Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 131899 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Budi
"Anak adalah tunas harapan bangsa dan sebagai penerus bangsa maka anak-anak harus dibekali dengan pendidikan formal. Namun pada kenyataannya tidak semua anak berada dalam kondisi yang beruntung, mereka adalah anak-anak yang termarjinalisasi oleh lingkungan. Salah satu anak yang kurang beruntung ini adalah anak yang berkonflik dengan hukum dalam hal ini anak didik pemasyarakatan yang menurut Undang-undang No.12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan. Untuk menunjukkan suatu bangsa banyak aspek yang harus dipenuhi dan dibenahi, di antaranya adalah masalah pendidikan.
Setiap anak pada dasarnya mempunyai hak-hak untuk mendapatkan pendidikan. Pasal 60 Undang-undang No.39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia menyatakan : bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dalam rangka pengembangan pribadinya sesuai dengan minat, bakat dan tingkat kecerdasannya. Selanjutnya dalam Undang-undang ini dinyatakan : bahwa "perlindungan, pemajuan, penegakkan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara terutama pemerintah" (Ps.8 UU No.39 th.1999). Ketentuan tersebut menegaskan bahwa pemenuhan hak sebagaimana tercantum dalam pasal 60 Undang-undang No.39 tahun 1999 adalah menjadi tanggung jawab pemerintah. Pemenuhan hak ini tentunya harus diberlakukan secara universal, sehingga perhatian terhadap hak-hak anak didik pemasyarakatan yang sedang menjalani masa pidananya di rumah tahanan tidak terabaikan.
Untuk mengetahui bagaimana pemenuhan hak anak yang berkonflik dengan hukum khususnya anak didik pemasyarakatan, dari penelitian tentang pemenuhan hak untuk mendapatkan pendidikan bagi anak didik pemasyarakatan di rumah tahanan mengemukakan tingkat pemenuhan hak-bak anak khususnya anak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 60 Undang-undang No.39 tahun 1999. selain itu, juga mengungkapkan faktor-faktor yang menjadi penghambat serta peran negara dalam hal ini pemerintah dalam pemenuhan hak-hak anak tersebut.

Children are the buds of hope as the successor of the nation and the nation's children must be provided with formal education. But in reality, not all children are in the fortunate circumstances, they are children of the marginalized by the environment. One of these disadvantaged children are children in conflict with the law in this case which, according to correctional students act No.12 of 1995 on the penitentiary. To show that a nation many aspects that must be met and addressed, among them the issue of education.
Every child basically has the rights to an education. Article 60 of law No.39 of 1999 on human rights states: that every child has the right to education in the context of personal development in accordance with the interests, talents and intelligence levels. Furthermore, in this act stated: that "the protection, promotion, enforcement and fulfillment of human rights is primarily the responsibility of state government" (Law No.39 Ps.8 th.1999). This provision is confirmed that the fulfillment of rights as contained in article 60 of law No.39 year 1999 is the responsibility of the government. The fulfillment of these rights must be universally applied, so that attention to the rights of students who are undergoing correctional criminal at the detention period is not neglected.
To find out how the fulfillment of the rights of children in conflict with the law, especially correctional protege, from research about the fulfillment of the right to get education for their students at the detention correctional proposed level of fulfillment of child rights, especially child offenses referred to in article 60 of law No.39/1999 in addition, also reveals the factors that become barriers as well as the state's role in this regard the government in fulfilling the rights of the child. Finally the results of this study is able to contribute in the context of fulfilling the rights of children, particularly for children in conflict with the law however, legislation is formulated and any measures taken, all should be based on one principle contained in the convention on the rights of the child, which is "The best interest of the child".
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2010
T33353
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Veronica Mardiyati
"Beberapa hal mendorong pemerintah Indonesia meratifikasi hak anak dan membuat undang-undang perlindungan anak merupakan perhatian pemerintah untuk memperhatikan anak sebagai sumber daya manusia dalam pembangunan di masa mendatang. Pelanggaran banyak terjadi terhadap hak anak, perhatian pemerintah sangat diperlukan dalam pemenuhan Hak Asasi Manusia terhadap hak pendidikan anak di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria dan Wanita Tangerang. Perwujudan pemenuhan hak pendidikan di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria dan Wanita Tangerang dibutuhkan untuk menunjang pemberdayaan sumber daya manusia di masa mendatang sebagai pilar pembangunan dan kehidupan. Substansi yang dijabarkan meliputi definisi anak dalam berbagai peraturan perundang-undangan nasional maupun internasional sangat beragam diantaranya menurut Konvensi Hak Anak, setiap manusia yang berusia di bawah 18 tahun kecuali diatur lain yang yang berlaku bagi anak ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal. Dalam Undang-undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak diatur bahwa Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum kawin. Penetapan usia anak bila dirilis dasar peraturan perundang-undangan yang berlaku berusia di bawah 18 tahun. Pembahasan dengan substansi kelembagaan dan penerapan Hak Asasi Manusia di lingkupnya keterpengaruhan tingkat sumber daya manusia aparatnya atas konsisten terhadap tugas pokok dan fungsi dan tanggung jawab dalam pelaksanaan tugas. Pokok bahasan yang dianalisis penerapan hak anak pada pemenuhan hak pendidikan dan sarana prasarana pendukung serta keterkaitan dalam membangun jejaring kerja di antara pihak terkait yang dapat merespon terhadap pemenuhan hak pendidikan untuk anak didik pemasyarakatan anak pada Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria dan Wanita Tangerang.
