-Undang BPJS Kesehatan No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Berdasarkan latar belakang tersebut, skripsi ini meneliti dengan metode yuridis normatif mengenai pelaksanaan fungsi, tugas dan kewajiban BPJS Kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan. Hasil penelitian yang diperoleh adalah dalam pelaksanaan sistem jaminan kesehatan ini, BPJS Kesehatan memiliki kendala yang antara lain adalah masalah kepesertaan, biaya operasional dan juga pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, Penulis menyarankan BPJS Kesehatan untuk lebih memperhatikan perihal masalah kepesertaan, biaya operasional, pelayanan kesehatan maupun kerjasama dengan penyelenggara fasilitas kesehatan. Dengan demikian, Pembaca akan mengetahui bagaimana pelaksanaan fungsi, tugas dan kewajiban oleh BPJS Kesehatan dalam menjalankan sistem jaminan kesehatan.

ABSTRACT
BPJS Health Insurance in performing its functions, duties and obligations often get constraints in providing health services to BPJS Health Insurance participants. It affects health services provided to BPJS Health Insurance participants by health facility providers, whereas BPJS Health Insurance participants have the same rights as other non BPJS Health Insurance patients in obtaining health services. Where, the functions, duties and obligations of BPJS Health Insurance has been regulated in the National Social Security System Act No. 40 of 2004, also in the Law No. 24 Year 2011 on the Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Based on this background, this thesis examines with the normative juridical method of performing the functions, duties and obligations of BPJS Health Insurance in providing health services. The results obtained are in the implementation of this health insurance system, BPJS Health Insurance has an obstacle that among others is the issue of membership, operational costs and health services. Therefore, the author suggests BPJS Health Insurance to pay more attention to the issue of membership, operational costs, health services and cooperation with health facility providers. Thus, the reader will know how the implementation of functions, duties and obligations by BPJS Health Insurance in running the health insurance system"
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Selena Imania
"Corporate Social Responsibility adalah sebuah konsep yang sedang berkembang di Indonesia berkenaan dengan upaya pemerintah untuk mendorong praktek usaha yang berkelanjutan dengan mendorong perusahaan untuk berkontribusi lebih ke masyarakat sekitar mellaui berbagai kegiatan Corporate Social Responsibility. Hal tersebut terlihat dari adanya undang-undang yang menyatakan Corporate Social Responsibility sebagai praktek wajib perusahaa mdash;terutama perusahaan Badan Usaha Milik Negara dan perusahaan yang bergerak di sektor yang memanfaatkan sumber daya alam. Kewajiban yang berlaku untuk banyak jenis perusahaan di Indonesia tersebut menimbulkan pertanyaan, termasuk 'apakah mewajibkan praktek Corporate Social Responsibility sesuai dengan kententuan Undang-Undang Dasar 1945?' sehingga diajukan uji materiil akan kewajiban Corporate Social Responsibility bagi perseroan terbatas sesuai yang tertera dalam Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan terbitlah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 53/PUU-VI/2008 yang mengukuhkan upaya mewajibkan Corporate Social Responsibility di Indonesia bagi usaha-usaha yang ditentukan oleh undang-undang. Dalam tulisan ini, pergeseran konsep sukarela Corporate Social Responsibility menjadi wajib melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia akan dianalisis.

