Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 139214 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fina Amelia
"Peningkatan jumlah penderita penyakit filariasis yang terus terjadi di Kota Tangerang Selatan sejak tahun 2002 hingga tahun 2008 dan nilai Mfrate yang masih berkisar antara 1,2% - 2,4% menunjukkan bahwa derajat endemisitas filariasis cukup tinggi sehingga risiko penduduk di lokasi tersebut untuk tertular filariasis lebih besar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko lingkungan yang berhubungan dengan kejadian filariasis. Pendekatan penelitian adalah kuantitatif dengan metode kasus kontrol dengan total 106 orang responden. Faktor lingkungan yang, diteliti adalah suhu, kelembaban, dinding rumah, plafon, penggunaan kawat kassa, keadaan ruangan, sampah, keberadaan semak, tempat perindukan nyamuk, pengetahuan, sikap, kebiasaan menggunakan obat nyamuk, kelambu dan keluar rumah saat malam hari.
Hasil penelitian menunjukkan 7 variabel berhubungan dengan kejadian filariasis, yaitu dinding rumah (p=0,004; OR 6,0), plafon (p=0,000; OR 10,5), penggunaan kawat kassa (p=0,000; OR 8,55), keadaan ruangan (p=0,001; OR 9,006), sampah (p=0,023; OR 3,84), tempat perindukan nyamuk (p= 0,001; OR 5,68), dan kebiasaan keluar malam hari (p=0,033; OR 3,35). Hasil analisis multivariat didapatkan faktor yang paling dominan adalah plafon rumah, penggunaan kawat kassa, dan tempat perindukan nyamuk.
Berdasarkan hasil penelitian ini disimpulkan bahwa faktor lingkungan buatan, yaitu kondisi rumah, sampah dan tempat perindukan nyamuk, serta faktor lingkungan sosial berupa kebiasaan masyarakat keluar rumah saat malam hari berhubungan dengan kejadian filariasis di Kota Tangerang Selatan. Perlu adanya kebijakan kesehatan dari Pemerintah Kota Tangerang Selatan terkait penyakit filariasis yang berkenaan dengan intervensi faktor lingkungan, terutama kondist rumah masyarakat dan sanitasi lingkungan.

An increasing number of filariasis cases that occured in South Tangerang City since 2002 until 2008 and also the value of Mf rate between 1.2% - 2.4% indicating that the degree of endemicity of filariasis is high enough. That situation increase the risk the local population to contract filariasis. This study aim to identify the environmental risk factors associated with the occurrence of filariasis. This is a quantitative research approach with case-control design, and involved 106 respondents. Environmental factors that had been studied are the house walis, ceilings, the use of wire gauze, room conditon, garbage, the existence of a bush, mosquitoes breeding places, respondent’s knowledge, respondent’s attitudes, respondent’s habits using insect repellent, mosquito nets and go out at night.
The results showed seven variables associated with the incidence of filariasis, the wall of the house (p=0,004, OR 6,0), ceiling (p=0,000, OR 10,5), the use of wire gauze (p=0,000, OR 8,55), room condition (p=0,001; OR 9,006), garbage (p~0,023, OR 3,84), mosquitoes breeding places (p=0,001, OR 5,68), and the habit of going out at night (p=0,033; OR 3,35). The results of multivariate analysis showed that the most dominant factor is the ceiling of the house, the use of wire gauze, and mosquito breeding places.
Based on the results of this study concluded that man-made environmental factors, specifically the condition of the house, garbage and mosquito breeding places, and social environmental factors such as customs of the society to go out at night related to the occurrence of filariasis in the South Tangerang city. Government of South Tangerang City need to make a filariasis-related health policy associated with intervention to environmental factors, particularly public housing conditions and environmental sanitation.
