Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 202457 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ani Sri Wiryaningsih
"Ruang lingkup dan cara penelitian: Pada tahun 2004 telah dilakukan penelitian oleh peneliti terdahulu tentang dampak buruk dari debu kayu terhadap kesehatan dan telah dilakukan intervensi terhadap dampak tersebut. Dalarn penelitian ini dilakukan penelitian kros-seksional dengan anaiisis perbedaan proporsi serta populasi yang sama yang pen-nah dilakukan Lahun 2004 yaitu sebanyak 135 orang pekelja dengan rentang usia 18-60 ormg.
Data didapatkan dari wawancara, pemeriksaan fisik serta pengukuran fungsi paru pada Januari 2008, juga dilakukan pemeriksaan debu lingkzmgan kemja baik total rnaupun respirabel. Analisa bivaxiat digunakan untuk menilai hubungan semua faktor risiko tersebut dengan timbulnya asma kerja.
Hasil dan Kesimpulan: Dari Populasi penelitian, prcvalensi asma 21 orang (15.5%) yang terdiri dari asma kerja I3 orang (9.6%) dan 8 orang (5.9%) asma memburuk akibat kcrja. Setelah dilakukan analisa multivaxiat, dikctahui faktor risiko maupun yang berpenganih terhadap terjadinya asma kezja yaitu riwayat atopi (P = 0.170, OR suaian 3.044 dan CI 95% 0.622-14.91 I), riwayat asma (P = 0188, OR suaian 2.570 dan CI 95% 0.631-10.469), bila dibandingkan dengan hasil penelitian tahun 2004, terlihat adanya pcnurunan prevalensi asma. Dengan dcmikian dapat disimpulkan bahwa intervensi yang dianjurkan oleh peneliti terdahulu telah dilaksanakan dengan baik.

Scope and methodology: At 2004 had done the Activation by the formelybacurate, about bad effect of the Wood dust to healthy and had done intervention for that effect in this acuration done the cross sectional with proportionally acuration with the same population which done at 2004 namely as much as 135 person workers between I8 up to 60 years old.
The data gets from interview, Physical examinations, and lung function test during at January 2008,the circumference work had done checked too,measuring if dust at working environment had been conducted, either against total dust or respirable. Bivariate analysis was used to examine the association among all risk factors and work-related asthma.
Result and conclusion: From the actuation of population, prevalensi asthma 21 person(l5.5%). Were divided into occupational asthma 13 person (9.6%), and work aggravated asthma 8 person (5.9%).After conducting multivariate analyses- logistic regression,1isk factors which related to work-related asthma, were atopic historical (P = 0.i70, OR 3.044 and CI 95% 0.622-14.91 I), and asthma historical (P = 0.I88, OR 2.570 and CI 95% 0.631-l0.469). If compared with the acuration result at 2004, was view the asthma prevalence subtractions. Therefore, be concluding that intervention as formerly acuter protrude had done well.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T29204
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Zilfa Yenny
"Ruang lingkup dan metodologi : Telah banyak bukti yang menggambarkan dampak buruk dari debu kayu terhadap kesehatan. Penelitian ini ingin membuktikan bahwa debu kayu mungkin berhubungan dengan timbulnya asma kerja di Mangan pekerja mebel sektor informal. Penelitian ini adalah penelitian retrospektif dengan melibatkan total populasi pekerja di tempat penelitian. Peserta penelitian adalah 135 dari 274 (49.27%) orang pekerja dengan rentang usia 18 - 60 tahun. Data didapatkan dari wawancara, pemeriksaan fisik serta pengukuran fungsi paru, dalam kurun waktu Juli sampai Augustus 2004. Dan selain itu, dilakukan juga pemeriksaan debu lingkungan kerja baik total maupun respirabel. Analisis bivariat digunakan untuk menilai hubungan semua faktor risiko tersebut dengan timbulnya asma kerja.