Corporate Social Responsibility is a growing concept in Indonesia as the government is enforcing sustainable business practices through encouraging more companies to contribute towards the society through various Corporate Social Responsibility initiatives. This is expressed through several Indonesian national laws that deemed Corporate Social Responsibility as a mandatory company practice mdash particularly State Owned Enterprises and companies operating in sectors which utilize natural resources. The mandatory order applicable to the great number of Indonesian businesses has raised question about its constitutionalism and the obligation for limited liability companies to conduct Corporate Social Responsibility as expressed in Article 74 of Law Number 40 Year 2007 on Limited Liability Companies were put upon a judicial review, resulting in Constitutional Court Decision Number 53 PUU VI 2008 which instead strengthen the idea that Corporate Social Responsibility can be obligated towards businesses of a certain requirement. In this paper, the shift of what had been wholly voluntary activity into a regulated activity in Indonesia is analyzed. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S69609
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gina Wulandari
"Era revolusi 4.0 dan society 5.0 memberi kemudahan bagi manusia dalam menjalankan aktivitas dalam seluruh bidang kehidupan termasuk bidang kenotariatan. Konsep cyber notary merupakan salah satu bentuk perubahan yang disebabkan perkembangan teknologi. Penerapan konsep cyber notary dapat menjadi terobosan bagi profesi notaris untuk memberikan pelayanan jasa yang cepat, tepat, dan efisien kepada masyarakat. Indonesia selaku negara yang menganut mazhab notaris latin tidak terlepas dari dorongan untuk melakukan perubahan bidang kenotariatan. Namun, penerapan konsep ini tidak dapat serta merta dilakukan sebab peraturan yang mengatur mengenai penerapan konsep cybernotary di Indonesia masih belum rinci. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai kemungkinan penerapan konsep cyber notary dalam peraturan hukum nasional di Indonesia; dan, kekuatan pembuktian akta notaris yang dibuat secara elektronik. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan menggunakan studi dokumen melalui penelusuran literatur atas data sekunder. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemungkinan penerapan konsep cyber notary di Indonesia sangat mungkin untuk diterapkan. Akta yang dibuat secara elektronik memiliki kekuatan pembuktian yang sama dengan akta autentik konvensional dan memenuhi syarat untuk dikatakan sebagai akta autentik apabila telah dilaksanakan perubahan atas peraturan terkait jabatan notaris dan peraturan lainnya. Untuk itu perlu merevisi UUJN dengan mengatur pemberlakuan cyber notary sehingga pelaksanaan tugas dan jabatan notaris dapat dilaksanakan lebih efisien, efektif dan cepat tanpa mengurangi kekuatan hukum dari akta tersebut.

The era of the industrial revolution 4.0 and society 5.0 made it easy for humans to carry out activities in all areas of life, including the notarial field. The concept of cyber notary is one form of change caused by technological developments. The application of the cyber notary concept can be a breakthrough for the notary profession to provide fast, precise, and efficient services to the public. Indonesia as a country that adheres to the Latin notary school is inseparable from the urge to make changes to the notary field. However, the application of this concept cannot be carried out immediately because the regulations governing the application of the cybernotary concept in Indonesia are still not detailed. The problems raised in this study are the possibility of applying the concept of cyber notary in national legal regulations in Indonesia; and, the power of proof of a notarial deed made electronically. This research is a normative juridical research using document studies through literature searches on secondary data. The results of this study indicate that it is possible to apply the concept of cyber notary in Indonesia. A deed made electronically has the same proving power as a conventional authentic deed and fulfills the requirements to be said to be an authentic deed if changes have been made to regulations related to the position of a notary and other regulations. For this reason, it is necessary to revise the UUJN by regulating the implementation of a cyber notary so that the implementation of the duties and positions of a notary can be carried out more efficiently, effectively and quickly without reducing the legal force of the deed."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Akmal Condro Rahmahadi
"Konsep Tanggung Jawab Sosial CSR menjadi semakin populer di dunia bisnis dan juga hukum, dimana dilihat sebagai kesempatan untuk korporasi untuk memperindah citra perusahaan dan juga memberikan nilai jual yg unik. Dalam konsep ini memerlukan perusahaan untuk mempertimbangkan kepentingan semua pemangku kepentingan perusahaan dan mematuhi triple bottom line. Di sektor bisnis hulu migas ada mekanisme cost recovery. Ini memungkinkan pemulihan biaya untuk biaya pelaksanaan pengembangan masyarakat oleh kontraktor. Pengembangan masyarakat tersebut merupakan kewajiban Kontraktor dan juga merupakan bagian dari skema besar CSR. Kewajiban tersebut di atas mencakup kewajiban dalam merencanakan, membiayai, melaksanakan, dan melaporkan. Situasi tersebut mengakibatkan adanya pergeseran beban dalam membiayai program tersebut, dimana sekarang Negara memiliki tanggung jawab dalam membiayai program tersebut. Akibatnya terjadi inkonsistensi dengan pemahaman dasar dan juga hukum positif yang mengatur masalah CSR. Di sinilah adanya perbedaan dengan pengertian dan definisi CSR yang menjelaskan sebagai komitmen dan tanggung jawab perusahaan dan bukan yang lainnya. Ini juga menyimpang dari asas dasar pertanggungjawaban, di sinilah Negara juga mempertanggungjawabkan tindakan Perusahaan. Akibatnya, hal itu menimbulkan ketidakpastian hukum mengenai masalah penganggaran dan pembiayaan CSR.