"
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2010
T33558
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nova Meyana Sabara
"Penyakit filariasis disebabkan oleh infeksi cacing mikrofilaria yang ditularkan oleh nyamuk ke manusia. Salah satu cara untuk mengeliminasi penyebaran infeksi tersebut adalah pengobatan massal. Pengobatan massal merupakan pemberian obat tahunan ke seluruh populasi berisiko. Pada penelitian ini, dikonstruksi model matematika untuk melihat pengaruh intervensi pengobatan massal terhadap penyebaran filariasis dalam populasi. Populasi manusia dipartisi dalam 6 kelas berdasarkan kerentanan, partisipasi dalam pengobatan massal, serta tingkat infeksi. Populasi nyamuk dipartisi menjadi dua kelas berdasarkan kerentanan dan keinfeksian. Berdasarkan analisis titik ekuilibrium dan simulasi numerik, dapat disimpulkan bahwa penyakit akan menghilang jika dan penyakit akan mewabah jika . Berdasarkan hasil analisis elastisitas, langkah yang dapat dilakukan untuk eliminasi filariasis adalah meningkatkan laju MDA (, mengurangi laju perkembangan dari nyamuk rentan menjadi nyamuk terinfeksi () dan mengurangi laju kontak individu rentan yang terinfeksi

Filariasis is a disease caused by microfilaria infection transmitted by mosquitoes. To eliminate the spread of the infection, mass drug administration (MDA) is used. MDA involves administering an annual drug to the entire at-risk population. In this study, a mathematical model is constructed to assess the effect of MDA. The human population is partitioned into 6 classes according to susceptibility, participation in MDA, and infectivity status. The vector population is divided into two classes according to susceptibility and infectivity Based on the equilibrium point analysis and numerical simulation, it can be concluded that the disease will disappear if and the disease will become epidemic if. Based on the results of elasticity analysis, steps that can be taken to eliminate filariasis are increasing MDA levels (), reducing the rate of development from susceptible mosquitoes to infected mosquitoes (θ) and reducing the contact rate of susceptible infected individuals (λ)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadirawati
"Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang makna perawatan filariasis untuk klien dewasa di kecamatan Margaasih dan bagaimana memaknai pengalaman tersebut. Penelitian ini dilaukan melalui pendekatan kualitatid desain fenomenologi deskriptif dengan metode wawancara mendalam. Partisipan dalam penelitian ini adalah klien dengan filariasis. Data yang dikumpulkan berupa hasil rekaman wawancara dan catatan lapangan yang dianalisis dengan menerapkan teknik Coallaizi.
Penelitian ini mengidentifikasi 10 tema yaitu respon psikologis; respon fisik; kurang mendukung program eliminasi filariasis; mendukung program eliminasi filariasis; aktivitas sehari-hari; dampak yang dialami setelah menderita sakit; peilaku pencarian pelayanan kesehatan; hambatan terhadap upaya pencarian pelayanan kesehatan; dukungan terhadap penderita; keinginan klien filariasis.

The aim of this study is to explore the experience of client living with filariasis ini Margaasih Subdistrict and hw to find the meaning from this experience. This study employe the qualitative descriptive phenomenology design, and the data are collected by in-depth interview. The participants in this research are individuals with filariasis that are collected by purposice sampling. The data gathered are in form of the results from the recording of in-depth interview and field note form transcribed and analyzed by using the Collaizis' method.
This study identifies 10 themes, which are : physchological responses; physical responses; unsupporting the global program to eliminate lympathic filariasis; supporting the global program to elimintte lymphatic filariasis; daily activites; impact of the filariasis; health service seeking behavior; obstacles toward the effort of health seeking behavior, social support for the client with filariasis; the want of client with filariasis."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2010
T28400
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bakhrizal
"Filariasis masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia karena tingginya angka Mikrofilaria Rate (MFR) yaitu 3,1%, sementara WHO menetapkan angka MFR yang dapat memutus mata rantai penularan filariasis adalah <1%. Di Nagari Tiku V Jorong Kecamatan Tanjung Mutiara Kabupaten Agam angka MFR nya 9,8%. Filariasis dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor risiko salah satunya adalah kebiasaan berada di luar rumah pada malam hari. Oleh karena itu peneliti ingin mencari hubungan kebiasaan berada di luar rumah pada malam hari dengan kejadian filariasis.
