Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 204242 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Citrawati Pusporini
"Pada dasarnya manusia sebagai makhluk sosial sangat membutuhkan kehadiran orang lain dalam kehidupannya Terjalinnya hubungan personal (interaksi antar individu) sangat penting, terutama untuk memenuhi kebutuhan intimacy seseorang (Strong & Devault, 1988). Tentu saja kriteria memilih pasangan hidup yang ideal berbeda pada tiap individu. Sejalan dengan berkembangnya waktu, banyak dijumpai perempuan yang dianggap berusia ‘cukup dewasa’ untuk menikah namun belum juga menikah, padahal sudah memiliki ‘segalanya’, seperti pendidikan tinggi, karir yang mantap, dan penghasilan yang memadai. Masyarakat kebanyakan berpandangan tradisional dan menganggap perempuan seperti tersebut di atas sebaiknya mengakhiri masa Lajangnya dan segera berkeluarga karena kodrat seorang perempuan adalah sebagai istri dan ibu bagi anak-anaknya.
Namun banyak hal yang mernpengamhi seseorang memutuskan untuk menikah/ tidak atau menentukan pilihan untuk menikah namun belum menemukan pasangan yang tepat. Selain dikasihani, individu lajang dipandang Lingkungannya sebagai seseorang yang kurang bergaul, kurang menarik dan kurang dapat dipercaya dibandingkan dengan orang-orang lain (Anderson & Stewart dalam Matlin, 1999 dalam Gracesiana 2002). Bagi para lajang sendiri, pilihan yang mereka jalankan memiliki baik keuntungan maupun kerugian, sama halnya dengan menikah. Ada kesirnpulan yang menyatakah bahwa menjadi lajang lebih sulit bagi perempuan (Si menquer Carol, 1982), dan menurut Freedman (1978), orang yang tidak menikah cenderung merasa Lonely dibandingkan individu yang menikah.
Ketika para dewasa muda tertarik untuk menjalin hubungan yang dekat dengan orang lain, ada juga suatu keinginan yang kuat untuk mandiri dan bebas. Perkembangan pada tahap ini melibatkan perjuangan antara keinginan untuk funtime dan komitmen pada satu sisi, dengan keinginan mandiri dan bebas di sisi yang lain (Hoyer, Ribash & Roodin, 1999; Hall & Lindzey, 1973 dalam Gracesiana, 2002). Adanya perbedaan keinginan yang dimiliki tiap individu ini dapat dijelaskan dengan teori Murray yang menyebutkan bahwa baik disadari atau tidak, setiap perilaku manusia didasari oleh motivasi tertentu. Ini merupakan asumsi dasar dari pandangan psikologi. Untuk berbicara tentang motivasi, tentu harus berbicara tentang kebutuhan-kebutuhan. Kebutuhan merupakan suatu pendorong bagi diri individu untuk melakukan sesuatu (Mummy, 1938 dalam Groth-Mamat, 1999). Untuk membantu mengenali kebutuhan-kebutuhan apa yang ada dalam diri dan menjadi pendorong munculnya perilaku, diperlukan sebuah alat tes. Salah satu alat tes yang bisa digunakan untuk meneliti fenomena di atas yaitu EPPS (Edward Personal Preference Schedule). Konstruk alat tes ini dikembangkan dari teori
mengenai kepribadian yang dikembangkan oleh Murray (1938).
Dengan menggunakan alat tes ini akan dilihat kebutuhan-kebutuhan apa yang dominan dan menjadi karakteristik kepribadian dari perempuan lajang di atas 30 tahun. Selain itu
dapat dilihat pula apakah ada suatu karakteristik kepribadian yang membedakannya dengan perempuan yang telah menikah. Penelitian dilakukan pada 70 orang subyek dengan karakteristik perempuan lajang dan perempuan yang menikah, berusia diatas 30 tahun, dengan menggunakan incidental sampling. Dalam penelitian ini, alat yang digunakan berbentuk tes EPPS (Edward Personal Preference Schedule) untuk melihat kebutuhan-kebutuhan seseorang yaitu kebutuhan khusus yang dimiliki seseorang.
