Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 68846 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hutauruk, Indah S.
"Penelitian ini berangkat dari fenomcna transeksual atau dalam bahasa awam biasa disebut dengan waria. Sebenamya transeksual itu bisa terjadi pada pria ataupun wanita Memuat penelitian, dari jumlah kasus transeksual yang ada, temyata jumlah pria transeksual Iebih banyak daripada wanita transeksual. Umumnya mereka' merasa bahwa mereka adalah wanita meskipun tubuh mereka atau sejak lahir mereka memiiiki jenis kelamin Iaki-Iaki. Untuk itu perlu adanya penelitian untuk melihat hal ini. Penelitian ini dihubungkan juga dengan tes Wartegg yang mempunyai nilai stimulus feminin dan maskulin.
Dalam penelitian ini yang berusaha ditampilkan adalah gambaran respon pria transeksual sehubungan dengan nilai stimulus pada tes Wartegg. Sebagai bahan pembanding, penelitian ini juga memberikan gambaran respon pria normal. Gambaran ini diberikan karena aspek tersebut merupakan salah satu sasaran bagi upaya menambah perbendaharaan hasil interpretasi pada tes Wartegg sehiugga akhimya dapat mengenali respon-respon pria transeksual di Jakarta. Gambaran respon yang diberikan dilihat dari urutan mercspon, keadelcuatan respon serta isi gambar. Penelitian ini hanya memberikan gambaran rcspon yang berhubungan dengan nilai-nilai feminin dan maskulin dari tes Wartegg.
Hasil studi kcpustakaan rnenunjukkan bahwa. pda transeksual mempunyai sifat-sifat yang lebih feminin dibandingkan dengan pria transeksual Untuk itu penelitian ini berusaha untuk melihat hal itu melalui media tes Wartegg.
Penelitian ini dilakukan terhadap 30 orang pria transeksual dan sebagai pembanding, 30 orang pria normal. Semua subyek berada di Jakarta Tes dilakukan secara bcrsamaan denganjumlah maksimal 5 orang setiap kali pengambilan tes.
Pada analisis didapati hasil bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam urutan merespon stimulus-stimulus feminine maupun maskulin pada pria transeksual dan pria nomial. Dari SDR, tcrlihat bahwa ada lebih banyak subyek pria transeksual yang merespon stimulus feminine secara adekuat dibandingkan dengan pria normal Namun setelah melalui uji statistik, pcrbedaan im tidak terbukti signiiikan. Sedangkan dari isi gambar (conlenl), penelitian ini hénya memberikan gambaran saja tanpa ada uji statisnk terhadap perbandingan yang ada karena kurangnya referensi yang dapat mernbagi isi gambar menjadi dua kelompok maskulin dan feminin.
Dani semua hasil penelitian ini diharapkan selanjutnya dapati dijadikan bahan pendekatan untuk membantu untuk pengembangan alat diagnostik tes Wartegg serta untuk lebih memabami serta mengenali respon-respon pria transeksual."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maharsi Anindyajati
"ABSTRAK
Seiring dengan perkembangan zaman, streotip peran gender mengalami pergeseran. Sesuatu yang semula hanya diperuntukkan bagi pria kini sudah menjadi hal yang sering dilakukan oleh wanita, begitu pula sebaliknya. Wanita mulai diperbolehkan menampilkan kemandirian dan dominasinya, sementara pria tidak lagi dilarang untuk menunjukan kehangatan dan sikap penuh pengertian. Di samping itu,
ditandai juga dengan mulai banyaknya wanita yang berkecimpung dalam bidaug politik atau menjadi tentara yang selama ini didominasi oleh pria, atau mulai banyaknya pria yang berprofesi sebagai penari dan penata rambut yang selama ini digeluti oleh kaum wanita dan identik dengan femininitas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran maskulinitas dan
femininitas pada individu yang memiliki trait berlawanan dengan stareotip peran gendernya. Subyek yang dipilih adalah pria yang memiliki profesi identik dengan femininitas, yaitu penari dan penata rambut Pertimbangan memilih subyek pria yang
sering menampilkan trait feminin bahwa pada kenyataannya masyarakat lebih menghargai kualitas maskulin dari pada feminin, sehingga jika seorang wanita berhasil dalam bidang yang biasanya dikuasai oleh pria maka ia akan mendapat penghargan
lingkungan, misalnya sebagai pilot atau politikus. Sementara belum jelas apakah hal yang sama berlaku bagi pria yang berhasil dalam aktivitas feminin.
