Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 158950 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Espe Dini Oktarini
"Dalam dunia psikologi dikenal islilah psychological assesment atau tes-tes Psikologi. Ada berbagai macam tes-tes psikologi. Salah satunya adalah tes kepribadian Tujuan dari tes kepnibadian ini adalah untuk mengukur karakteristikkarakteristik seperti keadaan emosional, hubungan interpersonal, motivasi, minat dan sikap. Salah satu metode pengukuran kepribadian yang digunakan adalah metode dengan teknik proyeksi. Asumsi yang mendasari pemakaian metode ini adalah individu akan memproyeksikan karakteristik dari caranya berespon ke dalam tugas tersebut Teknik proyeksi ini sangat efektif dalam mengungkapkan aspek kepribadian yang co vertlatent atau tidak disadari (Anastasi & Urbina, 1997).
Beberapa tes yang menggunakan teknik proyeksi ini antara lain tes Rorschach yang menggunakan 10 kartu berisi percikan tinta, Thematic Apperceprian Test (TAT) yang menggunakan 30 kartu bergambar ambigu serta satu kartu kosong, Tes Draw A Man (DAP) yang menggunakan paper-pencil dimana subyek di minta urltuk menggambar manusia serta Word Association Test yang menampilkan suatu seri kata-kata yang tidak saling berhubungan dan subyek diminta untuk memberikan respon terhadap setiap kata dengan kata pertama yang terpikirkan olchnya.
Berangkat dari berbagai teknik tes keprlbadian inilah, maka seorang psikolog Senior bernama Helen D. Sargent, pada tahun 1944, mempublikasikan The lnsigizt Tes (TIT)- Pada saat itu ia ingin mengkombinasikan beberapa keuntungan dari tes kepribadian yang menggunakan teknil-c performace, yaitu menggunakan kertas dan pensil dengan teknik proyeksi yang sedang berkembang. TIT merupakan tes proyeksi verbal yang bertujuan untuk melihat integrasi tlemilciran ghought dan afek. Tes ini terdiri dari satu seri item yang disebut armamres. Armarures berupa pemyataan pernyataan mengenai suatu situasi dimana klien diminta untuk memberi respon yang menyatakan apa yang akan dilakukan serta bagaimana perasaan dari karakter terutama yang ada dalam situasi tersebut. Skoring dari tes ini terbagi dalam 3 dimensi yaitu skor A (Afek), skor D (Defense) dan skor M (Malignancy). Keuntungan dari tes ini antara lain dari segi ekonomis yang murah karena hanya membutuhkan kertas dan pensil, bisa diadministrasikan secara massal maupun individual dan individu dengan cacat visual dapat melaksanakan tes ini karena tes ini dapat dijawab secara lisan maupun tulisan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji kembali reliabilitas dan valitidas tes ini sehingga tes ini nantinya dapat dikembangkan menjadi salah satu altematif dari tes-tes kepribadian yang sudah ada- Pengujian reliabilitas tes ini menggunakan metode .scorer reltabiry pada 3 dimensi skor yang ada yaitu skor A, Skor D dan Skor M. Pengujian validitasnya menggunakan rnetode criterion validity dengan kriteria kelompok kontras. Hasil skor tes pada 3 dimensi yang ada (A, D, M) akan dibandingkan dengan menggunakan metode statistik Chi-Square pada kedua kelompok kontras yang telah dipilih. Apabila ada perbedaan yang signitikan pada skor-skor tersebut maka tes tersebut valid untuk membedakan kedua kelompok, sedangkan bila tidak ada perbedaan yang signifikan pada skor-skor tersebut maka tes tidak valid untuk membedakan kedua kelompok tersebut.
Di dasari oleh tujuan tes ini yaitu untuk melihat integrasi pemikiran dan afek maka peneliti memilih kelompok sampel pertama yaitu kelompok sampel schizophrenia. Schizophrenia merupal-can suatu gangguan yang termasuk dalam kelompok psychorlc disorder. Gejala atau simptom utamanya adalah gangguan pada pikiran, emosi dan tingkah laku. Terdapat adanya pemikiran dimana ide-ide tidak saling berhubungan secara logis, adanya kesalahan dalam persepsi dan atensi, gangguan yang bizarre pada afektivitas motorik dan afek yang datar Serta inappropriate.