Dari hasil analisis dan interpretasi data yang dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : Tidak ada perbedaan profil EPPS yang signifikan antara perempuan lajang dan perempuan menikah yang berusia di atas 30 tahun, kecuali pada need for change, dimana perempuan lajang cenderung memiliki need for change yang lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan yang menikah. Dengan demikian, ada perbedaan need for change yang signifikan antara perempuan lajang dan perempuan yang menikah. Hal ini berarti bahwa perempuan lajang cenderung selalu menginginkan perubahan dan tidak menyukai memiliki kebiasaan hidup yang tetap. Mereka senang mencari dan menjumpai kawan baru, saling bertukar perhatian, dan berlibur ke tempat yang asing. Karena kondisi itu, mereka cenderung tampak kurang stabil, baik pendirian maupun keinginannya (Edward dalam EPPS, 1978). Ketidakstabilan ini sesuai dengan keinginan lajang untuk membentuk hubungan yang dekat dengan orang lain namun di satu sisi ada juga keinginan yang kuat untuk mandiri dan bebas (Hoyer, Rybash & Roodin, 1999; HalI & Lindzey, 1973 dalam Gracesiana., 2002).
Saran untuk penelitian selanjutnya adalah diharapkan dapat mengambil lebih banyak sampel, sehingga didapat perbedaan yang lebih akurat serta hasilnya dapat digeneralisasikan kepada subjek Iain di Luar sampel penelitian. Selain itu ada baiknya untuk melakukan wawancara mendalam terhadap beberapa subyek dari tiap kelompok, untuk melihat kesesuaian dari hasil needs yang diperoleh dengan gambaran kepribadian subjek. Dapat pula dilakukan penelitian lanjutan pada perempuan lajang dan perempuan menikah yang tidak bekerja untuk melihat apakah tidak adanya perbedaan yang signifikan dari kedua kelompok tersebut disebabkan karena faktor pekerjaan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Arliza Juairiani
"Manusia ditakdirkan untuk hidup dalam suatu lingkungan dan bergaul dengan orang Iain untuk mendapatkan dukungan sosial. Sumber dari dukungan sosial disebut caregiver. Menjadi caregiver seringkali menimbulkan stres serta psikiatrik dan fisik yang tidak disadari atau diabaikan. Padahal Pekerja Sosial harus memiliki pemahaman yang baik tentang kondisi dirinya, terrnasuk tentang keburuhannya. Jika Pekerja Sosial dapat memahami kebutuhan pribadinya, maka ia akan lebih dapat memberikan pelayanan sosial yang lebih berkuaiitas.
Untuk membantu mengenali kebutuhan ini, dipakai aiat tes Edwards Personal Preference Schedule (EPPS). Kebutuhan yang diukur adalah Achievement, Deference, Order. Exhibition, Autonomy Ajiiliation, Intraceptton, Succorance, Dominance, Abasement, Nurturancc, Change, lindurance, Heterosex dan Aggression. Socara umum kebutuhan ajiliation, intraception, endurance dan nurturance Pekerja Sosial tidak tinggi sementara exhibition dan autonomy tinggi. Berdasarkan jenis kelamin ada perbedaan antam laki-laki dan perernpuan. Pada laki-laki Exhibition dan Autonomy tinggi sementara Dominance, Nurturance, Endurance dan Aggression rcndah. Pada perernpuan Achievement. Autonomy, Ajiiiation dan Change tinggi sementara Intraception, Dominance e& Aggression rendah.
Berdasarkan Kelompok Usia diternukan Autonomy tinggi pada semua ke1ompok. Berdasarkan tingkat pendidikan SLTA dan diatas SLTA ada perbedaan dalam Achievement, Ajfiliation, Nurturance, Change dan Heterosex. Pada SLTA terlihat Exhibition dan Autonomy tinggi sementara Dominance dan Aggression rendah. Pada diatas SLTA terlihat Achievement, Exhibition,_Autonomy, Ajiiiation dan Change tinggi sementara. Dominance, Nurturance, dan Heterosex clan Aggression rcndah. Gambaran di PSBL mcnunjukkan Order, Exhibition dan Autonomy tinggi sementara Intraception, Dominance, Nurturance dan Aggression rendah; Gambaran di PSMP menunjukkan Achievement, Exhibition, Autonomy dan Ajiliation tinggi sementara Dominance, Endurance, Heterosex dan Aggression rendah. Gambaran di PSBR menunjukkan Autonomy Succorance dan Change tinggi sementara Order, Dominance, dan Nurturance rendah.