Pengertian sistem pemasyarakatan dalam instrumen nasional tentang reaksi negara terhadap anak yang telah divonis melanggar hukum oleh pengadilan. Instrumen internasional tentang perlakuan terhadap tahanan dan narapidana dalam peraturanperaturan standar minimum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang diberlakukan terhadap narapidana. Resolusi 663 C (XXIV)/1957 dan resolusi 2076/1977 meskipun dalam sistem perundang-undangan tentang penghukuman dalam sistem peradilan Indonesia tidak diatur secara memantau perihal perlakuan minimal yang diberikan oleh negara. Sistem pemasyarakatan maupun perolehan standar minimum bagi perlakuan terhadap narapidana menganut filosofi penghukuman yang diwarnai pendekatan rehabilitasi, yaitu pendekatan yang diberikan bahwa anak didik sebagai pesakitan dan karenanya harus disembuhkan untuk pembahasan hidup sebagai manusia normal pada umumnya.
Pemenuhan hak pendidikan memberikan kebebasan penuh kepada individu untuk berkembang, dengan diarahkan melalui pengajaran sesuai kurikulum, sebagai acuan pendidikan dasar. Dengan pendidikan untuk mengaktualisasi diri atau belajar untuk memberikan wawasan dan semua individu berhak untuk mengembangkan diri dan tidak terbatasi oleh apa dan siapapun.
Mengambil istilah tujuan pendidikan merupakan pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang diwarnai oleh sila-sila Pancasila tujuan mengoperasionalkan manusia Indonesia seutuhnya dari wujud sila-sila Pancasila dalam arti peserta didik secara detail dengan ditanamkan melalui proses pembelajaran.
Dalam penerapan hak pendidikan untuk anak didik di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria dan Wanita Tangerang yang direspon pemenuhannya terhadap peserta anak didik laki-laki dan anak didik wanita minimal pendidikan dasar. Untuk mencapai tujuan pemenuhan hak pendidikan tersebut melalui metode pembelajaran dan teknik pendidikan/keguruan yang sesuai dengan perkembangan psikologisnya.
Penyampaian materi yang dipeiajari membutuhkan teknik tertentu yang dipengaruhi beberapa faktor termasuk fasilitas pendidikan mencakup iklim dari lingkungan belajar, alat dan media belajar, organisasi materi/bahan ajar serta cara membimbing anak didik. Semuanya itu membutuhkan variasi sesuai materi yang dipelajari dan arah pendidikan pada Lembaga Pemasyarakatan Anak Tangerang.

The efforts of Government of Indonesia to ratify the rights of child and draft law of children protection as an intention of government focus on child as human resource in the future. Violations often occur against the rights of child, government's concern has to be needed in human rights fulfillment of against rights to education for child on Boys Correctional Service and Girls Correctional Service at Tangerang. It is 'very important to require in order empowering of human resources in the future as a basis of development and life. The substance that analyzed includes child definition in the national and international constitutions such as Convention on Rights of Child stated that child means every human being below the age of eighteen years unless under the law applicable to the child, majority is attained earlier. On law number 4 year 1979 of Children Welfare regulated that child are someone's not reached age 21 years old and not married yei. Determination of child age could be based on legislation less than 18 years old. Analyzing with institutional substance and implementation of human rights circumstances of influencing of the level of human rights officer upon their consistency to main duty, function and responsibility in implementation of duties. The main study that analyzed is implementation the rights of child to fulfill the right to education and additional facilities that connecting network between other related institution in order to response of fulfillment the right to education for the juvenile in Boys Correctional Service and Girls Correctional Service in Tangerang.
Correctional systems in Indonesia not regulate of minimum treatment for prisoner which given by the state, but incline to punishment philosophy which using rehabilitation approach. These approach gives to the juvenile as medical.
treatment/therapy for who had ill until they can live normally. In the international instrument also regulated minimum standard legislation of United Nations on resolution number 663 C (XXIV)/1957 and resolution number 2076/1977 of the treatment to the prisoner.
In implementation of right to education for juvenile in the correctional service in Tangerang still minimum, boys and girls only could access basic education. In order to fulfill their rights through by teaching methods and learning technique based on psychology development.
Delivering material that learned need special technique that affected several factors includes education facility, media tool, teaching material and teaching methods. All of them require variation based on material that leaned and education direction to the juvenile correctional service in Tangerang.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15158
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Afithasari
"Narapidana dan narapidana ibu hamil memiliki kebutuhan tambahan terkait hal ini pemenuhan hak kesehatannya di Rumah Tahanan Negara. Hak ini penting karena berhubungan langsung dengan ibu hamil dan juga untuk kesehatan janin itu mengandung. Tesis ini menjelaskan tentang pemenuhan hak atas kesehatan ibu hamil yang dilakukan oleh Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas IIA Jakarta Timur. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan mewawancarai 3 (tiga) orang narapidana wanita hamil yang berada di Rutan Kelas IIA, Jakarta Timur. Benda Tujuannya untuk mengetahui pengalaman dan kebutuhan narapidana wanita hamil, terutama dalam upaya memenuhi kesehatan Rutan Kelas IIA Jakarta Timur sebagai Unit Pelayanan Teknis yang bertugas melindungi HAM Tahanan dan narapidana manusia. Analisis penelitian ini menggunakan Perspektif Hak Asasi Manusia dan Teori Hukum Feminis. Berdasarkan hasil didapat, Rutan Kelas IIA Jakarta Timur melakukan 4 upaya kesehatan yaitu upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif bagi narapidana dan tahanan perempuan hamil. Namun upaya kesehatan belum terpenuhi dengan baik karena Beberapa kendala tersebut antara lain kondisi overcrowding yang terjadi, anggaran fasilitas dan staf yang tidak memadai serta terbatas di pusat penahanan.