Biasanya penderita schizhophrenia alcan menarik diri dari orang-orang disekitarnya dan realita, biasanya menuju kehidupan fantasi melalui delusi dan halusinasi kelompok ini harus memiliki ciri-ciri yang bertolak belakang dari kelompok pertama, peneliti memilih kelompok sampel normal.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa TIT tidak reliabel dan tidak valid dalam skor A dan skor D untuk membedakan kelompok sampel schizophrenia dengan kelompok sampel normal. Namun untuk Skor M TIT valid untuk membeqakan kelompok sampel schizophrenia dengan kelompok sampel normal."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T38400
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kereh, Maria Ruth
"ABSTRAK
Fungsi eksekutif merupakan fungsi kognitif yang melibatkan pikiran dan perilaku yang kompleks. Defisit fungsi eksekutif menyebabkan terganggunya kemampuan untuk merencanakan, melakukan serta mengontrol tindakan. Wisconsin Card Sorting Test WCST merupakan tes neuropsikologi yang memiliki sejarah yang panjang sebagai pemeriksaan fungsi eksekutif. Penelitian ini bertujuan mendapatkan instrumen untuk menilai fungsi eksekutif yaitu WCST versi Bahasa Indonesia dan melakukan uji validitas dan reliabilitas instrumen tersebut. Penelitian dilakukan di Unit Rawat Jalan Psikiatri Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada tanggal 27 Maret sampai 5 April 2018 terhadap 31 orang pasien skizofrenia dan 30 orang sehat, berusia 18 sampai 59 tahun dengan pendidikan minimum SMP, dengan sampling konsekutif setelah melalui tahap seleksi menggunakan Structured Clinical Inrterview and Diagnosis DSM IV SCID , tes Ishihara, tes Rosenbaum, uji pendengaran 5 kata, Wechsler Test of Adult Reading WTAR , PANSS Remisi, melakukan penerjemahan yang disesuaikan dengan Bahasa Indonesia, penerjemahan balik, uji validitas konstruksi, reliabilitas inter-rater dan reliabilitas internal instrumen WCST versi Bahasa Indonesia. Uji validitas konstruksi menggunakan analisis faktor mendapati adanya kesamaan hasil dengan uji validitas yang dilakukan oleh Bell dkk 1997 dan Sullivan dkk 1993 dengan meneliti 14 variabel dari WCST. Uji reliabilitas inter-rater menggunakan Interclass Correlation Coefficient ICC pada variabel respons perseveratif, kesalahan perseveratif, dan kesalahan nonperseveratif didapatkan nilai kesepakatan masing-masing 0.989, 0.984, 0.973; dan nilai konsistensi masing-masing 0.995, 0.993, 0.990 yang berarti hasil nilai ICC yang sangat baik. Uji reliabilitas konsistensi internal menunjukkan hasil Cronbach rsquo;s Alpha sebesar 0,730 pada kelompok pasien dan 0,819 pada kelompok sehat. Hal ini menunjukkan bahwa variabel-variabel dalam penilaian WCST memiliki reliabilitas yang baik. Instrumen WCST versi Bahasa Indonesia terbukti sahih dan andal. Pada studi selanjutnya sebaiknya dikumpulkan juga data mengenai usia pertama kali mendapatkan pengobatan psikofarmaka yang digunakan sehingga dalam analisis dapat diperoleh data yang lebih komprehensif.