Perbedaan-perbedaan yang muncul memerlukan penelitian lebih lanjut dan lebih mendalam. Sebagai saran untuk mendapatkan gambaran kebutuhan yang lebih akurat maka responden perlu diperbanyak serta dilakukan wawancara mendalam pada beberapa responden. Ada baiknya penclitian dilakukan pada beberapa panti sosial yang beragam sehingga hasil yang didapatkan lebih menggambarkan kebutuhan Pekerja Sosial secara lebih meluas.
Penelilian juga dapat dilakukan secara terfokus pada panti sosial yang memiliki karakteristik khusus sehingga bisa didapatkan gambaran yang lebih akurat tentang kebutuhan Pekerja Sosial pada panti sejenis. Dengan dilemukannya perbedaan hasil anlara Pekerja Sosial laki-laki dan wanita, bidang ini juga dapat menjadi topik penelitian yang menarik untuk digali lebih mcndalam.
Selain gambaran umum yang didapat lewat nilai rata-rata dan pergentase umum dalam bentuk grafik, hasil dapat pula diperkaya dengan menambahkan analisa persentase Pekerja Sosial per kcbutuhan yang terbagi kedalam kelompok tinggi, sedang atau rendah. Bagi lembaga yang terkail, penting sekali unluk meningkatkan perhatian pada caregiver pada umumnya dan Pekenja Sosial di Panti Sosial pada khususnya dalam setiap bidang kebutuhan. Dengan terpenuhinya kebutuhan ini, diharapkan caregiver dapat meningkatkan kemampuan dirinya yang akan mempertinggi kualitas bantuan yang dapat ia berikan pada kliennya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devy Arindha Sari
"Jumlah penyalahguna narkoba dari tahun ketahun terus meningkat. Hal ini perlu menjadi perhatian kita karena efek yang ditimbulkan oleh narkoba selain berbahaya bagi pemakainya, juga memberikan efek negatif bagi lingkungan. Seringkali penyalahguna narkoba terlibat dalam tindak kriminal untuk memenuhi kebutuhannya akan narkoba. Banyak usaha djlakukan oleh keluarga penyalahguna narkoba untuk menghentikan ketergantungan mereka terhadap narkoba. Namun, sulit untuk berhenti dari ketergantungan terhadap narkoba, apalagi jenis heroin yang tinggi tingkat adiksinya. Angka kekambuhan (relapse) setelah seorang
penyalahguna menjalani rehabilitasi cukup tinggi.
Untuk memahami apa yang mendorong seorang individu menampilkan suatu perilaku, bisa dilihat dari kebutuhan yang ingin dipenuhinya. Kebutuhan merupakan suatu pendorong bagi diti individu untuk melakukan sesuatu. Jika diketahui kebutuhan apa yang mendominasi perilaku individu penyalahguna narkoba, dalam proses konseling, konselor bisa membantu pengguna untuk lebih mengenali dirinya sendiri, menyadari kebutuhannya dan membantu mencari alternatif penyaluran Icebutuhan yang lebih tepat. Untuk membantu mengenali
kebutuhan kebutuhan apa yang ada dalam diri, diperlukan sebuah alat tes. Salah satu alat tes yang bisa digunakan adalah EPPS (Edwards Personal Preference Schedule). Konstruk alat tes ini dikembangkan dari teori kepribadian Henry Murray (1983). Alat tes ini mengukur 15 needs (need for achievement,preference, order; exhibition; autonomy; intraceptfon; succorance; dominance; abasement; afiliation, change, endurance, heterosexuality, dan aggression). Dengan bantuan alat tes ini, peneliti akan melihat kebutuhan apa yang dominan
dan menjadi karakteristik kepribadian dari individu penyalahguna narkoba Diharapkan bisa diperoleh suatu karakteristik yang membedakan antara individu penyalahguna dan bukan penyalahguna obat terlarang. Penelitian menggunakan sumber data sekunder dan pasien yang menjalani perawatan di RSKO (khususnya mereka yang mengalami ketergantungan heroin), sementara untuk kelompok bukan pengguna, peneliti mengadministrasikan tes EPPS pada subyek yang tidak menyalahgunakan narkoba.
