Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 178542 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Heppi Baral Nafy
"Latar belakang. Pekerjaan angkat angkut merupakan aktivitas fisik berat di tempat kerja. Sistem kerja yang berulang dan dengan beban keija yang berat dapat menimbulkan masalah kesehatan yang berakibat penurunan ketahanan kardiorespirasi. Penelitian ini bertujuan mengetahui variasi status ketahanan kardiorespirasi dan faktor-faktor yang berhubungan pada pekerja angkat angkut.
Metode. Disain penelitian menggunakan metode potong lintang. Subyek penelitian berasal dari bagian distribusi. Aktivitas fisik diternpat keija diketahui dari kuesioner dengan mengidentifikasi jenis pekerjaan, jenis kemasan, lama kerja, pekeijaan sampingan, lama istirahat kecil dan jumlah rit per bari. Tingkat ketahanan kardiorespirasi diukur menggunakan metode YM'CA·3Minute step test.
Hasil. Subyek penelitian adalah I 05 pekerja angkat angkut berumur antara 20 - 50 tahun. Sebanyak 59,1 % subyek rnemiliki ketahanan kardiorespirasi yang kurang. Faktor risiko yang berkaitan dengan status ketahanan kardiorespirasi kurang adalah jumlah anak. Faktor demografi, risiko pekeijaan aktivitas rurnah tangga, kebiasaan olahraga, indeks brinkman, indeks massa tubuh, dan pvstur tubuh tidak terbukti mempertinggi risiko ketahanan kardiorespirasi kurang.
Status ketahanan kardiorepirasi tidak berhubungan dengan aktivitas fisik berat di tempat keija. Faktor lainnya yaitu kebiasaan olahraga sedikit mempengaruhi ketahanan kardiorepirasi.. Subyek yang tidak mempunyai anak, mempunyai resiko 9.38 kali terhadap risiko ketahanan kardiorespirasi kurang (OR:9,38 ; CI 95 % : 1,06- 82,95).
Kesimpulan. Status ketahanan kardiorepirasi tidak berhubungan dengan aktivitas fisik berat di tempat kerja. Faktor lainnya yaitu kebiasaan olahraga sadikit mempengaruhi ketahanan kardiorepirasi.

Background. Loading unloading worker had heavy occupational physical activity. System of work and repeated heavy work load may cause health problems that result in a decrease in cardiorespiratory fitness. This study aims to find out the variation of cardiorespiratory fitness and related factors.
Methods. In this cross sectional study, subject were invited and choose purposely from distribution department. Heavy occupational physical activity with a note from the questionnaire by identify the type of job, type of packaging, work period, side job, mini break and work trip . Cardiorespiratory fitness was measured using YMCA-3 minute step test method.
Results. The subject of this study were 105 loading worker aged 20 - 50 years old. We noted that 59,1 % of the subject had low cardiorespiratory fitness. Risk factors that related to low cardiorespiratory fitness were demographic factor, risk of work, household physical activities, sport activities, Brinkmann index, body mass index and posture rating score were not likely correlated to low cardioreSpiratory fitness.
Cardiorespiratory fitness is not related to the heavy occupational physical activity. Other factors such as exercise habits were less likely related to cardiorespiratory fitness. Subject that does not have any children have 9.38 times to low cardiorespiratory fitness (OR=9,38 ; CI 95 % : 1,06 - 82,95).
Conclusion. Cardiorespiratory fitness is not related to the heavy occupational physical activity. Other factors such as exercise habits were less likely related to cardiorespiratory fitness.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
T31637
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Muhammad Rizqi
"Global Burden of Disease tahun 2010 menyatakan bahwa penyakit ginjal merupakan penyebab kematian peringkat ke-27 di dunia tahun 1990 dan meningkat menjadi urutan ke-18 pada tahun 2010. Dari hasil pemeriksaan kesehatan tahun 2018 pada Terminal Peti Kemas Medan terdapat > 30 % pekerja yang mengalami penurunan fingsi ginjal. Data tersebut merupakan suatu peringatan bagi pekerja untuk dapat meningkatkan fungsi ginjal mereka. Oleh karena itu, peneliti ingin melakukan penelitian mengenai faktor yang berhubungan dengan fungsi ginjal pada pekerja pesawat angkut di terminal peti kemas pada pelabuhan umumnya di Indonesia.
