Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 170443 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dixie Rinanti Nugita
"Penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif ini dilakukan untuk melihat hubungan antara trait kepribadian dan strategi coping pada penerbang sipil. Jumlah partisipan yang mengikuti penelitian ini berjumlah 57 orang dengan seluruh partisipan berjenis kelamin laki-laki dan mempunyai rentang usia 20-64 tahun. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah NEO FFI untuk mengukur trait kepribadian dan Brief COPE untuk mengukur strategi coping yang telah diadaptasi oleh peneliti ke dalam Bahasa Indonesia. Pengolahan data dilakukan dengan teknik statistik Pearson Product-Moment Correlation. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara trait kepribadian extraversion dan emotion focused coping, trait kepribadian extraversion dan problem focused coping, serta antara trait kepribadian conscientiousness dan problem focused coping.

This research which uses quantitative approach is done to see the relationship between personality trait and coping strategy among civil pilot. There are a total of 57 participants, all of which is male, ranging from the age of 20 to 64. The instruments used in this research is NEO FFI to measure personality trait and Brief COPE to measure coping strategy which had been adapted into Indonesian language. The data analysis is done using Pearson Product-Moment Correlation statistical technique. The research show that there are positively significant relationship between extraversion personality trait and emotion focused coping, extraversion personality trait and problem focused coping, and between conscientiousness personality trait and problem focused coping."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S44501
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frydenberg, Erica
""Young people need to cope in a variety of settings, including school, home, peer groups and the workplace, and with a range of life problems such as examinations and parental divorce. This thoroughly revised and updated new edition of Adolescent Coping presents the latest research and applications in the field of coping. It highlights the ways in which coping can be measured and, in particular, details a widely used adolescent coping instrument. Topics include the different ways in which girls and boys cope, coping in the family, how culture and context determine how young people cope, decisional coping, problem solving and social coping, with a particular emphasis on practice. Each topic is considered in light of past and recent research findings and each chapter includes quotations from young people. While topics such as depression, eating disorders, self-harm and grief and loss are addressed, there is a substantial focus on the positive aspects of coping, including an emphasis on resilience and the achievement of happiness. In addition to the wide-ranging research findings that are reported, many of the chapters consider implications and applications of the relevant findings with suggestions for the development of coping skills and coping skills training. Adolescent Coping will be of interest to students of psychology, social work, sociology, education and youth and community work as well as to an audience of parents, educators and adolescents."--PUBLISHER'S WEBSITE."
New York: Psychology Press, 2008
155.51 FRY a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Aisha Maghfira
"Remaja rentan mengalami masalah kesehatan mental karena banyak perubahan yang terjadi di fase ini, serta berkaitan erat dengan kemampuan penyesuaian diri remaja dalam menghadapi tantangan. Fleksibilitas kognitif berperan penting dalam penyesuaian diri remaja dan menarik untuk dieksplorasi karena pemikiran remaja ditemukan unik dibandingkan dengan tahapan perkembangan lainnya. Penelitian sebelumnya juga menemukan hasil yang belum konsisten antara hubungan fleksibilitas kognitif dan penyesuaian diri di konteks yang berbeda, kemungkinan karena adanya faktor lain yang memediasi kaitan di antara keduanya, yaitu resiliensi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran resiliensi sebagai mediator pada hubungan antara fleksibilitas kognitif dan penyesuaian diri remaja. Penelitian ini adalah penelitian cross-sectional, menggunakan instrumen Brief Adjustment Scale-6 (BASE-6) untuk mengukur penyesuaian diri, Cognitive Flexibility Inventory (CFI) untuk mengukur fleksibilitas kognitif, dan Resiliency Scales for Children and Adolescents (RSCA) untuk mengukur resiliensi. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 377 orang partisipan berusia 12─18 tahun. Hasil analisis mediasi menunjukkan bahwa resiliensi yang dilihat melalui sense of mastery dan emotional reactivity memediasi secara penuh hubungan antara fleksibilitas kognitif dan penyesuaian diri, sedangkan sense of relatedness memediasi secara sebagian hubungan antara keduanya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar pengembangan intervensi berbasis resiliensi bagi remaja.