Dari hasil penelitian diketahui tidak ada perbedaan profil EPPS yang signifikan antara penyalahguna dan bukan penyalahguna narkoba, kecuali pada needs for dominance dan need for heterosexuality terdapat perbedaan yang signifikan pada kedua kelompok tersebut. Sementara dari perbandingan nilai mean kedua kelompok, ada kebutuhan yang eenderung iebih tinggi pada kelompok penyalahguna, yaitu : need for deference, exhibifion, auronom, afiliation, change, endurance, heterosexuality, dan aggression. Sedangkan nilai mean yang cenderung lebih rendah adalah: need for deference, order, inrracepton, succorance, dominance, abasement, dan nurrurance.
Selain itu, diperoleh juga gambaran perilaku penyalahgunaan narkoba dari kelompok penyalahguna. Mereka kebanyakan memulai dari usia remaja awal dan teman adalah orang yang memperkenalkan mereka pada penyalahgunaan narkoba. Setelah ketergantungan pada heroin, sebagian besar subyek melakukan tindak kriminal untuk membiayai pemakain narkobanya. Cara pemakaian heroin yang mereka lakukan adalah dengan menggunakan janun suntik. Hampir seluruh subyek menggunakan secara bergantian, perilaku ini beresiko menularkan virus
HIV/AIDS. Usaha untuk menghentikan ketergantungan terhadap heroin sudah
pernah dilakukan, namun seringkali mereka mengalami relapse.
Selanjutnya penelitian ini djharapkan bisa menjadi masukkan bagi pengembangan penelitian dibidang dan membantu konselor atau praktisi lainnya untuk lebih peka terhadap kebutuhan yang dimiliki oleh individu penyalahguna narkoba."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T37820
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfonso Munte
"Tesis ini menelusuri pengalaman perempuan penyintas korban perkawinan anak dipaksa memasuki lembaga perkawinan pada usia anak. Peneliti menelusuri bagaimana perempuan penyintas perkawinan anak yang berasal dari Sekolah Perempuan mendapatkan akses pengetahuan umum, baik pendidikan formal maupun informal. Tujuan penelitian ini untuk mempelajari perempuan dewasa penyintas korban perkawinan anak mampu mengatasi berbagai masalah terkait dampak perkawinan anak serta bagaimana mereka membangun otonomi dan kebahagiaan melalui akses pengetahuan formal dan informal dalam kehidupannya kemudian dielaborasi dengan teori Shulamith Firestone dan Sara Ahmed. Peneliti menggunakan metode penelitian wawancara dan dengan instrumen penelitian berupa daftar pertanyaan detail, kemudian dimasukkan ke dalam padatan faktual, kategori dan tema. Hasil penelitian menyimpulkan keempat subjek penelitian mempunyai pengalaman pahit yang tergambar dengan tindak kekerasan seksual. Pengabaian dari suami dan mertua subjek penelitian yang semestinya perempuan penyintas perkawinan anak tersebut mendapatkan tempat aman dan ruang kasih sayang. Beberapa subjek penelitian mengalami kendala akses atas pengurusan administrasi. Akses subjek terhadap pengetahuan umum dan tentang kesehatan reproduksi menjadi penting ketika akses tersebut terhubung dengan percakapan perempuan dewasa korban pernikahan anak dengan petugas kesehatan. Dua perempuan dewasa korban perkawinan anak mendapatkan privilege karena pernah mengecap sekolah perempuan yang merupakan respons atas dasar pilihannya secara mandiri.