Penelitian dengan desain cross sectional pada operator pesawat angkut di Terminal Peti Kemas Medan . Besar sampel yang diperoleh sebanyak 87 orang. Variabel dependen adalah fungsi ginjal dan variabel independen adalah usia, status gizi, konsumsi cairan, status hidrasi dan aktivitas fisik. Penilaian fungsi ginjal menggunakan estimasi laju filtrasi glomerulus menggunakan rumus CKDEPI. Konsumsi Cairan melalui kuesioner food recall 24 jam. Penilaian aktivitas fisik berdasarkan Kueseioner Bouchard. Analisis data menggunakan program SPSS Statistics versi 20.0.
Angka prevalensi penurunan fungsi ginjal sebanyak 49,4%. Uji chi square antara fungsi ginjal dan konsumsi cairan hasil didapatkan nilai p = < 0,001, OR = 6,2 (2,3 -16,8, IK 95%) . Hasil regresi logistik diperoleh variabel konsumsi cairan berpengaruh terhadap fungsi ginjal dengan masing-masing p adalah 0,001.
Ada hubungan antara konsumsi cairan dan terjadinya penurunan fungsi ginjal pada pekerja operator pesawat angkut di terminal peti kemas. Pekerja yang dengan konsumsi cairan < 2,4 L akan berisiko 6 kali mengalami penurunan fungsi ginjal dibandingkan konsumsi cukup. Faktor individu seperti usia, status gizi dan akivitas fisik tidak berhubungan dengan fungsi ginjal pada subjek penelitian.

Global Burden of Disease in 2010 stated that renal disease was the 27th leading cause of death in the world in 1990 and increased to 18th in 2010. From the results of the 2018 health examination at the Medan Container Terminal there were> 30% crane operator who have decreased renal function. The data was a warning for workers to be able to prevent their renal function. Therefore, we want to conduct research on factors related to renal function in crane operator at the port container terminal generally in Indonesia.
A cross sectional design study on a crane operator in the Medan container terminal. The sample size was 87 people. The dependent variable was renal function and the independent variable were age, nutritional status, fluid consumption, hydration status and work exposure ie workload. Assessment of renal function used the estimated glomerular filtration (CKD EPI formula). Fluid consumption obtained from a 24-h food recall questionnaire. Assessment of physical activity based on Bouchard questionnaire. Data analysis has been used SPSS Statistics version 20.0.
The prevalence of renal function is 49.4%. Chi-square test between renal function and fluid consumption with p value < 0,001, OR = 6,2 (2,3 -16,8, CI 95%). Data analyzed between renal function and hydration status results in p = <0.001 and OR 7,0 (2,7 -18,2) IK 95%. The logistic regression results obtained variable fluid consumption affect renal function with each p is 0.001.
There is a relationship between fluid consumption and renal function decline in the crane operator in the container terminal. Workers with fluid consumption <2.4 L will risk 6 times decreased renal function compared to adequate consumption. Individual factors such as age, nutritional status and years of service were not related to renal function in crane operator.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manurung, Bintang Wirawan
"Pada tahun 2030-2040 Indonesia akan mengalami bonus demografi denganpersentase usia produktif akan jauh lebih besar dari usia non-produktif.Pekerja duduk sebagai contoh representatif dari golongan usia produktif rentan mengalami aktivitas fisik sedenter yang dapat menjadi salah satu faktor risiko utama dari penyakit jantung dan pembuluh darah yang seringkali berawal dari masalahaterosklerosis. Dari masalah tersebut peneliti ingin mengetahui hubungan antara aterosklerosis dengan faktor-faktor yang dapat berhubungan dengan aterosklerosisditinjau dari kesehatan pembuluh darah dan nilai daya tahan kardiorespirasi. Penelitian ini dilakukan di salah satu lembaga independen yang ada diJakarta pada bulan Januari - April 2019, dengan menggunakan metode potong lintang terhadap 82 pekerja duduk yang telah diseleksi sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi. Data yang digunakan pada penelitian ini merupakan data sekunder yang diambil dari data intervensi dari penelitian indukdan seluruh data merupakan data yang valid. Analisis data dilakukan dengan membandingkan hubungan antara progresivitas aterosklerosis dengan faktor-faktor yang dapat berhubungan dengan aterosklerosis seperti daya tahan kardiorespirasi, persentase lemak, umur, jenis kelamin, kebiasaan merokok dan aktivitas fisik menggunakan uji analisis bivariat dan uji analisis multivariat.