ABSTRACT
The executive function is a part of cognitive function involving complex thoughts and behaviors. The deficit of executive function leads to disruption of the ability to plan, perform, and control actions. Wisconsin Card Sorting Test WCST is a neuropsychological test that has a long history in the examination of executive function. This study aims to test the validity and reliability of WCST Indonesian version as an instrument to assess the executive function. The study was conducted at the Cipto Mangunkusumo National Hospital in Psychiatric Outpatient Unit from March to April 2018 on 31 schizophrenic and 30 healthy sample, age 18 to 59-year-old with a minimum of junior high school education, by means of consecutive sampling after using Structured Clinical Interview and Diagnosis DSM-IV Disorder SCID , Ishihara test, Rosenbaum test, 5-word hearing test, Wechsler Test of Adult Reading WTAR , PANSS Remission. The WCST Indonesian version has undergone translation and back-translation as well as construction validity test, inter-rater reliability test, and and internal reliability test. Test of construction validity by using factor analysis found a similar result to test conducted by Bell et al 1997 and Sullivan et al 1993 by examining 14 variables from WCST. Inter-rater reliability with Interclass Correlation Coefficient ICC on perseveration response, perseveration mistake, and nonperseveration mistake variables were 0.989, 0.984, and 0.973 consecutively; and consistency value was 0.995, 0.993 and 0.990 consecutively, which means the ICC was very good. The internal consistency reliability test showed Cronbach 39;s Alpha results of 0.730 in the patient group and 0.819 in the healthy group. This shows that the variables in the WCST assessment have good reliability. The Indonesian version of WCST Instrument is valid and reliable in measuring executive functions both in healthy groups and in schizophrenic patients. On following studies, it is recommended to include all data about the age at first treatment and the medication status so in analysis can obtain more comprehensive data. "
2018
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Vivin afriza
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pendeteksian Differential Item Functioning (DIF) pada tes personality berdasarkan jenis Kelamin dan tingkat pendidikan pada siswa di Sekolah Atlet Ragunan, Jakarta. Cara awal untuk mengetahui ada tidaknya bias item pada suatu tes adalah dengan melakukan analisis DIF atau dikenal dengan keberbedaan fungsi butir. DIF adalah perbedaan probabilitas sukses/kategori tertentu dalam merespon butir dari dua kelompok yang berbeda setelah mengontrol tingkat kemampuan/trait. Oleh karena itu agar sebuah alat ukur tidak menguntungkan satu kelompok tertentu perlu dilakukan pendeteksian DIF.
Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan bulan Juni 2014 di sekolah atlet Ragunan Jakarta dengan teknik pengambilan sampel nonprobability accidental dan diperoleh total responden sebanyak 202 siswa, dimana 136 siswa terdiri dari siswa laki-laki dan 66 orang siswa perempuan, dengan tingkat pendidikan 146 Siswa merupakan siswa SMA serta 56 siswa SMP.
Metode pertama dalam pendeteksian DIF pada penelitian ini didasarkan pada Partial Credit Model (PCM) dan dibantu dengan menggunakan sofware QUEST untuk mengestimasi delta dari hasil respon. Metode kedua adalah dengan menggunakan metode Mantel Haenszel (MH) yang kemudian diolah dengan menggunakan program SPSS.
Hasil dari deteksi DIF yang telah dilakukan menunjukkan bahwa metode yang paling banyak mendeteksi DIF adalah metode berdasarkan PCM. Melalui PCM dapat disimpulkan berdasarkan jenis kelamin dimana ditemukan terdapat 37 Item dari 90 item yang terdeteksi DIF. Metode yang paling sedikit mendeteksi DIF adalah metode MH berdasarkan tingkat pendidikan yaitu sebanyak 3 item dari 90 item.

This study aims to determine how the detection of Differential Item Functioning (DIF) on personality tests by gender and level of education to students in the School Athletes Ragunan , Jakarta . how early to determine whether there is bias on a test item is to perform analysis of DIF or known as Differential Item Functioning . DIF is the difference in the probability of success to take grain from two different groups after controlling for ability level/trait. Therefore, for a measuring instrument is not favorable to one group needs to be done DIF detection.
The study was conducted in April to June 2014in the School Athletes Ragunan taken nonprobability accidental engineering and obtained a total of 202 respondents, which consisted of 136 male students and 66 female students, by level of education 146 high school students and 56 junior high school students.
First method for Detection DIF in this study is using Partial Credit Model (PCM) and assisted by using software QUEST to estimate the delta of the results of the response. Second method is using Mantel Haenszel (MH) which is then processed using SPSS.
The results of the detection of DIF have shown that the method most widely detected DIF is a PCM, through the method based on PCM can be concluded by Gender where it was found there were 37 item of 90 items were affected by DIF. Method for at least detecting DIF is MH method based on education level were found 3 irem of 90 items.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
T51664
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yovan Pino Putra
"Instrumen DISC ditujukan untuk mengidentifikasi kepribadian individu dan banyak digunakan sebagai alat tes dalam melakukan seleksi tenaga kerja (Inscape Publishing, 2005). Dalam kurun waktu 50 tahun semenjak pertama kali DISC dikembangkan, kajian keilmuan psikologi mengenai prilaku manusia telah sangat berkembang, namun belum banyak revisi yang dilakukan pada DISC yang merefleksikan perkembangan tersebut. Sebagai tambahan, banyak penelitian yang mempertanyakan aspek psikometri DISC. Hingga saat ini belum ada pengujian validitas tingkat lanjut menggunakan metode seperti Confirmatory Factor Analysis (CFA) dilakukan pada DISC.