Pregnant women prisoners and prisoners have additional needs in this regard to fulfill their right to health in State Detention Centers. This right is important because it is directly related to pregnant women and also for the health of the fetus that is pregnant. This thesis describes the fulfillment of the rights to health of pregnant women carried out by the Class IIA State Detention Center (Rutan), East Jakarta. This study used a qualitative approach by interviewing 3 (three) pregnant female prisoners who were in the Class IIA Detention Center, East Jakarta. Object The aim is to find out the experiences and needs of pregnant women prisoners, especially in an effort to fulfill the health of the Class IIA Prison in East Jakarta as a Technical Service Unit in charge of protecting the human rights of prisoners and human prisoners. The analysis of this research uses the Human Rights Perspective and Feminist Legal Theory. Based on the results obtained, East Jakarta Class IIA Rutan has made 4 health efforts, namely promotive, preventive, curative, and rehabilitative efforts for pregnant women inmates and prisoners. However, health efforts have not been fulfilled properly due to some of these constraints, including overcrowding conditions, insufficient budget for facilities and staff and limited in detention centers."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
G. A. P. Suwardani
"Semakin tingginya tingkat kenakalan anak yang menjurus pada tindak kriminalitas di beberapa kota besar merupakan masalah serius yang harus menjadi fokus perhatian para orang tua, masyarakat, dan juga pemerintah, dalam mencari solusi terbaik untuk menyelamatkan generasi penerus bangsa.
Peraturan Perundang-Undangan tentang anak yang telah dibuat dan dikeluarkan oleh pemerintah ternyata belum sepenuhnya dapat diimplementasikam dimana masih Kita temui pembauran penempatan penghuni anak dan dewasa dalam 1 (satu) Rutan atau LP.
Rutan Pondok Bambu Jakarta Timur yang dipilih sebagai fokus penelitian, merupakan salah satu Rutan dengan beragam penghuni wanita dewasa dan anak, serta anak pria. Masalah yang dihadapi Rutan Pondok Bambu semakin rumit dikala kondisi kelebihan daya tampung melanda Rutanl LP dibeberapa kota besar, sehingga penginman penghuni yang sudah berstatus narapidana/anak didik pemasyarakatan ke LP terdekat terkendala. Rutan dengan kapasitas 504 orang saat ini dihuni oleh 1-325 orang yang terdii dari 619 anak pria dan 706 wanita, dari 706 wanita didapati 131 anak wanita dengan jumlah petugas 232 orang, maka Rutan Pondok Bambu Jakarta Timur sudah kelebihan daya tampung hampir 200%. Hal ini menyebabkan program pembinaan tidak dapat berialan secara maksimal mengingat sarana dan prasarana sangat terbatas. Fakta yang ada menunjukkan bahwa banyak warga binaan khususnya anak didik pemasyarakatan tidak tersentuh oleh kegiatan pembinaan yang seharusnya mereka dapatkan sesuai dengan peraturan perundang Undangan tentang Hak-Hak Anak maupun Perlindungan Anak.
Upaya yang dilakukan oleh Rutan Pondok Bambu Jakarta Timur adalah melakukan koordinasi dengan berbagai pihak terkait untuk menyamakan visi, misi dan persepsi melalui kebijaksanaan, strategi dan peningkatan program pembinaan.

The increase in the levels of juvenille deliquency that leads to criminal acts in several major cities poses as a serious problem. This needs to be the focus attention of all parents, the society, as well as the government in finding the best solutions to save the nation's future generation. Teh lw regulations on children that have been written and issued by the govemment have not been entirely implemented. This is proven by the joint placement of children and adults in a single detention center or penintentiary.
Pondok Bambu Detention Center in East Jakarta is chosen as the research subject, and it is one of the facilities that accommodates a mixture of occupants, which consist of adult women and young girls, as well as young boys. There is currently the complicated problems of over capacity that is rampant among correctional facilities in several major cities. This result in the difficulty of transferring occupants that have been given status of convicts or correction juvenile in mate to the nearest correctional facility. The capacity of Pondok Bambu Detention Center is 504 people, but it is currently accommodating a total of 1325 people which includes 619 young boys, 706 women out of which are 131 young giris, and 232 personnel. Therefore, Pondok Bambu Detention Center is already exceeding its capacity by almost 200 percent. Consequently, the development program cannot reach its maximum potential considering the limited facility and infrastructure. Facts indicate that most inmates, especially juveniles, are beyond the reach of the development program activities, which should be their rights as it is clearly delineated in the law regulations on Children Rights as well as Children Protections.