Hasil yang didapatmenunjukkantidak adanya hubungan yang signifikan secara statistik baik menggunakan uji bivariat maupun uji multivariat antara nilai progresivitas aterosklerosis dengan faktor-faktor yang memengaruhinya. Selain itufaktor-faktor yang selama ini diketahui dapat berhubungan dengan aterosklerosis ternyata dapatjuga tidak berhubungan dengan aterosklerosis pada beberapa kondisi seperti yang terjadi pada penelitian ini. Dibutuhkan penelitian lebih lanjutyang dapat memberikan variasi padasebaran karakteristik subjek.

Indonesia will experience demographic bonuses with the percentage of productive age will be much greater than non-productive age. Sitting Worker as a representative example of the productive age group are vulnerable to sedentary physical activity which can be one of the main risk factors for heart and blood vessel disease originating from the progression of atherosclerosis. From these problems the researchers wanted to know the relationship between atherosclerosis with factors that can be related to atherosclerosis in terms of blood vessel health and cardiorespiratory endurance value. This research was conducted at one of the independent institutions in Jakarta in January - April 2019, using the cross-sectional method of 82 seated workers selected according to inclusion and exclusion criteria. The data used in this study are secondary data taken from intervention data from main research and all data are valid data. Data analysis was performed by comparing the relationship between the progression of atherosclerosis with factors that could be related to atherosclerosis such as cardiorespiration endurance, fat percentage, age, sex, smoking hazard and physical activity using bivariate analysis and multivariate analysis.
The results obtained showed that there was no statistically significant relationship using either the bivariate test or the multivariate test between the value of atherosclerotic progression with factors that could be related to atherosclerosis. In addition, factors that have been related to atherosclerosis do not seem to be related to atherosclerosis in several conditions as happened in this study. Further research that can provide variations in the distribution of subject characteristics is needed to complete this research.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denis Apriyanto
"Status gizi seseorang menunjukkan seberapa besar kebutuhan fisiologis individu tersebut telah terpenuhi. Keseimbangan antara nutrisi yang masuk dan energi dikeluarkan untuk mencapai kesehatan optimal sangatlah penting, termasuk bagi seorang ibu yang sedang dalam masa menyusui. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi ibu menyusui antara lain usia, genetik, status hormonal, tingkat pendidikan, penghasilan, morbiditas, praktek pemberian ASI eksklusif, dan asupan makanan. Dengan berubahnya faktor-faktor tersebut dapat membuat status gizi ibu menyusui menjadi kurang. Penelitian ini menggunakan metode cross-sectional dan dilakukan pada 86 ibu yang mempunyai bayi berusia 1,5 bulan atau lebih yang tinggal di beberapa RW/Posyandu terpilih di Jakarta Utara pada tahun 2009. Penelitian ini menggunakan data sekunder dari penelitian ”Survei Cepat Ibu Menyusui” pada beberapa Kelurahan di DKI Jakarta tahun 2005. Untuk status gizi, responden dibagi menjadi dua bagian berdasarkan indeks massa tubuh menjadi kurang dan tidak kurang dengan batasan 18,49 kg/m2. Lalu dilakukan uji statistik untuk menilai hubungan usia, tingkat pendidikan, penghasilan, morbiditas, praktek menyusui Asi secara eksklusif dengan status gizi ibu menyusui. Pasien memiliki IMT rerata 22.86 ± 3,79 kg/m2, terdiri dari ibu dengan IMT lebih 47,7%, IMT kurang 11,6%, dan IMT normal 40,7%. Dengan uji Chi-Square dan uji Fisher tidak didapatkan hubungan bermakna antara masingmasing variabel yang diteliti dengan status gizi ibu menyusui (p<0,05). Disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara antara status gizi subyek dengan usia, tingkat pendidikan, penghasilan, morbiditas, dan praktek pemberian ASI eksklusif di Jakarta Utara pada tahun 2009.