Untuk memperoleh gambaran maskulinitas dan femininitas pada pria yang
berprofesi sebagai penari dan penata rambut, digunakan dua alat tes, yaitu Bem Sex
Role Inventory (BSRI) dan tes Wartegg. Melalui BSRI, individu akan digolongkan sesuai orientasi peran gendemya. Sementara melalui tes Wartegg, akan dilihat bagaimana subyek mengolah dan berespon terhadap stimulus maskulin dan stimulus feminin. Teknik yang digunakan adalah dengan melihat aktifitas atau kesesuaian gambar subyek dengan sifat-sifat yang terkandung di dalam stimulus tersehut
(stimuius drawing relations) Serta unltan respon subyek.
Hasil penelitian terhadap 35 subyek yang terdiri dari 13 pria berprofesi sebagai penari dart 22 pria berprofesi sebagai penata rambut menunjukkan bahwa
kebanyakan pria yang berprofesi sebagai penari dan pcnata rambut memiliki orientasi peran gender yang non gender type, yaitu androgin dan tak tergolongkan. Dalam tes
Wartegg, subyek kebanyakan menunjukkan afinitas yang lebih baik pada stimulus feminin dari pada maskulin, namun kebanyakan dari subyek tidak dapat digolonkan memiliki kecendemngan maskulin atau feminin.
Berdasarkan hasil penelitian, beberapa saran untuk penelitian selanjutnya adalah dengan memperbesar jumlah subyek, meneliti subyek dengan aktivitas feminin yang berbeda atau dengan menggunakan instrumen yang berbeda, Serta melihat mengenai kehidupan seksualitas dengan menggunakan responden yang sama namun
lebih berdasarkan homoseksualitas atau heteroseksualitasnya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T38364
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irene Gracesiana H.P.
"Melajang, baik sebagai sebuah situasi atau suatu pilihan hidup membawa pengaruh pada setiap individu baik laki-laki apalagi perempuan. Masyarakat dewasa ini masih meyakini bahwa perempuan akan memperoleh kesempurnaannya jika ia menikah, berkeluarga dan mempunyai anak. sebagian besar masyarakat juga mengharapkan bahwa perempuan dewasa sudah seharusnya menikah dan memberikan batasan usia (jam sosial) bilamana perempuan harus menikah.
Oleh karena itu apabila ada perempuan yang belum menikah pada batas usia tersebut, masyarakat masih memiliki pandangan negatif terhadap perempuan yang melajang. Turner & Helms (1994) menyatakan bahan pandangan serta tuntutan masyarakat mampu menurunkan konsep dan kepercayaan diri perempuan lajang. Belum lagi pihak keluarga yang merupakan bagian dalam masyarakat turut memberikan tekanan-tekanan pada perempuan yang bersangkutan. Oleh karena itu mau tidak mau, perempuan hams mampu menyesuaikan diri dengan keadaan dan tuntutan tersebut. Penyesuaian diri ini tentunya dipengaruhi Oleh kepribadian sang perempuan karena menyangkut bagaimana perempuan lajang menjalankan fungsi dasarnya seperti emosi, kontrol dan diri serta fungsi intelektualnya Semua fungsi ini tercakup dalam aspek yang diukur oleh Tes Wartegg.
Cakupan diagnostik dari tes Wartegg adalah menggali fungsi- dasar kepribadian seperti emosi, imajinasi, dinamika, kontrol dan fungsi realitas yang dimiliki oleh individu (Kinget, 1964). Dasar dari tes ini adalah bahwa tiap individu memiliki cara-cara yang berbeda di dalam memersepsi dan bereaksi terhadap situasi yang tidak terstruktur dan cara-cara ini merupakan pembeda bagi masing-masing kepribadian (Kinget, 1964). Tes Wartegg atau Drawing Completion Test merupakan suatu alat yang digunakan untuk evaluasi kepribadian (personality assessment). Tes ini adalah tes proyektif yang merupakan kombinasi dad teknik completions dan expressions karena telah memiliki stimu1us~stimulus yang perlu diselesaikan_ (dengan mengekspresikan suatu gambar (Lanyon & Goldstein, 1997; Nieizel & Bemstein,1987).
Sedangkan pengel-Lian Perempuan Lajang dalam penelitian ini adalah perempuan yang tidak mcnikah saat ini dan yang tidak melakukan kohabitasi (Stein dalam Levinson, 1995). Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan metode kualitatif melalui studi pustaka dan penggunaan alat tes terstandar sebagai alat yang utama (primer). Subyek dalam penelitian ini berjumlah (enam) perempuan lajang di atas 30 tahun. Tes Warlegg diadministrasikan secara individual, demikian juga dengan wawancara yang membcri koniinnasi interpretasi tes Wartegg. Tes Wartegg diinterpretasi sesuai dengan interpretasi Kinget (1964) (S-D-R., content dan execution). I-Iasil tes dianalisis dengan menggunakan metode narrative presentation dan memaparkan hasil Wartcgg dari keenam subyek penelitian secara keseluruhan tes Wartegg para Subyek, baik stimulus drawing relation, content maupun execution cukup adekuat hal ini menunjukkan bahwa secara umum enam subyek perempuan lajang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri yang cukup adekuat.
