Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 162587 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Luh Surini Yulia Savitri
"Pada usia 7 bulan hingga 3 tahun, kecemasan berpisah (separation anxiety) dengan orang yang signifikan dalam hidup anak merupakan suatu hal yang norma1
Apabila kecemasan tersebut menjadi berlebihan, tetap berlanjut di atas usia 3 tahun, dan mengganggu kegiatan sehari-hari maka anak dapat didiagnosis mengalami gangguan
kecemasan akan perpisahan (separation anxiety dirorder). Separation Anxiety Divorder
paling umum dialami oleh anak usia 6-11 lahun (middle childhood) (DSM-IV-TR 2000 dan Papalia, 2002).
Anak dengan Separation Anxiety Disorder selalu merasa tidak nyaman dengan ketidakberadaan orang yang signifikan di sisinya. Pada umumnya, anak yang mengalami
Separation Anxiety Disorder berasal dari keluarga yang memiliki hubungan yang sangat erat. Perpisahannya dengan lingkungan rumah akan otangtua membuat anak tersebut menarik diri dari lingkungan sosial, apatis, merasa sedih, atau tidak dapat berkonsentrasi
dengan permainan dan pekerjaannya (Mash & Wolfe, 1999; DSM-IV-TR,2000;
http/www.klis.com/chandler/pamphlet/panic/panicparpph1et.hltm.http//merck.com/mrkshared/mmanual.home2/sec23/ch2861.isp)
Anak yang mengalami Separation Anxiety Disorder, pada Umumnya, merasa
dirinya tidak dicintai oleh orang lain dan ingin mati. Mereka juga memiliki kemarahan dan agresivitas terhadap orang-orang atau keadaan yang membuatnya berpisah dengan
orang yang signifikan. Anak yang mengalami Separation Anxiety Divorder sering digambarkan sebagai anak yang pcnuntut dan terus menerus membutuhkan perharian dari orang lain.
Peristiwa atau perubahan yang muncul secara tiba-tiba pada diri anak merupakan
Salah Satu penyebab terjadinya Separation Anxiety Disorder (Mash & Wolfe,1999). Hal lain yang dapat mengembangkan perasaan cemas akan perpisahan ini adalah pengasuhan
orangtua yang overprotektif menuntut, serta orangtua yang depresi dan panik berlebihan
(htrp://www.emidencine.com/ped/topik2657.hLm)
Perasaan cemas, kebutuhan, dan sikap terhadap orang lain merupakan bagian dari dunia dalam pada diri anak (inner world). Anak yang mengalami Separation Anxiety
Disorder memiliki perasaan-perasaan dan sikap terhadap orang yang
signifikan Pada penelitian ini, peneliti ingin melihar dumia dalam djri anak (inner world), khususnya
melihat perasaan dan sikap anak yang mengalami Separation Anxiety Disorder dengan orang yang signifikan. Selain itu, peneliti juga ingin melihat perasaaan anak yang
mengalami Sepamtion Anxiety Disorder mengenai dirinya sendiri.
Dari tes-tes psikologi yang ada, peneliti merasa bahwa tes House-Tree-Permn
merupakan alat tes yang mendukung tujuan pcnelitian ini. Pada tes
House-Tree-Person,anak dimita untuk menggambar rumah, pohon, dan orang dalam selembar kertas.Tes
House-Tree-Person merupakan tes proyeksi yang dapat menggambarkan bagaimana perasaan dan sikap anak mengenai orang-orang yang signifikan bagi dirinya serta
bagaimana perasaan mengenai dirinya sendiri (Mamat, 1984).