The nutritional status of an individual shows how far the physiological needs have been fulfilled. The balance between the income nutrition and the outcome energy to achieve an optimum health is very important, including for a lactating woman. Factors contributing to the nutritional state of a lactating woman are the age, genetics, hormonal state, level of education, the mother’s income, the mother’s morbidity, the exclusive breastfeeding, and the intake of food. Changing those factors can lead the nutritional state of the lactating mother below the normal range. The design used was the cross-sectional study and had been done in 86 lactating mothers at North Jakarta in the year of 2009. This research uses the secondary data from the ”Quick Survey of Lactating Mother” rersearch at Jakarta in the year of 2005. For the nutritional state, all the respondents are divided into two groups acording to the body mass index, one is underweight group and the other is non-underweight group with the cut off point 18,49 kg/m2. We had been done the statistical test to assess the correlation of the age, level of education, the income, the morbidity, exclusive breastfeeding with the nutritional state of lactating mother. The result is, all the resopndents have a mean of BMI 22.86 ± 3,79 kg/m2, this includes the mothers within the overweight range 47,7%, the mothers within the underweight range 11,6%, and the mothers within the normoweight range 40,7%. With the Chi-Square test and the Fisher test, we did not find the significant relationship between those variables with the nutritional state of lactating mother (p<0,05). So we conclude that there is no significant relationship between the nutritional state of lactating mother with the age, level of education, the income, the morbidity, and the exclusive breastfeeding at North Jakarta in year 2009."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dessy Septianingsih
"Status gizi seseorang menunjukkan seberapa besar kebutuhan fisiologis individu tersebut telah terpenuhi. Status gizi yang baik diperoleh dari keseimbangan antara nutrisi yang masuk dan nutrisi yang dibutuhkan untuk kesehatan optimal, terutama ibu menyusui. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran status gizi ibu menyusui di Jakarta Barat tahun 2009 dan hubungannya dengan kelompok usia, pendidikan terakhir, penghasilan ibu, morbiditas ibu, dan praktik pemberian ASI. Penelitian menggunakan studi cross-sectional dan dilakukan pada 92 ibu menyusui di Jakarta Barat pada tahun 2009. Data didapatkan berupa status gizi, usia, tingkat pendidikan, penghasilan ibu, morbiditas ibu, dan praktik pemberian ASI. Hubungan antara kelompok usia, tingkat pendidikan, penghasilan ibu, morbiditas ibu, dan praktik pemberian ASI dengan status gizi ibu diuji dengan uji Chi-Square (p<0,05). Dari hasil penelitian didapatkan proporsi status gizi kurang pada ibu menyusui sebesar 9,8%. Dengan proporsi usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 39 tahun 4,4%, tidak didapatkan hubungan yang bermakna. Dengan proporsi ibu berpenghasilan 10,9%, tidak didapatkan hubungan yang bermakna. Dengan proporsi morbiditas ibu dalam kurun waktu 2 minggu terakhir 55,4%, tidak didapatkan hubungan yang bermakna. Dengan sebaran data ibu menyusui dengan tingkat pendidikan terakhir ibu rendah dan menengah 82,6%, tidak didapatkan hubungan yang bermakna. Dan dengan proporsi ibu dengan praktik pemberian ASI eksklusif 38%, tidak didapatkan hubungan yang bermakna juga.