Berdasarkan interpretasi tes Wartegg, perempuan lajang dalam penelitian ini memiliki ciri kepribadian feminin (féminine personality make-up). Tiga dari enam orang memiliki fungsi emosional yang lebih menonjol dibandingkan dengan fungsi rasional-kehendak. Dua orang dengan ihngsi rasional-kehendak yang menonjol dan satu orang cenderung seimbang antara kedua fungsi tersebut. Seluruh subyek memiliki fungsi imajinasi yang diperoleh dari pengalaman sensoris, realitas nyata serta fakta-falcta yang ada. Untuk fungsi intelektual lima orang memiliki fungsi intelektual yang praktis yang tertuju pada hal-hal konkret, obyektif, aplikatif dan cenderung matter of fact. Fungsi aktivitas cenderung bervariasi antara tipe dinamis dan terkontrol yaitu tiga orang dengan fungsi aktivitas yang dinamis dan tiga orang fungsi aktivitas tipe terkontrol."
Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Safrina Dahri
"Diantara banyak teknik proyektif tes yang sering dipakai dalam pemeriksaan psikologis adalah tes Wartsg. Sebagai salah satu teknik proyektif tes Wartegg memiliki kualitas nilai sebagai alat cliagnostik dan bersifat praktis sehubungan dengan waktu yang diperlukan untuk administrasi, skoring dan interpretasi. Salah satu pertimbangan yang digunakan dalam menganalisis hasil gambar adalah dengan melihat hubungan stimulus dan gambar (stimulus drawing- relations), selain dua pertimbangan lainnya yaitu isi gambar (content) dan cara. pelaksanaan (execution). Pada dasarnya, masing-masing stimulus memiliki sifat yang berbeda sehingga penting untuk melihat kesesuaian gambar yang dihasilkan subyek dengan sifat dari stimulus itu sendiri (afinitas) Stimulus tes Wartegg dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu stimulus feminin (stimulus l,2,7, dan 8) dan stimulus maskulin (stimulus 3,4,S dan 6).
Afinitas laki-laki biasanya lebih baik terhadap stimulus yang maskulin, sedangkan afinitas perempuan biasanya Iebih baik terhadap stimulus yang feminin. Perspektif mengenai peran dan stereotipi gender tidak terlepas dzui konteks budaya. Sehingga, penelitian ini bertujuan untuk melihat atinitas laki-laki dan perempuan pada sampel penelitian di Indonesia.
Penelitian dilakukan pada mahasiswa UI, Sl reguler dengan tujuan memperoleh subyek yang memiliki kecerdasan rata-rata. Teknik yang digunakan adalah melihat kesesuaian gambar subyek clengan sifat-sifat yang terkandung didalam stimulus tersebut(stimulus-drawing relations). Uji sinifikansi clilakukan untuk melihat apakah ada perbedaan afinitas subyek laki-laki dan perempuan terhadap stimulus maskulin, dan sebaliknya terhadap stimulus yang feminin.
Hasil penelitian terhadap 62 subyek yang terdiri dad 31 subyek laki-laki dan 31 subyek perempuan menunjukkan bahwa subyek laki-laki mempunyai afinitas yang baik terhadap stimulus maskulin maupun terhadap stimulus feminine. Begitu pula sebaliknya, subyek perempuan mempunyai afinitas yang baik terhadap stimulus feminin maupun terhadap stimulus maskulin. Uji signifikansi pada l.o.s menunjukkan bahwa afinitas laki-laki dan perempuan hanya berbeda pada stimulus 2 (stimulus feminin) dan stimulus 4 (stimulus maskulin).
Berdasarkan hasil penelitian, beberapa satan untuk penelitian selanjutnya adalah menambah jumlah subyek, meneliti subyek dengan karakteristik peran gender tradisional dimana pada penelitian ini mahasiswa diasumsikan lebih memiliki peran gender yang modern dan penelitian mengenai atinitas laki-laki dan perempuan terhadap stimulus maslculin dan feminin dengan mempertimbangkan pekerjaan subyek."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sulistyawati Patricia Melati
"Dari sekian banyak tes psikologi, tes Wartegg adalah salah satu dari alat tes proyektif yang sering digtmakan dalam seleksi pegawai maupun setting klinis. Hal ini antara lain disebabkan karena tes Wartegg memiliki beberapa ketmtungan antara lain adalah waktu yang relatif singkat dalam pengadministrasian, skoring dan juga kaya dalam interpretasi. B Dalam tes Wartegg, jenis kelamin subyek memiliki arti interpretalif yang sangat penting. Hal ini disebabkan karena nilai simbolik rangsang-rangsangnya rnemiliki hubungan dengan jenis kelamin. Di dalam tes ini terdapat 4 rangsang yang disebut dengan rangsang maskulin dan 4 rangsang lainnya yang disebut dengan rangsang feminin. Dalam penelitiannya, Kinget membuktikan bahwa afinitas laki-laki lebih baik pada stimulus maskulin sedangkan aflnitas perempuan lebih baik pada stimulus feminin.