Hasil dan Kesimpulan : Dan populasi penelitian, 24 orang (17.8%) adalah penderita asma, dengan asma kerja 11,11% dan asma yang diperburuk oleh kerja sebesar 6.67%. Setelah dilakukan analisis multivariat, diketahui faktor risiko maupun yang berpengaruh terhadap timbulnya asma kerja, yaitu indeks masa tubuh (OR : 26.625, 95% CI : 4.198-168.846, dan p < 0.001), riwayat atopi (DR : 14.250, 95% CI : 2.685-75.620, dan p < 0.002), keluhan hidung (OR : 5.714, 95% CI : 1.779-18.356, dan p = 0.003) serta lokasi kerja dengan debu tinggi (OR : 4.295, 95% CI : 1.195-15.439 dan p = 0.026). Dapat disimpulkan bahwa indek masa tubuh, riwayat alergi serta pajanan debu tinggi memainkan peranan penting dalam terjadinya asma akibat kerja.

Scope and methodology : Evidence was accumulated concerning the adverse effects of wood-dust. Studies have suggested that wood-dust may be associated with work related asthma among furniture workers at informal sector. This study was population-based and retrospective. The selected participants were 135 from 274 (49.27%) workers who ranged in age from 18 to 60 years. Data used were derived from interview, physical examinations, and lung function test during July up till Augustus 2004. Beside that, measuring if dust at working environtment had been conducted, either against total dust or respirable. Bivariate analysis was used to examine the association among all risk factors and work-related asthma.
Results and Conclusion : Study found that 24 workers (17.8 %) were suffering from asthma, were divided into occupational asthma 11.11% and work-aggravated asthma 6.67%. After conducting multivariate analyses - logistic regression, risk factors which related to work-related asthma, were body mass index (OR : 26.625, 95% CI : 4.198 - 168.846, with p < 0.001), atopic historical (OR : 14.250, 95% CI : 2.685 - 75.620, with p < 0.002), nose problem (OR : 5.714, 95% CI : 1.779 -18.356, with p = 0.003) and high dust-exposure (OR : 4.295, 95% CI : 1.195 - 15.439 with p = 0.026). The study concluded that body mass index, allergic historical and high dust-exposure might play significant role, in work-related asthma.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T21140
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Choridah
"Industri kayu terutama yang memproduksi mebel menjadi salah satu primadona penghasil devisa negara selain minyak dan gas bumi. Namun dalam proses produksinya industri mebel seringkali menimbulkan masalah terhadap kesehatan kerja karena lingkungan kerja yang tercemar debu, terutama debu respirabel. Debu respirabel dapat memberikan resiko terjadinya gangguan fungsi paru berupa kelainan paru restriktif, obstruktif dan campuran keduanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsentrasi debu respirabel dengan gangguan fungsi paru pekerja yang terpajan debu di industri mebel.
Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan disain cross sectional yang dilakukan terhadap 235 pekerja yang tersebar di 36 industri mebel yang ada di Kelurahan Jatinegara Kecamatan Cakung Jakarta Timur. Pengukuran konsentrasi debu respirabel menggunakan alat Personal Dust sampler using Cyclone yang dimasukkan ke dalam kaset filter holder untuk debu dengan diameter 3,7 micrometer. Alat ini diletakkan pada area pernafasan pekerja selama 8 jam kerja dengan teknik pengukuran menggunakan metode gravimetri.
Dari hasil analisis diketahui rata-rata konsentrasi debu respirabel sebesar 2,95 mg/m3, dengan konsentrasi terendah 0,53 mg/m3 dan tertinggi 8,8 mg/m3, 25% industri mebel konsentrasi debu respirabel telah melebihi NAB. Prevalensi gangguan fungsi paru pekerja industri mebel 36,6% dengan katagori restriktif 48,8%, obstruktif 10,5% dan rest-obstruktif 40,7%. Ada perbedaan yang signifikan rata-rata konsentrasi debu respirabel antara responden yang mengalami gangguan fungsi paru dengan respoden yang tidak mengalami gangguan fungsi paru. Bila variabel lain dianggap konstan maka pekerja yang bekerja di ruang kerja dengan konsentrasi debu tinggi akan memiliki resiko terjadinya gangguan fungsi paru 1,4 kali dibandingkan dengan pekerja yang bekerja di ruang kerja dengan konsentrasi debu rendah. Faktor lain yang mempengaruhi hubungan debu respirabel dengan gangguan fungsi paru adalah lama kerja dan penggunaan APD.
Perlu penelitian lebih lanjut untuk menganalisis komposisi debu respirabel dari industri mebel dengan bahan dasar kayu yang diawetkan, sehingga dapat diketahui berapa besar pengaruh debu respirabel di lingkungan kerja terhadap gangguan fungsi paru pekerja.