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan harapan akan memperoleh gambaran tes
HTP pada anak-anak yang mengalami Separation Anxiety Disoder Untuk menunjang analisis, peneliti juga menulis mengenai latar belakang anak yang
Pendekatan yang dipilih adalah pendekatan kualitatif dengan menggunakan dam sekunder
atau data yang sudah tersedia di Klinik Anak Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
Dari hasil penelitian, gambaran sikap dan perasaan anak yang mengalami
separation anxiety disorder terhadap orangtua adalah tiga anak memiliki hubungan yang dekat dan hangat dengan ibu, dua anak merasa ibu memiliki peranan ymg penting bagi
mereka, dua anak merasa ibu mampu membuka diri dan berkomunikasi dengan baik, 2 anak lainnya merasa ibu tidak mampu herkomunikasi dengan baik, satu anak bersikap
protektif pada ibu, satu anak merasa memiliki hubungan yang dekat dengan ayah sedangkan 3 anak meras tidak dekat dengan ayah, dan terdapat 1 anak yang meniadakan keberadaan ayah.
Gambaran perasaan anak yang mengalami separation anxiety disorder terhadap dirinya adalah satu anak merasa cemas serta 1 anak merasa tidak aman, curiga, marah,
dan berhaLi-hati dengan lingkungan, satu anak merasa kurang percaya diri dan 1 anak tidak mau membuka diri terhadap orang lain, dua anak merasa tergantung pada ibu, dan
dua anak membutuhkan perhatian dan kehangatan dari lingkungannya"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T38792
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Farida Tantiani
"Oppositional Defiant Disorder (ODD) digambarkan sebagai perilaku anak yang melawan permintaan, arahan, serta larangan orang dewasa (Wenar, 1994). Pola perilaku ini berlangsung terus menerus (minimal 6 bulan) dan berlangsung pada taraf yang tidak sesuai dengan tingkat usia dan taraf perkembangan anak. (APA, 2000). Manifestasi dari gangguan ini lebih terlihat dalam lingkungan rumah atau sekolah. Karakteristik ODD biasanya tampak pada interaksi antara anak dan orang dewasa, terutama orangtuanya, atau teman-teman yang mereka kenal dengan baik. Ibu anak ODD digambarkan sebagai ibu yang terlalu memiliki kontrol dan agresif sedangkan ayah digambarkan sebagai seseorang yang pasif dan tidak memiliki hubungan emosional yang dekat. Penelitian-pcnelitian obyektif juga menunjukkan bahwa ibu-ibu ini lebih negatif dan penuh kritik terhadap sang anak dibandingkan dengan ibu anak-anak normal. Mereka juga menampilkan perilaku yang lebih mengancam, marah serta penuntut.
House-Tree-Person test (I-ITP) adalah tes proyeksi dengan teknik menggambar yang merupakan refleksi individu akan sikap atau perasaannya terhadap orang yang signiiikan dalam hidupnya; atau perasaan yang ditujukan terhadap dirinya. Pada HTP, individu diminta untuk menggambar rumah, pohon dan orang. Untuk beberapa individu, gambar rumah merefleksikan hubungan mereka dengan ibu, gambar pohon merefleksikan perasaan mereka terhadap ayah, dan gambar orang merefieksikan perasaan mereka terhadap diri mereka sendiri. Posisi gambar orang menggambarkan kedekatan individu tersebut dengan Salah satu orangtuanya seclangkan ukuran tiap gambar juga menunjukkan dominasi masing-masing tokoh (ayah, ibu, atau individu sendiri) (Marnat, 1934).
Diharapkan dengan menganalisis hasil gambar HTP anak-anak yang didiagnosis ODD dapat diketahui gambaran mengenai hubungan antam orangtua dan anak ODD. Hal ilu mengingat perilaku oposisional berhubungan dengan orang-orang yang signitikan dalam kehidupan anak, terutama Orangtua. Penelitian ini bersifat deskriptif, dengan pendekatan kualitatif, yaitu menggunakan data yang sudah tersedia di Klinik Bimbingan Anak F. Psi UI. Subjek penelitian ini berjumlah 5 orang yang didiagnosis ODD dan berusia antara 6-11 tahun.
Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa dalarn memandang hubungannya dengan orangtua, empat subjek merasa lebih dekat dengan ibu sedangkan satu subjek lainnya merasa lebih dekat dengan ayah. Selain itu, empat subjek memsa bahwa ibu kurang berkomunikasi dan kurang membuka diri sedangkan satu subjek merasa bahwa ibu mau membuka komunikasi walaupun banyak aturan yang diterapkan.