Adolescence is a critical period marked by numerous changes, making it a vulnerable phase for mental health problems. The ability of adolescents to adjust and cope with the challenges they face is crucial for their overall well-being. One cognitive aspect that has been suggested to play a significant role in their adjustment is cognitive flexibility, which intriguing to explore because adolescents’ thinking is found to be unique compared to other developmental stages. However, previous research has yielded inconsistent findings regarding the direct relationship between cognitive flexibility and adjustment in various contexts. This may be due to the presence of mediating factors, such as resilience, which also plays a vital role in adolescents' adjustment. The present study aims to investigate the mediating role of resilience in the association between cognitive flexibility and adolescents’ adjustment. To achieve this, a cross-sectional research design was employed, utilizing three standardized instruments: the Brief Adjustment Scale-6 (BASE-6) to assess adolescent adaptation, the Cognitive Flexibility Inventory (CFI) to measure cognitive flexibility, and the Resiliency Scales for Children and Adolescents (RSCA) to evaluate resilience. A total of 377 participants, aged between 12 and 18 years, were recruited for this study. The results of the mediation analysis revealed that resilience, as observed through its components, namely, sense of mastery and emotional reactivity, fully mediated the relationship between cognitive flexibility and adolescent adaptation. Moreover, the sense of relatedness partially mediated this relationship. The study's implications lie in the potential development of targeted interventions based on resilience to promote positive adjustment among adolescents."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitriyah
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3294
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurulhuda Annisa
"Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara dimensi trait kepribadian dan state of anxiety pada wanita dengan endometriosis. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Partisipan dalam penelitian ini terdiri dari 26 orang wanita yang sudah diberikan diagnosis oleh dokter ahli kebidanan dan ginekologi terkena endometriosis dengan rentang usia 20-45 tahun. Penelitian menggunakan alat ukur NEO-PI yang dikembangkan oleh McCrae dan Costa dan telah diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia oleh Sholiha (2010) untuk mengukur trait kepribadian. Lalu, penelitian ini juga menggunakan STAI form Y-1 untuk mengukur state of anxiety dengan melakukan adaptasi terlebih dahulu kepada penderita penyakit kronis di Indonesia oleh peneliti. Hasil penelitian menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara trait kepribadian dan state of anxiety pada wanita penderita endometriosis. Meskipun demikian, penelitian ini menunjukkan arah hubungan yang positif antara neuroticism dan state of anxiety sedangkan extraversion, openness to experience, agreeableness, dan conscientiousness menunjukkan arah hubungan yang negatif dengan state of anxiety. Selain itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa wanita dengan endometriosis memiliki state of anxiety yang tinggi.

The research was conducted to see the relationship between dimension of personality trait and state of anxiety among women with endometriosis. This research is using quantitave approach. The participants in this research were 26 women who had been diagnosed with endometriosis by a doctor of obstetric and gynecology, aged 20-45 years old. The NEO-PI instrument that has been adapted by Sholiha (2010) was used to measure the personality trait. Also, the STAI form Y-1 was used to measure the state anxiety that has been adapted first by the researcher on patient with chronic illnesses. The result showed that there are no significant correlation between personality trait and state of anxiety among women with endometriosis. Another result showed that there is a positive relationship between neuroticism and state of anxiety. Meanwhile, extraversion, openness to experience, agreeableness, dan conscientiousness showed a negative relationship with state of anxiety. The result also showed that women with endometriosis have a high state of anxiety."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S44509
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sekarsari Suyono
"Kemacetan lalu lintas merupakan salah satu masalah bagi warga Jakarta. Kemacetan lalu lintas ternyata dapat menimbulkan kerugian psikis bagi pengguna jalan. Hal ini dapat terjadi karena adanya interaksi psikologis, yaitu kondisi pengemudi kendaraan secara psikologis melakukan interaksi dengan sistem kontrol kendaraan, lingkungan sekitar jalan raya termasuk sistem kontrolnya, kemudian melakukan respon terhadap stimulan yang terjadi selama ini. Salah satu daerah yang sangat dikenal akan kemacetan lalu lintasnya adalah Ciputat. Kondisi yang telah dianggap sebagai sebuah pemandangan sehari-hari ini ternyata mempunyai berbagai dampak negatif bagi manusia. Salah satu dampak yang ditimbulkan adalah dampak psikologis, dalam hal ini berupa stres terhadap subyek yang mengalami kemacetan lalu lintas.