Dahii 2002, dalam penelitiannya mengenai alinitas laki-laki dan perempuan terhadap stimulus maskulin dan stimulus feminin pada tes Wartegg, mencoba membuktikan hal tersebut. Penelitian yang dilakukan dengan menyebarkan tes Wartegg kepada 62 orang mahasiswa Universitas Indonesia membuktikan bahwa baik subyek laki-laki dan subyek perempuan memiliki afinitas yang sauna baiknya terhadap stimulus feminin ,dan stimulus maskulin. Afinitas laki-laki dan perempuan pada stimulus feminin hanya berbeda pada rangsang nomor 2 sedangkan afinitas subyek laki-laki dan perempuan pada stimulus maslculin hanya berbeda pada rangsang nomor 4.
Penulis berusaha membuktikan teori Kinget ini dengan melakukan usaha replikasi dan unelitian telah dilakukan oleh Dahri. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk melihat aiinitas laki-laki dan perempuan yang berperan gender tradisional dalam menjawab stimulus feminin dan maskulin dalam tes Wartegg. Penelitian dilakukan dengan mengadministrasikan tes Wartegg kepada 2 kelompok subyek yang memiliki profesi sesuai dengan peran gender tradisionalnya yakni montir bagi laki-laki dan baby sitter bagi perempuan.
Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis menunjukan bahwa laki-lalci dan perempuan yang memiliki pekerjaan sesuai dengan peran gender tradisionalnya memiliki afinitas yang kurang lebih sama baiknya pada stimulus nomor l,2, 5 dan stimulus nomor 6. Afinitas laki-laki dan perempuan terhadap stimulus Wartegg ditemukan menunjukkan perbedaan yang signiikan pada stimulus no 3,4,7 dan 8. Pada stimulus nomor 3 dan 4 yang merupakan stimulus maskulin, jumlah laki-laki yang beraiinitas terhadap stimulus ini secara sitnifikan lebih banyak dihandingkan dengan perempuan. Sedangkan pada stimulus nomor 7 dan 8 yang merupakan stimulus feminin, jumlah perempuan yang beraktvitas terhadap stimulus ini secara signifikan lebih banyak dibandingkan dengan subyek laki-laki. Untuk dapat mempertajam hasil penelitian ini masih dibutuhkan penelitian-penelitian lanjutan di masa yang akan datang."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Benedictine Widyasinta
"Sebagai alat diagnosis kepribadian, tes Wartegg sudah banyak digunakan di Indonesia Walaupun demikian tidak banyak penelitian dilakukan untuk melihat Akurasinya. Pentingnya masalah ini mengingay kritik yang dilontarkan terhadapnya. Padahal tes Wartegg sebagai tes gambar memiliki nilaio diagosis yang baik Penelitian ini akan dibatasi pada nilai diagnosis tes Wartegg untuk gejala menarik Alasannya individu menaxik ciiri akan mengalami kesulitan dalazrn berinteraksi dengan lingkungan sosial sekitarnya.
Menarik diri merupakan fenomena yang bervariasi, baik dilihat dari pengertian, bentuk, serta intensitasnya. Diantara sekian banyak variasi yang ada, peneliti meneoba mengacu definisi Schneider (1964) yang cukup mendasar dan dapat menealcup variasi tersebut. Gejala menarik cliri dalam peneljtian ini diartikan sebagai tendensi untuk bereaksi melarikan diri dari tuntutan, tekanan, ancaman, atau frustrasi yang dialami ketika berinteraksi bersama manusia lain di lingkungannya, yang ditandai oleh empat ciri utama, yakni: (1) keterbatasan kontak sosial, (2) keterbatasan kontak realitas, (3) keterbatasan afek, serta (4) keeemasan. Keempat ciri utama dan rnendasar ini dapat bergradasi dari sanat ringan (normal) hingga berat (abnormal) serta muncul dalam berbagai bentuk gcjala menarik diri yang ada (misalnya psikosis; depresi; ketergantungan za! psikoaktif; gangguan atau gaya kepribadian avoidanl, schrkoii schizogypal).