Human nutritional status has showed how big individual physiological needs fulfilled. Good nutritional status is a balance between nutrition that entered and used for optimal well-being, especially lactating mothers. The objective of the study is to know the nutritional status proportion of lactating mothers in West Jakarta 2009 and the correlation with age's group, education level, mother's income, mother’s morbidity, and exclusive breastfeeding. The design used was cross-sectional study and had been done in 92 lactating mothers at West Jakarta in the year of 2009. The collected data were nutritional status, age, education level, mother's income, mother’s morbidity, and exclusive breastfeeding. The association between age, education level, mother's income, mother’s morbidity, and exclusive breastfeeding with mother's nutritional status were tested using Chi- Square test (p<0,05). Based on the result, prevalens of lactating mothers with proportion of the underweight lactating mother is 9,8%. With 4,4% subject aged less than 20 year or more than 39 year, there is no significant relationship. With 10,9% subject had their own income, there is no significant relationship. For 55,4% subject with morbidity in range of 2 latest weeks, there is no significant relationship. For 82,6% subject with low and intermediate level of education there is no significant relationship. And with mother's proportion with exclusive breastfeeding is 38%. There is also no significant relationship."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Leli Hesti
"Prevalensi Anemia pada Pekcrja Pria serta faktor-faktor yang berhubungan, di Perusahaan X, 2009 Program Studi : Kedokteran Kerja-Pasca Sarjana Latar Belakang Pekerja pada perusahaan migas dalam lingkungan keijanya sehari-hari banyak berhubungan dengan bahan kimia hidrokarbon aromatik terutama BTX (benzena, toluene, xylene). Adanya pajanan benzcna secara kronis dapat menyebabkan gangguan kesehatan tennasuk anemia. Oleh karena itu pcrlu diketahui prevalensi anemia pada pckeija ini sena melihat pula faktor-faktor apa saja ikut yang mempengaruhinya.
Metodologi Penelitian ini menggunakan desain penelitian potong lintang. Responden diambil secara total sanqyling yaitu sebanyak 121 responden. Setiap responden dilakukan anamncsis, pemeriksaan darah tcpi dan pemeriksaan apusan darah untuk menentukan jenis anemia yang terjadi.
Diagnosis Anemia berdasarkan kadar hemoglobin dan hitung eritrosit. Semua pemeriksaan dilakukan di sekitar tempat kerja responden dan berlangsung selama kurang lehih 20 menit untuk setiap responden. Pengambilan data dilakukan selama 14 hari mulai tanggal 28 Februaxi 2009 sampai dengan tanggal 7 Maret 2009. Analisis data dilakukan dcngan metode uji statistik kai kuadrat untuk melihat adanya hubungan antara berbagai faktor risiko dengan variabel anemia.
Hasil dan kesimpulan Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa 5(4,1%) orang dengan anemia berdasarkan kadar hemoglobin dan hitung eritrosit. Pajanan benzena yang menjadi faktor risiko dari pckerjaan, diukur bcrdasarkan nilai exposure raling yang berasal dari beberapa indeks pajanan diantaranya perbandingan kadar hasil pengukuran dengan NAB, jenis° APD, perawatan, penggunaan dan durasi pajanan, diperhitungkan untuk menentukan peringkat pajanan benzena terhadap pekcrja. Hasil penelitian ini menunjukkan, tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara pajanan benzena dengan anemia.
Pada penelitian ini ditemukan sebagian besar rcsponden terpajan benzcna. Dari hasil monitoring lingkungan kerja ditemukan pajanan benzena dalam dosis rendah (0 ppm-19,47 ppm), dan pada perhitungan exposure rating benzena ditemukan nilai rendah (0~24,2). Berdasarkan analisa bivariat kebiasaan minum teh yang menunjukkan hubungan bermakna dcngan anemia (p = 0,04; OR = 015; 95% CI = 0,02-0,9), ia menjadi faktor protektif (Odds ratio = 0,15). Hasil dari analisis multivariat menunjukkan bahwa semua variabel yang diteliti tidak menunjukkan hubungan bermakna dengan terjadinya anemia.

Oil company workers exposed to aromatic hydrocarbon chemical agents especially BTX (benzena, toluene, xylene) in their work environment. Chronic Benzene exposure can cause several health disorders, as well as anemia. Therefore, it is necessary to know the prevalence of anemia in these workers as well as its related factors.
Method This study used cross sectional design. Sample selection used total population technique which used 121 respondents. Every respondent was conducted interview, laboratory examination such as haematological count and blood smear examination to confirm the type of anemia.
Anemia was diagnosed from its hemoglobin concentration and erythrocyte count. The study was conducted near the workers workplace and it took time approximately 20 minutes each. It took place for 14 days nom Fenway 28"?, 2009 ami March 1"', 2009. Chi square analysis was used to evaluate the association between anemia and its related factors.
