Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 96478 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Universitas Indonesia, 1995
S33531
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinny Riandini
"Banyaknya menhir di Kecamatan Ciampea, baik yang berdiri di dalam bangunan maupun yang berdiri sendiri merupakan suatu gejala yang menarik untuk dikaji sebagai sebuah penelitian. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat apakah terdapat kecenderungan dalam bentuk, ukuran, posisi, dan penempatan menhir-menhir tersebut serta keterkaitannya dengan fungsi menhir-menhir itu sendiri. Data yang digunakan adalah seluruh menhir yang terdapat di Kecamatan Ciampea baik yang berdiri di dalam bangunan maupun yang berdiri sendiri. Menhir-menhir tersebut tersebar di lima situs. Adapun situs-situs tersebut adalah Situs Kramat Kasang, Situs Balaikambang, Situs Area Domas, Situs Komplek Jamipaciing, dan Situs Pasir Manggis. Seperti layaknya penelitian Arkeologi pads umumnya, metode analisis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis khusus dan metode analisis kontekstual. Pada analisis khusus, menhir-menhir tersebut diamati satu persatu mengenai bentuk, ukuran, dan orientasi dari tiap-tiap menhir yang ada di daerah penelitian. Setelah dilakukan analisis khusus, hasil dari analisis khusus ini digunakan untuk membuat pengelompokan menhir dengan membuat integrasi dari varibel-variabel analisis tersebut dengan tujuan untuk mengetahui tipe beserta variasi_variasinya. Setelah mendapatkan hasil tersebut, penelitian dilanjutkan dengan analisis kontekstual. Analisis kontekstual ini dilakukan untuk melihat adakah kecenderungan hubungan antara tipe-tipe menhir tersebut terhadap situsnya yang menjadi matriks dari keberadaan menhir itu sendiri. Pada akhirnya setelah rangkaian pendeskripsian dan tahapan analisis yang telah dilakukan, menghasilkan kesimpulan bahwa menhir yang terdapat di Situs Kecamatan Ciampea ini sebagian besar berbentuk balok pipih (Bd), dengan ukuran menhir yang relatif kecil (1lk) dengan tinggi maksimal 18-68 cm. Di letakkan di sebelah tenggara (Kh), dan di letakkan dengan posisi memanjang ke arah timur (PD). Apabila dikaitkan dengan fungsi berdasarkan tipe dan juga penempatannya maka terdapat menhir yang diperkirakan sebagai penopang, pembatas tema dan juga sebagai sarana pemujaan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S11566
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yustiani S.
Semarang: Departemen Agama RI, 1994
297.8 YUS s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Muhidin Susanto
"Kecamatan Ciampea, kabupaten Bogor telah berkembang pesat menjadi kawasan perkotaan. Tekanan pertumbuhan penduduk dan urbanisasi menyebabkan peningkatan kawasan permukiman dan perubahan fungsi lahan. Penelitian bertujuan menganalisis perkembangan kawasan permukiman di kecamatan Ciampea yang meliputi analisis pola sebaran, kesesuaian guna lahan dan faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi lokasi permukiman. Penelitian menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif ditambah dengan penjelasanpenjelasan dengan metode kualitatif.
Dengan analisis tetangga terdekat didapatkan pola sebaran permukiman perkotaan di Ciampea cenderung mengelompok, sementara pola sebaran permukiman pedesaan menunjukkan pola seragam. Hasil evaluasi guna lahan disimpulkan 98,74% permukiman perkotaan sesuai dengan kebijakan tata ruang kabupaten Bogor, sementara kesesuaian permukiman pedesaan 75,56%. Dari kesesuaian kondisi geografis, permukiman perkotaan dan pedesaan sebagian besar berada dikawasan layak bangun (96,82% dan 90,88%).
Hasil analisis komponen utama diketahui bahwa faktor dan variabel yang mempengaruhi sebaran dan perkembangan lokasi permukiman di kecamatan Ciampea adalah: faktor sosial demografi (kepadatan, kondisi pendatang, kesamaan pendidikan & pekerjaan dan kesamaan suku & budaya); faktor infrastruktur (fasilitas, akses jalan, akses pada pekerjaan, kendaraan, dan moda angkutan); faktor Fisik Lingkungan (kualitas hunian, sumber air dan suasana alam); faktor Ekonomi (harga rumah dan biaya transportasi); dan faktor Kebijakan (kredit bank dan pengetahuan kebijakan tata ruang).