Currently, Pondok Bambu Detention Center is adressing this issue by coordinating with various associated parties in order to synchronize its visions, mission, and perception through policies, strategy, and improved development program.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21944
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfauzi Rauf
"Hak Pendidikan bagi anak yang berhadapan dengan hukum merupakan pengejawantahan dari asas-asas pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana Anak, utamanya  bagi anak yang sedang dalam proses Peradilan sehingga merampas kemerdekaannya untuk mendapatkan kesempatan bersekolah dan Pendidikannya menjadi terputus. Pemenuhan Hak Pendidikan bagi anak yang berhadapan dengan hukum dalam proses Penahanan di Rumah Tahanan Negara telah dijaminkan dalam Pasal 32 ayat (4) Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak telah menegaskan bahwa selama Anak ditahan, maka kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial anak harus tetap terpenuhi. Namun dalam praktiknya Pemenuhan Hak Pendidikan bagi anak yang berhadapan dengan hukum di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Pinrang dilakukan penggabungan program Pendidikan bagi anak yang berhadapan dengan hukum dengan Tahanan dan Narapidana atau Warga Binaan Pemasyarakatan. Pelaksanaan program Pendidikan diberikan tanpa dibedakan antara bentuk Pendidikan yang diberikan kepada anak yang berhadapan dengan hukum dan Tahanan dengan Narapidana atau Warga Binaan Pemasyarakatan yang ada, padahal kondisi anak yang berhadapan dengan hukum dan Tahanan hanyalah dilaksanakan dalam kurun waktu kurang lebih tiga bulan lamanya (masimal 110 hari). Untuk itu diperlukan program Pendidikan yang khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Pinrang. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, tulisan ini akan menganalisis mengenai bagaimana pemenuhan hak pendidikan bagi anak yang berhadapan dengan hukum di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Pinrang.

The Right to Education for Children in Conflict with the Law is an embodiment of the principles of the implementation of the Juvenile Criminal Justice System, especially for children who are in the process of justice so as to deprive their freedom to get the opportunity to go to school and their education is interrupted. The fulfillment of the right to education for children in detention at the State Detention Center has been guaranteed in Article 32 paragraph (4) of the Law on Juvenile Criminal Justice System which states that while the child is detained, the physical, spiritual and social needs of the child must be fulfilled. However, in practice, the fulfillment of the right to education for children in conflict with the law at the Class IIB Pinrang State Detention Center is carried out by combining the education program for children in conflict with the law with detainees and prisoners or prisoners. The implementation of the education program is provided without differentiating between the form of education provided to Children Against the Law and Prisoners and Prisoners or Prisoners, even though the conditions of Children Against the Law and Prisoners are only carried out for a period of approximately three months (maximum 110 days). For this reason, a special education program is needed for Children Against the Law at the Pinrang Class IIB State Detention Center. By using normative juridical research methods, this paper will analyze how the Fulfillment of Educational Rights for Children Against the Law at the Pinrang Class IIB State Detention Center."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adam Ridwansah
"Beragamnya latar belakang kehidupan narapidana, baik itu latar belakang kasus, suku/etnis, agama dan lainnya merupakan faktor nyata dari keberadaan Lembaga Pemasyarakatan sebagai minatur masyarakat. Disana juga terdapat berbagai kebutuhan dan kepentingan narapidana dalam rangka mempertahankan hidupnya selama dalam lapas. Dalam rangka hal tersebut narapidana akan menjaga hubungannya dengan petugas dan aturan yang berlaku dalam lapas sehingga baik petugas maupun aturan mampu mengakomodir ataz dilemahkan oleh kepentingan narapidana, termasuk kepentingan menambah fasilitas kamar hunian sesuai keinginan narapidana. Akibat adanya penambahan fasilitas-fasilitas pada kamar hunian pada narapidana tertentu akan berakibat adanya kecemburuan sosial di kalangan narapidana, pemborosan anggaran karena umumnya penambahan fasilitas berupa alat-alat elektronik yang menggunakan listrik, dan yang terpenting adalah narapidana tersebut umumnya tidak tersentuhk program pembinaan.
Dalam penelitian ini ada dua pertanyaan penelitian yang hendak dijawab yaitu bagaimana kebijakan pemenuhan fasilitas kamar hunian bagi narapidana di Rumah Tahanan negara dan Lembaga Pemasyarakatan di Jakarta seria kendala-kendala yang dihadapi dalam kebijakan pemenuhan fasilitas kamar hunian tersebut. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif, teknik pengumpulan data dilakukan..dengan wawancara terhadap informan penelitian dengan menggunakan pedoman wawancara. Wiforiiai penelitian terdiri dari informan petugas dan informan. Lokasi penelitian adalah lima Unit Pelaksana Teknis (UPT) di DKI Jakarta, yaitu Lapas Klas I Cipinang, Lapas Klas IIA Narkotika Jakarta, Lapas Klas IIA Salemba, Rutan Klas I Jakarta Pusat dan Rutan Klas IIA Pondok Bambu Jakarta Timur.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa kebijakan pemenuhan fasilitas kamar hunian bagi narapidana pada lima (5) lokasi penelitian belum terlaksana dengan baik. Hal ini disebabkan perbedaan persepsi dan cara pandang terhadap aturan yang ada yang berbeda-beda sehingga penerapannya pada masing-masing lapas/rutanpun berbeda. Kebijakan pemenuhan fasilitas kamar hunian bagi narapidana di lapas/rutan masih mementingkan unsur keamanan dan keiertiban. Penyimpangan terhadap pemenuhan fasilitas kamar hunian narapidana adalah adanya fasilitas-fasilitas tambahan yang tidak sesuai aturan seperti TV, AC, Kompor Listrik hingga pencurian listrik untuk kepentingan fasilitas lainnya. sementara dalam rangka mensiasati kondisi kelebihan daya tampung (over kapasitas) pada masing-masing l!okasi penelitian dilakukan alih fungsi atau pemanfataan ruang yang bukan kamar hunian menjadi kamar hunian bagi narapidana. Sementara faktor kendala dalam kebijakan pemenuhan fasilitas kamar hunian bagi narapidana terdiri dari empat faktor utama yaitu kendala komunikasi, kendala sumber daya, kendala sikap implementator dan kendala struktur birokrasi

Diverse backgrounds inmate's life, whether it is the case background, tribe / ethnicity, religion and the other is a real factor of the exisience of correctional institulions as minatur community.There alsa have various needs and interests of prisoners in order to survive as long in prison. In order to convict it will maintain relationships with officers and rules that apply in the prison so that both workers and able io accommodate the rulés or attenuated by the interests of prisoners, including facilities to add interest as you wish inmate occupancy rooms. Due to the exiztence of additional facilities in room occupancy on a particular inmate will result in the social jealously among the inmates, waste budget because generally in the form of additional facilities for electrical appliances that use electricity, and most importantly the inmates were mostly uniouched by development programs.
