Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 193069 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tikky Suwantikno Sutjiaputra
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh terpuruknya kondisi pendidikan di Indonesia, khususnya pendidikan kreativitas. Padahal kreativitas merupakan suatu hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia saat ini dan masa yang akan datang. Melalui kajian teoritis diperoleh pemahaman bahwa guru dengan perannya sebagai pemimpin mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan kreativitas siswa. Gaya kepemimpinan (Telling, Selling, Participating Delegating) dan kreativitas guru di dalam kelas diperkirakan merupakan dua faktor di antara faktor Lainnya yang mempengaruhi kreativitas siswa. Oleh karena 'itu penelitian ini bermaksud menjawab permasalahan bagaimanakah pengaruh dan pola hubungan variabel gaya kepemimpinan (Telling, Selling, Participating Delegating) dan kreativitas guru terhadap kreativitas siswa.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sejumlah 133 siswa kelas 5 SD pada sekolah BPK PENABUR Tasikmalaya, Serang, Jatibarang dan Indramayu dimana sekolah-sekolah tersebut masih menggunakan sistem guru kelas, dengan rincian 57 siswa dari dua kelas di Tasikmalaya, 37 siswa dari dua kelas di Serang, 23 siswa dari satu kelas di Jatibarang dan 16 siswa dari satu kelas di Indramayu. Untuk mengukur gaya kepemimpinan guru (Telling, Selling, Particgnczting, Delegating) dan kreativitas guru di dalam kelas digunakan instrumen yang disusun sendiri oleh penulis, yang sebelum digunakan telah dilakukan uji coba terlebih dahulu terdapat 38 siswa kelas 5 SD BPK PENABUR Bogor.
Alat ukur gaya kepemimpinan (Telling, Selling, Participating, Delegating) dan kreativitas guru di dalam kelas tersebut merupakan alat ukur sekunder berupa skala penilaian subyektif dari siswa (persepsi siswa). Sedangkan untuk mengukur kreativitas siswa digunakan Tes Kreativitas Figural dari Torrance yang telah diadaptasi dan dibakukan untuk murid-murid di Indonesia oleh Utami Munandar.
Dari hasil analisis dengan menggunakan Pearson Product Moment diperoleh informasi bahwa korelasi antara setiap dimensi gaya kepemimpinan (Telling, Selling, Participating, Delegating) dengan kreativitas siswa tidak ada yang sesuai dengan pemahaman teoritis bahwa gaya kepemimpinan Telling dan Delegating berhubungan secara signifikan dan negatif sedangkan gaya kepemimpinan Selling dan Participating berhubungan secara signifikan dan positif Namun dari hasil analisis tersebut ditemukan korelasi yang signifikan antara setiap gaya kepemimpinan (Telling, Selling, Participating, Delegating) dengan kreativitas guru di dalam kelas yang sesuai dengan kajian teoritis, dimana gaya kepemimpinan Telling berkorelasi negatif dan signifikan dengan kreativitas guru, r = - 0,233 (p=0,0l2), sedangkan gaya kepemimpinan Selling dan Participating berkorelasi positif dan signifikan dengan kreativitas guru, korelasi gaya kepemimpinan Selling dengan kreativitas guru sebesar r = 0,652 (p=0,000) dan korelasi antara gaya kepemimpinan Participating dengan kreativitas guru sebesar r = 0,226 (p=0,006).
Disamping itu diperoleh informasi bahwa pengaruh setiap dimensi gaya kepemimpinan (Telling, Selling, Participating, Delegating), dan kreativitas guru terhadap kreativitas siswa sangatlah kecil, karena berdasarkan analisis regresi hanya diperoleh skor R square sebesar 0.093 yang artinya variabel-variabel prediktor tersebut hanya memberikan sumbangan pengaruh sebesar 9,3 %, sedangkan yang 90,7 % merupakan sumbangan pengaruh dari variabel lain.