Desain penelitian adalah kasus kontrol dimana kasus adalah penduduk yang berumur lebih dari 6 tahun yang telah diperiksa darah jarinya dengan hasil mikrofilaria positif dan ditambah dengan penderita filariasis kronis, sedangkan kontrol adalah penduduk yang berumur lebih dari 6 tahun yang telah diperiksa darah jarinya dengan hasil mikrofilaria negatif dan tidak dijumpai gejala klinis filariasis. Kasus berjumlah 33 orang sementara kontrol 111 orang. Data dikumpulkan melalui wawancara terstruktur dan observasi lansung kelapangan.
Hasil akhir penelitian ini mendapatkan model interaksi antara variabel keluar rumah pada malam hari dengan variabel pengetahuan, dimana keluar rumah pada malam hari mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian filariasis. Nilai p = 0,000 dan nilai OR nya 45,50 (95% CI 11,85-174,66) pada responden yang berpengetahuan tinggi dan OR 0,76 (95% CI 0,71-8,12) pada responden yang berpengetahuan rendah serta tidak ditemukan variabel yang merupakan konfonding terhadap variabel utama.
Simpulan penelitian ini adalah terdapat hubungan bermakna antara keluar rumah pada malam hari dengan kejadian filariasis dimana responden yang berpengetahuan tinggi mempunyai risiko berada di luar rumah pada malam hari terhadap kejadian filariasis sebesar 45,5 kali lebih besar dibandingkan dengan orang yang tidak keluar rumah malam hari, sementara itu responden yang berpengetahuan rendah berisiko berada diluar rumah pada malam hari terhadap kejadian filariasis hanya sebesar 0,76 kali dibanding orang yang tidak keluar rumah pada malam hari.
Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan kepada Penduduk Nagari Tiku Lima Jorong Kecamatan Tanjung Mutiara diharapkan untuk dapat mengurangi aktivitas diluar rumah pada malam hari terutama saat larut malam tanpa menggunakan pelindung diri dari gigitan nyamuk, dan kepada Pemerintahan Daerah Kabupaten Agam melaluai Dinas Kesehatan agar melakukan penyuluhan tentang bahaya keluar rumah pada malam hari terhadap kejadian filariasis.

Filariasis is still a health problem in Indonesia, because the rate of Microfilaria Rate (MFR) is high, i.e. 3.1%, while WHO acknowledged that in order to disconnect the filariasis transmission chain, the rate of MFR should lower than 1%. The MFR on Nagari Tiku V Jorong of Tanjung Mutiara sub-district at the district of Again is 9.8%, a very high feature. One of risk factors for the occurrence of filariasis is that the habit of being outside of the house during the night. Therefore, it's important to find out how the correlation between the customs on being outside the house during the night and the occurrence of filariasis.
The design of the study is case-control. The case is people with age more than six years old that have filariasis positive upon her/his blood finger lab examination, and people having chronic filariasis. The control is people with age more than six years that have filariasis negative result on the examination of blood finger and have no clinical symptom on filariasis. The number cases found are 33 people, and controls are 111 people. Data gathered through structured interview and direct observation in the field.
The result of the study is producing an interaction model of the variable on being outside of the house during the night and variable of knowledge, which the first variable mention is being have significant relationship with the occurrence of filariasis. P value at 0.000 and the OR at 45.50 (95% CI 11.85 - 174.66) for respondents with high level of knowledge and the OR at 0.76 (95% CI 0.71 - 8.12) for respondents with low level of knowledge, and there are no variables to be confounding towards main variable.
The conclusion of the study: there is a significant correlation between being outside the house at night and filariasis occurrence. Respondents with high level of knowledge who prefer to be outside of the house at night has a risk 45.5 times more to get filariasis than those who not to be outside of the house at night. While respondents with low level of knowledge who prefer to be outside of the house at night has only risk 0.76 times more to get filariasis than those who not to be outside of the house at night.
