Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 107206 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hartati
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1991;1991;1991
303.4 HAR p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1997
303.4 SRI p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Daniel Fernandez
"Tentang orang Baduy sudah banyak ditulis oleh banyak pihak baik dari kalangan antropolog maupun pemerintah terutama pemerintah Hindia Belanda.
Di antaranya tulisan Ende (1889), Van Trick (1929), Geise (1992), Garna (1987), Ekadjati (1995), dan sebagainya. TuIisan-tulisan itu berupa laporan ataupun etnografi umum.
TuIisan yang lebih spesifik misalnya dari Johan Iskandar (1992) tentang sistem perladangan. Tulisan studi kasus belum banyak yang dipublikasikan.
Dari semua tulisan itu ditemukan bahwa masyarakat Baduy menolak ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga mereka tidak terlibat dalam aktivitas modernisasi. Sementara itu, masyarakat di sekitar Baduy sudah terlibat dalam pembangunan dan modernisasi.
Masyarakat Baduy sengaja menghambat modernisasi di komunitasnya dengan Cara mempertahankan tradisi sistem pewarisan budaya mereka. Masalah yang diteliti adalah bagaimana peranan transmisi pengetahuan di keluarga Baduy terhadap upaya mempertahankan tradisi nenek moyang mereka.
Tujuan penelitian adalah, memahami proses pewarisan budaya atau transmisi pengetahuan melalui studi pola pengasuhan anak di Gajeboh, salah satu dusun di Baduy Luar.
Temuan penelitian antara lain, orang Baduy tidak mengenal sekolah dan media massa sebagai agen sosialisasi. Transmisi pengetahuan terjadi di keluarga dan masyarakat sekitarnya. Hampir semua wujud pengetahuan diperoleh melalui orang tua dengan peranan ibu yang dominan dibandingkan ayah atau kerabat dekat lainnya. Ketika menjelang remaja transmisi pengetahuan dilakukan oleh teman bermain atau masyarakat di sekitarnya.
Transmisi pengetahuan dari luar Baduy mengalami hambatan oleh adat istiadat yang berlaku, meskipun demikian pelanggaran adat sering terjadi. Sanksi terhadap pelanggaran tidak tegas bahkan ada yang tidak diberi sanksi selain pergunjingan. Peluang untuk perubahan tetap ada karena hagi masyarakat Gajeboh, apa yang dianggap baik boleh ditiru, meskipun kemudian dibambat pula oleh adat Sunda Wiwitan.
Orang Baduy yang mendapat transmisi pengetahuan dari keluarga dan masyarakat komunitasnya, memang masih mepertahankan adat istiadat terutama larangan menerima ilmu pengetahuan dan teknologi, bersawah, beternak kecuali ayam, memelihara ikan dan sebagainya. Bagi mereka yang ingin melakukan perubahan tradisi diperbolehkan meninggalkan Baduy dan tidak diakui sebagai orang Baduy lagi secara adat."
2000
T1770
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ati Waliati Sudradjat
"Penelitian, revitalisasi dan konservasi terhadap bangunan tradisional Betawi telah dilaksanakan Pemerintah DKI Jakarta dalam rangka melestarikan budaya Betawi dan meningkatkan peran pariwisata di Jakarta sebagai salah satu sumber devisa. Desa Marunda Pulo dan Karang Tengah di Rorotan merupakan kawasan Jakarta yang terjauh letaknya dari pusat kota. Desa Marunda Pulo penduduknya merupakan komunitas Betawi Pesisir yang pemukimannya terletak di tepi pantai dan dikelilingi sungai Blencong dan sungai Tiram sedangkan desa Karang Tengah di Rorotan pemukimannya terletak di tengah pesawahan yang sangat luas.
Kedua kawasan ini telah mengalami perubahan sosial budayanya sebagai akibat berkembangnya kawasan industri di sekitar pemukimannya. Walaupun modernisasi sedang dialami kedua masyarakat ini, tetapi pembangunan fisik di kawasan ini belum dirasakan hasilnya, tampak pada rumah tinggal dan kehidupan masyarakatnya.
Beberapa penduduk di kawasan ini masih memiliki rumah tradisional Betawi yang lingkungan dan rumah tradisional Betawi di sini memiliki keunikan yang belum disadari keberadaannya oleh Pemda DKI Jakarta. Penelitian ini bertujuan memberi masukan kepada Pemda DKI Jakarta, dengan mengidentifikasi perubahan fungsi ruang pada rumah tradisional Betawi yang sangat berpengaruh kepada bentuknya, sehingga masalahnya dapat diatasi saat restorasi dan konservasi."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T7169
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1993
S7529
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Aliuddin
"Jaringan, hanya ada dan dilaksanakan oleh para remaja laki laki dan wanita, duda serta janda di desa desa dalam Iingkungan komunitas Parean. Parean yang berada di jalur jalan raya pantai utara pulau Jawa,merupakan bagian dari Kecamatan Kandanghaur, yang terdiri dari tiga belas desa serta termasuk Kabupaten Indramayu, Propinsi Jawa Barat.