Penelitian ini juga memberikan temuan, bahwa kreativitas siswa SD di kota Jatibarang (M= 21,6957) dan Indramayu (M= 21,5625) lebih rendah dibandingkan kreativitas siswa SD di kota Tasikmalaya (M= 26,842l) dan.n Serang (M=25,9730). Perbedaan kreativitas antar sekolah dinilai sangat signifikan melalui analisis statistik ANOVA karena diperoleh skor F= 12,404 (p=0,000). Perbedaan tersebut diduga disebabkan karena adanya perbedaan kondisi psikologis pribadi siswa, lingkungan sekolah, masyarakat dan budaya di setiap sekolah Temuan lainnya adalah bahwa terjadi perbedaan persepsi siswa di setiap sekolah (kota) terhadap gaya kepemimpinan Telling (F=4,216, p=0,007), Participating (F=3,966, p=0,0l0) dan Delegating (F=3,465, p=0,0l8). Sedangkan terhadap gaya kepemimpinan Selling tidak terdapat perbedaan yang signifikan (F=l,967, p=0,122). Perbedaan persepsi siswa di setiap sekolah (kita) juga tidak terjadi terhadap kreativitas guru (F=0,32l, p=0,810).
Berdasarkan hasil-hasil penelitian, kesimpulan dan diskusi dapat diajukan saran-saran yang berkaitan dengan :
1. Sampel penelitian, diharapkan sampel penelitian diusahakan diwakili oleh kelompok sekolah yang Lebih banyak agar dapat diperoleh sampel yang lebih bersifat heterogen
2. Alat ukur, alat ukur dalam penelitian ini merupakan alat ukur yang disusun sendiri oleh penulis dan bam pertama kali digunakan, kiranya perlu dikembangkan lebih lanjut dengan perbaikan aspek bahasa dan penambahan item yang lebih banyak, agar diperoleh data yang lebih terperinci.
3. Variabel penelitian, mengingat variabel prediktor, yaitu gaya kepemimpinan (Telling, Selling, Participating dan Delegating) dan kreativitas guru hanya memberikan sumbangan pengaruh sebesar 9,3% terhadap variabel kriterium, yaitu kreativitas siswa, sedangkan 90,7% merupakan sumbangan pengaruh dari variabel lainnya, maka perlu
dilakukan penelitian yang lebih mendalam tentang kreativitas siswa dengan melibatkan variabel-variabel lain secara terpadu, baik yang bersifat inrelelctzf maupun non-inrelektiff
4. Dalam kaitan peningkatan mutu pendidikan, khususnya pendidikan kreativitas di BPK PENABUR maka pengurus BPK PENABUR membentuk dan menugasi suatu tim guna meneliti lebih lanjut masalah ini dan perlu dirancang suatu evaluasi internal atau cause root analysis di setiap sekolah."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nainggolan, Bernadette Romauli
"Indonesia sebagai negara dengan penduduk yang besar, ternyata tidak dapat menjadikan jumlah penduduknya yang besar sebagai sumber daya negara. Hasil pengukuran yang dilakukan oleh Human Development Report Office menunjukkan angka indeks pengembangan sumber daya manusia Indonesia berada pada peringkat ke-110 dari seluruh negara di dunia. Salah satu penyebab dari rendahnya angka indeks ini adalah rendahnya partisipasi belajar siswa sekolah dasar. Partisipasi belajar yang dimaksud adalah keterikatan dan keterlibatan siswa terhadap proses belajar di sekolah. Rendahnya partisipasi belajar ditunjukkan dengan angka siswa yang mengulang kelas dan putus sekolah.