Wood industry especially producing furniture become one of most important producer of state's stock exchange besides gas and oil. But in their production process of furniture industry oftentimes generate problem with health work because of the working environment impure of dust, especially respirable dust. Respirable dust can be risk the happening of lung function disorder in the form disparity of paru restriktif, obstruktif and mixture of both. This research aim to know relation between concentration of dust respirabel with lung function disorder of worker which exposure of dust in furniture industry.
This research was an observasional study with cross sectional design conducted to 235 worker which is spreadly at 36 furniture industry in Village of Jatinegara by Subdistrict of Cakung East Jakarta. Measurement of Concentration respirable dust use appliance of Personal Dust sampler using Cyclone entered into cassette of filter holder for dust with diameter 3,7 micrometer. This appliance is placed at area of exhalation of worker during 8 of working hours with technique of measurement use gravimetric method.
From analysis known mean concentration of respirable dust is 2,95 mg/m3, with minimum concentration 0,53 mg/m3 and maximum concentration 8,8 mg/m3, 25% industry concentration of respirable dust have exceeded NAB. Prevalence of lung function disorder of industrial worker [of] furniture 36,6% by katagori restriktif 48,8%, obstruktif 10,5% and rest-obstruktif 40,7%. There is difference which significan of mean concentration of respirabel dust between responden having lung function disorder by respoden which is not having lung function disorder. If other variabel are constantly assumed so the worker who work in workroom with high concentration of dust will own risk the happening of lung function disorder 1,4 times compared by the worker who work in workroom with low concentration of dust. Other factor influencing of respirabel dust with lung function disorder is long time of work and use of work self protector.
Need furthermore research to analyse composition of respirabel dust from furniture industry with elementary substance of conserved wood, so we know how big influence of respirabel dust in working environment to lung function disorder of worker."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T41253
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Feby Anggraini
"Latar Belakang: Industri mebel di Kelurahan Duren Sawit sudah menerapkan teknologi maju di dalam proses produksi. Penggunaan alat-alat bergetar pada lengan dan tangan dapat menyebabkan kerusakan fisik lengan dan tangan, sehingga meningkatkan risiko terjadinya Hand Arm Vibration Syndrome (HAVS). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang berhubungan antara pajanan vibrasi dan HAVS pada pekerja informal industri mebel.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan menggunakan kuesioner dan pemeriksaan fisik. Subjek penelitian adalah pekerja informal industri mebel di RW 01 dan 02 kelurahan Pondok Bambu yang menggunakan alat serut listrik sebanyak 96 pekerja. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, anamnesis dan pemeriksaan fisik HAVS.
Hasil: Dari 96 subjek, prevalensi pekerja mebel yang menderita HAVS sebesar 49,0%. Berdasar kriteria Stockholm sebanyak 89,36% menderita HAVS pre dominan sensorineural dan sebanyak 10,64% HAVS sensorineural dan vaskuler. Dan tidak didapatkan pekerja mebel laki-laki yang hanya terkena HAVS pre dominan vaskuler. Hasil pengukuran vibrasi pada pekerja didapatkan berada pada nilai median 0,001935 (0,0001- 0,0021) m/det2. Setelah dilakukan analisis bivariat tidak didapatkan hubungan antara faktor sosiodemografi dengan HAVS, faktor kesehatan dengan HAVS dan faktor risiko kerja dengan HAVS. Setelah dilakukan analisis multivariat yang menjadi faktor protektif HAVS adalah kebiasaan olah raga (p=0,039, ORα=0,17; CI95=0,03-0,91) dan kelompok umur ≥30 tahun (p=0,045, ORα=0,39; CI95=0,16-0,98).
Kesimpulan: Pada penelitian ini Prevalensi HAVS pada pekerja mebel laki-laki sebesar 49% dan faktor protektif terjadinya HAVS adalah kebiasaan Olah raga dan umur ≥ 30 tahun.

Background: Furniture industry in Duren Sawit Village has implemented advanced technology in production process. The use of vibrate tools in the workers hand can cause physical damage to the arm and hand, thus increasing the risk of Hand Arm Vibration Syndrome (HAVS). This study aims to determine the associated factors of vibration exposure and HAVS at informal workers in furniture industry.
Methods: This study used cross-sectional design utilize a questionnaire and physical examination. Subjects were 96 informal workers in the furniture industry at Pondok Bambu village that uses as much electricity. Data collected through interviews, history and physical examination of Hand Arm Vibration Syndrome (HAVS).