In this research, there are two research questions to be answered is how the Juifiliment of the policy room occupancy facility for inmates at the Detention Center and state correctional institutions in Jakarta and the constraints faced in julfilling the policy facilities such occupancy rooms, The method used is qualitative method of data collection techniques againts the informant interview conducted with the study using the interview guide Informants consisted of officers and informants informants. Location of the study are five Technical Executive Unit (UPT) in Jakarta, namely Class I Cipinang Prison, Jakarta Narcotic Prison Class HA, Class 14 Salemba prison, Central Jakarta Rutan Class I and Class ITA Rutan Pondok Bambu, East Jakarta.
Based on this research found that the policy of fulfiliment of room occupancy facility for inmates at five (3) the location of the research has not been performing well. This is due to differences in perception and outlook of the existing rules are different so that its application in each prison / rutanpun different. Compliance policies occupancy room facilities for inmates in the prison / detention center is still concerned with the elements of security and order. Deviation toward the Julfiilment facility inmate occupancy room is the presence of additional facilities that are not in accordance with regulations such as TV, air conditioning, Electric Stove to theft of electricity for the benefit of other facilities, while in order to anticipate the conditions of excess capacity fover capaciiy) at each study site conducted over the function or utilization of space that is not a room occupancy room occupancy for the inmates. While the constraint factor in fulfilling the policy for inmate occupancy room facilities consist of four main factors namely the communication constraints, resource constraints, barriers and constraints implementer attitudes bureaucratic structure.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2010
T33545
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Harman
"Tahanan yang ditempatkan di Rumah Tahanan Negara secara langsung akan merasakan penderitaan permulaan selama belum adanya putusan dari pengadilan pidana, yang memutuskan apakah perampasan kemerdekaan permulaan itu harus diakhiri atau harus dilanjutkan untuk kemudian diputuskan secara definitive. Perawatan /pelayanan tahanan dan Pembinaan terhadap narapidana harus berdasar pada asas pengayoman, persamaan perlakuan dan pelayanan pendidikan, penghormatan harkat dan martabat manusia. Dengan kata lain perlindungan terhadap Hak asasi manusia. Dalam tulisan ini merujuk kepada pendapat Donald Clemmer mengenai ciri kehidupan di dalam Rumah Tahanan Negara. Seperti Special Vocabulary, stratifikasi sosial, Primary Group, Leadership yang ada di Rumah Tahanan Negara Jakarta Timur. Hasil penelitian didapat bahwa Kehidupan di dalam Rumah Tahanan Negara Jakarta Timur Hama seperti di Lembaga Pemasyarakatan, para tahanan di perlakukan sama seperti narapidana di tempatkan bersama sama dalam satu tempat. Di temukan bahasa tersendiri yang mereka sebut bahasa Bonseng dan ada istilah-istilah yang digunakan oleh penghuni baik Tahanan maupun narapidana. Tidak ada Stratifikasi sosial yang ada hanya ketidaksamaan social (social inequality) merupakan hal yang universal dalam masyarakat manusia karena tidak ada masyarakat tanpa perbedaan antar individu. Tidak ditemukan kelompok-kelompok besar yang mempengaruhi kerja petugas atau menggangu keamanan, dan meskipun memiliki kepercayaan dan agama yang berbeda, tidak di temukan juga kelompok-kelompok berdasarkan agama. Yang ada hanya kelompok-kelompok kecil yang ditandai dengan adanya istilah Kepala Kamar, Kepala blok yang menjadi pemimpin, penghubung antara penghuni dengan petugas dan membantu petugas mengatur kegiatan bagi penghuni.