Penelitian ini menggunakan data sekunder. Kelemahan dari data sekunder adalah adrninistrasi tes HTP tidak diketahui dengau jelas sehingga peneliti tidak mengetahui secara pasti proses pengarnbilan tes. Untuk lebih memperkaya pengetahuan mengenai penggunaan tes HTP dan masalah ODD, penelitian selanjutnya disarankan menggunakan data primer."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T38507
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Setyawati
"Autistic disorder gangguan yang parah dalam perkembangan, dan ditandai oleh adanya abnormalitas dalam fungsi-fungsi sosial, bahasa dan komunikasi, serta adanya tingkah laku dan minat yang tidak biasa (Trevarthen, Aitken, Papoucli & Robarts, 1998; Mash & Wolfe, 1999; Saltler, 2002). Autism disebabkan karena adanya gangguan kompleks dalam perkembangan otak, dimulai sejak masa prenatal, dan kemudian mempengaruhi berbagai aspek perkembangan dan belajar secara drastis pada akhir masa infancy, yaitu pada pada saat kemampuan bahasa mulai berkembang. Frekuensi atau jumlah penderita autisme di Indonesia tahun-tahun terakhir ini sudah meningkat dan menarik perhatian berbagai kalangan.
Salah satu karakteristik utama dari anak penyandang autisma ringan adalah mengalami hambatan dalam melakukan interaksi sosial. Mereka tidak mempunyai minat dalam interaksi dengan orang lain, dan perilaku sosial mereka cenderung aneh dan tidak adaptif. Anak penyandang autisma ringan juga tidak mampu untuk menggunakan bahasa untuk tujuan sosial atau hubungan interpersonal. Walaupun demikian, beberapa ahli mengatakan bahwa anak penyandang autisma ringan sebenarnya dapat menunjukkan afeksi dan kedekatan yang sifatnya hangat dengan orangtua pengasuh atau orang yang dekat dengan mereka (Cohen & Volkmar, 1997; Trevarthen et al, 1998).
Hal tersebut di atas menimbulkan pertanyaan dalam diri penulis mengenai hubungan interpersonal dari anak penyandang autisma ringan, lebih khususnya adalah bagaimana anak penyandang autisma ringan memandang dirinya dalam berhubungan dengan orang lain dan bagaimana sikap Serta pandangannya terhadap orangtua. Untuk mengetahui hal tersebut secara langsung dari anak penyandang autisma ringan tentu saja sangat sulit karena keterbatasan mereka dalam berkomunikasi. Sehingga dalam Tugas Akhir ini digunakan metode proyeksi untuk mengetahui gambaran dari hubungan interpersonal anak penyandang autisma ringan. Metode proyeksi yang cocok digunakan untuk anak yang mengalami hambatan dalam kornunikasi verbal adalah tes gambar. Dua tes gambar yang digunakan dalam Tugas Akhir ini adalah Human Figure Drawings (HFDS) dan House-Tree-Person (HTF).