Results: Of the 96 subjects, prevalence of HAVS are 49.0%. Based on Stockholm criteria as much as 89.36% suffered from HAVS Sensorineural and 10.64% sensorineural and vascular HAVS. In this study didn't found male furniture workers are vascular HAVS. Vibration measurement results obtained on the worker is median value of 0.001935 (0.0001 to 0.0021) m/s2. After analyzing bivariate aren't found relationship among sosiodemografic factors and HAVS, health factors and HAVS and work factors and HAVS. After multivariate analysis that be a protective factor HAVS is exercise (p=0.039, ORα = 0.17; CI95=0.03-0.91) and age group ≥ 30th (p=0.045, ORα=0.39 ; CI95=0.16-0.98).
Conclusion: In this study the prevalence of HAVS in male furniture workers are 49% and protective factor of HAVS are sport and age ≥ 30th.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Furqaan Naiem
"ABSTRAK
Industrialisasi dalam pembangunan Indonesia telah berkembang pesat disemua sektor, baik yang formal maupun yang informal. Perkembangan tersebut bukan saja menyajikan kesejahteraan bagi kehidupan bangsa, namun juga menyajikan dampak yang merugikan terhadap kesehatan pekerja. Ancaman tersebut berasal dari ketidak seimbangan interaksi antara kapasitas kerja, beban kerja dan beban tambahan yang dialami oleh pekerja tersebut. Dan selama ini, perlindungan terhadap kesehatan pekerja di sektor informal itu belum mendapat perhatian sebagaimana inestinya, padahal pekerjaan mereka menyajikan berbagai resiko yang dapat merugikan kesehatannya.
Dalam industri mebel sektor informal, salah satu komponen yang dapat merugikan kesehatan pekerja adalah debu kayu yang dihasilkan dalam proses pengolahan kayu menjadi mebel. Selama ini telah banyak dilaporkan bahwa berbagai jenis kayu yang digunakan dalam industri itu, mempunyai subtansi kimia yang bersifat patologis terhadap kesehatan manusia.
Dalam studi kepustakaan disebutkan bahwa berbagai jenis debu bila terhirup masuk kedalam saluran pernapasan, dapat menimbulkan kelainan yang menurunkan kapasitas maksimal paru. Karena itu penelitian ini dilakukan untuk melihat efek pemaparan debu kayu terhadap kapasitas maksimal paru. Berbagai faktor yang dapat mempengaruhi kapasitas paru sehingga berbeda antara seorang pekerja dengan pekerja yang lain. Faktor tersebut adalah jenis kelamin, umur, lama pemaparan debu, kelainan dada dan penyakit infeksi paru menahun. Juga diukur cuaca dan konsentrasi debu kayu lingkungan kerja.
Penelitian ini merupakan penelitian diskriptif analitik dengan sampel yang .diperoleh secara purposif sebanyak 100 pekerja mebel dari Kelurahan Jatinegara-Jakarta Timur. Sampel tersebut telah dianalisa tentang riwayat pekerjaan dan kesehatan, pemeriksaan pisik serta pengukuran kapasitas maksimal paru dengan menggunakan spirometer. Juga dilakukan pengukuran terhadap konsentrasi debu kayu lingkungan kerja dan cuaca kerja industri mebel tersebut.
Dari hasil pengukuran yang dilakukan, diketahui bahwa 38% pekerja mebel itu mengalami penurunan kapasitas maksimal paru yang kesemuanya bersifat restriktif, walaupun konsentrasi debu kayu dalam lingkungan kerja itu berada dibawah Nilai Ambang Batas debu yang diperkenankan. Dan dalam uji statistik dengan Korelasi Dua Faktor antara lama pemaparan debu kayu terhadap umur pekerja, disimpulkan bahwa pada umur 40 tahun atau lebih terdapat pengaruh penurunan kapasitas makslmal paru setelah terpapar debu kayu selama minimal 12 tahun. Untuk itu, perlu dibentuk Pos Upaya Kesehatan Kerja dalam rangka pengendalian masalah Kesehatan Kerja yang ada dalam bentuk pendekatan PKMD atas kerjasama antara masyarakat pekerja dengan penyelenggara kesehatan (Departemen Kesehatan)."