Acara jaringan atau disebut juga dengan "pasar jodoh" adalah sesuatu yang hanya ada di Iingkungan komunitas Parean tidak diketahui secara pasti kapan di mulai. Acara jaringan tersebut telah berlangsung secara turun temurun sebagai suatu tradisi bagi para remaja Iaki Iaki dan wanita, duda serta janda untuk mencari pasangan hidup.
Setelah berjalan beberapa lama, acara jaringan memperlihatkan berbagai perubahan. Hal ini sejalan dengan pendapat Paul B Horton dan Chester L Hunt mengatakan bahwa folkways atau tradisi yang ada dalam masyarakat akan terus berlangsung dan sifatnya berbeda beda pada masing masing jaman.
Dengan demikian tujuan penelitian ini adalah untuk memperkaya kajian empirik tentang perubahan perubahan yang terjadi dalam masyarakat, khususnya perubahan fungsi intitusi jaringan sebagai sarana untuk mencari jodoh menjadi sarana mencari pasangan untuk kencan dengan adanya indikasi hubungan seks sebelum menikah.
Perubahan awal yang terlihat dari para peserla jaringan adalah terlihat dari Cara berpakaian, yang disesuaikan dengan kemajuan jaman. Namun perubahan itu membawa dampak terhadap symbol symbol yang ada dalam jaringan itu sendiri, terutama untuk membedakan antara remaja laki Iaki dengan duda dan remaja wanita dengan janda. Perubahan-perubahan yang terjadi pada akhirnya merubah fungsi sosial jaringan dari tempat memilih jodoh menjadi tempat kencan atau pacaran bagi para remaja desa desa yang berada dalam Iingkungan Parean, terutama bagi mereka yang bekerja sebagai buruh nelayan dan buruh tani. Bagi mereka yang bersekolah, kedatangan ke acara janngan, pada umumnya hanya untuk iseng saja karena mereka tidak ingin memperoleh pasangan melalui jaringan.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan melihat berbagai perubahan yang terjadi di kalangan remaja dalam Iingkungan komunitas Parean dengan mencari berbagai informasi dari berbagai lapisan masyarakat yang ada di keempat desa yang ada dalam Iingkungan komunitas Parean yaitu , desa llir, desa Bulak, desa Parean Girang dan desa Wirapanjunan.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian ini bahwa acara jaringan yang semula bersifat tertutup hanya untuk masyarakat yang ada dalam komunitas Parean dan perkawinan yang bersifat endogamy, berubah karena berbagai faktor, seperti mobilitas penduduk desa dan kota kota besar seperti Jakarta, Semarang terutama bagi mereka yang bekerja sebagai buruh nelayan. Kemiskinan, yang membuat para remaja tidak ingin melaksanakan semua tata cara yang ada dalam pemilihan jodoh dan pelaksanaan perkawinan, karena dianggap akan membebani mereka yang tidak mampu. Disamping adanya keinginan dari orang tua pihak wanita, ingin menikahkan segera anak wanitanya dengan harapan dapat mengurangi beban hidup keluarga. Apabila keinginan tersebut tidak tercapai maka orangtua juga berperan dalam proses perceraian.
Secara keseluruhan tesis ini nantinya akan menyajikan diskripsi mengenai fenomena sosial yang terjadi dan sebagian lagi memberikan analisa tentang mengapa teljadi perubahan fungsi institusi Jaringan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12151
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Padang: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayan, 1997
303.483 3 IND p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Wijaya
"Kotagede merupakan kota yang unik, kota kecil ini merupakan bekas Ibu Kota kerajaan Mataram Islam, tahun 1586 sampai dengan tahun 1613. Tidak seperti kota bekas Ibu Kota kerajaan lainnya, yang kemudian menjadi kota mati atau merosot menjadi desa pertanian, setelah ditinggalkan oleh kerajaan yang berkuasa. Kotagede tetap bertahan sebagai kota. Keunikan Kotagede tidak hanya itu, pada zaman penjajahan Belanda, daerah ini tidak pernah menjadi Plandan, yaitu daerah jajahan yang digunakan untuk kepentingan V.O.C. terutama untuk menanam tanaman industri. Keunikan yang lain, hampir seluruh bangunan di Kotagede, dulunya merupakan bangunan tempat tinggal (rumah), dan hampir 98% penduduk Kotagede, adalah orang Jawa asli. Homogenitas ini hanya dapat disaingi oleh sebuah desa di Jawa Barat, desa Kedawung, yang penduduknya hampir 100% orang Sunda.