Homey (1951) menggunakan islilah moving away from peopfe untuk menjelaskan fenomena menarik diri, yang cliartikan sebagai tendensi untuk selalu berrelasi dengan manusia lain karena takut bahwa relasi tersebut akan membangkitkan perasaan dan hasrat yang akhirnya dapat menimbulkan Huslrasi dan konflik. Gejala menarik diri seperti diskripsi Hommey ini memperlihatkan orang yang takut berperan serta dalam kehidupan bersama manusia Iain. Gejala ini serupa dengan yang pernah disebutkan Tillich (1951) sebagai akibat dari lack courage to be as a part.
Seseorang menarik cliri dnri relasi interpersonal kanena kurang memiliki kebencian dan kemauan untuk menjadi bagian dmi kebersamaanyang lebih luas. Alasannya adalah ketika seseorang menyatakan kesediaannya menjadi bagian dmi sesuam maka konsekuensinya adalah orang itu harus siap tnmpil sebagai individu dengan segala keunikarmya, juga merelakail sebagian dari individualitasnya unmk lebur dalam kebersamaan itu. Jika seseorang menyadari bahwa ia belum mengembangkan identitas dirinya secara kokoh dan jelas maka orang itu juga akan merasa takut betada dalam kebersamaan. Kesadaran mengenai identitas diri merupakzm hal yang penting bagi seseorang untuk berpartisipasi dalam kebetsamaan- Jika identitas diri seseorang belum jelas dengan sendirinya ia juga tidak tahu bagaimana menghadirkan dirinya dalam kebersamaan itu. Jadi dapat disimpulkan bahwa menaztik diri seperti yang didieskripsikan Harney atau yang oleh Tillich disebut sebagai lack of courage to be as a part, pada dasarnya bersumber dari kesadaran akan krisis identitas.
Akhirnya kembali pada tujuan penelitian untuk melihat nilai diagnosis tes Wartegg terhadap gejala menarik diri, maka peneliti bermaksud melihat apakah subyek dengan gejala menarik diri secara diferensiatif akan menampilkan profil tertentu dalam tes Wartegg, dibandingkan dengan subyek tampa gejala menarik diri. Jika dalam penelitian ini ditemukan ada proiil ten tu untuk gejala menarik diri dan secara diferensiatif membedakan dari subyek non menarik diri, maka ada profil tersebut dapat dijelaskan oleh konsep yang dikemukakan oleh Homey dan Tillich.
Dengan latarbelakang seperti yang diuraikan diatas, maka secam umum permasalahan dalam penelitian ini adalah mengenai: Bagaimakah tes Wartegg dapat berfungsi sebagai alat diagnosis unruk gejala menarik. Permasalahan tersebut diatas dijawab rnelalui pendekatan kua1itatif§ dengan menggunakan dokumen kasus sebagai datas sekunder. Pengambilan sampel dilakukan secara non probabilita dengan teknik insidental sampling. Dengan demikian basil penelitian ini terbatas hanya berlaku untuk sampel yang diteliti.
Hasil penelitian menunjukkan: tm Wartegg dapat berfungsi sebagai diagnosis gejala menarik diri. Secara Iebih rinci hasilnya adalah sebagai berikut:
1. Pada subyek menarik diri adalah, untuk (1) aspek keterbatasan kontak sosial, menonjol dan relatif konsisten diwakili oleh indikator absence or scan! of animate ature, isolation, emptiness, disusul soft intensity+poor form Ievei serta dominant straight lines; (2) aspek keterbatasan kontak realitas diwakili indikator isolation; (3) aspek keterbatasan afek diwakili oleh absence or scan of animate nature, isolation, serta empxiness; (4) aspek kecemasan diwakili oleh indikator reinforcement serta small drawings.
2. Secara diferensiatif tes Wartegg dapat membedakan subyek penelitian menarik diri dari subyek penelitian nun menarik. Jika dalam penelitian ini pada basil tes Wartegg ditemukan indikator empiiness bukan jizii covering; isolation bukan conleri; constriction bukan expansion; sofi imensity+poor form level bukan moderate to strong intensity; dominan sir-aight lines bukan dominant curved; maka kenlungkinan besar subyek bertenden menarik.