Depok: Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jonathan Manuel
"Telah dilakukan penelitian terbadap pekerja industri logam informal di PIK. Jakarta. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui prevalensi dermatitis kontak tangan pada pekerja industri logam infol1llal di PIK. Jakarta, dan mengetahui hubungau umur, tingkat pendidikan, masa kerja, frekuensi penggunaan alat pelindung diri, kebersihan tangan setelah kerja, riwayat atopi diri, dan riwayat atopi keluarga terbadap dermaatitis kontak tangan. Metnde penelilian ini menggnnakan studi cross-sectional dengan uji statistik chi kuadrat (bivariat) dan analisa multivariat daugan logistik regresi. Dari 51 subyek yang menderita dermatitis kontak sebanyak II oraug (21,56%). Faktor-faktor yang mempunyai hubungan be!1llakea dengan teljadinya dermatitis kontak adalah masa kelja (p9),021) dan :frekuensi penggunaan sarung tangan (p9),028), sedangkan umur, tingkat pendidikan, kebersihan Iangan setetah kelja, riwayat atnpi diri, dan riwayat atopi keluarga tidak ditemukan mempunyai hubungan yang bermakna dengan terjadinya d0!1llatitis kontak.

A study was held to informal metal industry workers at P!K, Jakarta. The objective was to identify the prevalence of hand contact dermatitis in informal metal industry workers and the related factors i.e: age, level of education, length of work, frequency of hand gloves usage, personal hygiene, history of personal atopy, and history of handly atopy. The design used in this study was cross sectional methnd. Descriptive and analytic statistics were chi square (bivariate) and multivariate analysis with logistic regression function. From 51 subjects, II person (21,56%) were found with band contact dermatitis. The results showed that length of work (p=0.021) and frequency of hand gloves usage (p=0.028) have a significant relationship with hand contact dermatitis, however related factors i.e: age, level of education, personal hygiene, history of personal atopy,and history of fumily atopy have no significant relationship with band contact dermatitis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T21031
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Ghozali Thohir
"[ABSTRAK
Latar Belakang. Gangguan fungsi kognitif dapat terjadi pada pekerja yang terpajan toluen. Gangguan fungsi kognitif tersebut terutama adalah penurunan memori, atensi dan konsentrasi, yang dapat menurunkan produktifitas kerja. Penelitian ini bertujuan mengetahui prevalensi gangguan fungsi kognitif dan faktor-faktor yang mempengaruhi Metode Penelitian. Desain potong lintang dilakukan pada 102 orang pekerja perempuan usia 19-40 tahun dan pendidikan minimal SMA. Data dikumpulkan dengan kuesioner, pemeriksaan fisik dan laboratorium serta MMSE. Kriteria inklusi adalah masa kerja ≥ 1 tahun dan bersedia menjadi responden dengan menandatangani informed consent. Kriteria eksklusi adalah hamil, menstruasi,merokok, minum alkohol, riwayat cedera kepala, hipertensi, gula darah dan dislipidemia. Faktor risiko yang diteliti antara lain umur, status perkawinan, masa kerja, lama kerja, kepatuhan pakai masker , stres kerja dan status gizi. Umur, status perkawinan,masa kerja dan lama kerja diambil dari data HRD. Status gizi didapatkan dari perhitungan Indeks Massa Tubuh. Kepatuhan pakai masker berdasarkan pengawasan kepatuhan APD. Stres kerja dinilai menggunakan kuesioner Survey Diagnostik Stress . Hasil. Walaupun kadar toluen didapat lebih kecil dari nilai ambang batas toluen , didapatkan prevalensi gangguan fungsi kognitif sebesar 52 %. Area kognitif yang menurun adalah atensi kalkulasi dan visuospasial. Faktor risiko yang secara bermakna mempengaruhi gangguan fungsi kognitif adalah masa kerja, lama kerja, kepatuhan pemakaian masker, stres kerja yang meliputi konflik peran, ketaksaan peran, beban kerja kualitatif, beban kerja kuantitatif, pengembangan karir dan tanggung jawab rekan kerja. Hasil analisis multivariat menunjukkan konflik peran merupakan faktor risiko yang paling mempengaruhi gangguan fungsi kognitif ( OR 7,546 Interval kepercayaan 95% 1,5 ? 41,88 ) Kesimpulan. Prevalensi penurunan fungsi kognitif studi ini lebih besar dari penelitian sebelumnya dan teori. Aspek kognitif yang menurun didominasi oleh atensi kalkulasi dan visuospasial. Konflik peran merupakan faktor risiko yang paling mempengaruhi gangguan fungsi kognitif.