Wilayah penelitian meliputi bekas wilayah yang dikelilingi oleh Benteng Dalam (Cepuri) dari kerajaan Mataram Islam. Sebagian besar rumah yang ada di wilayah bekas Benteng dalam ini, merupakan rumah tradisional, yang termasuk kedalam wilayah tiga kalurahan yaitu, kalurahan Jagalan, Prenggan dan Purbayan. Rumah Tradisional Jawa tersebut, dibangun dengan dasar ide, gagasan atau pengetahuan orang Jawa, yang terangkum dalam kosmologi, klasifkasi simbolik dan pandcngan hidup masyarakat Jawa pada waktu itu. Sekarang, rumah tersebut dihuni oleh ahli warisnya, sebuah generasi yang kemungkinan besar memiliki nilai-nilai tradisi yang berbeda (sudah berubah). Perbedaan nilai-nilai kultural yang diyakini oleh penghuni yang berbeda generasi tersebut, menyebabkan terjadinya perbedaan persepsi dalam menggunakan ruang-ruang pada rumah tinggalnya. Perubahan pada rumah tinggal yang disebabkan oleh perbedaan nilai-nilai yang diyakini itulah, yang menjadi sasaran utama penelitian ini
Perbedaan itu teraga dengan terjadinya perubahan fisik bangunan, ruang atau elemen-elemennya. Perubahan fisik tersebut antara lain terjadi pada ruang-ruang tidur, senthong, pendopo, jogan dan juga pada ruang servis. Selain perubahan secara fisik, terjadi juga perubahan cara penghuni memanfaatkan atau memfungsikan elemen, ruang atau bangunan, yang ada pada rumah tinggalnya. Perubahan seperti ini terjadi pada senthong tengah, pringgitan, emper maupun pendopo. Dari perubahan-perubahan tersebut, kemudian ditelusuri hal-hal yang menyebabkan terjadinya perubahan, selanjutnya akan diinterpretasikan makna yang terjadi.
Temuan pada penelitian kali ini adalah, bahwa ruang-ruang yang mempunyal fungsi sangat ketat (fix), seperti senthong tengah dan pringgitan, hampir seluruhnya telah mengalami perubahan fungsi. Sementara itu, ruang-ruang dengan fungsi yang fleksibel (serbaguna), seperti gandok, masih tetap bertahan. Rumah Jawa yang tadinya merupakan bangunan dengan sekat yang tidak permanen, yang mudah dibongkar pasang, telah berubah menjadi bangunan yang bersekat permanen dan masif. Pintu-pintu butulan dan luberan yang berada pada pagar bumi, yang sebelumnya merupakan sarana yang membentuk jaringan kerukunan antar hunian, tidak pernah digunakan lagi. Hal tersebut mengindikasikan terjadinya perubahan sosial pada masyarakat Kota Gede, yang semula ikatan komunalnya sangat tinggi, saat ini berubah menjadi lebih individualis. Penyusunan, pembentukan dan penggunaan ruang-ruang dalam komplek rumah Jawa, dahulu dilandasi kepentingan religius magis dan nilai-nilai filosofis yang tinggi, sekarang yang melandasi perubahan susunan, bentuk dan fungsi ruang adalah nilai-nilai praktis dan pragmatis.
Luasnya komplek rumah Jawa, dengan begitu banyaknya ruang atau unit bangunan, telah menyulitkan penghuninya yang sekarang, untuk dapat memanfaatkan dan memeliharanya secara optimal. Terjadi kecenderungan pengalihan hak (dijual), pada kelompok bangunan bagian depan (pendopo dan halamannya), serta pada bangunan-bangunan servis. Hal ini mengindikasikan makna bahwa, pendopo yang paling terakhir dibangun dalam proses pendirian rumah Jawa, bukan merupakan bangunan inti dari rumah Jawa. Bangunan inti rumah Jawa adalah dalem dengan senthongnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14341
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Alek Purnawibawa
"Penelitian ini merupakan sebuah upaya untuk menggambarkan proses penguatan civil society masyarakat perkotaan yang menggunakan pendekatan community organizing, yaitu sebuah pendekatan yang mengutamakan penumbuhan kesadaran kritis, partisipasi aktif, pendidikan berkelanjutan, pembentukan dan penguatan organisasi rakyat.
Penelitian ini dilakukan di RW 03, Kampung Belakang, Kelurahan Kamal, Kecamatan Kalideres Jakarta Barat-sebuah kampung yang terpisah dari wilayah lain di Jakarta Barat karena pembangunan jalan tol Bandara Soekarno Hattadengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Pokok-pokok permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah pertama, mencari gambaran mengenai model penguatan civil society di wilayah perkotaan, kedua, memberikan gambaran bagaimana penggunaan metode community organizing (pengorganisasian masyarakat) dalam mencapai hasil dari suatu program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh LSM. Ketiga, merumuskan jawaban sejauhmana program penguatan civil society sebuah LSM memberikan kontribusi terhadap keberdayaan masyarakat kelompok sasaran di lokasi program.