Ciampea district, Bogor regency has rapidly developed into urban areas. Pressures of population growth and urbanization led to an increase in settlement areas and land use change. This study aims to analyze the development of residential areas in the Ciampea district that includes distribution pattern analysis, the suitability of land use and the factors that affect settlement location preferences. This study used a descriptive quantitative approach coupled with explanations with qualitative methods.
With nearest neighbor analysis of the distribution pattern obtained urban settlements in Ciampea tend to cluster, while the distribution pattern of rural settlements is dispered. The results of the evaluation of land use 98.74 % of urban settlements concluded in accordance with the Bogor district land policy, while 75.56 % of rural settlements suitability. Suitability of geography, urban and rural settlements mostly decent wake region ( 96.82 % and 90.88 % ).
The results of principal componen analysis shows that the factors and variables that affect the distribution and development of settlements in the district Ciampea are: socio-demographic factors (density ,entrants conditions , the similarity education & employment and culture & ethnicity); infrastructure factors (facilities, access roads, access to jobs, vehicles, and modes of transportation); Environment Physical factors (residential quality, water resources and natural atmosphere); Economic factors (housing prices and transportation costs), and policy factors (bank credit and knowledge of spatial policy).
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Haerul
"Menilai risiko pajanan partikulat PM2.5 dilakukan pada pekerja di industri pengolahan batu kapur di Kecamatan Ciampea, Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk memperkirakan besar risiko pajanan yang diterima oleh pekerja. Konsentrasi PM2.5 diukur secara langsung pada 12 titik tungku pembakaran di area pembakran dan data pola aktifitas pekerja dikumpulkan dengan kuesioner pada 50 pekerja. Konsentrasi PM2.5 tertinggi tercatat sebesar 1,141 mg/m3 dan terendah 0,065 mg/m3 dari 12 titik lokasi pembakaran. Perhitungan risiko memperlihatkan adanya kelompok berisiko pada kelompok pekerja di area tungku 1-7 (RQ > 1) sedangkan kelompok tidak berisiko lebih dominan pada area tungku 8-12 (RQ < 1). Meskipun konsentrasi PM2.5 masih dibawah nilai NAB Permenakertrans, lamanya aktifitas kerja meningkatkan risiko pada pekerja. Adanya perbedaan risiko disebabkan karena adanya perbedaan jenis bahan bakar yang digunakan pada setiap tungku. Minimalisasi risiko dilakukan dengan mengurangi waktu kontak dengan pemajan bisa dilakukan dengan menggunakan pengendalian administratif dengan cara mengatur lama pekerja per hari (tE) dan per minggu (fE).

Risk analysis of exposure to particulate matter PM2.5 was conducted on a group of workers at a limestone processing industry in the Ciampea District, West Java. This research was aimed to estimate the risk of PM2.5 exposure received by workers. PM2.5 was measured directly on 12 furnace burning point. Meanwhile workers activity pattern was collected using questionnaire to 50 workers. Highest concentration of PM2.5 was recorded at 1,141 mg/m3 and 0,065 lowest among 12 monitoring points. Risk calculation showed that there was risk group in furnace burning point 1-7 (RQ > 1), while the no-risk group was more dominant in the furnace burning point 8-12 (RQ <1). Although recorded PM2.5 concentration was lower than Permenakertrans threshold limit value, duration of working will increase the risk to workers health. Difference of risk value between each furnace area is caused kind of fuel used and type of fuel. Minimization of risk can be conducted by decreasing time of contact, administrative control by setting time of working per day or per week."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S54002
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdullah Ba'Agil
"Penelitian ini memaparkan kemunculan dan dinamika sebuah komunitas film independen bernama Bale Films yang berada di Desa Cibanteng, daerah pinggiran yang dianggap bukan sebagai pusat dari industri kreatif dan teknologi. Melalui participant observation dan wawancara mendalam ditemukan demokratisasi teknologi memainkan peranan penting untuk menjelaskan kemunculan dan dinamika komunitas film independen di Desa Cibanteng. Demokratisasi teknologi membuat teknologi untuk memproduksi film menjadi murah. Walaupun begitu, kata “murah” begitu relatif di tiap kelas sosial yang ada, perlu proses yang panjang untuk Bale Films memiliki berbagai teknologi produksi film skala kecil. Ditemukan juga, keadaan ini yang membuat teknologi semakin murah menguntungkan perusahaan besar industri film arus utama juga, dengan modal besar perusahaan arus utama mampu membuat film beranggaran besar yang menyingkirkan penawaran dari film independen yang beranggaran rendah, terlokalisasi, dan unik. Kesenjangan antara independen dengan dominasi industri mendorong perdebatan yang bermuara pada kritik budaya yang dilakukan oleh Bale Films sebagai komunitas film independen terhadap dominasi budaya film industri (film nasional arus utama). Kritik-kritik ini berada pada tataran wacana, wacana-wacana berupa film independen merdeka, bebas, jujur, seni di atas uang.