ABSTRACT
Background. Cognitive Function Impairment can happen among workers expose by Toluene. This impairment mainly effect in attention, concentration and memory function, and can decrease working productivity. This study aims to calculate the prevalence of Cognitive Function impairment and related risk factors Method. Cross sectional design study was conducted on 102 female workers, age 19-40 years old and graduated from senior high school. Age and education were obtained from secondary data, and followed by interviews, physical and laboratory examination and Mini Mental States Examination. The inclusion criteria were age ≥ 1 year of work and willing to be the subject of research. Exclusion criteria were pregnancy, menstruation, smoker, Alcohol consumption, history of head injury, hypertension, diabetes mellitus and Dyslipidemia. Risk factor included in this study were age, marital status, duration of work,time of work, PPE obedience ,work stress and nutritional status. Age, Marital status, Duration and Time of work were from secondary data of HRD department. Nutritional status was obtained from body mass index calculation. face mask obedience was obtained from data of wearing mask compliance. Work stress was assessed using Survey Diagnostic Stress Questionnaire. Results. The prevalence of Cognitive Function Impairment was 52 % , mainly at Attention ? Calculation and Visuospasial Aspect respectively. Significant risk factors ( p value < 0,05 ) in this study were duration of work and time of work, PPE obedience and all of work stress domain. The Result of multivariate analysis show that conflict of role was the most influence factor ( OR 7,546 C.I 95% 1,5 ? 41,88 ) Conclusion. This study found that the prevalence of cognitive function impairment was higher than theory and other similar studies . Cognitive aspects mainly affected were attention ? calculation and visuospatial. Conflict of role was the most inluence risk factor relating with cognitive function impairment;Background. Cognitive Function Impairment can happen among workers expose by Toluene. This impairment mainly effect in attention, concentration and memory function, and can decrease working productivity. This study aims to calculate the prevalence of Cognitive Function impairment and related risk factors Method. Cross sectional design study was conducted on 102 female workers, age 19-40 years old and graduated from senior high school. Age and education were obtained from secondary data, and followed by interviews, physical and laboratory examination and Mini Mental States Examination. The inclusion criteria were age ≥ 1 year of work and willing to be the subject of research. Exclusion criteria were pregnancy, menstruation, smoker, Alcohol consumption, history of head injury, hypertension, diabetes mellitus and Dyslipidemia. Risk factor included in this study were age, marital status, duration of work,time of work, PPE obedience ,work stress and nutritional status. Age, Marital status, Duration and Time of work were from secondary data of HRD department. Nutritional status was obtained from body mass index calculation. face mask obedience was obtained from data of wearing mask compliance. Work stress was assessed using Survey Diagnostic Stress Questionnaire. Results. The prevalence of Cognitive Function Impairment was 52 % , mainly at Attention – Calculation and Visuospasial Aspect respectively. Significant risk factors ( p value < 0,05 ) in this study were duration of work and time of work, PPE obedience and all of work stress domain. The Result of multivariate analysis show that conflict of role was the most influence factor ( OR 7,546 C.I 95% 1,5 – 41,88 ) Conclusion. This study found that the prevalence of cognitive function impairment was higher than theory and other similar studies . Cognitive aspects mainly affected were attention – calculation and visuospatial. Conflict of role was the most inluence risk factor relating with cognitive function impairment, Background. Cognitive Function Impairment can happen among workers expose by Toluene. This impairment mainly effect in attention, concentration and memory function, and can decrease working productivity. This study aims to calculate the prevalence of Cognitive Function impairment and related risk factors Method. Cross sectional design study was conducted on 102 female workers, age 19-40 years old and graduated from senior high school. Age and education were obtained from secondary data, and followed by interviews, physical and laboratory examination and Mini Mental States Examination. The inclusion criteria were age ≥ 1 year of work and willing to be the subject of research. Exclusion criteria were pregnancy, menstruation, smoker, Alcohol consumption, history of head