This thesis explores the experience of female survivors of child marriage being forced to enter marriage institutions. The researcher explores how women survivors of child marriage from Sekolah Perempuan gain access to general knowledge, both formal and informal education. The purpose of this research is to study that adult women who are victims of child marriage are able to overcome various problems related to the impact of child marriage and how they build autonomy and happiness through access to formal and informal knowledge in their lives and then I elaborated based on theory of Shulamith Firestone and Sara Ahmed. Researcher used interview research methods and research instruments such as list form that contained some detailed questions, then put them into factual solids, categories and themes. The results of the study concluded that the four research subjects had bitter experiences depicted by acts of sexual violence. The neglect of the husband and in-laws of the research subjects, which should have women who survived child marriages, got a safe place and a space of love. Some research subjects experience problems with access to administrative management. Subject access to general knowledge and about reproductive health becomes important when those access were connected with consultation of adult women victims of child marriage with health workers. Two adult women who are victims of child marriages got privileged because they have experienced Sekolah Perempuan which are a response based on their independent choices."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Mariska Prijanka
"Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui pemaknaan perempuan novelis mengenai kecantikan dalam karyanya. Sumber data yang digunakan yaitu empat essai dalam novel Si Parasit Lajang terdiri atas esai berjudul Klinik THT (Telinga, Hidung dan Tetek); Barbie, Barbie Barbie; dan Keputihan sedangkan dalam novel Pengakuan Eks Parasit Lajang yaitu esai berjudul Nilai. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tipe analisis semiotika. Hasil penelitian menunjukan bahwa secara denotatif, konstruksi kecantikan dalam novel tidak berbeda dengan yang direpresentasikan dalam media massa (iklan, film, dll) yakni disimbolisasikan dengan Barbie, tubuh tinggi, putih, langsing meskipun teks tersebut ditulis perempuan novelis yang tergolong sastra wangi (feminis). Makna konotasi menunjukan bahwa kecantikan dinilai dari segi fisik seperti tinggi, putih, langsing yang merujuk pada kemampuan finansial karena mampu mereparasi tubuh. Makna konotasi juga menunjukkan bahwa perempuan novelis mengkonstruksikan kecantikan sejalan dengan nilai dominan, walaupun masih menawarkan nilai kecantikan alternatif (non-fisik). Mitos menunjukan makna bahwa kecantikan perempuan melalui berbagai macam bentuk reparasi tubuh dianggap berdosa dan konsumtif karena masyarakat masih mempercayai penilaian kecantikan sebagai kodrat. Kecantikan fisik diungkapkan novelis lebih banyak dimaknai sebagai cara utama dalam menilai kecantikan dibandingkan penilaian kecantikan non-fisik. Konstruksi novelis mengenai kecantikan dalam novel sejalan dengan pemaknaan novelis tentang kecantikan. Novelis menilai bahwa perempuan memiliki hak untuk dapat membentuk kecantikan sesuai dengan keinginannya melalui reparasi tubuh, baik operasi plastik atau pun bersolek.

This study aimed to find out the meaning of beauty according to female novelist in her work. The primary data are four essays in Si Parasit Lajang: Klinik THT (Telinga, Hidung dan Tetek); Barbie, Barbie Barbie; and Keputihan, meanwhile in novel Pengakuan Eks Parasit Lajang the essay titled Nilai. This study is using a qualitative approach with semiotic analysis. The results showed that the denotation meaning of beauty in the text as drafted in the mass media that show the symbol on the Barbie beauty, skin whitening products, body repair to beauty contests like Miss Universe and model. Connotations shows that in terms of physical beauty assessed as high, white, slim which refers to financial ability. Myth indicates meaning that the beauty of women through various forms of reparation and consumptive body is considered sinful because people still trust the judgment of beauty as God’s will, nature, even gift. Novelist considered that physical beauty is more considered to represent the beauty than nonphysical. Construction novelist of beauty in the novel is the same as her meanings. Novelist sees that a woman have the right to be able to develop beauty according to their desires; through body repair and good plastic surgery.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rily Leonny Savitri Thela
"Perempuan masih menghadapi banyak tantangan dan ketidaksetaraan dengan mitra kerja laki-laki, misalnya dalam hal tunjangan dan promosi, walaupun perbedaan itu makin lama makin sedikit (BPS, 2000). Perempuan yang menduduki jabatan kepemimpinan secara statistik masih sedikit. Karena yang berada di posisi kepemimpinan kebanyakan laki-laki, maka pengetahuan dan deskripsi kepemimpinan kebanyakan diperoleh dari penelitian kepemimpinan dengan sampel laki-laki, terutama sebelum tahun 70-an. sedangkan perempuan tidak terwakili di dalamnya. (Klenke, 1996). Pada kenyataannya, makin banyak perempuan yang menjadi pemimpin dan dinilai berhasil. Kemudian muncullah penelitian-penelitian mengenai perbedaan jender dalam kaitannya dengan kepemimpinan.