Results, conclusion and suggestion From this study, there were 5 (4,1%) workers suffered from anemia according to hemoglobin concentration and erythrocyte count Benzene exposure that was a risk factor in their jobs, was measured according to exposure rating value that came from some exposure indexes such as ratio between measuring of benzena in workplace and treshold limit value of benzena , type of PPE, maintenance, usage and exposure duration, was count to determine exposure rating index.
This study showed that there were no significant association between benzene exposure and anemia. This study found that there were most of respondents exposed to benzene. Environmental monitoring found benzene exposure in low concentration (O ppm - l9,47 ppm), and benzene exposure rating calculation found it in low value (0 - 24,2),. According to bivariate analysis the worker who have tea consumption showed a signilicant association with anemia (p = 0.04; OR = 0.l5; 95% CI = 0.02-0.9), in other hand this variable became a protectif factor (Odds ratio = 0,l5). Multivariate analysis showed that all variable studied did not show a significant association with anemia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
T29147
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rehatta Linda
"ABSTRAK
Latar belakang Sindrom Terowongan Karpal merupakan salah satu penyehab timbulnya kelainan tangan yang paling cepat pada pekerja yang menyebabkan penurunan produktivitas den peningkatan biaya pengobatan pekerja. Pekelja call center menggunakan komputer sebagai sarana bekerja diperkirakan menderita Sindrom Terowongan Karpal cukap besar, angka pasti belum didapatkan karena hal ini kurang mendapat perhatian. Metode Penelitian ini menggunekan metode Potong lintang , deta diambil dari pekerja call Canter PTX, pengambilan deta selamat bulan febmari-maret 2009. menggunakan total sampel, didepatkan 153 pekerja, 9 tidek bersedia menjadi responden dan 27 dieksekusi sehingga didapatkan jumlah responden 117 pekerja. Hasn dan kesimpulan penelltian Diperoleh bahwa prevalensi STK call center sebesar 5,9%, umur 21-30 tahun sebesar 96.6%, jenis kelamin perempuan sebesar 62,4%, pendidikan Sl sebesar 65o/o, IMT normal sebesar 52,9''/o, masa kerja >2 tahun sehasar 60,7%, tidak pernah mengikuti pelatihan K3 sebesar 96,6 o/o, tidak menggunakan APD sebesar 98,3, tidak melakukan stretching sebesar 88,9%, ditemukan hubungan yang bermakna antara STK dengan pelatihan K3 {jF0,033) dengan OR 0,002 (CI 95%= 0,0- 0,6 ).

Abstract
Background Carpal Tunnel Syndrome is one of the fastest causes of hand dysfunction among workers which is causing decrease in productivities and increase in worker's costs therapy. call centers workers are using computers as an occupational instruments are estimated to suffer carpal Tunnel Syndrome in big number, the exact number is not yet known because the lack of attention. Methods The study used the cross-sectional method, from cal! center PT.X , data was taken from PT X call center workers during February -march 2009. used total sample methode, found 153 workers, 9 workers refused from being respondence, and 27 workers were exculuded, 117 workers were found as the total respondence. Results and conclusion
The study show that CTS call center prevalence was 5,9"A. , The Age group of 21-30 years was 96,6%, female were 62,4%, 65% bed bachelor degree, 52,9% had none BMI, 60,7% had worked over 2 years, 96,6% had never followed occupational health and safety training, 98,3% found never used PPE, 88,9"-4 bad never done streching activities, significant association was found between CTS with occupational health and safety training (p=Q,033) dengan OR 0,00 2 (CI 95o/o= 0,0- 0,6 )."
2009
T32832
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Handayani
"Masalah Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) sampai saat ini masih tinggi baik di negara maju maupun negara berkembang seperti Indonesia. Menurut hasil SKRT tahun 2006 menyebutkan bahwa angka kematian ibu di Indonesia mencapai 307 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan angka kematian bayi baru lahir di Indonesia mencapai 32 per 1.000 kelahiran hidup. AKI dan AKB merupakan masalah prioritas yang belum teratasi. Penanganan masalah ini tidak mudah karena factor yang melatar belakangi kematian ibu dan kematian bayi baru lahir sangat kompleks sehingga memerlukan keterlibatan berbagai pihak terkait secara terintegrasi dalam mengatasinya.