injury, hypertension, diabetes mellitus and Dyslipidemia. Risk factor included in this study were age, marital status, duration of work,time of work, PPE obedience ,work stress and nutritional status. Age, Marital status, Duration and Time of work were from secondary data of HRD department. Nutritional status was obtained from body mass index calculation. face mask obedience was obtained from data of wearing mask compliance. Work stress was assessed using Survey Diagnostic Stress Questionnaire. Results. The prevalence of Cognitive Function Impairment was 52 % , mainly at Attention – Calculation and Visuospasial Aspect respectively. Significant risk factors ( p value < 0,05 ) in this study were duration of work and time of work, PPE obedience and all of work stress domain. The Result of multivariate analysis show that conflict of role was the most influence factor ( OR 7,546 C.I 95% 1,5 – 41,88 ) Conclusion. This study found that the prevalence of cognitive function impairment was higher than theory and other similar studies . Cognitive aspects mainly affected were attention – calculation and visuospatial. Conflict of role was the most inluence risk factor relating with cognitive function impairment]"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Setiawan
"Tingginya prevalensi gangguan muskuloskeletal pada pekerja sektor informal yang salah satu faktor utamanya adalah postur kerja tidak baik. Belum pernah dilakukan analisis postur kerja dengan metode OWAS pada pekerja pembuat alas kaki di Indonesia. Tujuan penilitian ini ialah untuk menganalisis postur kerja pada pekerja UMKM pembuatan alas kaki dengan menggunakan metode OWAS.Metode: Penelitian potong lintang dengan observasi dan dokumentasi postur kerja pekerja pembuat alas kaki di sentra UMKM Ciomas Bogor yang kemudian dianalisis dengan metode OWAS. Data yang dikumpulkan adalah usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, masa kerja dan jenis tugas. Analisis bivariat dilakukan dengan uji Chi Square.Hasil: Dari 72 data subyek yang dikumpulkan, sebanyak 68 orang memenuhi kriteria. Berdasarkan analisis dengan metode OWAS, 95,6 subyek memiliki postur kerja dengan skor OAC 2, dimana postur ini perlu perbaikan di masa yang akan datang. Hanya dua dari 68 reponden yang mempunyai postur kerja tidak baik dengan skor OAC 4, keduanya bekerja di bagian pola. Uji kemaknaan hubungan antara postur kerja dengan usia p=0,493 , jenis kelamin p=0,075 , Indeks Massa Tubuh p=0,505 , dan masa kerja p=1,000 menunjukkan tidak ada yang signifikan.Simpulan: Sebagian besar pekerja UMKM pembuatan alas kaki mempunyai postur kerja OAC 2 yang perlu tindakan perbaikan di masa yang akan datang, hanya pada bagian pola yang ditemukan postur kerja tidak baik.
Background The high prevalence of musculoskeletal disorders in informal sector workers which one of the main factors is poor work posture. No work posture analysis has been done using OWAS method in footwear workers in Indonesia. The purpose of this research is to analyze the work posture of footwear workers in small medium enterprise SME using OWAS method.Methods Cross sectional study with observation and documentation of footwear workers in SME Ciomas Bogor which then analyzed using OWAS method. The data collected were age, sex, weight, height, work period and type of task. Bivariate analysis was done by Chi Square test.Results Of 72 respondent data collected, 68 people meet the criteria. Based on the analysis with OWAS method, 95.6 of respondents had work posture with OWAS Action Category OAC 2, which most of the work position was sitting on the bench. This condition need improvement in the future. Only two of 68 respondents had poor work postures with an OAC 4, both working in the drawing section. The significance test of the relation between work posture with age p 0,493 , gender p 0,075 , Body Mass Index p 0,505 , and work period p 1,000 showed no significant.Conclusion Most SME footwear workers had OAC 2 work postures which need improvement in the future, poor work postures were found only in the drawing section."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Utu Sili
"Ruang Lingkup dan Cara penelitian : Dalam melaksanakan pekerjaan fisik yang baik diperlukan fungsi paru yang baik. Pengetahuan tentang faktor - faktor yang mempengaruhi fungsi paru dapat dimanfaatkan untuk perencanaan langkah-langkah upaya pencegahan. Telah dilakukan suatu studi Kros - Seksional di tambang emas Pongkor untuk mengetahui prevalensi gangguan fungsi paru dan diketahui ada tidaknya hubungan fungsi paru dengan faktor umur, lama kerja, tempat kerja, kebiasaan merokok dan pemakaian alat pelindung diri, masker. Sampel penelitian adalah seluruh pekerja yang memenuhi kriteria persyaratan sampel penelitian, dan berjumlah 132 orang.