Penelitian ini menguji validitas konstruk instrumen DISC dengan membandingkan tiga bentuk soal (forced-choice, likert dan semantic differential) dan dua metode skoring (metode skoring orisinil dan perbaikan) menggunakan metode CFA (Confirmatory Factor Analysis). Perbandingan karakteristik psikometri dari ketiga bentuk soal dilakukan pada sampel terdiri dari 608 responden. Dari seluruh responden, 41 respon tidak digunakan karena keberadaan data yang hilang, sehingga hanya 567 respon dianalisa.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa bentuk soal yang terbaik adalah Forced-Choice, metode skoring yang terbaik adalah metode skoring revisi. Hasil penelitian ini memiliki implikasi yang penting bagi manajer dan peneliti yang berkenaan dengan DISC.

DISC instrument is aimed at identifying an individual’s characteristics and many times used as a test in employees selection process (Inscape Publishing, 2005). In the more than 50 years since it was developed, Psychology about human behavior has advanced greatly yet, this test has undergone no updates to reflect those changes. Furthermore, a large number of empirical studies suggest the psychometric properties of DISC is questionable. Up to this date, there is still no advanced tests of validity using methods such as Confirmatory Factor Analysis (CFA) for DISC.
This study tests the construct validity of DISC by comparing three item formats (forced-choice, likert dan semantic differential) and two methods of scoring (original and revised method) using Confirmatory Factor Analysis (CFA). The psychometrics properties comparison on this three item formats was conducted on a sample consisting of 608 respondents. From these, 41 were dropped because of the missing data, thus 567 usable responses were analyzed.
This study concluded that the best item format for DISC is forced choice, while the best scoring method is the revised method. The results of this study have important implications for managers, and researchers related with DISC assessment.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
T43790
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cressentia Clara Linawati S.
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1993
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khartika Mahardini
"Pendahuluan: Halusinasi auditorik verbal (HAV) merupakan merupakan kondisi dimana pasien mendengar suara-suara tanpa adanya stimulus atau sumber suara yang ditemukan pada 70% pasien skizofrenia. Hipotesis menyatakan kondisi tesebut dapat disebabkan gangguan proses pendengaran khususnya pada pusat bahasa dan bicara di hemisfer kiri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara HAV dengan ganggguan pada proses pendengaran melalui tes dichotic listening. Metode: Penelitian ini menggunakan instrumen iDichotic, untuk menilai lateralisasi otak kelompok skizofrenia HAV, dan kelompok skizofrenia nonHAV. Kriteria inklusi mencakup pasien skizofrenia berusia 19-59 tahun dengan atau tanpa HAV yang mejalani terapi di RSCM. Penelitian ini juga menilai kelompok sehat sebagai kontrol. Tes dilakukan dalam tiga kondisi; kondisi spontan (non-forced attention condition), serta dua kondisi fokus dimana partisipan diminta untuk konsentrasi pada stimulus yang diperdengarkan di telinga kanan kemudian dilanjutkan pada telinga kiri. Hasil: Tidak ditemukan perbedaan proporsi lateralisasi otak yang signifikan antara kelompok sizkofrenia HAV dibandingkan dengan kelompok skizofrenia nonHAV. Hasil serupa juga ditemukan pada analisis antara kelompok sehat dengan kelompok skizofrenia HAV. Studi ini juga menunjukan tidak ada perbedaan proporsi yang signifikan fokus pendengaran dan perbedaan rerata skor antara pasien skizofrenia HAV dengan pasien skizofrenia nonHAV. Kesimpulan: Hasil penelitian menunjukan tidak ada hubungan antrara HAV dengan gangguan proses pendengaran yang diukur menggunakan tes dichotic listening. Diperlukan studi lebih lanjut menggunakan alat berbahasa Indonesia.