Untuk melengkapi dan sebagai data penunjang dalam Tugas Akhir ini, penulis melakukan wawancara terhadap orangtua atau pengasuh. Dari hasil interpretasi yang dilakukan terhadap hasil tes HFDS dan HTP kedua subjek ditemukan bahwa keduanya memiliki hambatan dalam hubungan interpersonal. Mereka cenderung menarik diri dan memiliki minat yang terbatas dalam melakukan interaksi dengan orang lain, terutama teman dan orang asing. Namun, kemampuan subjek 1 dalam berhubungan dengan orang lain lebih berkembang daripada subjek 2, Terhadap orangtua, kedua subjek memiliki persamaan dalam sikap dan pandangan mereka terhadap orangtua. Keduanya memandang ibu sebagai figur yang penting dan dekat dengan diri mereka. Perbedaan antara kedua subjek terletak pada pandangan mereka mengenai peranan ibu (dominan atau tidak) dan komunikasi yang terjalin antara kedua subjek dan ibu. Perbedaan antara kedua subjek seperti yang telah disebutkan di atas dimungkinkan oleh karena beberapa faktor, antara lain, usia yang berbeda antara kedua subjek, pendidikan dan terapi yang telah diperoleh, kesempatan dalarn berinteraksi dengan orang lain, dan faktor pola pengasuhan ibu."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T38392
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erlis Kurniasari
"Kecemasan merupakan fenomena yang sering dilaporkan dan terjadi pada anak sebelum anak menjalani tindakan operasi di rumah sakit. Kecemasan pada anak berdampak pada psikologis anak sampai pada penolakan tindakan operasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kecemasan sebelum operasi pada anak usia sekolah dan remaja di kamar operasi urologi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta Pusat. Desain cross sectional, dengan sampel 86 responden melalui proporsional stratified random sampling. Analisa menggunakan Chi-Square dan Independen T-test. Hasil menunjukkan tingkat kecemasan sedang dialami oleh 54,7% responden. Kesimpulan bahwa Tingkat kecemasan yang dialami anak usia sekolah dan remaja di kamar operasi urologi cukup tinggi dengan cemas sedang. Terdapat hubungan yang signifikan antara karakteristik anak pada penelitian ini yaitu usia, pengalaman dioperasi sebelumnya, kehadiran keluarga, waktu tunggu pasien sebelum operasi dengan tingkat kecemasan sebelum operasi. Sedangkan tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara jenis kelamin anak dengan kecemasan anak sebelum operasi. Penelitian ini merekomendasikan penurunan waktu tunggu pasien sebelum operasi sebagai salah satu intervensi persiapan operasi.

Anxiety is a phenomenon that is often reported and occurs in children before the child underwent surgery in the hospital. Anxiety in children has psychological effects on children to the refusal of surgery. This study aims to analyze the factors associated with preoperative anxiety in school-age children and adolescents in the urology operating
room of RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Central Jakarta. Cross sectional design, with a sample of 86 respondents with each sample consisting of 43 respondents of school age children and 43 teenage respondents through proportional stratified random sampling. Analysis using Chi square and Independent T-test. The results show that anxiety level is being experienced by 54.7% of respondents. The conclusion that the level of anxiety experienced by school-age children and adolescents in the urology operating room is quite high with moderate anxiety. There is a significant relationship between the characteristics of children in this study, namely age, previous surgery experience, family presence, patient waiting time before surgery with anxiety levels before surgery. While not found a significant relationship between the sex of the child with child anxiety before surgery. This study recommends reduction in patient waiting time as an operative preparation intervention.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitria Amaliyah
"Anak usia sekolah rentan mengalami kecemasan diakibatkan karena kurangnya kehadiran orang tua dalam mendampingi anaknya dalam tahap tumbuh kembangnya termasuk dalam masa sekolahnya. Hal ini semakin parah akibat adanya situasi pandami COVID-19 yang menyebabkan semua anak usia sekolah harus melakukan segala kegiatan pembelajaran melalui daring atau pembelajaran jarak jauh (PJJ). Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan pendampingan orang tua dengan kecemasan kecemasan anak usia sekolah pada pembelajaran jarak jauh selama pandemi COVID-19 di kota Depok. Desain penelitian yang digunakan adalah metode cross-sectional yang dilakukan pada anak usia sekolah berusia 9-12 tahun di SD Negeri Depok Jaya 1 sebanyak 333 sampel yang dipilih menggunakan purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan pendampingan orang tua dengan kecemasan anak usia sekolah pada pembelajaran jarak jauh selama pandemi COVID-19 Di Depok. Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pelayanan kesehatan jiwa melalui skrining kesehatan mental secara berkala dan mengadakan penyuluhan mengenai peran pendampingan orang terhadap kecemasan anak.