Refer to the study results, it is suggested to the community of Nagari Tiku Lima Jorong of Tanjung Mutiara sub-district for reducing the outside of the house activities during the night, particularly without any protection from being bitten by the mosquitoes. To the district authority of Again through its health authority office (Dinkel), it is suggested to carry out mass education (penyuluhan) about the risk of being outside the house in the night towards the occurrence of filariasis.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T19092
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rana Katina Fiola
"Filariasis adalah sekelompok penyakit yang menyerang manusia dan hewan yang disebabkan oleh filariae. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari 120 juta orang sudah terinfeksi dan 40 juta orang tidak teratasi secara serius. Daerah endemis filariasis tersebar luas di daerah tropis dan subtropis diseluruh dunia. Penyebab paling banyak adalah Wuchereria bancrofti, menyumbang lebih dari 90% dari beban global. Respon imun seluler pada infeksi filariasis telah diketahui didominasi oleh Th2 yang sitokinnya kemudian akan memicu sel B untuk menghasilkan IgE (respon imun humoral), dimana keberadaan IgE tersebut berperan sebagai efektor dalam eliminasi antigen dari tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan respon imun adaptif seluler dan humoral pada ibu hamil dengan infeksi filariasis (Wuchereria bancrofti) dan menggunakan desain Cross-Sectional dengan menganalisis data sekunder yang diperoleh dari penelitian utama yang berjudul "Hubungan Respon Imun Adaptif Selular dan Humoral pada Ibu Hamil dengan Infeksi Wuchereria bancrofti", yang dilaksanakan di Kelurahan Jati Sampurna dan Kelurahan Jati Karya, Jawa Barat pada tahun 2001-2008. Subjek penelitian adalah ibu hamil trimester ketiga (n=63). Dilakukan analisis korelasi (uji Spearman) antara respon imun seluler, yaitu kadar IFN - γ (Th1) dan IL-5 (Th2) dengan respon imun humoral, yaitu kadar IgE total. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang bermakna secara statistik antara kadar IFN - γ dan IL-5 dengan kadar IgE total, dimana kadar IFN - γ dan IL-5 berkorelasi positif dengan kadar IgE total dan korelasi antara kadar sitokin IL-5 (r= 0,372; p=0,001) dengan IgE memiliki derajat dan tingkat signifikansi yang lebih tinggi dibandingkan dengan hubungan IFN - γ (r=0,211; p=0,04) dengan IgE. Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara respon imun seluler dan humoral pada ibu hamil yang terinfeksi filariasis.

Filariasis is a group of diseases that infect humans and animals caused by filariae. The results showed that more than 120 million people are infected and 40 million people are not seriously addressed. Filariasis-endemic areas is widespread in tropical and subtropical regions around the world. The most causes of Lymphatic Filariasis is Wuchereria bancrofti, accounted for more than 90% of the global burden. Cellular immune response in filariasis infection has been known that dominated by Th2 cytokines its will then trigger B cells to produce IgE (humoral immune response), where the presence of IgE plays a role as effectors in the elimination of antigen from the body. This study aims to determine the relationship of adaptive immune response cellular and humoral in pregnant women with filariasis infection and use Cross-Sectional design by analyzing secondary data obtained from the main study, entitled "Relationship of Adaptive Immune Response Cellular and Humoral in Pregnant Women with Wuchereria bancrofti Infection", held in Jati sampurna Village and Jati karya Village, West Java in 2001-2008. Subjects were third-trimester pregnant women (n = 63). Do the correlation analysis (Spearman test) between the cellular immune response, namely levels of IFN - γ (Th1) and IL-5 (Th2) with humoral immune response, namely levels of total IgE. The results showed that there was a statistically significant correlation between the levels of IFN - γ and IL-5 with a total IgE levels, where levels of IFN - γ and IL-5 was positively correlated with total IgE levels and the correlation between the levels of cytokines IL-5 (r = 0.372, p=0.001) with IgE has a degree and significance level higher than the relationship of IFN - γ (r = 0.211, p = 0.04) with IgE. It can be concluded that there is a relationship between cellular and humoral immune response in pregnant woman with filariasis infection.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yohanes Edwin Budiman