Introduction: Auditory verbal hallucination (AVH) is one of the serious symptoms found in 70% of patients with schizophrenia disorder. It is characterized by the experience of hearing voices in the absence of stimuli. The prominent hypothesis suggests that AVH may results from atypical hearing process particularly in the speech and language regions of the left hemisphere. The purpose of this study is to examine the association between AVH and the atypical hearing process by conducting a dichotic listening test. Method: In this study, iDichotic a mobile device application that based on the consonant vowel version of Dichotic Listening Test was used to assess the integration of brain lateralization in hallucinating, non-hallucinating schizophrenic patients. Inclusion criteria were schizophrenic patients aged 19-59 with or without AVH at Psychiatry Clinic RSUPN. This research also recruit healthy participants as a control group. The test was performed under three conditions: non-forced attention condition and two-forced condition which the participants were asked to attend stimulus on the right ear and then the left ear and analyzed with chi-square test. Results: There was no significant difference between schizophrenia and normal subject brain lateralization (p=0,099) and auditory focus (0,196), but significant difference of average correct respond was showed (p=0,001). It also showed no difference between hallucinating and non-hallucinating patients brain lateralization (p=1,0) during the non-forced condition. There was no difference between hallucinating and non-hallucinating patients auditory focus (p=0,59) and difference average correct response (p=0,78). Conclusion: Results suggest there was no association between AVH and atypical hearing process which measured by dichotic listening. Further study needed with Indonesian language device."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yogyakarta: DOZZ (Kelompok Penerbit Qalam), 2005
616.898 CAN s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Raimundus R Karsono
"ABSTRAK
Pengukuran terhadap karakter individu sudah dilakukan sejak lama. Beragam alat ukur dan metode telah dikembangkan. Salah satu pendekatan dalam pengukuran karakter individu adalah dengan menggunakan skala dengan format forcedchoice. Akan tetapi, penggunaan skala dengan format forced-choice ini mengalami sejumlah kesulitan ketika harus diuji secara psikometris. Kesulitan ini berhasil diatasi dengan menggunakan pendekatan perbandingan berpasangan (paired comparison) dari Thurstone sehingga bisa diuji dengan menggunakan teori psikometri modern.
Pengembangan alat ukur sendiri kembali marak dalam tiga dekade terakhir,
setelah ada penelitian yang membuktikan bahwa gaya kepribadian dapat
memprediksi kinerja, termasuk di Indonesia. Salah satu alat ukur dikembangkan adalah GPQ, yang menggunakan pola forced-choice item yang menghasilkan data sebagaimana pengukuran ipsatif. Alat ukur ini yang diuji dengan menggunakan model Thurstonian IRT.
Menggunakan data yang berasal dari 119 blok (aslinya, GPQ memiliki 120 blok
pernyataan) penelitian ini melakukan uji kecocokan model (model fit) dengan
menggunakan uji chi square. Hasil uji chi square menunjukkan bahwa estimasi
terhadap data GPQ tidak fit dengan model Thurstonian IRT (χ2=18347.435, df=
6663, p = 0.000, p <.001). Sementara pengujian dengan RMSEA menunjukkan
model tergolong fit (RMSEA = 0.028, p <= 0,05 = 1.000). Selanjutnya, hasil
estimasi parameter item dan trait GPQ berhasil dilakukan dengan menggunakan model Thurstonian IRT. Meskipun demikian tidak semua estimasi parameter item dan trait fit dengan model Thurstonian IRT.

ABSTRACT
Individual character measurement have been done long ago. Various instruments and methods have been developed. One of the approach in individual characters measurement by using forced-choice item. However, using forced-choice item scale is facing a number of difficulties when statistically tested. These difficulties were overcome by using a comparative judgement approach (paired comparison) of Thurstone so that it can be tested using modern psychometric theory.
Research on instrument development emerged in the last three decades, after the research provided evidence that personality can predict job performance,
including in Indonesia. One of new developed instruments is GPQ, which uses
forced-choice item that produced data as ipsative measurement. This instrument is tested using Thurstonian IRT model.
Using data from 119 block of statement (originally, GPQ has 120 block of
statements), this research focused on model fit testing using the chi-square test. The result of chi square testing showed that GPQ data does not fit with the Thurstonian IRT model (χ2=18347.435, df= 6663, p = 0.000, p <.001). RMSEA testing showed that showed model were fit (RMSEA = 0.028, p <= 0,05 = 1.000). Furthermore, Thurstonian Model IRT managed to generate item and trait parameter. However, not all the items fit with this model."