This research show the emergence and dynamics of an independent film community called Bale Films located in Cibanteng village, a suburb that is considered not as the center of creative industry and technology. Through participant observation and in-depth interviews, founds that the democratization of technology plays an important role in explaining the emergence and dynamics of the independent film community in Cibanteng Village. The democratization of technology makes the technology for producing films cheaply. Although word “cheap” is so relative in every existing social class, it takes a long process for Bale Films to have various small-scale film production technologies. Also, this situation makes technology increasingly profitable for the big film industry companies as well, with the large capital of mainstream companies being able to make big-budget films that block the offerings of low-budget, localized, unique independent films. The gap between independent and the domination of the industry, encourages contention which leads to the cultural criticism carried out by Bale Films as an independent film community against the cultural domination of the film industry (mainstream national films). These criticisms are at the level of discourse, discourses in the form of independent, free, honest films, art over money."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Didik Supriyono
"Penyakit tuberkulosis paru di Kabupaten Bogor merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang sangat serius dengan jumlah kasus TB Paru BTA (+) tentu meningkat dari 744 tahun 1999 menjadi 1410 tahun 2002. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor risiko lingkungan fisik rumah, karakteristik individu dan kebiasaan kegiatan yang dilakukan penghuni di dalam rumah dengan kejadian penyakit TB Paru BTA (+).
Studi kasus kontrol telah dilaksanakan di Wilayah Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor dengan 125 kasus TB Paru BTA (+) dart 125 kasus TB Paru BTA (-). Untuk menentukan kasus dan kontrol dilakukan pengambilan data dari register TB 01, TB 03, TB 04 dan TB 06 yang berasal dari puskesmas. Data faktor risiko lingkungan fisik rumah dikumpulkan dengan cara observasi dan pengukuran meliputi sinar matahari masuk ke dalam ruangan rumah, sinar matahari masuk ke kamar tidur, luas ventilasi rumah, kelembaban rumah, kepadatan hunian, keadaan terbukanya jendela ruangan rumah, keadaan terbukanya jendela kamar tidur, jenis lantai dan jenis dinding rumah. Data karakteristik individu dikumpulkan dengan cara wawancara meliputi umur, jenis kelamin, dan status imunisasi. Data faktor risiko kebiasaan kegiatan yang dilakukan penghuni di dalam rumah dikumpulkan dengan cara observasi, meliputi kebiasaan merokok, penggunaan obat nyamuk bakar, penggunaan bahan bakar untuk memasak dan kebiasaan membersihkan lantai rumah. Seluruh data yang terkumpul selanjutnya dianalisis secara bivariat dan multivariat.