To know how the real life in a Detention House is, a research enables to give the picture about the life in it is needed. Someone's placement in the Detention House is the beginning of his liberty loss. A prisoner placed in Detention House will soon feel suffer because of the depressing conditions.The principles of inmates treatment and services should be based on the protection principality, treatment equality and education service as well as the appreciation of human rights. What is meant by life in Detention House here refers to what Donald Clemmer said about the characteristics of life in Detention House such as special vocabularies, social stratification, primary group, and leadership existing in East Jakarta Detention House. The social life in Detention House has a specific characteristic, in which the inmates interact and socialize in a strict social control. which forces them to create a new culture which only they can understand well.These make Detention House inmates have a very limited space for themselves, thus resulting in their creating a special culture so that they can survive, such as a special vocabularies among themselves called Bonseng language and other terms used only by inmates. There are no social stratification found in East Jakarta Detention House. Inmates do not have any authorities and they are not given any privileges. The writer did not find any big groups which affect the officers' work or disturb the security stability.in East Jakarta Detention House , either in men as well as in women sections. Though they have different beliefs and religions, groups based on their beliefs are not found. There are only small groups marked by terms like kepala kamar, kepala blok, someone acting as the connector between inmates and officials as well as helping officials to manage the inmates activity."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15080
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
F. Haru Tamtomo
"Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan dan pengajaran yang tayak dan sesuai dengan tingkat kebutuhannya. Hal ini juga berlaku bagi anak yang berkonflik dengan hukum dan sedang menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Anak. Pendidikan selain merupakan hak juga merupakan kebutuhan bagi anak sebagai bekal kehidupannya kelak di masyarakat.
Penyelenggaraan pendidikan formal dan non formal bagi anak didik pemasyarakatan di Lapas Anak, khususnya di Lapas Anak Pria Tangerang, masih kurang sesuai dengan kebutuhan anak untuk bekal kehidupannya di masa depan. Hal ini mengingat penyelenggaraan pendidikan bagi anak didik pemasyarakatan dipengaruhi faktor internal dan eksternal. Secara internal, faktor-faktor yang mempengaruhi berkaitan dengan kondisi anak didik yang berbeda, yaitu : latar belakang kehidupan, latar belakang perbuatan, lamanya pidana, jenis pelanggaran hukum, serta keterbatasan sumber daya dari pihak Lapas untuk dapat mengakomodasikan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan anak. Sedang secara ekstemal, faktor yang mempengaruhi adalah masih adanya stigma negatifmasyarakat terhadap anak didik pemasyarakatan.
Untuk mengkaji model pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan anak didik, make kerangka berfikir mengacu pada Teori Konstruktivisme oleh Bodnar (Didang Setiawan, 2004) yang mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan proses sosial yang aktif. Lingkungan pembelajaran perlu di kondisikan agar memiliki situasi yang mampu membuat murid dapat menciptakan pengetahuannya melalui aktivitasnya sendiri, baik fisik maupun mental. Mengacu teori tersebut penulis mengumpulkan data dengan pendekatan kualitatif dengan jumiah responden 24 prang, terdiri dari : tokoh pendidikan dan pemerhati anak, Pejabat Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Pejabat Direktorat Pendidikan Luar Sekolah, Kepala-kepala Lapas Anak, Tenaga pengajar/guru, dan anak didik pemasyarakatan.
Dari hasil anaiisis data, penyelenggaraan pendidikan formal dan non formal bagi anak didik pemasyarakatan di Lapas Anak saat ini masih dirasakan masih kurang optimal memenuhi kebutuhan anak didik, oleh karena itu diperlukan bentuk pendidikan alternatif yang sesuai dengan kebutuhan dan karakter anak didik berupa pendidikan khusus.

Every people have the right to receive good education and learning based on their needs. This is also applied for children who are in conflict with law and/or are currently in Juvenile Correctional Center (Lembaga Pemasyarakatan Anak). Education is not only a right for children but is also a need for their future Iife.
The current implementation of formal and non formal education for children in Juvenile Center has not met the need for their future life. There are internal and external factors that influence the quality of education in the Center. The internal factors include the condition of children such as their life background, behaviour background, the length of their sentence, type of the cases, and the limitation of the Center's resources to implement the teaching learning activities that meet to children' needs. The external factor mainly is the negative stigmatisation to the convicted children from the community.
The Constructivism theory by Bodner (Didang Setiawan, 2004) was applied to study the education model that perfectly meet the children need. The theory believes that learning is an active social process and the learning environment should be conditioned to support the situation to encourage children to improve their knowledge through exploring their activities, both physically and mentally. The study use qualitative research to collect the data from 24 respondents include education specialist and children right expert, the Directors from Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, the Director of Directorate of Special Education, several Head of Juvenile Correctional Center, Educator/teachers and children in the Juvenile Correctional Center.