Salah satu penelitian mengenai hal itu dilakukan oleh Gardiner dan Tiggerman pada tahun 1999. Penelitian ini berisi tentang perbedaan jender dalam gaya kepemimpinan, stres pekerjaan, dan kesehatan mental para manajer dalam industri yang didominasi laki-laki dan industri yang didominasi perempuan. Salah satu hasilnya adalah, bila dibandingkan manajer perempuan dan laki-laki dalam industri yang didominasi lakilaki maupun didominasi perempuan, manajer perempuan dalam industri yang didominasi laki-laki paling merasa tertekan. Selain karena diskriminasi, Early & Johnson (1990) memberi penjelasan dengan pemyatannya bahwa perempuan yang berada dalam lingkungan yang didominasi laki-laki merasa harus mengadopsi gaya laki-laki agar tidak kehilangan otoritas dan posisi. Benarkah demikian? Sebenarnya bagaimana pendapat karyawan di lingkungan yang didominasi laki-laki mengenai pemimpin perempuan yang ideal ? Apakah berbeda pendapatnya dengan karyawan di lingkungan yang didominasi perempuan ?
Salah satu hal yang menenmkan bagaimana hubungan antara orang-orang di dalamnya, termasuk antara pemimpin dan bawahan adalah budaya dalam komunitas tersebut. Hofstede (1991) menyatakan bahwa bila laki-laki berkumpul, nilai maskulin akan dominan, sebaliknya bila perempuan berkumpul nilai femininlah yang dominan. Karena itu, diduga di lingkungan ketja mayoritas laki-laki, nilai maskulinlah yang dominan, dan di lingkungan kerja mayoritas perempuan, nilai femininlah yang dominan. Klenke (1996) juga menyebutkan bahwa budaya suatu organisasi dapat terbentuk karena jender yang dominan dalam organisasi tersebut, khususnya pada posisi yang berpengaruh.
Penelitian ini dilakukan di sebuah bank di Jakarta dengan sampel lingkungan keija mayoritas laki-laki adalah divisi commercial banking dan sampel lingkungan kerja mayoritas perempuan adalah divisi individual banking. Untuk melihat bagaimanakah profil perilaku kepemimpinan perempuan yang ideal pada kedua lingkungan kerja tersebut digunakan Leadership Behavior Description Ouestionnaire (LBDQ) XII., yaitu suatu alat untuk meneliti perilaku kepemimpinan yang dikembangkan oleh Ohio State University. Untuk keperluan penelitian ini, alat tersebut diadaptasi dengan cara diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Untuk menangkap budaya organisasi pada masing-masing lingkungan kerja itu, dibuat suatu daftar pertanyaan open item yang berdasarkan pada nilai-nilai maskulin dan feminin pada dunia kerja yang dikemukakan oleh Hofstede (1991).