School-aged children are susceptible to experiencing anxiety caused by the limited presence of parents in accompanying their children in their growth and development stages, including during their school years. It has deteriorated due to the COVID-19 pandemic situation which has caused all school-aged children to carry out all learning activities online or through distance learning (PJJ). The study aimed to determine the relationship between parents’ assistance and school-aged childrens’ anxiety in distance learning during the COVID-19 pandemic in Depok City. This research used a cross-sectional method. The samples weref 333 school-aged children aged 9-12 years at SD Negeri Depok Jaya 1 which was selected using purposive sampling. The results showed a positive relationship between parents’ assistance and school-aged children’s anxiety in distance learning during the COVID-19 pandemic in Depok City. The results of this study are expected to improve mental health services through periodic mental health screening and conduct counselling regarding the role of parents’ assistance towards school-aged children’s anxiety."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Tingkat kecemasan merupakan salah satu variasi respon yang, muncul pada anak saat
menghadapi sirkumsisi. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan gambaran tingkat
kecemasan anak dalam menghadapi sirkumsisi. Desain pada penelitian ini adalah
deskriptif sederhana. Sampel diambil dengan metode purposif sampling dan melibatkan
26 anak yang berusia 6-13 tahun. lnstrumen penelitian yang digunakan adalah kuisioner
yang, memuat data demografi umur dan pertanyaan yang digunakan untuk mengetahui
tingkat kecemasan responden. Pengumpulan data dilakukan tanggal 1 dan 3 Mei 2006
di Kelurahan Mekarsari, Depok. Data dianalisa dengan menggunakan tendensa sentral
mean, median, modus dan standar deviasi serta dihitung pula proporsi dan persentase
tingkat kecemasan anak. Hasil penelitian ini didapatkan umur responden terbanyak
adalah 7 tahun. Tingkat kecemasan yang ditemukan dengan proporsi terbanyak adalah
kecemasan sedang (57%). Saran bagi penelitian berikutnya adalah perlunya menambah
sampel penelitian dan memperluas wilayah observasi serta melakukan studi Iebih lanjut
tentang koping anak."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2006
TA5552
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Natalia
"Anak-anak retardasi mental ringan memiliki kesulitan dalam hubungan interpersonal, khususnya berkomunikasi secara verbal (Nelson & Israel.,1997). Walaupun demikian, anak-anak ini tetap dapat merasakan sikap dan perlakuan oranglua terhadap mereka. Dari beberapa laporan kasus anak retardasi mental ringan yang datang ke Fakultas Psikologi UI (antara tahun 1998-2002) dan dari pengamatan yang dilakukan oleh peneliti di sekolah-sekolah luar biasa, terlihat bahwa anak-anak retardasi mental ringan ini akan berespon tertentu sesuai dengan perlakuan orangtua terhadap mereka. Maka dari itu setiap orangtua diharapkan dapat menerima dan memperlakukan anak-anak yang sudah didiagnosa retardasi mental ringan, dengan baik dan penuh tanggung jawab. Namun adakalanya orangtua menunjukkan penolakan dan menarik diri dari tugas merawat anaknya tersebut (Bigner, 1994).
Dengan beragamnya reaksi orangtna terhadap anaknya yang bermasalah dan melihat pentingnya pengaruh orangtua terhadap anak dengan kebutuhan khusus, peneliti tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang hubungan antara orangtua dan anak retardasi mental ringan, khususnya dari sudut pandang anak. Salah satu media yang dapat melihat hubungan orangtua dan anak, sekaligus mudah bagi anak dengan kapasitas intelektual yang berada di bawah rata-rata, adalah tes House-Tree-Person. Di sini anak diminta untuk menggambar sebuah rumah, sebuah pohon, dan seorang manusia pada selembar kertas. Secara umum, tes HTP dapat diinterpretasikan sebagai refleksi baik sikap maupun perasaan-perasaan yang ditujukan pada dirinya dan lingkungannya. Rumah merefleksikan hubungannya dengan ibu, pohon merefleksikan perasaan terhadap ayah, dan orang merefleksikan perasaan terhadap dirinya. Untuk mendapatkan gambaran lebih jauh mengenai hubungan orangtua dan anak pada tes HTP, akan difokuskan pada interpretasi gambar HTP secara terpisah (masing-masing elemen) dan melihat hubungan tiga elemen, yakni rumah, pohon, dan orang (Marnat, 1999). Sebagai bahan pembanding, peneliti juga tetap akan melampirkan hasil anamnesa dengan orangtua, untuk melihat bagaimana pandangan orangtua terhadap hubungannya dengan anak-anaknya.