"Dalam upaya mengeliminasi filariasis limfatik, WHO mencanangkan GPELF (Global Program for the Elimination of Lymphatic Filariasis) yaitu pengobatan massal menggunakan kombinasi obat DEC- Albendazol. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi keberhasilan pengobatan massal tersebut dengan menilai prevalensi antigen W. bancrofti pada anak SD di daerah endemis yaitu Kabupaten Alor, NTT setelah menjalani enam tahun program. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi Mf < 1%, mengindikasikan keberhasilan program ini. Dari uji statistik menggunakan Fisher test, prevalensi antigen W. bancrofti tidak berkorelasi dengan persebaran kelompok umur (p=0,872), jenis kelamin (p=0,687), maupun letak kecamatan asal (p=0,061). Penelitian ini juga membandingkan dua pemeriksaan yaitu mikroskopis (gold standard) dan ICT. Uji diagnostik menunjukkan ICT mempunyai sensitivitas 0% dan spesifitas 99,54%, mengindikasikan ICT masih perlu dikaji lebih lanjut. Namun, ICT lebih praktis digunakan, sehingga dapat direkomendasikan untuk screening apabila pemeriksaan mikroskopis tidak tersedia.

GPELF (Global Program for the Elimination of Lymphatic Filariasis) is a mass drug administration program by WHO using the combination of DECAlbendazole to eliminate lymphatic filariasis around the globe, including Indonesia as one of the endemic countries. As a global-scale program which demands great amount of money, GPELF needs to be evaluated consistently. Thus, this study is designed to evaluate the program by measuring the prevalence of W. bancrofti antigen in elementary students living in Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur. Alor is one of the endemic regions in Indonesia that had been joining the program for six years from 2002 to 2007. The result shows that Mf rate below 1% indicates the program has been succesful in eliminating lymphatic filariasis. This study also analyzes the correlation between the prevalence of W. bancrofti antigen with age group, sex, and district. Fisher test shows that there is no correlation between the prevalence of W. bancrofti with age group (p=0,872), sex (p=0,687), and district (p=0,061). This study also tries to determine whether ICT can be used as the only diagnostic test in endemic areas by analyzing its result compared with microscopic examination result. It shows that ICT has very low sensitivity but very high specifity compared to the gold standard. Moreover, ICT has practical advantages over microscopic examination so that this serology test can be considered to be used when microscopic examination is not available."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Into Mudjiati
"
Pelayanan Keluarga Berencana merupakan salah satu dari enam upaya
Kesehatan Wajib Puskesmas. Cakupan KB Pasca Persalinan merupakan
salah satu indikator kinerja Puskesmas. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui karakteristik Puskesmas dalam hubungannya dengan cakupan
KB Pasca Persalinan di Kota Tangerang dan Tangerang Selatan pada tahun
2012. Desain pada penelitian ini adalah cross sectional dengan sampel
seluruh Puskesmas (57 Puskesmas) yang ada di Kota Tangerang dan
Tangerang Selatan. Analisis data menggunakan uji chi-square dan regresi
logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik Puskesmas
yang mendukung cakupan KB Pasca Persalinan adalah kepemimpinan dan
faktor kepemimpinan ini paling dominan mempengaruhi cakupan KB pasca
Persalinan (p = 0.017) dan OR 7.2. Hasil penelitian ini merekomendasikan
penguatan kepemimpinan Puskesmas dalam peningkatan cakupan KB
Pasca Persalinan.

ABSTRACT
Family Planning Services is the one of the six attempts of mandatory of
Community Health Center. Postpartum Family Planning coverage is the
one of indicator of performance in Community Health Center. This research
was purposed for investigating the characteristics of Community Health
Center in conjunction with the coverage of postpartum family planning in
Tangerang and South Tangerang City in 2012. Design of this research is a
cross sectional with samples of all community health centers (57 units) in
Tangerang and South Tangerang City. Data analysis using by chi-square
test and logistic regression. The results showed the characteristics of the
community health centers those support postpartum family planning
coverage is leadership and the most dominant factor of leadership is
affecting the coverage of postpartum family planning (p = 0.017) and OR
7.2. Results of this research recommend to strength the leadership in
improve the coverage of postpartum family planning in community health
centers."