The concept of Corporate Social Responsibility becomes more popular in the business and also legal world, as it is seen as an opportunity for company to improve corporate image and also provide unique selling point. Under here it requires company to consider the interest of all stakeholders of the company and adhere to the triple bottom line. In the sector of upstream oil gas business it exist the mechanism of cost recovery. It permits the cost recovery for the expenses on the implementation of Community Development by the contractor. Such Community Development is the obligation of Contractor and also a part of the grand scheme of CSR. The aforesaid obligation encompasses the obligation in planning, financing, execution, and reporting. The situation resulted in the shift of burden in financing such program, where now the State has the responsibility in financing such program. Consequently translates into the inconformity with the basic understanding and also positive law regulating the matter of CSR. This is where exist the difference with the understanding and definition of CSR that explains as the commitment and the responsibility of the company and not other. It also deviates from the basic principle of accountability, this is where the State also held accountable for the Company rsquo s action. Consequently it creates a legal uncertainty on the matter of the budgeting and financing of CSR.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S69593
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adhy winawan
"Pelaksanaan kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility ("CSR") semakin banyak diterapkan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari maraknya isu global yang menekankan adanya tanggung jawab lebih dari perusahaan. Sehingga keberadaan perusahaan tidak semata-mata hanya mencari keuntungan ekonomi saja namun juga harus memperhatikan kepentingan para pemangku kepentingannya (?stakeholder?). Akan tetapi kegiatan CSR yang banyak berkembang saat ini masih bersifat karitatif sehingga kurang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Padahal salah satu tujuan dasar keberadaan CSR adalah untuk memberikan suatu dampak pembangunan yang berkelanjutan bagi masyarakat. Kemudian tingginya masalah lingkungan yang sering muncul seiring dengan berjalannya kegiatan usaha perusahaan mendorong pemerintah Indonesia untuk menetapkan ketentuan pelaksanaan kegiatan CSR sebagai suatu kewajiban bagi perusahaan. Kewajiban tersebut merupakan suatu hal yang positif sebagai salah satu bentuk upaya negara, dalam hal ini pemerintah, untuk meningkatkan dan menciptakan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh dan merata (welfare state). Namun demikian keberadaan kewajiban CSR tersebut tidak dibarengi dengan kebijakan pelaksana dan/atau pendukung yang memadai. Akibatnya para pengusaha masih kesulitan dalam menentukan konsep dan teknis pelaksanaan dari CSR itu sendiri. Salah satu kebijakan pendukung dari ketentuan kewajiban CSR bagi perusahaan adalah kebijakan dalam bidang perpajakan. Guna menyelaraskan adanya kewajiban atas CSR tersebut maka pemerintah memberikan insentif berupa pemberian pengurangan pajak terhadap kegiatan-kegiatan CSR yang dilakukan oleh perusahaan. Di Indonesia sendiri, pajak dipandang sebagai suatu pungutan wajib kepada masyarakat yang secara hukum harus ditetapkan berdasarkan legitimasi seluruh masyarakat. Tujuannya tidak lebih agar pungutan pajak tersebut tidak membebani masyarakat. Dengan demikian dalam proses menciptakan masyarakat yang sejahtera pun harus dilakukan dengan ketentuan legalitas yang benar.

Corporate Social Responsibility or CSR is now commonly applied by many of corporations here in Indonesia. This phenomena is influenced by global issues which are emphasizing corporates must have more social responsibilities. Role of corporations is not only gaining economic profit but also have to consider the interest of the stakeholders. But the activity of CSR developing nowadays is still charitable and it is not likely to increase welfare. It is known that one of main goal of CSR is to give a sustainable developmental influence to the community. High number of environmental problems are proportional with the corporate activities. These make the Indonesian government establish regulation of implementation of CSR activitiy as a corporate obligation. This is a positive way as one of the state efforts, especially the government, to increase and to create welfare state. However, the established regulation is not followed with adequate executive and/or supporting policies. As a consequency, the corporations are still have problems in determining concepts and technical implementations of CSR. One of supporting policies of the regulation of CSR is in taxation. In order to run the obligation of CSR, the government gives an incentive in form of tax reduction on the CSR activities which is done by the corporates. In Indonesia, tax is seen as a compulsory levies to the community which is hsve to legally set based on community legitimacy. The aim is to make sure that the taxes are not burdening the community. Thus, in order to create the community welfare then it must done by exact legality provision."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28988
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prayuda Agusvianto
"Magang merupakan salah satu syarat bagi calon Notaris magang untuk dapat diangkat menjadi seorang Notaris, dan dengan magang maka dapat mengetahui seluk beluk dunia Notaris serta mengaplikasikan ilmu-ilmu yang diperoleh saat menempuh perkuliahan di Magister Kenotariatan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi dari pasal 16A ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, bagaimana sanksi yang diterima oleh calon Notaris magang apabila tidak melaksanakan ketentuan pasal 16A ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris dan bagaimana peran Notaris serta bentuk perlindungan yang diberikan Notaris kepada calon Notaris magang saat melaksanakan magang.