Karena itu penelitian ini mencoba melihat dampak psikologis kemacetan terhadap warga Kompleks Dosen UI Ciputat sebagai wilayah penelitian. Jika seseorang mengalami stres maka akan timbul tingkah laku tertentu sebagai usahanya dalam meredakan rasa tidak menyenangkan yang dialaminya akibat stres. Tingkah laku yang ada karena stres sebenarnya merupakan cara individu mencari strategi coping terbaik bagi dirinya untuk menghadapi stres yang dialaminya. Dalam psikologi dikenal tiga macam coping yang konstruktif, yakni coping yang dinilai relatif sehat baik dari segi mental maupun fisik, yaitu problem-focused coping, appraisal-focused coping, dan emotion-focused coping. Setelah individu memilih suatu strategi coping tertentu, maka stres yang dialaminya akan mereda, sehingga individu tersebut dapat cope dengan stressor dan dapat dikatakan coping individu efektif. Akan tetapi jika strategi coping yang dipilih tidak dapat meredakan stres yang dialaminya, maka coping individu tidak ekektif.
Penelitian ini juga melihat tanda-tanda atau gejala-gejala stres yang timbul dari subyek yang disebabkan oleh stressor, dalam hal ini kemacetan lalu lintas dan mengaitkannya dengan hubungan antara gender dan tipe kepribadian A dan B. Alat yang digunakan untuk melihat tanda-tanda stres akibat kemacetan dibuat berdasarkan hasil elisitasi dan tanda-tanda stres dari Vlisides, Eddy, dan Mozie; yang diambil dalam Rice (1999), menggunakan skala 1-5. Alat mengukurtipe kepribadian disusun berdasarkan 3 faktor menurut Jenkins, 1974; Zyzanski dan Jenkins, 1970), yakni faktor S, yaitu cepat dan tidak sabar (speed and impatience); faktor J, yaitu keterlibatan dengan tugas/pekerjaan (job involvement);dan faktor H, yaitu kompetitif, mudah marah dan pekerja keras (competitive, hostile, and hard driving), menggunakan skala 1-6. Alat yang digunakan untuk mengukur perilaku coping disusun menurut Rudolph Moos dan Andrew Billings (dalam Weiten dan Lloyd, 1997)."
Depok: Fakultas Psikologi Unversitas Indonesia, 2001
S2956
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karamina Raihan
"Endometriosis merupakan salah satu gangguan yang berhubungan dengan aspek reproduksi perempuan. Selain menimbulkan masalah kesehatan fisik maupun psikologis pada diri penderita, juga memberi dampak pada orang di sekitarnya, termasuk suaminya. Dampak yang dirasakan oleh suami penderita endometriosis antara lain kesulitan berhadapan dengan kondisi emosional penderita, masalah dalam hubungan seksual, serta merasa tidak berdaya (Fernandez, Reid, dan Dziuraweic, 2006). Hal-hal tersebut dapat memberi pengaruh pada kepuasan pernikahan mereka. Kepuasan pernikahan merupakan sikap sejauh mana seseorang menilai hubungan pernikahannya menyenangkan (Roach, Frazier, & Bowden, 1981). Kepuasan pernikahan juga berkaitan dengan trait kepribadian yang dimiliki oleh individu. Trait kepribadian adalah kecenderungan seseorang dalam bertingkah laku yang konsisten pada waktu dan kondisi apapun.