3. Ditemukan ada kesesuaian antara hasil tes Wartegg dengan hasil wawancara untuk gejala menarik"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Dhamayanti
"Perasaan diri kita sebagai pria atau wanita yang sering disebut dengan gender identity atau identitas gender, sudah muncul sejak kita masih kecil (Rathus, Newid, & Rathus, 1993:15). Pada kenyataannya ada beberapa orang, yang lebih sering terjadi pada pria merasa mereka adalah bagian dari jenis kelamin sebaliknya. Penyimpangan ini disebut sebagai transeksual (Davison & Neale, 1996). Para transeksual ini di Indonesia terkenal dengan sebutan waria (Atmojo, 1986). Para transeksual ini merasa bahwa mereka adalah wanita rneskipun tubuh dan jenis kelamin mereka laki-laki sejak lahir. Kondisi fisik yang berbeda dengan kondisi psikis/kejiwaan menyebabkan mereka mengalami hambatan dalam pendefmisian diri (Kalau Evi, 2002). Berdasarkan penelitian Marone, dll (1998) menyatakan bahwa para pria transeksual mengalami hambatan dalam mempersepsikan body imagenya. Untuk melihat adanya hambatan itu, maka alat tes yang akan digunakan adalah tes Draw A Person (DAP).
DAP merupakan tes dengan tehnik proyeksi dimana tubuh manusia dalam tes DAP dipandang sebagai media ekspresi diri dan dengan menggambar orang terjadi proyeksi pada body imagenya, yang didalamnya terekspresikan kebutuhan dan konflik pada tubuh (Macho-ver,I978). DAP memiliki cara interpretasi yang dibagi dalam dan bagian yaitu, aspek struktural dan formal serta aspek isi. Aspek struktural dan formal dlkatakan sebagai aspek yang lebih rendah kemungkinan mengalami variabilitas daripada aspek isi (Machover,1978).
Berdasarkan hal diatas maka permasalahan yang diangkat dari penelitian ini adalah adakah perbedaan aspek struktural dan formal DAP pada pria transeksual dan pria normal? Dimana tujuan dari peneltian ini adalah mengetahui perbedaan aspek struktural dan formal dari DAP pada pria transeksual dan pria normal.
Penelitian ini menggunakan dua kelompok subyek, pada transeksual dan pria normal. Kelompok pembanding dipilih pria normal lrarena pria transeksual merasa terjebak di dalam jenis kelamin pria (menurut Russell’s, 1977 dalam Janice, 1979). Subyek yang diambil sebanyak 30 orang untuk masing-masing kelompok, dengan usia antara 20-30 tahun. Hal ini dikarenakan usia 20-30 tahun termasuk dalam usia dewasa awal. Dimana pada usia tersebut sudah melewati masa remaja dan diharapkan sudah memiliki konsep diri yang relatif stabil dan telah mencapai puncak perkembangan intelektual (Hurlock, dalam Oriza, 2002). Sehingga hasil tes DAPnya tidak lagi dipengaruhi oleh faktor perkembangan Tehnik pengambilan sampel yang digunakan adalah incidental sampling. Alat penelitiannya yaitu tes DAP, skala rating, yaitu skala penilaian aspek formal dan struktural dari tes DAP, dan lembar penyerta. Data penelitian ini diolah dengan menggunakan t-test.
Hasil penelitian ini adalah ada perbedaan aspek struktural dan formal yang signifikan dari DAP pada pria normal dan pda transeksual. Dimana aspek struktural dan formal yang menunjukan adanya perhedaan yaitu pada aspek ukuran gambar, gerakan, simetri, garis tengah, letak (kiri-kanan),sikap berdiri (melayang-mantap), sikap berdiri (tertutup-terbuka), bentuk garis, tarikan garis, tekanan garis, bayangan, perspektif, detail, distorsi, dan hapusan. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Machover (1978) dan penelitian dan Hawari (1997), Marone (1998), serta Atmojo (1986), yang menunjukkan bahwa dalam diri pria transeksual terdapat perasaan inferior, perasaan anxiety, kecenderungan introvert, tertutup, dan menarik diri dari lingkungan sekitarnya. Selain itu, berdasarkan analisa kualitatif ditemukan hasil bahwa pria transeksual mengalami l-cesulitan dalam identitas tubuh (body image), khususnya identitas yang terdapat pada wanita yang harus dimilikinya, seperti buah dada, pinggul, betis dan alat kelamin. Hal ini sesuai dengan dengan penelitian Marone, dkk (1998) bahwa pria transeksual mengalami hambatan dalam mempersepsikan.. Selain itu dari lembar penyerta bahwa aktivitas, pekerjaan, dan hobi dari tokoh yang dibuat oleh pda transeksual menunjukkan kegiatan yang pada umumnya dilakukan oleh perempuan. Hal ini sesuai dengan yang diutarakan oleh Rathus, Nevid dan Rathus (1993) bahwa pria transeksual semenjak kecil lebih menyukai permainan perempuan., seperti boneka dibandingkan dengan permainan laki-laki.
Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian diatas, maka saran yang dapat diberikan adalah: mengambil lebih banyak sampel, untuk mendapatkan perbedaan yang lebih akurat dan dapat cligeneralisasi kepada subyek di luar sampel penelitian. Penelitian selanjutnya akan lebih baik bila juga membandingl-can autara tes DAP pada pria transeksual dan wanita. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh pemahaman yang lebih dalam mengenai konflik identitas seksual yang dialami oleh pria transeksual. Selain itu penelitian selanjutnya juga akan lebih baik bila tidak hanya menganalisa aspek struktural dan formal, tetapi juga aspek isi. Agar diperoleh gambaran yang lebih utuh mengenai hasil DAP pada pria transeksual."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T38499
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sali Rahadi Asih
"Kanker payudara menempati salah satu urutan teratas penyakit yang membahayakan jiwa manusia. Penanganan utama kanker payudara dilakukan melalui operasi pengangkatan payudara, atau maslektomi. Wanita mastektomi mengalami berbagai macam fenomena yang, mempengaruhi kondisi fisiologis dan psikologis. Adapun kondisi Esiologis berkaitan dengan rangkaian penanganan dan efek samping obat. Kondisi psikologis berkaitan dengan penyakit kanker, efek pengangkatan payudara dan hubungan sosial. Berbagai fenomena diatas menimbulkan berbagai dinamika emosi,kecemasan, pikiran dan konflik yang berpengaruh terhadap penyesuaian diri. Oleh karena itu informasi mengenai dinamika diatas perlu diketahui untuk membantu proses penyesuaian diri wanita mastektomi. Dalam ilmu Psikologi terdapat berbagai macam tes, salah satunya adalah thematic Apperception Test (TAT) yang merupakan tes proyektif Tes ini memiliki stimulus berupa gambar dan memunculkan respon yang bervariasi pada tiap individu. Tujuan tes ini mengungkap dorongan-dorongan dominan, emosi-emosi, sentimen-setimen, kompleks serta konilfik yang bersifat tidak kentara dan termenifestasi dalam hubungan interpersonal individu. Pemberian TAT pada wanita mastektomi bertujuan mengungkap berbagai pikiran dan perasaan yang terhambat karena tidak mau diakui ataupun tidak dapat diakui karena tidak dlsadari. Hasil yang didapatkan dari TAT digunakan untuk membantu wanita mastektomi untuk lebih memahami diri mereka sehingga membantu dalam proses penyesuaian diri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran respon TAT pada wanita maslektomi, persepsi wanita mastektomi mengenai imej ketubuhan, hubungan seksual/suami-istri dan fenomena kematian. Anammesa digunakan sebagai informasi mengenai persepsi subyek yang bersedia diungkap. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif, menggunakan data primer berupa anamnesa subyek dan respon-respon yang diperoleh dari TAT. Jumlah subyek yang digunakan dalam penelitian adalah lima orang wanita mastektomi. Hasil penelilian menunjukkan bahwa TAT dapat mengungkap dinamika pikiran dan perasaan yang lebih kaya dibandingkan anamnesa subyek. Persepsi subyek mengenai imej ketubuhan adalah merasa diri tidak lengkap tidak percaya diri dengan tubuhnya dan rasa iri terhadap wanita lain yang benasib berbeda Ada kekhawatiran akibat kehilangan bagian tubuh vital yang, berkaitan dengan pembentukan citra diri mereka sebagai seorang perempuan. Persepsi subyek mengenai hubungan seksual/suami adalah merasa tidak berdaya, merasa cemas dan merasa bersalah akibat ketidakmampuan mereka sebagai partner dalam hubungan seksual. Subagian besar subyek beranggapan bahwa mereka memiliki kontribusi timbulnya masalah dalam hubungan perkawinan. Persepsi obyek mengenai fenomena kematian adalah perasaan cemas yang mendalam menghadapi kematian. Rasa bingung dan ketakutan timbul akibat adanya penolakan diri terhadap kematian itu sendiri yang setiap saat bisa datang. Dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan, hambatan yang dialami oleh subyek karena adanya perasaan tegang dan cemas, ketidakberdayaan, kebingungan dalam hidup, serta memsakan ketidakpastian. Selain itu keinginan diri untuk keluar dari masalah namun merasa diri tidak berdaya menjadi konflik yang terus timbul dalam diri mereka."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T38386
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Clara Handayani
"Menurut Bellak (1993), fungsi utama TAT adalah untuk mengungkapkan dinamika kepribadian dan kaitannya dengan fungsi ego. Pendekatan menggunakan tes ini didasarkan pada metode yang sifatnya idiograflk, dimana individu dilihat sebagai mahluk yang unik. Respons individu setelah diinterpretasikan, dapat mengungkapkan kepribadian individu yang sifatnya lebih dinamis, dau dipahami dalam situasi sosial atau dalam hubungan interpersonal. Murray (dalam Bellak,1994) menyatakan bahwa setiap kartu TAT dapat dianggap sebagai cerminan kehidupan sosial seseorang, sehingga perilaku apapun yang muncul akan rnenoerminkan kepribadian individu. Berdasarkan uraian-uraian di atas mal-ra akan dilakukan penelitian untuk melihat gambaran TAT pada ibu rumah tangga.