Hasilnya, pada kedua kelompok itu didapat skor rata-rata yang cukup tinggi untuk kedua belas faktor LBDQ, yang berarti pemimpin perempuan ideal menurut kedua kelompok itu adalah mereka yang sering menampilkan perliaku-perilaku yang tercakup dalam kedua belas faktor itu, yaitu representation (bertindak sebagai perwakilan kelompok), demand reconcilialion (merekonsillisi tuntutan yang saling berkonflik dan mengurangi ketidaksistematisan menjadi lebih teratur), tolerance of unceriainty (mampu mentoleransi ketidakpastian dan penundaan tanpa merasa cemas atau kecewa), persuasiveness (menggunakan persuasi dan argumen dengan efektif), initiation of structure (mendefinisikan perannya sendiri dan membiarkan bawahan tahu apa yang diharapkan), tolerance of freedom (memungkinkan bawahan untuk mengambil keputusan dan bertindak), role assumption (aktif melatih peran kepemimpinan daripada menyerahkannya kepada orang lain), consideration (memperhatikan kenyamana, kesejahteraan , status dan kontribusi dari bawahan), - production emphasis (menekankan pada aspek hasil yang produktif), predictive accuracy (memiliki pandangan ke depan dan memprediksi hasil secara akurat), integration (mempertahankan hubungan yang dekat dan menyelesaikan konflik antar anggota kelompok), superior oriental ion (mempertahankan hubungan baik dengan atasan, berpengaruh terhadap mereka, mengejar status yang lebih tinggi). Profil kepemimpinan perempuan ideal antara kedua lingkungan tersebut tidak jauh berbeda. Hal itu dapat terjadi karena ternyata budaya di divisi commercial dan individual banking tidak berbeda.
Berdasarkan perbandingan skor kedua belas faktor LBDQ di kedua lingkungan kerja, ditemukan bahwa hanya faktor production emphasis yang berbeda secara signifikan, dimana skor yang lebih tinggi terdapat pada kelompok kerja mayoritas perempuan. Karena hasil penelitian ini ruang lingkupnya relatif sempit, yaitu hanya di lingkungan pemasaran (marketing) perbankan, maka akan menarik jika dilakukan dalam bidang pekerjaan lain pada organisasi lain."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
S3076
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Adnan Sarofattullah
"Tormala dkk. (2012) menemukan bahwa manusia memiliki preferensi terhadap potensi, artinya manusia cenderung menilai individu yang berpotensi lebih tinggi daripada individu yang berprestasi. Berbagai studi menunjukan bahwa preferensi manusia dapat berubah hanya karena keberadaan alternatif tambahan (pengecoh). Dalam penelitian ini, Asymmetric Dominance Effect (ADE) digunakan untuk menguji apakah pengecoh mempengaruhi preferensi terhadap potensi. Penelitian ini dilakukan dalam konteks investasi. Partisipan (n = 132) berperan sebagai investor yang dihadapkan pada beberapa pengusaha. Preferensi partisipan dilihat dari perbandingan penilaiannya terhadap pengusaha-pengusaha tersebut.
Desain penelitian ini adalah 2 (karakteristik pengusaha: berpotensi vs beprestasi) x 3 (kondisi: tanpa pengecoh vs dengan pengecoh potensi vs dengan pengecoh prestasi) mixed factorial design. Hasilnya, terdapat effect yang signifikan dengan size yang besar pada variabel karakteristik pengusaha, F(1,126) = 84,93, p < 0,05, r = 0,63. Pengusaha yang berpotensi (M = 18,7, SD = 1,34) dinilai lebih tinggi dibandingkan pengusaha yang berprestasi (M = 17,31, SD = 1,44). Selain itu, terdapat interaksi yang signifikan dengan effect size yang moderat pada karakteristik pengusaha dan kondisi ADE, F(2,126) = 6,130, p < 0,05, r = 0,3.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa perbedaan kondisi ADE dapat mempengaruhi penilaian yang didasarkan pada potensi dan prestasi individu, namun tidak sampai mengubah preferensi.

Tormala et al. (2012) found that people have preference for potential, means that people value individual with high potential more than individual with high achievement. Considerable amount of studies suggest that preference changes across different condition. In present research, Asymmetric Dominance Effect was used to test how condition affects preference for potential. We ran this experiment in investment context. Participants (n = 132) received a page of paper containing profile of some entrepreneurs. As investor, participants were asked to rate each of them.