Kematian ibu dapat terjadi pada periode kehamilan, persalinan dan postpartum. Faktor penyebab kematian pada ibu tidak dapat diketahui tanpa memperhatikan latar belakang (underlying factor) yang dapat bersifat medic maupun non medic. Anemia dalam kehamilan merupakan salah satu faktor resiko terjadinya kematian pada ibu hamil.
Tujuan penelitian ini bertujuan mengetahui besarnya prevalensi anemia ibu hamil dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada ibu hamil di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati Tahun 2009. Desain penelitian ini adalah cross sectional dengan jumlah sampel dalam penelitian adalah sebanyak 284 ibu hamil.
Dari hasil penelitian menunjukkan tiga variabel yang terbukti secara statistic memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian anemia pada ibu hamil yaitu umur dengan nilai p=0,026 (< α) dan nilai OR=1,937, paritas dengan nilai p=0,023(< α) dan nilai OR=2,006 dan LILA dengan nilai p=0,000 (< α) dan nilai OR=2,969. Sedangkan empat variabel lainnya tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian anemia pada ibu hamil.

Issues Maternal Mortality Rate (MMR) and Infant Mortality Rate (IMR) is still high in both the developed and developing countries like Indonesia. According to the results of the 2006 Household Health Survey stated that maternal mortality in Indonesia reaches 307 per 100,000 live births. While neonatal mortality in Indonesia reached 32 per 1,000 live births. MMR and IMR is a priority issue that has not been resolved. Handling this issue is not easy because of the background factors of maternal and newborn death are complex and require the involvement of various stakeholders are integrated in it.
Maternal deaths can occur in the period of pregnancy, childbirth and postpartum. Causative factor in maternal deaths can not be known regardless of background (underlying factor) which can be both medic and non-medic. Anemia in pregnancy is a risk factor for mortality in pregnant women.
The purpose of this study aims to know the magnitude of prevalence of anemia among pregnant women and the factors associated with the incidence of anemia in pregnant women in Kramat Jati subdistrict health centers in 2009. The study design was cross sectional with the number of samples in research is as much as 284 pregnant women.
From the results showed that three variables are statistically proven to have a meaningful relationship with the incidence of anemia in pregnant women of age with a p-value = 0.026 (<α) and the value of OR = 1.937, parity with the pvalue = 0.023 (<α) and the OR = 2.006 and lilac with a p-value = 0.000 (<α) and OR = 2.969 value. While four other variables had no significant association with the incidence of anemia in pregnant women.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2011
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Irma Sari Sugiyanto
"Salah satu populasi yang terbanyak penderita miopia ialah usia remaja. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan miopia pada siswa SMAN I Depok tahun 2009 dengan desain cross sectional. Jumlah responden pada penelitian ini adalah 52 siswa kelas X-XII. Teknik pengambilan responden ialah total populasi yaitu semua siswa miopia tanpa slindris. Sebanyak 28 siswa (53,85%) memiliki derajat miopia ringan sedangkan 24 siswa (46,25%) memiliki miopia berat. Dari penclitian disimpulkan tidak ada hubungan antara pola kebiasaan menggunakan komputer (p=0,448),jenis kelamin (p=0,945) (p=0,57 1 ), dan faktor genetik (p=0,723) dengan prevalensi miopia pada namun ada hubungan antara miopia dengan pola kebiasaan membaca (p=0,023). Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memotivnsi siswa meminimalisir pajanan terhadap faktor risiko miopia. Saran bagi penelit selunjutnya adalah memperluas area penelitian.