Penelitian ini adalah penelitian korelasional yang bertujuan untuk melihat hubungan antara kepuasan pernikahan dan dimensi trait kepribadian pada suami penderita endometriosis. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Marital Satisfaction Scale yang dikembangkan oleh Roach, Frazier, dan Bowden yang sebelumnya telah digunakan oleh Diana (2012). Penelitian ini juga menggunakan alat ukur NEO-PI yang dikembangkan oleh Costa dan McCrae dan telah digunakan sebelumnya oleh Annisa (2013). Partisipan penelitian berjumlah 25 orang pria yang bekerja, yang merupakan para suami dari penderita endometriosis. Hasil penelitian menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara kepuasan pernikahan dan trait kepribadian pada suami penderita endometriosis. Namun demikian, ditemukan arah hubungan yang negatif antara kepuasan pernikahan dan neuroticism, sementara kepuasan pernikahan menujukkan arah hubungan yang positif dengan extraversion, openness to experience, agreeableness, dan conscientiousness.

Endometriosis is a disorder that is associated with the reproductive aspects of the female. In addition to inflicting physical or psychological health problems in patients, it also gives an impact on those around her, including her husband. The impact felt by the husband of endometriosis patients among others are difficulties dealing with emotional patients conditions, problems in sexual relations, as well as the feeling of helplessness (Fernandez, Reid, and Dziuraweic, 2006). Those things can give satisfaction influence on their marriage. The marital satisfaction is defined as attitude of greater or lesser favorability toward one?s own marital relationship (Roach, Frazier, & Bowden, 1981). Marital satisfaction are also related to the personality trait that is owned by an individual. Personality Trait is the tendency of a person to behave consistent at any time and under any circumstances.
This study is a correlational study that aims to see the relationship between marital satisfaction and dimension of personality trait among husband of endometriosis patients. Measuring instrument used in this research is the Marital Satisfaction Scale (MSS) developed by Roach, Frazier, and Bowden, who had previously been used by Diana (2012). The research also used the Neuroticism Extraversion Openness to Experience-Personality Inventory (NEO-PI) measurement tool developed by Costa and McCrae and has been used before by Annisa (2013). There are 25 workers participated in this study who are husbands of endometriosis patients. The results indicated no significant correlation between marital satisfaction and personality trait on the husband of endometriosis patients. Nevertheless, it found a negative relationship between marital satisfaction and neuroticism, while marital satisfaction shows a positive relationship through extraversion, openness to experience, agreeableness, and conscientiousness.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S53751
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kristiyabudi Purwo Hananto
"Manusia bekerja karena mereka memerlukan aktivitas yang berguna untuk memenuhi segala kebutuhannya, tidak hanya untuk kebutuhan fisik dan materiil melainkan juga mempunyai fungsi psikologis. Namun tidak selamanya manusia dapat bekerja, walaupun ia ingin selalu aktif dan produktif. Batas dimana seseorang tidak diharapkan untuk bekerja atau tidak bekerja lagi disebut pensiun.
Individu yang mulai memasuki masa pensiun pada umumnya memiliki karakteristik khas karena mereka harus memerankan jobless role, sementara selama bertahun-tahun mereka bekerja dan menemukan makna hidupnya melalui kerja. Hal umum yang biasanya terjadi pada mereka setelah berhenti bekerja adalah perasaan-perasaan tidak berdaya, merasa tidak dibutuhkan lagi oleh orang lain. Sehingga logis jika dikatakan bahwa pensiun merupakan salah satu peristiwa besar dalam hidup seseorang (major life event) yang menimbulkan stres. Hal ini didukung pula oleh Lazarus dan Cohen (1977), Lazarus dan Folkman (1984) dalam Feldmen (1989) yang mengatakan bahwa adanya perubahan dalam kehidupan merupakan salah satu stressor pada diri seseorang. Dalam menghadapi transisi hidup yang penuh ketegangan-ketegangan emosional, individu akan termotivasi untuk meredusirnya; dan hal inilah yang disebut perilaku coping.