2016
T46589
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Magdalena Niken Oktovina
"Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan melayani pasien tidak mampu dan sebagian besar merupakan penderita schizophrenia. Untuk mengatasi pembiayaan obat yang semakin meningkat, dilakukan penerapan program INADRG Case-mix. Pada program Case-mix, aLOS bagi penderita schizophrenia (kode 194101 - 3) adalah 7,8 - 10,7 hari. Sedangkan, menurut data rekam medik aLOS bagi penderita schizophrenia pada tahun 2008 adalah 49 hari. Perbedaan aLOS ini akan menyebabkan kesulitan dalam penagihan biaya pengobatan serta menghambat pelaksanaan program tersebut. Oleh karena itu, dilakukan uji coba penerapan kebijakan INA-DRG dengan menurunkan lama dirawat menjadi 21 hari pada tanggal 1 Nopember 2008. Penurunan lama dirawat dapat disertai dengan merubah penggunaan rejimen obat psikotropika.
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi rejimen obat dengan mengetahui perbedaan pengaruh pemakaian rejimen obat terhadap outcome terapi sebelum dan setelah kebijakan. Mengetahui ada tidaknya perbedaan antara sebelum dan setelah kebijakan terhadap rejimen obat, lama dirawat, skor awal dan skor akhir keperawatan, serta biaya obat di rawat inap. Tujuan khusus dari penelitian di rawat jalan mengetahui ada tidaknya perbedaan pada rejimen obat dan biaya obat. Mengetahui faktor-faktor apa saja selain rejimen obat yang dapat mempengaruhi outcome terapi sebelum dan setelah kebijakan dilaksanakan.
Penelitian dilakukan secara cross sectional bersifat retrospektif, menggunakan data sekunder yang diambil dari rekam medik pasien. Sampel yang diambil merupakan pasien tidak mampu di wilayah DKI Jakarta (Gakin) dengan diagnosis schizophrenia, usia diatas 18 tahun dengan waktu pengobatan antara 1 Juni 2008 sampai 25 Oktober 2008 dan antara 5 Nopember 2008 sampai 30 Maret 2009, serta memiliki skor keperawatan. Pengambilan data dilaksanakan secara total sampel antara bulan Maret sampai Juni 2009. Sampel penelitian dikelompokan atas data rawat jalan dan rawat inap yang terbagi atas kelompok sebelum dan setelah kebijakan.
Data yang diperoleh olah dengan analisis univariat, bivariat, dan regresi logistik menggunakan metode Backward Stepwise. Hasil penelitian ditunjukan dengan tabel dan persentase. Pada umumnya, pasien schizophrenia yang berobat di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan di rawat jalan dan rawat inap berusia antara 30 – 39 tahun (50.41%), laki-laki (65.04%), dari Jakarta Barat (33.74%), tidak menikah (78.86%), pendidikan terakhir sampai SLTP (55.69%). Pasien dengan gejala schizoprenia paranoid/ F.20.0 (72.36%), lama dirawat antara 21 sampai 40 hari (48.94%), dengan kemampuan merawat diri sedang (62.77%) dan pulang dengan skor akhir baik (55.32%). Pasien lebih banyak mendapat rejimen obat no.17 (15.85%) dengan komposisi resperidon 2 mg dosis 2 x 1 sehari, haloperidol 5 mg dosis 2 x 1 sehari, triheksifenidyl 2 mg dosis 2 x 1 sehari, dan klopromazine 100 mg dosis 1 x 1 sehari. Biaya obat yang dibutuhkan untuk 14 hari masuk dalam katagori cukup yaitu antara 300001 rupiah sampai 500000 rupiah (59.57%).
Sebelum kebijakan terdapat perbedaan bermakna terhadap pengaruh pemakaian rejimen obat dengan Outcome terapi (Sig. 0.027), namun setelah kebijakan tidak terdapat perbedaan bermakna.(Sig. 1.00). Pada unit rawat inap antara sebelum dan setelah kebijakan, tidak terdapat perbedaan bermakna terhadap pemakaian rejimen obat (Sig. 0.853), lama dirawat (Sig. 0.910), skor awal keperawatan (Sig. 0.529), skor akhir keperawatan (Sig. 0.789), dan biaya obat (Sig. 0.698). Pada unit rawat jalan antara sebelum dan setelah kebijakan tidak terdapat perbedaan bermakna terhadap pemakaian rejimen obat.(Sig. 0.427), dan biaya obat (Sig. 0.772). Faktor-faktor lain yang memberi pengaruh bermakna terhadap Outcome terapi sebelum kebijakan adalah jenis kelamin (Sig. 0.007), status (Sig. 0.047), dan pendidikan (Sig. 0.005). Skor awal (Sig. 0.014) memberi pengaruh setelah kebijakan."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2009
T29039
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>