The analysis data show that the implementation of formal and non formal education at Juvenile Correctional Center are still unable to meet the children's need. Therefore, it is important to have an alternative education, called Special education, which meet the children' need and character in the JuveniIse Correctional Center.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2007
T20759
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jamaludin
"Sejalan dengan salah satu program yang dicanangkan pemerintah Indonesia Bersatu (Kabinet Presiden Bambang Soesilo Yudoyono) yang akan mengedepankan masalah pendidikan anak-anak bangsa secara merata. Hal ini telah disadari betul bahwa sektor pendidikan merupakan sarana yang sangat panting dalam menunjang dan mewujudkan terciptanya sumber daya manusia yang potensial dan handal. "Karena masa depan bangsa ini berada ditangan anak-anak bangsa sekarang ini, yang kelak menjadi pemimpin dan pelaksananya". Dengan melalui payung hukum dan peraturan yang ada upaya pemerataan pendidikan ini telah digalakkan pemerintah, meskipun dalam kenyataannya belum semuanya program tersebut telah dirasakan /dapat menyentuh setiap individu dimanapun berada karena situasi dan keterbatasan aspek-aspek pendukungnya berupa dana, sarana dan prasarana dan asfek lainnya. Upaya pemerintah dalam menerapkan program pemerataan pendidikan bagi anak-anak bangsa, hal ini telah menjadi suatu program prioritas utama disamping sektor lainnya. Hal inilah yang menjadi kertertarikan penulis untuk meneliti dan membahas tema pendidikan yang telah dijalankan oleh pemerintah khususnya institusi pemerintah yang mempunyai keterkaitan dalam pelaksanaan program pendidikan yang telah dicanangkannya. Untuk menggambarkan upaya pemerintah ini, peneliti telah mencoba mengambil tempat penelitian di salah satu unit pelaksana teknis di bawah jajaran Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Dep. Hukum dan HAM RI yaitu Rutan Jakarta Timur atau yang lebih popular dikalangan masyarakat dikenal dengan sebutan Rutan Pondok Bambu. Rutan ini merupakan satu-satunya Rutan yang menampung anak-anak yang bermasalah dengan hukum di wilayah DKI Jakarta. Adapun tujuan penelitian ini penulis ingin menjelaskan sejauh mana penerapan hak pendidikan terhadap anak pidana dan anak tahanan di Rutan Jakarta Timur. Berkaitan dengan program pelayanan dan pembinaan yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995, tentang Pemasyarakatan. Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999, tentang Hak Asasi Manusia dan ketentuan Lainnya. Selain itu penulis akan memberikan gambaran tentang pola pendidikan yang diselenggarakan oleh pihak Rutan Jakarta Timur apakah telah standar/sesuai dengan program Departemen Pendidikan Nasional. Serta mencari dan mengidentifikasi faktor yang menghambat atau menjadi kendala dalam penerapan pembinaan khususnya pada pemenuhan hak pendidikan terhadap anak penghuni Rutan Jakarta Timur.
Hasil penelitian menunjukan bahwa Rutan Jakarta Timur telah melaksanakan program pendidikan yang standar dengan program pendidikan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda Departemen Pendidikan Nasional (sesuai minat penulis Program pendidikan kcsetaraan Paket Blsetara dengan SLTP. Walaupun dalam pelaksanaannya baru awal bulan April 2005 dan juga tidak semua anak dapat merasakan perogram pendidikan tersebut. dikarenakan adanya keterbatasan yang ada baik di Rutan Jakarta Timur maupun anak-anak warga binaannya. Dari hasil penelitian ini manfaat yang ingin dicapai adalah diharapkan dapat menambah khasanah kepustakaan khususnya dalam materi Kajian HAM. Dapat membuka wawasan bagi instansi terkait terutama bagi para Birokrat/penentu kebijakan yang mempunyai kompetensi/kewenangan dalam masalah pembinaan/pendidikan di Rutan, bahwa pendidikan bagi anak-anak penghuni Rutan tidak boleh terputus dan harus terus berlangsung (Life long Education) Apabila hal ini tidak dilaksanakan dengan baik akan menimbulkan berbagai permasalahan yang dapat merugikan anak dan negeri tercinta. Karena anak perlu tumbuh-berkembang sebagai regenerasi selaku pemimpin bangsa dalam perkembangan negara Republik Indonesia, yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan pembangunan bangsa dalam rangka mewujudkan suatu negara kesatuan yang kuat dalam sistem ketahanan nasionalnya.

In accordance with one of program which that pro claim by united Indonesian government (President Susilo Bambang Yudhoyono cabinet). which shall to propose education problem for overall children in Indonesia. this situation have been already conscious that education sector is very important to support and to realize in order to develop strong and potential human resource "because the future of this nation lays on the hand of Indonesian children which shall to be came a leader and the executor". through the law protection and the existence of regulation the effort to spread this education which has been intensified by government. even though in the reality all the program can not touch every individual every where because of the situation and limited aspect's which support them look like fund, infrastructure and another aspect. The effort of government to give human right protection for the children of this nation, for example to determine education program without discrimination, this thing have been firs priority program beside other sector. This matter have been attracted the writer to investigate and discuss the title of education did has been implemented by government especially government institution which have linkage in implementing education program which have been declare to describe the effort of the government researches have tried to take a place for investigation in one unit technical operation under Directorate general Pemasyarakatan Department of law and Human right Republic of Indonesia at rutan east Jakarta or the more popular in the society Recognize as rutan Pondok Bambu. This rutan only the one rutan that has collecting children involved disobey the law at DKI Jakarta. the objective of this research by the writer is to explain how far the education right against child criminal and child occupant in rutan east Jakarta, according with the service and training program which have determine in act number 12, 1995, about prisoner and act number 39,1999, about human right and other's. Beside this the writer will explain about program method of education was held by rutan east Jakarta. is this confirm or not with the national education department, also to search or to find and to identify which factor can delay or to be a constrain in the training application specially to full fill education right against children of ratan prisoner east Jakarta.