Menurut Folkman dan Lazarus (1980, dalam Carver et.al, 1989) terdapat dua jenis umum perilaku coping: yang pertama problem-focused coping, dan yang kedua adalah emotion-focused coping. Nalaupun pada hampir semua stressor kedua jenis coping ini selalu ditampilkan, jenis perilaku coping yang pertama akan lebih digunakan, jika seseorang merasa bahwa sesuatu yang konstruktif dapat dilakukan untuk mengatasi masalah / situasi yang menimbulkan stres; sementara emotion-focused akan dipakai jika situasi yang menimbulkan stres yang mau tidak mau harus diterima karena tidak dapat dirubah (unchangeable).
Individu dengan tipe-A mempunyai karakteristik yang khas. Mereka adalah individu-individu yang memiliki keterlibatan tinggi pada pekerjaan, kompetitif, berorientasi pada pencapaian suatu hasil (achievement-oriented) serta selalu dalam kondisi terburu-buru / sangat mementingkan waktu (time-urgency), akan mengalami kesulitan dalam menghadapi kondisi waktu senggang seperti itu. Mereka menempatkan kerja sebagai sesuatu yang sentral dalam hidupnya. Karena itu, maka masa pensiun mungkin akan dipandang sebagai peristiwa yang mengancam diri mereka karena dengan berhenti bekerja berarti kehilangan aktivitas penting yang sulit untuk digantikan dengan kegiatan lainnya.
Tuntutan untuk segera menyesuaikan diri terhadap lingkungan serta peran barunya tersebut akan timbul agar tercapai rasa puas dan akhirnya integritas pada individu. Diener (dalam Floyd, 1992) mengatakan bahwa hal yang utama bagi pencapaian kesejahteraan diri seseorang adalah penilaian dirinya terhadap kualitas dan kepuasan hidupnya, yang merupakan perbandingan antara kondisi hidup secara kongkrit dengan suatu standar yang telah dibuat.
Bagi semua individu, tidak terkecuali individu tipe-A, masa pensiun merupakan peristiwa yang tidak mungkin dihindarkan karena suatu saat mereka pasti akan tiba pada tahap akhir siklus kerjanya. Karena merupakan peristiwa utama dalam hidup (major life event), mereka mau tidak mau harus melakukan seeuatu untuk menghadapinya. Sejauh ini perilaku coping mereka terhadap situasi yang menekan (dalam bekerja) adalah dengan bekerja cepat, kompetisi dan menampilkan tingkah laku agresif atau bermusuhan. Dengan memasuki masa pensiun berarti mereka tidak lagi memiliki banyak kesempatan untuk menampilkan pola perilaku yang sudah terinternalisasi tersebut, walaupun berada dalam situasi yang menekan lainnya (dalam hal ini pensiun) karena situasi tersebut tidak sama dengan situasi ketika mereka bekerja.