2013
T36040
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bali Basworo Pramudito
"Pemanasan global yang selama ini dianggap sebagai penyebab perubahan iklim karena terjadinya peningkatan suhu rata-rata permukaan bumi ternyata berdampak bagi kesehatan manusia. Salah satu pengaruh perubahan iklim adalah terhadap potensi peningkatan kejadian timbulnya penyakit yang ditularkan oleh vektor nyamuk adalah filariasis (negleted old diseases). Penelitian ini adalah penelitian lanjutan yang menginternalisasikan unsur perubahan indikator lingkungan yang menambahkan variabel suhu udara, kelembaban, curah hujan, hari hujan, radiasi matahari, perubahan penggunaan lahan, jumlah penduduk, tingkat pendapatan masyarakat, kejadian filariasis. Penelitian ini adalah exploratory research yang memetakan dan mengkaji pola distribusi penyakit filariasis di Kota Tangerang Selatan, mengembangkan model prediksi daerah sebaran filariasis dan mengkaji penerapan model prediksi daerah sebaran baru filariasis. Penyusunan model prediksi sebaran filariasis menggunakan pendekatan numerik berdasarkan model konseptual untuk merepresentasikan proses-proses yang terjadi menggunakan model jaringan syaraf tiruan. Penderita filariasis di Kota Tangerang Selatan Kawasan ini menyebar di bagian selatan yaitu di Kecamatan Pamulang dan Ciputat dan merata secara topografi dengan ketinggian antara 25-50 m di atas permukaan laut. Model prediksi sebaran baru filariasis merupakan fungsi fungsi dari perubahan indikator lingkungan seperti perubahan suhu udara, kelembaban, curah hujan, dan radiasi matahari, penggunaan lahan, jumlah penduduk, tingkat pendapatan masyarakat, dan kejadian filariasis. Model yang dibangun adalah model baru yaitu model numerik menggunakan model jaringan syaraf tiruan (JST) yang merupakan pengembangan dari model matematika penyakit filariasis sebelumnya. Model numerik JST memenuhi kriteria model yang baik terhadap performa, korelasi, dan error output dengan nilai Mean Square Error (MSE) adalah 0 dan nilai regresi (R) adalah 0,999. Model prediksi daerah endemik baru dapat diterapkan di daerah kajian dengan kelembaban, suhu udara, jumlah penduduk, tingkat pendapatan masyarakat, dan kejadian filariasis sebagai prediktor dominan. Model menunjukkan bahwa penurunan jumlah penderita filariasis dapat dilakukan dengan menurunkan suhu udara melalui program reduksi emisi gas rumah kaca dan program penghijauan. Studi ini sebagai salah satu mitigasi persebaran filariasis ke wilayah sekitarnya, dimana peningkatan suhu udara dan kelembaban relatif serupa dengan Kota Tangerang Selatan karena kesamaan tipologi topografi masih merupakan satu bentangan ekosistem dengan ciri-ciri ekologi yang sama.