The investigation result describe that the rutan east Jakarta have implemented education program, according to the standard in accordant with the education program with issued by directorate general of school education and youth national education department (based on writer interested in education programe B packet equally with junior high school). Although the application begun April 2005 and also not all the children can not accept the education program because there is some limited thing's at rutan east Jakarta and also the children under their responsibility. Of this investigation, is to expect the increasing treasury library specially the advantage in human right study. Also can expand the idea for the institution involved especially for bureaucrat or the decision maker which have competent in this training or education in rutan. the education for the children prisoner in rutan cannot interrupted must be held continues (life long education). If this thing cannot be held very well (seriously) will make some this advantage problem for the children and in lovely country. Because the children need growth and development as a regeneration for the national leader in the development in the republic of Indonesia which responsible to implement national development in order to a strong union state in national defend system. The basic theory which support this thesis is the statement of john Locke, that human being were born like white paper (Tabularasa Theory). The growth and development of children to be a ground up influence by external environment. The character of human being will be build up by how much the external factor can influence them. In other word. the growth and the development of the children will be influence by the external factor (environment) or bay the educational process. Educational factor will be come dominant how the children character will be build. The other additional regulation is a manual for national and international standard about treatment characterize bay respect and protection in human right sector. against children which involved which are disobey the law. Another additional theory among them is the theory from Edwin shutherland and cressey mention "Differential Association" is theory about social interaction. Describe children and teenager to become delinquent due too their participation in a social environment Which is the certain the idea and technique of delinquent be come an efficient infrastructure to solved the difficulty of their live. This theory impress to which study or a conditional process against individual child, and also type of child personality.(usually week mental and uneducated child). The other theory is state by Dr.Saharjo about pemasyarakatan; the objective of criminal prison beside appearing the suffering because the losing of freedom to move to teaching the prisoner to be aware repent to educated in order to be the member of beneficial society guiding by pancasila. More offer it is shad that the government cannot have authority to make somebody become worst or more cruelty.Than before they send to prison.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15089
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Satriyo Waluyo
"Kondisi kelebihan daya tampung yang dialami oleh Rumah Tahanan Negara maupun Lembaga Pemasvarakatan sebagai salah satu faktor penunjang terjadinya perkelahian dan ketertiban di lingkungan Rumah Tahanan Negara dan Lembaga Pemasyarakatan. Faktor lain yang dapat mengganggu keamanan dan ketertiban serta berdampak timbulnya perkelahian adalah masalah penempatan tahanan. Masalah lain yang timbul akibat pengaruh penempatan Narapidana yang tidak efektif ataui tidak sesuai dengan usia dan jenis kelamin diantanya mengakibatkan cara mereka memandang suatu permasalahan dalam lingkungan Rumah Tahanan Negara akan sangat bervariasi. Sehingga bila ini terus berlangsung akan memberi dampak negatif, sedikit saja terjadi masalah antara petugas dengan penghuni laki-laki maka akan memungkin terjadi hal-hal yang tidak diinginkan bisa saja terjadi demonstrasi karena ketidak puasannya dan penghuni laki-laki menuntut keadilan kepada Para petugas agar dapat diperlakukan sama antara penghuni laki-laki dan perempuan, bahkan berdampak terjadinya perkelahian antara sesama penghuni atau antara penghuni dengan petugas Rumah Tahanan Negara. Disamping itu karena adanya faktor perbedaan status antara narapidana dan orang Tahanan, menyebabkan terjadinya perbedaan hak dan kewajiban.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam menanggulangi masalah perkelahian di Rumah Tahanan Negara bias IIA Jakarta Timur, antara lain:
1. Hindari kelebihan daya tampung, dengan cara ini maka situasi lingkungan yang aman dan nyaman akan tercipta secara maksimal karena kegiatan-kegiatan pembinaan yang bersifat mendidik dapat berjalan dengan baik sehingga dapat terhindar perkelahian antara warga binaan;
2. Peningkatan kinerja petugas pengamanan Rumah Tahanan Negara;
3. Melakukan pendekatan secara psikologis antara petugas dengan warga binaannya sehingga para penghuni merasa dilindungi dan dihormati oleh petugas karena ia mau peduli dengan penderitaan yang sedang dialami selama di Rumah Tahanan Negara ini;
4. Melakukan penyuluhan-penyuluhan hukum.

The factors or the reason from fighting inside of the Prison or the Detention House. Over capacity condition was happen Government Detention House or socialization is one of the back up factor or real reason of fighting happening and regularity in the impairment of the government and socialization institution. The other reason or factor that can to disturb defense and is regularity and also can be any fighting occupation prisoner problem. The problem cause by ineffective occupation prisoner or to fit to the age and gender. One of the results how they'd see the problem in the impairment government detention house will be variable. So, if this situation keep going will raise negative effect, a little bit problems and the prisoner between staff detention house and then to give occasion will cause unwanted. Situation for such as like demonstration, because dissatisfactions and male prisoner to fight for justice to all the official can be treat as equal between male prisoner and female prisoner. Even thought will cause side effect fighting between each prisoner or with of the official government detention house. Beside that because of deferent factor static criminal will cause the deferent right and duties.
Many ways that can do to soft the problems in fighting government detention house East Jakarta Class II, such as:
1. Avoid over capacity, with this way the situation of surrounding will be safe and convenient, ifs because there are educating prisoner activity could prevent fighting among prisoner;
2.Improve performance staff detention house;
3.Good relationship between staff detention house and prisoner psychologically will make prisoner feel respected and comfortable;
4. Socialization legal and law system.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15073
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>