Dari sebuah penelitian longitudinal ditemukan bahwa satu tahun setelah pensiun, mereka menampilkan TABP (Type A Behavior Paterrn) yang lebih rendah dibanding menjelang pensiun (Howard et.al, 1986, dalam Sarafino, 1994). Bagaimanapun juga mengingat karakteristik individu dengan tipe kepribadian-A, maka mereka akan cenderung menggunakan perilaku coping yang problem-focused seperti coping aktif dan langsung menghadapi stressor serta mengabaikan perasaan-perasaan negatif yang menyertai masalah atau situasi yang menganggu (Hattews et.al, 1976, dalam Carver et.al, 1989).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa para responden yang memiliki perbedaan tipe kepribadian, menampilkan juga adanya perbedaan dalam pemilihan perilaku coping-nya. Responden yang memiliki tipe kepribadian-A (TABP), cenderung lebih menampilkan problem-focused coping. Sebaliknya para pensiunan dengan tipe kepribadian-B (TBBP) tampak lebih mempergunakan strategi Coping emotion-focused. Individu dengan tipe kepribadian-B (TBBP) memiliki kepuasan hidup masa pensiun yang lebih tinggi dibanding subyek dengan tipe kepribadian-A. Kelompok problem-focused ternyata memiliki tingkat kepuasan hidup masa pensiun yang lebih rendah dibandingkan kelompok emotional-focused Sebagai rangkuman dari seluruh penelitian ini diperoleh hasil bahwa tipe kepribadian tertentu (tipe-A, maupun tipe-B) memang mempunyai pengaruh terhadap tinggi rendahnya kepuasan hidup pada masa pensiun. Namun efek variabel perilaku coping (problem-focused atau emotional-focused) tidak banyak berpengaruh terhadap terbentuknya kepuasan dalam masa pensiun."
Depok: Fakultas Psikologi Unversitas Indonesia, 1995
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anindita Sandrina Tamzil
"Skripsi ini membahas hubungan antara preferensi dimensi genre musik dengan trait kepribadian Penelitian merupakan penelitian replikasi kuantitatif quasi eksperimental dengan sampel 60 partisipan dengan rentang usia dewasa muda Alat ukur yang digunakan adalah STOMP TIPI dan Preferensi Musik Lagu Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara preferensi dimensi genre dan preferensi lagu Hasil juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara dimensi genre Reflective and Complex dan trait Openness to Experience hubungan negatif yang signifikan antara dimensi genre Upbeat and Conventional dengan trait Conscientiousness dan hubungan yang signifikan antara dimensi genre Intense and Rebellious dengan trait Extraversion Dari hasil analisis data disimpulkan bahwa agar lebih banyak lagi dilakukan penelitian mengenai musik di masa yang akan datang sehubungan dengan besarnya peran musik dalam kehidupan sehari hari

The present replication study examines the relationship between genres of music preferences and personality traits It was carried out quantitatively with a sample of 60 participants within the young adult age range The instruments utilised in this study are STOMP TIPI and Preferensi Musik Lagu The results indicate that there is a significant relationship between genre dimension preference and song preference Data analysis also shows that there is a significant negative relationship between Reflective and Complex dimension and Openness to Experience a significant negative relationship between Upbeat and Conventional dimension and Conscientiousness and a significant relationship between Intense and Rebellious dimension and Extraversion More research about music in the future is needed with respect to the magnitude of the role of music in everyday life "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S45968
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lavenda Geshica
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara trait kepribadian dan distres psikologis pada mahasiswa. Responden dalam penelitian ini merupakan mahasiswa yang berjumlah 1024 orang dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Distres psikologis diukur dengan menggunakan alat ukur Hopkins Symptom Checklist-25 HSCL-25, sementara itu trait kepribadian diukur dengan menggunakan Big Five Inventory-44 BFI-44.
Hasil penelitian menunjukkan trait kepribadian extraversion dan conscientiousness berhubungan negatif dan signifikan terhadap distres psikologis. Sementara itu, trait kepribadian neuroticism berhubungan positif dan signifikan terhadap distres psikologis. Namun, trait kepribadian agreeableness dan openness tidak berhubungan signifikan dengan distres psikologis.

This study was conducted to examine the correlation between personality traits and psychological distress among college students. 1024 students from various colleges in Indonesia had participated in this study. Psychological distress was measured by Hopkins Symptom Checklist 25 HSCL 25, and Personality traits were measured by Big Five Inventory 44 BFI 44.
The result indicated there was significant positive correlation between neuroticism and psychological distress, and there was significant negative correlation between others two dimensions of personality extraversion, conscientiousness and psychological distress. It was also found that there wasn rsquo t significant correlation between agreeableness and openness personality traits in experiencing psychological distress.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S66457
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>