Teenager is one of populution that has high prevalence of myopia. This was descriptive research and used cross sectional design which has a purpose to identify factors that related to rnyopia in SMAN 1 Depok students at 2009. Respondents in this research were 52 students from 1st-3rd grade. Sampling technique which is used in this rcseanch was purposive sampling with population total. twenty eight students (53,85%) have non severe myopia whereas twenty four students (46,25%} have severe myopia. The conclusion from this research, there was no relation between computer using habit pattem (p=0.448), sexes (p=0,945), age (p=0,571), and genetic factors (p=0,723) with but there was at relation between reading hubit pattem with myopia (p=0,023). The result fiom this research can be used to motivate students to minimize activity that has high risk of myopia. Recommend for next researcher research area become wider."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2009
TA5815
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Andreas Ronny Hartono
"Pendahuluan: Pekerja angkat angkut di pelabuhan masih sangat dibutuhkan. alat bantu angkat angkut barang, seperti forklift, troli sudah tersedia, namun masih dibutuhkan mengangkat barang secara manual, dari kapal ke darat. Pekerjaan angkat angkut dapat menimbulkan kelelahan kronis, baik akibat kerja fisik maupun akibat monotoni kerja. Kelelahan dapat menurunkan produktifitas serta membahayakan lingkungan kerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kelelahan kronis dengan jenis pekerjaan angkat angkut pada pekerja bongkar muat kapal laut
Metode Penelitian: Desain penelitian adalah cross sectional dengan analisis komparatif kelelahan kronis pada pekerja bongkar muat tanpa alat bantu dan menggunakan alat bantu. Sampel dipilih secara consecutive sampling didapat 31 pekerja angkat angkut tanpa alat bantu dan 31 pekerja dengan alat bantu. Penelitian ini mengunakan kuesioner OFER versi Indonesia untuk mengetahui apakah pekerja mengalami kelelahan kronis atau tidak dan intershift recovery pekerja baik atau buruk. Variabel yang diteliti adalah: jenis pekerjaan angkat angkut, usia, status gizi/IMT, masa kerja, lama kerja, dan pemulihan antar shift/intershift recovery. Analisis statistik menggunakan SPSS versi 20.0.
Hasil Penelitian: Proporsi kelelahan kronis yang dialami oleh pekerja angkat angkut bongkar muat kapal laut tanpa alat bantu sebesar 90,3%, sedangkan pada pekerja angkat angkut dengan alat bantu sebesar 22,6% . Intershift Recovery yang tidak baik berhubungan dengan terjadinya kelelahan kronis, dengan OR 65,43. Sedangkan variabel usia, status gizi, masa kerja dan lama kerja tidak ditemukan hubungan yang bermakna.
Kesimpulan: Kelelahan kronis banyak dialami oleh pekerja angkat angkut bongkar muat kapal laut tanpa alat bantu dengan proporsi sebesar 90,3%. Intershift recovery yang tidak baik paling berhubungan dengan terjadinya kelelahan kronis. Usia, status gizi, masa kerja dan lama kerja tidak berhubungan dengan terjadinya kelelahan kronis. Diperlukan waktu istirahat yang cukup antar shift untuk mengurangi kelelahan kronik.

Introduction: Lifting workers in ports are still needed. Even though some lifting equipment is already available, such as forklift and trolley, manual lifting is still needed, especially from ship to land. Lifting and hauling, manually or with tools, can cause chronic fatigue, due to the heavy physical work and work monotony. Fatigue can reduce productivity and endanger the work environment. This study aims to determine the relationship between chronic fatigue and the type of lifting work in loading and unloading workers.
Methods: This research used a cross-sectional design with comparative analysis between loading/unloading workers with and without assistive equipment. The sample was selected by consecutive sampling, resulting in 31 workers who lifted without tools and 31 workers with tools. This research used the Indonesian version of the OFER questionnaire to determine whether workers experience chronic fatigue or not and whether the intershift recovery of workers is good or bad. The variables researched were types of work, age, nutritional status/BMI, years and hours of work and intershift recovery. Statistical analysis using SPSS version 20.0.
Results: The proportion of chronic fatigue experienced by workers loading and unloading ships without assistive equipment is equal to 90,3%, while the workers loading and unloading with tools is 22,6% . Poor intershift recovery is associated with chronic fatigue, with an OR of 65.43. No significant association was found between variables of age, BMI, hours of work, period of work and chronic fatigue.
Conclusion: Chronic fatigue is experienced by 90.3% of loading and unloading workers who did not use equipment Poor inter-shift recovery is most associated with chronic fatigue. Age, nutritional status, years, and hours of work are not associated with chronic fatigue. Sufficient rest time between shifts is needed to reduce chronic fatigue.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>