Setelah dilakukan analisis terhadap data sekunder yang diperoleh dari Bagian Klinis Anak Fakultas Psikologi Universitas Indonesia., diperoleh hasil yakni dalam memandang hubungannya dengan orangtua., tiga subyek merasakan kebutuhan akan kedekatan dengan figur ibu daripada ayah dan hanya satu subyek yang merasakan kebutuhan akan kedekatan dengan figur ayah daripada dengan ibu. Walaupun demikian, keempat subyek merasakan pentingnya kehadiran seorang ibu bagi mereka. Sedangkan dalam hal dominasi, ada dua subyek yang merasakan bahwa figur ibu lebih dominan daripada ayah dan dua subyek laiunya merasa dominasi kedua orangtua sama besarnya.
Sebagai bahan pembanding, dari anamnesa dengan orangtua, terlihat bahwa orangtua dari keempat subyek, kecuali ayah dari subyek 3, menolak kondisi anak mereka baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung ditunjukkan dengan sikap menarik diri dan tidak terlibat dalam pengasuhan anak, sedangkan sccara tidak langsung ditunjukkan dengan sikap tetap mengasuh anak namun dengan aturan yang keras dan disertai dengan hukuman fisik.
Peneliti menyadari bahwa hasil yang diperoleh dari penelitian ini masih memiliki banyak kekurangan dan harus diteliti secara lebih mendalam, mengingat adanya keterbatasan jumlah subyek penelitian, pengadminsrasian tes HTP yang tidak dilakukan langsung oleh peneliti, perbedaan pemahaman / persepsi antara peneliti dengan pemeriksa sebelumnya, dan keterbatasan peneliti dalam mengungkapkan aspek-aspek penting dari tes HTP. Maka dari itu perlu diadakan penelitian lanjutan dengan memperluas jumlah subyek dan jika memungkinkan dilakukan penelitian dengan menggunakan data primer."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T38183
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inez Cassandra
"Introduksi: Gangguan cemas merupakan salah satu gangguan yang sering terjadi pada anak dan remaja. Gangguan cemas dapat berdampak terhadap fungsi sosial maupun fungsi akademik seperti penghindaran sekolah, penurunan performa akademis hingga kejadian terhentinya sekolah. Oleh karena itu, sesuai rekomendasi American Academy of Child and Adolescent Psychiatry, deteksi dini gangguan cemas pada anak dan remaja penting untuk dilakukan, agar tidak menimbulkan dampak negatif yang lebih berat di kemudian hari. Salah satu kuesioner self-report untuk deteksi dini gangguan cemas pada anak dan remaja adalah Screen for Child Anxiety and Related Emotional Disorders (SCARED) Child Version. Kuesioner ini terdiri dari 41 item dengan waktu pengisian 8 – 10 menit, namun saat ini belum tersedia dalam Bahasa Indonesia. Objektif: Memperoleh SCARED Child Version versi Indonesia yang sahih secara isi dan andal. Metode: Penelitian dilakukan dengan desain potong lintang dengan tujuan uji validitas isi dan uji reliabilitas. Uji validitas isi dilakukan dengan melibatkan sembilan orang ahli. Uji reliabilitas yang dilakukan adalah uji konsistensi internal pada 123 subjek yang terpilih secara random sampling di dua sekolah menengah pertama (SMP) dan dua sekolah menengah atas (SMA). Hasil: Uji validitas isi kuesioner SCARED Child Version versi Indonesia mendapatkan rerata nilai CVR/Ave sebesar 0,88 dan S-CVI/Ave sebesar 0,94. Uji reliabilitas konsistensi internal kuesioner SCARED Child Version versi Indonesia mendapatkan nilai total Cronbach’s Alpha total sebesar 0,927 dan nilai ICC sebesar 0,928. Simpulan: SCARED Child Version versi Indonesia dapat menjadi alat ukur yang memiliki kesahihan isi (validitas isi) dan keandalan (reliabilitas) yang baik untuk mendeteksi dini gangguan cemas pada remaja.