Global warming which is considered as a cause of climate change due to the increase in the average temperature of the earth's surface turned out to have implications for human health. One effect of climate change is to the potential increase in the incidence of disease transmitted by mosquito is filariasis (negleted old diseases). This study is a continuation of research that internalize the indicators change of environmental that adds variable of air temperature, humidity, rainfall, rainy day, and solar radiation. This study is exploratory research that map and assess the distribution pattern of filariasis in Kota Tangerang Selatan, develop predictive models of new endemic areas and assess the implementation of new predictive models filariasis endemic areas. Preparation of filariasis distribution prediction model uses a numerical approach based on the conceptual model to represent processes that occur using artificial neural network model. Filariasis patients in Kota Tangerang Selatan area is spread in the southern part of which is in District Pamulang and Ciputat with equal topography with a height of 25-50 m above sea level. Model predictions of a new endemic area is a function of air temperature, humidity, rainfall and solar radiation. Models are built is the new numerical model by using the model of artificial neural network (ANN), which is developed from of a earlier filariasis mathematical model. ANN numerical models meet the criteria for a good model for performance, correlation, and error output value. Mean Square Error (MSE) is 0 and the value of regression (R) is 0.999. Model predictions of new distribution areas can be applied in this study with the humidity and air temperature as the dominant predictor. The model showed that the decrease in the number of patients with filariasis can be done by lowering the temperature of the air through the reduction of greenhouse gas emissions and greening program. Model predictions of new endemic areas can be applied in the study with the humidity and air temperature as the dominant predictor. This study can be mitigate the spread of filariasis to the surrounding region, where an increase in air temperature and relative humidity are similar to Kota Tangerang Selatan because of similarities of topography and ecosystems with a similar ecological characteristic."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2017
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Alwan Amiruddin Tamara
"Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS- CoV-2). SARS-CoV-2 merupakan coronavirus jenis baru yang belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Dampak dari penyakit ini adalah menimbulkan pandemik dengan angka kematian yang sangat tinggi diseluruh dunia. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan penderita dengan komorbid hipertensi dengan kejadian kematian akibat Covid-19 di Kota Tangerang Selatan tahun 2020-2021. Desain penelitian yang digunakan desain penelitiaan adalah case control dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini menggunakan data NAR Kota Tangerang Selatan dan cacatan khusus surveilan pada kasus kematian akibat Covid-19 di Kota Tangerang Selatan berjumlah 13.166 yang terdata sampai tanggal 29 Juni 2021. Data yang dapat dianalisa berjumlah 766 data sampel tersebut didapatkan dengan cara Simple Random Sampling. Teknik analisa data yang dilakukan pada penelitian ini bertahap, meliputi analisa univariat, bivariat, stratifikasi dan analisa multivariat yang diolah menggunakan program statistic. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi data dengan kematian akibat Covid-19 pada kelompok kasus dengan komorbid hipertensi sejumlah 189 (49,35%) pasien dan yang tidak komorbid pada kasus kematian yaitu 194 (50,65%), sedangkan yang tidak memiliki komorbid hipertensi dan tidak mengalami kematian akibat Covid-19 sebanyak 345 pasien (90,08%), serta yang memiliki komorbid hipertensi dan tidak mengalami kematian sebanyak 38 pasien (9,92%). Hasil analisis uji logistic regression model akhir menunjukkan hubungan yang signifikan antara komorbid hipertensi dengan kejadian kematian akibat covid-19 dengan OR 7,96 (95% CI: 5,19-12,2; p-value: 0,000) yang artinya bahwa komorbid Hipertensi pada kelompok kasus berisiko 7,96 kali lebih tinggi mengalami kematian akibat covid-19 dibanding kelompok kontrol setelah dikontrol dengan variabel umur, pekerjaan, adanya gejala awal dan penyakit lainnya.

Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) is an infectious disease caused by Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2). SARS-CoV-2 is a new type of coronavirus that has never been previously identified in humans. The impact of this disease is causing a pandemic with a very high mortality rate throughout the world. The general purpose of this study was to determine the relationship between patients with comorbid hypertension and the incidence of death due to Covid-19 in South Tangerang City in 2020-2021. The research design used was a case control research design with a quantitative approach. This study uses NAR data from South Tangerang City and special surveillance records on cases of death due to Covid-19 in South Tangerang City totaling 13,166 recorded until June 29, 2021. The data that can be analyzed is 766. The sample data was obtained by means of Simple Random Sampling. Data analysis techniques carried out in this study were carried out in stages, including univariate, bivariate, stratification and multivariate analysis which were processed using statistical programs. The results showed that the proportion of data with deaths due to Covid-19 in the group of cases with comorbid hypertension was 189 (49.35%) patients and those who were not comorbid in cases of death were 194 (50.65%), while those without comorbid hypertension and 345 patients (90.08%) did not die from Covid-19, and 38 patients (9.92%) did not experience comorbid hypertension and did not experience death. The results of the final logistic regression test analysis showed a significant relationship between comorbid hypertension and the incidence of death due to covid-19 with an OR of 7.96 (95% CI: 5.19-12.2; p-value: 0.000) which means that comorbid hypertension the case group had a 7.96 times higher risk of dying from COVID-19 than the control group after controlling for variables of age, occupation, presence of early symptoms and have other diseases."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edwan NS
"Latar Belakang : Penyakit TB Paru adalah penyakit menular langsung )yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Lahir dari 90% kasus TB Paru ditemukan di negara berkembang. Di Indonesia penyakit TB Paru masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat Di Kecamatan Tebet jumlah penderita TB Paru pada tahun 2006 adalah 262 kasus meningkat menjadi 284 kasus pada tahun 2007. Peranan fuktor llnglamgan fisik dalam rumah menentukan penyebaran penyakit TB Paru, sehingga dalam penanggulangan TB Pary yang komprehensif harus memperhatikan fuktor lingkungan fisik dalam rumah. Pada tahun 2007, cakupan rumah sehat di Kecamatan Tebet hanya 40-50o/o, hal ini diduga memperbesar timbulnya penularan TB Paru.
Tujuan : Penelitian ini untuk. melihat hubungan lingkungan fisik dalam rumah dengan kejadian TB Paru BTA (+) di Kecamatan Tebet Kota Administrasi Jakarta Selatan tahwt 2008.
Metode : Desain studi kasus control dengan 50 kasus )'!lng diambil deri peoderita TB Paru BTA (+) di Puskesmas Kecamatan Tebet dan 50 kontrol yang diambil dari penderita TB Paru BTA (-).
Hasil : Analisis multivariate lingkungan fisik dalam rumah )'!lng berhubungan dengan kejadian TB Paru BTA (+) adalah : kelembaban dalam rumah <40% atau >70% (OR :3,25 95% Cl 1,29-8,21). Dari faktor resiko kebiasaan perilaku penghuni didalam rumah hanya lama merokok > I 0 tahun yang bermakna (OR:4,09 95% CI 1,24-13,51).
Kesimpulan: faktor lingkungan fisik rumah yang paling dominan terbadap kejadian TB Paru BTA (+) di Kecamatan Tebet Kota Adrninistrnsi Jakarta Selatan tabun 2008 adalah lama merokok > I 0 tahun setelah dikontrol dengan kelembahan dalam rumah.
Saran : Kerjasama lintas sektoral dalam penataan desain dan konstruksi rumah sehat bila ada penataan ulang perumahan serta melakukan penyuluhan menganai rumah sehat.

Background : Pulmonary Tb, is an infective-contagious disease caused by Mycobacterium tubercoulosis. More than 90% of global pulmonary TB cases occw: in the developing countries.TB remains an important public health problem in Indonesia. The occurrence of pulmonary TB in Municipality of South Jakarta in the year of 2006 are 262 cases and increase to 284 cases in 2007. Physical Environment condition of the house i:s one factor that playing important role in Pulmonary TB spreading, especially the coverage of healthy housing in City of South Jakarta only 40-50".4 in 2007.
Objectives : to investigate the relation between physical environment of the house with occurrence of pulmonary TB in municipality of South Jakarta.
Methods ; this case-control study design used 50 cases aed 50 controls. Those respondents had been taken from Public Health CentO£ ofTebet Subdistrict.
Results : Based on multivariate analysis housing conditions that influenced the risk of pulmonary TB are: the level of humidity of the house less than 40% or more than 70% (OR; 3,25 95%CI 1,29·8,21). In addition, of daily habit factors only 1ength consumption of smoke more than 10 years is significant associated (OR ; 4,09 95%Cll,24-13,51).
Suggestion : TB control progrmn in Tebet Subdistrict should coordinates with other department to improve housing design and give health promotion activities about healthy house.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T20970
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>