Design of this experiment is 2 (entrepreneur characteristic: high potential vs high achievement) x 3 (condition: without decoy vs with potential decoy vs with achievement decoy) mixed factorial design. We found significat effect on entrepreneur characteristic with large size effect, F(1,126) = 84.93, p < .05, r = .63. High potential entrepreneur (M = 18.7, SD = 1.34) were valued more than high achievement entrepreneur (M = 17.31, SD = 1.44). We also found significant interaction between entrepreneur characteristic and Asymmetric Dominance Effect condition, F(2,126) = 6.130, p < .05, r = .3.
This result suggest that Asymmetric Dominated Alternative (decoy) affect how people value individual based on his or her potential and achievement, but does not change the preference for potential.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S54478
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lathifah Tri Utari
"Berbagai penelitian telah dilakukan untuk melihat faktor psikologis apa saja yang terlibat dalam preferensi pemilihan tempat wisata. Dari berbagai penelitian tersebut ditemukan bahwa kepribadian dan motivasi memiliki peran terhadap preferensi pemilihan tempat wisata. Penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa besar peran kepribadian dan motivasi terhadap preferensi pemilihan tempat wisata. Partisipan merupakan penduduk Jabodetabek yang berusia di atas 18 tahun (N=507). Pengukuran variabel kepribadian diukur menggunakan instrumen BFI 44-item dan variabel motivasi diukur menggunakan instrumen push factors dan pull factors. Hasil menunjukkan bahwa motivasi hanya berperan secara parsial terhadap preferensi pemilihan tempat wisata, khususnya pada pull factors (p=000), sedangkan pada aspek kepribadian trait extraversion (p=000), conscientiousness (p=0,027), neuroticism (p=0,000), dan openness (p=0,001) memiliki peran terhadap preferensi pemilihan tempat wisata.

Some previous research has been conducted to see what psychological factors are involved in the preferences of tourist destinations. Previous research found that personality and motivation have a role in the preferences of tourist destination. This study aimed to see how much the role of personality and motivation to preferences of tourist destinations. Participants are residents of Jabodetabek aged above 18 years (N=507). Personality was measured using BFI 44-item and motivation was measured using push factors and pull factors. The result of the study indicated that motivation only had a partial role in the preference of tourist destination, especially on pull factors (p=000), whereas the extraversion (p=000), conscientiousness (p=0,027), neuroticism (p=0,000), and openness (p=0,001) trait have a role in the preferences of tourist destination."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raedi Zulfahmi Hanifi
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari employer attractiveness terhadap intention to apply dengan menggunakan dimensi social value,market value, economic value, application value, cooperation value dan working environment. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah generasi Y yang minimal mempunyai gelar sarjana dari 10 perguruan tinggi terbaik di Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan jumlah sampel sebanyak 200 responden yang dikumpulkan dengan metode non-probability sampling. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini diolah dengan aplikasi SPSS ver. 23 menggunakan metode Multiple Regression Analysis. Hasil akhir dari penelitian ini menyatakan bahwa employer attractiveness memiliki pengaruh yang positif terhadap intention to apply secara keseluruhan dan dimensi yang paling mempengaruhi adalah social value. Economic value, cooperation value, dan working environment juga punya pengaruh positif sedangkan market value dan application value tidak mempunyai pengaruh yang signifikan.

The purpose of this research is examining the influence of employer attractiveness toward intention to apply. Further employer attractiveness dimensions breakdown of social value, market value, economic value, application value, cooperation value and working environment was used. The object or respondents that were used in this research are generation Y individuals who minimum have an undergraduate degree from top 10 reputable universities in Indonesia. This research was performed with 200 respondents that collected through non probability sampling. Data collected in this research were analyzed using multiple regression analysis with the aid of SPSS ver. 23. The final result of this research found that employer attractiveness has positive influence to intention to apply as a whole and the most impactful dimension is social value. Economic value, cooperation value, and working environment also have a positive influence while market value and application value have insignificant influence.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>