Tesis ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan analisis data secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat ditarik kesimpulan bahwa calon Notaris saat melaksanakan magang haruslah diajarkan atau dibina untuk berpegang teguh kepada Kode Etik Notaris, Undang-Undang Jabatan Notaris dan Sumpah Jabatan Notaris, selain itu sampai sekarang belum diatur mengenai sanksi terhadap calon Notaris Magang apabila tidak melaksanakan kewajiban menurut Undang-Undang Jabatan Notaris, dan dalam proses magang peran Notaris sangat penting untuk mengajarkan calon Notaris magang serta memberikan perlindungan hukum baik antara Notaris dengan calon Notaris Magang dengan membuat Perjanjian tertulis mengenai Magang.

Internship is one of the requirements for Candidate Notary apprentice to be appointed as a Notary, in addition to the Candidate Notary, apprentice can find out the ins and outs of the world Notary and apply knowledge that has been obtained by lectures in masters of law. The purpose of this study was to know about Implementation Article 16A paragraph (1) of Law Number 2 Year 2014 concerning the Amendment to Law Number 30 Year 2004 on Notary, about how the sanctions adopted by the Candidate Notary apprentice if not carrying out the provisions of article 16A (2) of Law Number 2 Year 2014 concerning the Amendment to Law Number 30 Year 2004 on Notary, and how the role of the Notary and the form of protection that given to Candidate Notary apprentice when carrying out an internship.
This thesis using normative juridical research method with qualitative data analysis. From the discussion of this thesis can be concluded that when Candidate Notary apprentice doing apprentice must taught or nurtured to adhere to the Code of Conduct Notaries, Notary Law and Oath Notary, until now there is no sanctions has to be set to Candidate Notary apprentice if no obligations Internship according to Law Notary, and when in the process of apprenticeship role of the Notary is very important to teach Candidate Notary internships and provide better legal protection between the Notary and Candidate Notary apprenctice by making a written agreement regarding Intern.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43937
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ajeng Rachma Hartriana
"Peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan sampah, khususnya Pasal 23 Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 mengamanatkan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota untuk menyediakan dan mengoperasikan tempat pemrosesan akhir sampah. Skripsi ini kemudian membahas mengenai penerapan dari kewajiban tersebut dengan mengambil kasus yang terjadi pada Kota Bogor. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan yuridis normatif yang dilengkapi dengan menggunakan bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan, bahan hukum sekunder berupa buku dan jurnal, serta wawancara dengan Kepala UPTD Pengelolaan Sampah Dinas Lingkungan Hidup Kota Bogor sebagai data sekunder. Hasil penelitian kemudian menyimpulkan bahwa Kota Bogor menyediakan TPA Galuga sebagai tempat pemrosesan akhir bagi sampah di Kota Bogor. TPA Galuga disediakan oleh Pemerintah Kota Bogor bersama-sama dengan Pemerintah Kabupaten Bogor. Kota Bogor telah melakukan penyediaan fasilitas secara cukup lengkap dan melakukan pengoperasian TPA Galuga dengan metode open dumping dan lahan urug terkendali. Namun, perjanjian antara kedua daerah dirasa dibuat terlambat, sehingga dapat menyebabkan ketidakpastian dalam hal pembagian hak dan kewajiban. Dengan demikian, perlu adanya pembuatan perjanjian kerja sama di awal dalam hal menjalin kemitraan. Perlu juga dilaksanakannya pengoperasian TPA Galuga sesuai dengan Undang-Undang Pengelolaan Sampah dan peraturan turunannya guna meminimalisir adanya dampak negatif bagi lingkungan dan warga di sekitar TPA Galuga. Misalnya, pengurugan sampah dengan metode lahan urug terkendali yang dilakukan minimal tujuh hari sekali.