Hasil dan kesimpulan : Fungsi paru pekerja tambang emas di Pongkor adalah sebagai berikut : Penurunan KVP ( kasus reetriktif ) 16 orang (12,1 %), penurunan VEP1/KVP ( kasus obstruktif ) 2 orang ( 1,5 % ), keluhan saluran pernafasan 28 orang ( 21,2 % ), kelainan pemeriksaan fisik 36 orang ( 27,3 % ) dan kelainan pemeriksaan radiologik 7 orang {14%). Faktor yang mempengaruhi penurunan KVP secara bermakna adalah pemakaian alat pelindung diri masker ( p < 0,05 ), sedangkan faktor umur, lama kerja, tempat kerja dan kebiasaan merokok tidak berpengaruh secara bermakna.

SCOPE AND METHOD OF STUDY : A Cross - Sectional study was conducted on gold mining workers at Pongkor. The aim of the study was to assess lung functions and the influencing factors : age, duration of work, place of work, smoking habits and using protective masks. One hundred and thirty two respondents from a total of 300 workers met the criteria for the study.
RESULTS AND CONCLUSION : The results showed that the prevalence of decrease in FVC was 12,1 %, decrease of FEV1/FVC was 1,5 %, respiratory symptoms was 21,2 %, abnormal finding of pulmonary examinations was 27,3 % and radiological abnormality was found in 7 out of 50 respondents. The use of protective masks had significant influence on the prevention of the decrease in lung function ( p < 0,05 ).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Komang Novi Suryani
"Komplikasi selama kehamilan dan persalinan adalah penyebab kedua kematian untuk remaja perempuan usia 15-19 tahun secara global. Di Puskesmas Kecamatan Jatinegara, terjadi peningkatan kehamilan usia remaja dalam tiga tahun terakhir. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kehamilan usia remaja dan faktor-faktor-faktor yang berhubungan dengan kehamilan usia remaja di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Jatinegara tahun 2017.
Dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2017 menggunakan design potong lintang. Populasi adalah seluruh remaja perempuan usia 15-19 tahun yang sudah menikah dari bulan Juni 2016-Mei 2017, jumlah sampel 96 orang yang diambil secara simple random sampling. Data dikumpulkan melalui wawancara terstruktur dengan pedoman kuesioner, analisis bivariat dengan uji Kai kuadrat.
Hasil penelitian diperoleh 77,1 responden hamil di usia remaja. Faktor predisposisi yang berhubungan signifikan adalah penghasilan keluarga nilai p=0,022 ; pengetahuan tentang kehamilan usia remaja nilai p = 0,036 ; sikap terhadap KB nilai p=0,044. Faktor penguat yang berhubungan signifikan adalah dukungan keluarga nilai p=0,047 ; peran tenaga kesehatan nilai p=0,040. Faktor pemungkin yang berhubungan signifikan adalah riwayat perilaku seksual nilai p=0,033 ; riwayat penggunaan KB nilai p=0,019.
Saran untuk Puskesmas Kecamatan Jatinegara untuk meningkatkan sosialisasi Program Generasi Berencana, pembentukan Poktan Bina Keluarga remaja dan peningkatan kinerja Program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja.

Complications during pregnancy and childbirth are the second leading cause of death for girls aged 15 19 yeras globally. At Jatinegara Public Health Center, there was an increase in teenage pregnancy in the last three years. This study aims to determine the proportion of teenage pregnancy and factors related to teenage pregnancy in area of Jatinegara Public Health Center, 2017.
Implemented in May June 2017 using croos sectional design. The population is all teenage girls aged 15 19 who are married from june 2016 to May 2017, the sample number of 96 people taken by simple random sampling. Data were collected through structuted interview with questionnare, bivariate analysis with Kai square test.
The result obtained 77,1 teenage pregnancy. Related predisposing factors were family income p value 0.022 knowledge of teenage pregnancy p value 0.036 attitude towards family planning p value 0.044. Related reinforcing factors were family support p value 0.047 the role of health personnel p value 0.040. Related enabling factors were history of sexual behavior p value 0.033 history of contraceptive use p value 0.019.
Suggestion for Jatinegara public health center to improve the socialization of the planned generation program, the establishment of teenage family development and enhancement of the youth service care program.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S67494
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>