Hasil analisis bivariat menunjukan bahwa ada 5 variabel faktor risiko lingkungan fisik rumah yang menunjukan hubungan bermakna dengan kejadian penyakit TB Part BTA (+) yaitu sinar matahari masuk ke dalam ruangan rumah (p = 0,000, OR = 5,525 & 95% CI = 3,155-9,674), sinar matahari masuk ke dalam kamar tidur (p = 0,000, OR = 7,098 & 95% CI = 4,045-I2,455), luas ventilasi rumah (p = 0,000, OR = 5,196 & 95% CI = 2,992-9,026), keadaan terbukanya jendela ruangan rumah (p = 0,000, OR - 3,218 & 95% CI = 1,875-5,521) dan keadaan terbukanya jendela kamar tidur (p = 0,000, OR = 6,780 & 95% CI = 3,887-12,140). Dari faktor risiko kebiasaan kegiatan yang dilakukan penghuni di dalam rumah hanya kebiasaan membersihkan lantai rumah yang bermakna (p = 0,003, OR = 4,319 & 95% CI = 1,188-15,701). Selanjutnya, analisis multivariat menunjukan bahwa variabel yang paling dominan dalam mempenganihi terjadinya penyakit TB Paru BTA (+) adalah luas ventilasi rumah. Model persamaan regresi logistik menunjukan bahwa seseorang dengan faktor risiko tinggal di rumah dengan tidak ada sinar matahari yang masuk ke kamar tidur, luas ventilasi rumah yang tidak memenuhi syarat dan tidak terbukanya jendela kamar tidur mempunyai probabilitas untuk menderita penyakit TB Pani sebesar 19 kali lebilh besar dibandingkan dengan seseorang yang tidak mempunyai faktor risiko tersebut. Dapat disimpulkan bahwa lingkungan fisik rumah merupakan faktor risiko yang terbesar dalam mempengaruhi kejadian penyakit TB Paru BTA (+) dibandingkan dengan faktor risiko karakteristik individu dan kebiasaan kegiatan yang dilakukan penghuni di dalam rumah.
Daftar bacaan ; 43 ( 1980 - 2002 )

Physical Environments of House as Risk Factors of Positive Acid Fast Bacilli (AFB+) TB at Ciampea Subdistrict, District of Bogor, 2002 In Bogor District Tuberculosis is a serious problem of public health with AFB+ cases increasing from 744 in 1999 to 1410 in 2002. Previous researches indicate that TB is associated with physical environments, individual characteristics and daily habit in the house. This research is intended to investigate the association of physical environments of house with AFB+ TB cases.
A case-control study has been carried out in Ciampea Subdistrict, District of Bogor, with 125 respondents of AFB+ as cases and 125 respondents of negative AFB as control. Register Form of TB 01, TB 03, TB 04, and TB 06 filled up by Health Center (Puskesmas) was used to determine the case and control. Data on sunlight into dining room, sunlight into bedroom, ventilation width, relative humidity, window opening of dining room, window opening of bedroom, type of wall, type of floor, and house density as physical environments were collected by direct observation and measurement, while data on age, sex and immunization status as individual characteristics were collected by interview. In addition, smoking, use of mosquito coil, use cooking fuels, and floor cleaning as daily habits were collected by observation. Bivariate and multivariate analysis were employed to all collected data.
Bivariate analysis shows that five physical environments of house are significantly associated with AFB+ TB cases, i.e. sunlight into dining room (p = 0.000, OR = 5.25, 95% CI = 3.155 - 9.674), sunlight into bedroom (p = 0.000, OR = 7.098, 95% CI = 4.045 - 12.455), width of house ventilation (p = 0.000, OR = 5.196, 95% CI = 2.992 - 9.026), window opening of dining room (p = 0.000, OR = 3218, 95% CI = 1.875 - 5.521), and window opening of bedroom (p = 0.000, OR = 6.780, 95% CI = 3.887 - 12140). In addition, of daily habit factors only floor cleaning is significantly associated (p = 0.003, OR = 4.319, 95% CI = 1.188 - 15.701). Further, multivariate analysis shows that the dominant risk factor associated with AFB+ TB is house ventilation. Meanwhile, logistic regression model indicates that probability of having AFB+ TB of those who reside in a house with no sunlight coming into bedroom, under standard ventilation width, and closed bedroom window is 19 fold higher than (hose with no such risk factors. It is concluded that physical environments of house are major risk factors compared with individual characteristics and daily habitual activities.
References: 43 (1980 2002)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T11254
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizqiana Halim
"Kontaminan timbal dapat memberikan efek negatif bagi kesehatan manusia. Kandungan timbal dalam darah ibu hamil dikhawatirkan akan berdampak buruk bagi janin. Di Kabupaten Bogor pada tahun 2014, BBLR berada diurutan pertama dari dua puluh satu pola penyakit kasus rawat inap di rumah sakit golongan umur 0 - < 1 tahun dengan kasus baru sebesar 1.801 jiwa (24, 45%). Desa Cinangka merupakan lokasi dari kegiatan peleburan aki bekas ilegal yang marak dilakukan sejak tahun 1978 dan telah terkonfirmasi sebagai sumber pencemaran timbal.
Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh timbal dalam darah ibu hamil terhadap berat badan lahir bayi. Dilaksanakan di Desa Cinangka, Kec.Ciampea, Kab.Bogor pada Januari - Juni 2016 dengan desain kohort prospektif terhadap 31 ibu hamil. Proporsi ibu hamil yang terpajan timbal melebihi dari batas aman yang ditetapkan oleh WHO, yaitu 10 μg/dl adalah sebesar 51.6%.
Hasil analisis bivariat menunjukkan hubungan yang sangat kuat antara kadar timbal dalam darah ibu dengan berat badan lahir bayi dan berpola negatif, artinya semakin tinggi kadar timbal dalam darah ibu, maka semakin rendah berat badan lahir bayi (r= -0,880) dengan nilai p < 0,001. Model akhir dari analisis multivariat diperoleh koefisien B untuk variabel kadar timbal sebesar -60.264. Artinya, Setiap kenaikan kadar timbal dalam darah ibu sebesar 1 μg/dl, maka berat badan lahir bayi akan turun sebesar 60,264 gram setelah dikontrol variabel umur, pendapatan, dan kadar hemoglobin. Diperlukan upaya mengurangi pajanan timbal dengan menghentikan kegiatan peleburan aki bekas yang masih beroperasi, memberi penyuluhan pada masyarakat tentang bahaya dan dampak pencemaran lingkungan khususnya timbal, dan melanjutkan program enkapsulisasi tanah tercemar timbal.

Lead contaminant may give negative impact for human health. Lead substance ina mother's blood feared would be bad for the health of fetus. In Bogor Regency in 2014, LBW was a number one out of twenty one disease patterns case of hospitalized patient aged 0 - < 1 years old with new case of 1.801 people (24.45%). Cinangka Village is a place for illegal smelting batteries since 1987, and it has been confirmed as lead-contamination source.
This research aims to analyze the impact of lead in pregnant woman's blood towards the baby's birthweight. The research was conducted in Cinangka Village, Ciampea District, Bogor Regency in January - June 2016 using the prospective cohort design with 31 pregnant women as respondents. The proportion of pregnant women exposed to lead that exceeds the safe limit stipulated by the WHO, which is 10 μg/dl, is 51.6%.
The bivariate analysis result indicates that there is indeed a strong relationship between blood lead level of the mothers' and the baby's birthweight,
and it is inversely related: the higher the blood lead level of the mothers', the lower the baby's birthweight (r= -0,880) with value of p < 0,001. In the final model of multivariate analysis, it is discovered that the coefficient B for lead level variable is -60.264, which means that for each increase in the level of lead in the blood of mothers by 1 g / dl, the baby's birthweight will decrease by 60.264 grams after controlled by age, income, and hemoglobin concentration. Serious efforts need to be done to reduce the exposure to lead by stopping the smelting batteries activities, providing counseling for the people regarding the danger and impact of environmental pollution, particularly lead, and continuing the lead contaminated soil encapsulisation.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T46607
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oscar Muhamad R.
"ABSTRAK
Kabupaten Bogor bagian barat merupakan wilayah dengan angka putus sekolah yang tinggi, khususnya anak putus SMP. Fenomena anak putus SMP tersebut memiliki faktor yang beragam sesuai dengan kondisi wilayahnya. Kecamatan Dramaga, Ciampea, dan Tenjolaya merupakan wilayah kecamatan yang saling berbatasan namun memiliki kondisi wilayah yang berbeda dalam aspek ekonomi, sosial, dan pendidikan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk memetakan dan menganalisis pola sebaran wilayah anak putus SMP berdasarkan aspek lokasi, kondisi desa, dan karakteristiknya. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah lokasi sekolah, lokasi pasar dan industri, tingkat pendidikan penduduk, mata pencaharian penduduk, jenis kelamin, dan tingkat partisipasi PKBM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak putus SMP yang tinggi cenderung berada di wilayah yang tidak terjangkau oleh SMP berstatus negeri dan tidak terjangkau oleh pasar dan industri. Wilayah anak putus SMP yang tinggi juga cenderung berada pada wilayah dengan mata pencaharian sektor non-formal, seperti petani, pengrajin, dan buruh. Secara karakteristik anak putus SMP, anak laki-laki justru cenderung lebih mendominasi dibandingkan dengan anak perempuan. Selain itu, rendahnya anak putus SMP yang melanjutkan PKBM cenderung berada pada wilayah penduduk pendidikan dasar.