Pekerjaan perempuan sebagai ibu rumah tangga merupakan faktor pekerjaan yang memilikzi tekanan psikologis yang. Selain itu, panjangnya jam kerja yang dimiliki oleh ibu rumah tangga dihandingkan dengan pekerjaan di luar rumah, membuat tekanan yang dialami oleh ibu rumah tangga setiap harinya lebih tinggi dibandingkan dengan tekanan yang dialami oleh suaminya yang bekerja di luar rumah. Karakteristik pekemjaan ibu rumah tangga ini akan mempengaruhi pola pikir dan cara seseorang memandang dunianya Kemampuan TAT untuk melihat garnbaran unik individu dari situasi kehidupan sosialnya, membuat tes ini dipilih sebagai alat untuk mendapatkan gambaran ibu rumah tangga tersebut.
Penelitian ini akan menggunakan pendekatan kuantitatif, terhadap 30 orang ibu rumah tangga yang suclah lama menjalani pekeljaannya atau minimal 5 tahrm, serta tidak memilikj pekeljaan lain di luar rumah. Dengan harapan, mereka sudah lebih rnenghayati peran dan pekeljaannya sebagai seorang ibu rumah tangga, sehingga gambaran yang diperoleh pun lebih khas menggambarkan karakteristik-karakteristik tertentu dari seorang ibu rumah tangga.
Hasil penelitian ini adalah struktur dan dorongan tak sadar yang dimiliki oleh sebagian besar subyek adalah kebutuhan untuk memberikan perhatian dan kasih sayang kepada keluarga Subyek menggambarkan dirinya sebagai seseorang yang selalu dibutuhkan keluarganya ketika keluarganya mendapatkan masalah, memberikan dukungan kepada keluarganya, danjuga orang yang harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarganya, terutama kebutuhan keluarga akan kasih sayang. Subyek melihat lingkungannya sebagai lingkungan yang kurang membexikan dukungan, serta adanya perasaan kesepian, dan kesendirian. Subyek melihat dirinya sebagai isteri yang harus memberikan dukungan, menyayangi, dan menghormati suaminya. Subyek melihat isteri sebagai seseorang yang membutuhkan kasih sayang dari pasangannya dan patuh pada pasangannya.
Subyek juga bertugas memberikan bimbingan dan menyayangi anaknya. Konflik yang dialami oleh subyek adalah konflik antara keinginan subyek untuk melakukan sesuatu untuk keluarga dengan ketidakmampuannya dan hambatan dari lingkungan. Subyek merasa cemas akan ketidakberdayaannya dalam menghadapi kehidupan dan masalah yang dialami karena keterbatasannya Selain itu subyek juga merasakan kecemasan akan kehilangan cinta, terutama kehilangan cinta dari pasangan dan anak-anaknya, atau kehilangan cinta dari keluarganya. Untuk mengatasi masalahnya subyek lebih memilih bentuk repressi Tidak diperoleh gambaran struktur superego yang jelas, walaupun terdapat gambaran superego yang memberikan hukuman atas kejahatan atau kesalahan yang dibuat. Subyek tidak adekuat dalam menghadapi masalah-masalahnya Subyek cenderung pasrah dan lebih banyak merenungkan keadaannya daripada berusaha mencari pemecahan atas masalah yang dihadapinya.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan bagi program-program pengembangan kepribadjan atau program-program peningkatan kesehatan mental bagi para ibu rumah tangga dan berguna bagi konseling-konseling perkawinan Ibu rumah tangga juga disarankan untuk lebih banyak meluangkan waktu untuk dirinya. Perlu dilakukan penelitian lanjutan yang bersifat kualitatif untuk rnenggali lebih dalam lagi dan mendapatkan gambaran yang lebih utuh tentang kehidupan ibu rumah tangga dan gambaran kepribadiannya, Serta mernbedakan antara konflik interpersonal dengan konflik intrapersonal yang dialami oleh ibu rumah tangga Selain itu juga perlu dilakukan adaptasi atau penyesuaian gambar-gambar pada kartu-kartu TAT, misalnya gambar orang yang penampilan fisiknya lebih menyerupai orang Indonesia. Sehingga subyek atau orang yang diberikan TAT dapat lebih bisa memproyeksikan dirinya lewat tokoh-tokoh yang dinilainya lebih mirip dengan dirinya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T38036
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurmala Febriani
2010
S3690
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>