Dari hasil pengamatan di lapangan dan informasi dari berbagai sumber, hasil yang telah dicapai dalam pengorganisasian di wilayah Kamal dalam upaya penguatan civil society diantaranya: Pertama, munculnya kesadaran masyarakat untuk mengikuti diskusi-diskusi dan pertemuan forum warga yang membahas persoalan mereka, sehingga penyelesaian masalah warga dilakukan secara bersama-sama dan melalui proses diskusi teriebih dahulu; Kedua, meningkatnya kesadaran politik warga untuk menentukan sikap atas hak-haknya dengan melakukan desakan baik melalui surat atau pun aksi demonstrasi, sehingga mendapatkan tanggapan yang positif dari pihak terkait untuk memenuhi tuntutan warga Kampung Belakang. Disamping itu, mereka berhasil melakukan advokasi kepada seorang buruh PT. Milenia Muliti Makmur yang di PHK untuk mendapatkan hak-haknya. Hal ini menandakan bahwa bargaining position warga meningkat. Ketiga, terbentuknya banyak local association, sebagai tempat masyarakat berkumpul untuk mendiskusikan dan memutuskan persoalan-persoalan yang menyangkut kepentingan bersama. Keempat, terbentuknya jaringan kerja antar organisasi, hal ini ditandai dengan berdirinya Gabungan Organisasi (GORS) RW 03, sebagai forum bersama 12 organisasi di RW 03 dan sebagai media menjalin kerjasama antar organisasi di RW 03. Di sisi lain, Kelompok Buruh RW menjalin jaringan kerja dengan organisasi di luar RW 03, yaitu Serikat Buruh Karya Utama Pokja Kapuk. Kelima, munculnya dukungan dan kepercayaaan warga kepada para pemuda untuk terus melakukan pengorganisasian dan diskusi-diskusi di masyarakat. Keenam, terbentuknya tim inti pengorganisasian, yaitu leader lokal pengorganisasian, yang mampu melaksanakan dan memfasilitasi pertemuan dan melakukan kegiatan-kegiatan pengorganisasian tanpa bantuan dari community organizer dan LSM pendamping.
Dalam konteks yang lebih luas, gerakan pengorganisasian masyarakat ini merupakan sebuah guliran awal untuk memulai akumulasi gerakan yang mendorong terjadinya perubahan sistem perencanaan pada tingkat makro (nasional).
Perjalanan pergerakan pengorganisasian masyarakat Kamal yang beraliansi dengan berapa LSM ini masih cukup panjang. Gerakan yang digambarkan masih pada tahap mendorong terjadinya perubahan kultur warga melalui proses pengorganisasian diri dengan berbagai langkah nyata dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh Masyarakat Kampung Belakang. Walaupun sudah dimulai dengan berbagai upaya, sepertinya perubahan pada sistem yang lebih struktural masih menjadi pekerjaan rumah tersisa.
[ix, 134 halaman, Bibliografi 53 buku, 4 Jurnal, 14 Artikel, (1969-2003)]"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13736
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hinijati Widjaja
"Penelitian dan konservasi terhadap bangunan tradisional masyarakat keturunan Cina belum dilaksanakan pemerintah daerah Tangerang. Bangunan tradisional tersebut merupakan salah satu hasil kebudayaan, yang dapat meningkatkan peran pariwisata. Penelitian ini memfokuskan perubahan fungsi dan makna bentuk pola tata ruang rumah tradisional keturunan Cina dengan metode komparatif di lapangan. Penelitian ini dilaksanakan di dua unit ekologi yang berbeda yakni, di desa Marga Mulya Tanjung Kait dan kota Tangerang. Kedua tempat tersebut telah berubah tatanan sosial kulturalnya, karena berkembangnya lingkungan sekitarnya menjadi kawasan industri dan hunian yang padat. Dan perubahan pola pikir masyarakat keturunan Cina pada generasi baru yang lebih ke arah praktis dan modern.
Di rumah tradisional di kota mengalami perubahan yang besar karena adanya kebutuhan ruang untuk tempat tinggal anaknya yang baru menikah, sedangkan rumah tradisional di desa tidak terlalu mengalami perubahan yang berarti, karena demi menghormati amanat leluhur yang menginginkan rumah tradisionalnya tetap tidak boleh dirubah. Persamaannya terletak pada pembagian pola rata ruang bangunan tradisional yang mempunyai fungsi dan makna yang sama.
Secara umum penelitian ini bertujuan memberi masukan kepada PEMDA Tangerang, dengan mengidentifikasikan proses perubahan fungsi dan makna pada rumah tradisional masyarakat keturunan Cina di Tangerang."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T10176
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>