ABSTRAK
The western district of Bogor is an area with a high dropout rate, especially for junior high school dropouts. The phenomenon of dropout rates has various factors in accordance with the conditions of its territory. Sub district Dramaga, Ciampea, and Tenjolaya share the same borders but have different regional condition in economic, social, and educational aspects. Therefore, this research aims to map and analyze the pattern of junior high school dropout distribution based on location aspect, village condition, and characteristics. This research uses six variables, which is location of school, market and industry, education level of population, population livelihood, gender, and PKBM learning center program for society participation. The result shows that junior high school dropouts tend to be in the area that is not approached by public junior high school as well as market and industry. The high rate area of junior high school dropout also tends to be in area with non formal sector of livelihood, such as a farmer, craftsmen, and labor. Characteristically, the number of boy dropout is higher than the number of girl dropout. In addition, the low rate of dropout who takes the PKBM tends to be in the area of primary education population."
2017
S69005
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astrid Citra Padmita
"Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyebab utama penyakit akut di seluruh dunia. Di Indonesia, prevalensi ISPA paling tinggi terjadi pada kelompok balita. Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah di Jawa barat dengan kasus ISPA yang tinggi. RW1 Desa Ciampea, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor merupakan lokasi pemukiman sekaligus lokasi industri pengolahan batu kapur. Keberadaan industri pengolahan batu kapur di sekitar area pemukiman merupakan sumber pencemaran udara yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat. Di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Ciampea, ISPA merupakan penyakit dengan jumlah kasus terbanyak pada tahun 2012.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor-faktor lingkungan (PM10 udara ambien, jarak rumah ke pabrik pengolahan batu kapur, suhu dan kelembaban udara rumah, ventilasi rumah, kepadatan hunian rumah, ada atau tidak anggota keluarga serumah yang terkena ISPA, ada atau tidak anggota keluarga serumah yang merokok, penggunaan obat anti nyamuk, jenis bahan bakar memasak, dan letak dapur) dengan kejadian ISPA pada balita di RW1 Desa Ciampea, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor tahun 2013. Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional dengan menggunakan data primer yang mana jumlah sampel sebanyak 106 orang balita.
Hasil analisis bivariat diperoleh bahwa faktor lingkungan yang memiliki hubungan bermakna dengan kejadian ISPA pada balita adalah PM10 udara ambien (7,40; 2,02-27,10) dan kepadatan hunian rumah (3,39; 1,39-8,32). Adapun karakteristik individu balita yang memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian ISPA pada balita berdasarkan hasil uji statistik dengan analisis bivariat adalah jenis kelamin (2,61; 1,08-6,34). Faktor yang paling dominan hubungannya dengan kejadian ISPA pada balita adalah PM10 udara ambien (9,62; 2,39-38,71). Kerjasama lintas sektoral diperlukan untuk menurunkan angka kejadian ISPA.

Acute Respiratory Infection (ARI) is a major cause of acute illness in the worldwide. In Indonesia, the prevalence of ARI is highest in the group of children under five years. Bogor district is one of region in West Java with high ARI case. Hamlet 1 of Ciampea Village is both settlement location and limestone processing industry location. The existence of limestone processing industry around the settlement area is source of air pollution that can affect people’s health. In the working area of Health Center of Ciampea Sub District, ARI is the disease with the highest case on 2012.
This study aims to determine the relationship between environmental factors (ambient PM10, distance from house to limestone processing plant, the temperature and the humidity of house, house ventilation, residential density of house, whether or not the family members at home who got acute respiratory infection, whether or not a family member at home who smoke, the use of mosquito repellent, type of cooking fuel, and the location of the kitchen) with the occurrence of ARI. This study uses cross-sectional study design and primary data with sample of 106 toddlers.
Result bivariate analysis shows that environmental factors which significantly associated with ARI among children under five years are ambient air PM10 (7.40; 2.02-27.10) and residential density of house (3.39; 1.39-8.32). The individual characteristic of a toddler who has a significant association with the occurrence of ARI among children under five years based on the results of statistical test with bivariate analysis is gender (2.61; 1.08-6.34). The most dominant factor associated with the occurrence of ARI among children under five years is ambient air PM10 (9,62; 2,39-38,71). Cross-sectoral cooperation is needed to reduce the number of ARI.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S54059
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>