Introduction: Anxiety disorders are one of the most common disorders in children and adolescents. Anxiety disorders can have an impact on social function and academic function, such as school avoidance, decreasing academic performance and drop out of school. Therefore, according to the recommendations of the American Academy of Child and Adolescent Psychiatry, early detection of anxiety disorders in children and adolescents is important, to prevent more severe negative impacts. One of the self-report questionnaires for early detection of anxiety disorders in children and adolescents is the Screen for Child Anxiety and Related Emotional Disorders (SCARED) Child Version. This questionnaire consists of 41 items and can be completed in 8 – 10 minutes, but currently it is not yet available in Indonesian. Objective: To obtain a valid and reliable Indonesian version of SCARED Child Version. Methods: This is a cross-sectional study design, with the aim of testing content validity and reliability. Content validity test was performed by involving nine experts. Reliability test was assessed by measurement of internal consistency, carried out on 123 subjects selected by random sampling from two middle schools and two high schools. Results: The content validity test of the Indonesian version of the SCARED Child Version resulted in CVR/Ave value of 0.88 and S-CVI/Ave of 0.94. The internal consistency reliability test of the Indonesian version of the SCARED Child Version resulted in a total Cronbach's Alpha value of 0.927 and an ICC value of 0.928. Conclusion: The Indonesian version of the SCARED Child Version showed a good content validity and good reliability as a measuring tool for early detection of anxiety disorders in adolescents."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mayer, Diane Peters
"Every year, more than 68 million students of every age find themselves worrying endlessly about that first day of school, even before it begins. Their hearts race, their stomachs turn and their palms sweat just thinking about getting on the school bus for the first time, that first surprise quiz, or that notoriously strict teacher. For parents of these children, nothing can be more upsetting than dropping their kids off on the first day of school, wondering how they will cope. Now, they can stop worrying and start helping. As a seasoned psychotherapist, Diane Peters Mayer has successfully treated hundreds of elementary and high school students suffering from this common and serious problem. In "Overcoming School Anxiety", she shows parents how to deal with a wide variety of concerns from the fear of leaving home and refusal to go to school, to bullying and school violence and the fear of speaking up in class."
New York: American Management Association;, 2008
e20447785
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Audrey Achmadsyah
"Modelling dan Tell-Show-Do termasuk dalam metode tata laksana perilaku kecemasan dental anak. Video efektif digunakan dalam bidang kesehatan. Penelitian bertujuan mengetahui perbedaan tingkat kecemasan sebelum dan setelah penayangan video restorasi gigi anak yang diujikan pada usia 10-11 tahun. Responden berjumlah 66 anak dengan pengukuran tingkat kecemasan menggunakan Facial Image Scale modifikasi. Penelitian terdiri dari uji kualitatif terhadap kuisioner dan video dan uji kuantitatif terhadap tingkat kecemasan anak. Analisis statistik menggunakan uji Wilcoxon dengan batas kemaknaan 0,05. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan bermakna tingkat kecemasan sebelum dan setelah penayangan video restorasi gigi anak. Video tidak menimbulkan tingkat kecemasan yang lebih buruk.

Modelling and Tell Show Do are included as child dental anxiety management. Video is effective to be used in health field. The purpose of this study was to determine the difference of anxiety level before and after video viewing for children aged 10 11 years. The study was divided into qualitative test for validating Modified FIS and video, and quantitative test for anxiety level on 66 children. Statistical analysis was using Wilcoxon test with significance level of 0.05. The results showed significant difference between anxiety level before and after child dental restoration video viewing. The video does not cause worse anxiety level. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>