Article 23 of Government Regulation Number 81 Year 2012 mandated the Regency Municipal Government to accommodate and operate waste disposal facility. This thesis then discusses the way of accommodating and operating waste disposal facility occurred in Bogor city. This research is conducted with normative juridical approach which is completed by using primer legal material in the form of regulations, secondary legal material in the form of books and journals, and interview with the head of UPTD of waste management in Bogor City as secondary data. The results then concluded that the Bogor City provides TPA Galuga as the final place of waste from the city. TPA Galuga is provided by the Government of Bogor city in cooperation with the Government of Bogor Regency. Bogor City has been providing direct facilities and performing operating system of TPA Galuga with open dumping method and controlled landfills method. However, agreements between the two regions are deemed late, making distribution of rights and obligations terms seem obscure. Thus, it is necessary to establish a cooperative agreement early in the case of a partnership. It is also necessary to carry out the TPA Galuga operation in accordance with Waste Management Act and its derivative regulations in order to minimize the negative impact for the environment and the people around TPA Galuga. For example, waste processing with controlled landfills should be done at least once in a week."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juliandy Dasdo P Tambun
"ABSTRAK
Pangan merupakan kebutuhan pokok bagi kelangsungan hidup manusia, seiring dengan perkembangan dari produk olahan pangan semakin maju, sehingga tidak jarang demi mencapai tujuan tertentu pelaku usaha melakukan pencampuran/pengoplosan terhadap produk olahan pangan. Kebijakan dari pengoplosan atau pencampuran suatu produk olahan pangan mempunyai kriteria tersendiri apabila ditinjau dari sudut pandang hukum perlindungan konsumen, hal ini sehubungan dengan kepentingan konsumen guna mendapatkan pangan yang layak serta sesuai dengan standar kesehatan yang memadai. Pelaku usaha sendiri memiliki tanggung jawab terhadap produk olahan pangan yang dicampur atau dioplos, dalam hal ini peran pemerintah sebagai fungsi kontrol di antara pelaku usaha dan konsumen memegang peranan yang sangat signifikan. Guna menjawab permasalahan di dalam tesis ini penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang mengkaji tentang hukum normatif doktrinal , dalam hal ini Undang-Undang no. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan, maupun peraturan hukum lainnya. Kebijakan dari pengoplosan atau pencampuran suatu produk olahan pangan ditinjau dari sudut pandang hukum perlindungan konsumen tidak terlepas dari inti utama fungsi dari pangan itu sendiri, dimana suatu produk olahan pangan merupakan pangan yang telah diberikan BTP Bahan Tambahan Pangan dalam proses produksi. Tanggung jawab pelaku usaha terhadap produk olahan pangan yang dicampur atau dioplos mengacu kepada ketentuan perubahan/pengoplosan yang dimaknai dengan Perubahan atas barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh pelaku usaha atau Barang dan/atau jasa tidak sesuai dengan contoh, mutu, dan komposisi. Dengan demikian pengoplosan yang bersifat negatif merupakan kegiatan memproduksi dan memperdagangkan pangan yang tidak sesuai dengan standar keamanan pangan dan menyebabkan berubahnya mutu pangan.

ABSTRACT
Food is a basic need for human survival, along with the development of food processing products, it is common for achieving certain objectives of business executors to mixing the processed food products. The policy of mixing processed food products has its own criteria when viewed from the perspective of consumer protection law, and it is in line with the interest of consumers to obtain good standards for food and also health. The business executors have responsibility for the processed food product which has mixed, and in this case the government plays a significant role as a controller for the business executors and consumers. In order to answer the problem in this thesis, the writer uses normative juridical research method, which is research that examines about normative law doctrinal , in this case Law no. 8 of 1999 on Consumer Protection, Law No. 18 of 2012 on Food, as well as other legal regulations. From the point of view of consumer protection law, the policy of mixing a processed food product is inseparable from the main core of the function of the food itself, where a processed food product has been given food additives in the production process. The responsibility of the business executors on processed food products that are mixed refers to the provisions of change, which is the change of goods and or services performed by business execitors or goods and or services not in accordance with the example, quality, and composition. Therefore, a negative mixing is an activity to produce and trade food that is not in accordance with the food safety standards dan cause changes in the food quality. "
2017
T50258
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>