Rendahnya partisipasi belajar siswa sekolah dasar (sebagai tingkat pendidikan dasar) di Indonesia ini diyakini disebabkan oleh kemiskinan (Semiawan, 2005; Slavin, Karweit & Madden,1989 dalam Kauchak & Eggenth, 1989; Rycraft ,1990 dalam Seregreg, 1997; BPS, 2004). Kemiskinan dari sisi materi mempengaruhi pemelajaran dalam berbagai cara termasuk menyebabkan rendahnya self-regulated learning siswa yang menyebabkan rendahnya partisipasi belajar siswa (Pellino, 2005). Hal ini dikuatkan oleh penelitian dari Howse, dkk (2003) menunjukkan self regulated learning siswa miskin lebih rendah dari siswa yang tidak miskin. Di lain pihak, beberapa penelitian menunjukkan bahwa rendahnya partisipasi belajar disebabkan oleh rendahnya self-regulated learning siswa, bukan karena kemiskinannya, melainkan karena kualitas guru dan sekolah (Mathis, 2004). Untuk itu, peneliti melihat pengaruh kemiskinan, pengaruh guru yang diwakili oleh gaya kepemimpinan guru dan pengaruh sekolah yang diwakili oleh Quality of School Life (QSL) terhadap self-regulated learning siswa sekolah dasar.
Untuk menjawab masalah penelitian ini, metode penelitian kuantitatif yang dilaksanakan terhadap 88 anak kelas V SD di Jakarta Selatan, dengan mengontrol IQ rata-rata ke atas. Hasil menunjukkan bahwa kemiskinan dan gaya kepemimpinan guru tidak memberikan pengaruh terhadap self-regulated learning siswa sekolah dasar, sedangkan Quality of School Life memberikan pengaruh terhadap self-regulated learning siswa sekolah dasar. Di lain pihak analisis regresi menunjukkan berperannya variabel gaya kepemimpinan guru Selling dan Quality of School Life terhadap self regulated learning siswa sekolah dasar. Gaya kepemimpinan Selling adalah gaya kepemimpinan guru yang memiliki orientasi tugas dan orientasi hubungan yang keduanya tinggi terhadap siswa, dalam hal ini siswa sekolah dasar.
Hasil penelitian tambahan menunjukkan adanya pengaruh jenis kelamin terhadap self regulated learning siswa sekolah dasar, dimana siswi memiliki self-regulated learning yang lebih tinggi dibandingkan siswa. Selain itu ditemukan pula tidak adanya perbedaan yang bermakna antara siswa yang memiliki IQ rata-rata ke atas dan IQ di bawah rata-rata terhadap skor self-regulated learning.
Dengan hasil ini penelitian ini membuktikan pengaruh Quality of School Life dan gaya kepemimpinan guru Selling terhadap self-regulated learning siswa sekolah dasar.
Peningkatan self-regulated learning melalui peningkatan kualitas guru, sekolah yang dimediasi oleh peningkatan self-regulated learning pada akhirnya akan meningkatkan prestasi belajar anak sekolah dasar secara khusus, dan partisipasi belajar penduduk Indonesia pada umumnya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T18620
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
HR Prihatinawati
"ABSTRAK
Keuntungan dan kerugian pembelajaran bahasa kedua sejak usia dini hingga sekarang
masih diperdebatkan (Izdihar, 2009). Pada beberapa kasus, pembelajaran bahasa
kedua pada usia dini dipercaya justru dapat menghambat perkembangan kemampuan
bicara siswa (Howell, P; Davis, S; William, R, 2009). Tesis ini membahas tentang
hubungan bilingualisme dan pola asuh autoritatif pada perkembangan kreativitas
siswa kelas 5 SD di Bogor. Kemampuan kreativitas anak diukur menggunakan Tes
Kreativitas Verbal/TKV paralel 1 (Munandar, 1988), bilingualisme diukur
menggunakan Picture Naming Test/PNT (Kharkhurin, 2008), dan pola asuh
autoritatif dilihat melalui kuesioner pola asuh autoritatif. Selain itu, hal-hal lain yang
diperhitungkan dalam penelitian ini adalah usia belajar bahasa kedua (second
language acquisition/SLA), bahasa yang dipergunakan di rumah, serta jenis kelamin.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif non eksperimental. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa: 1) bilingualisme berkorelasi positif dengan kreativitas, namun
tidak demikian halnya dengan pola asuh autoritatif dan kreativitas; 2) bahasa
campuran Inggris-Indonesia yang dipergunakan sehari-hari berkorelasi positif dengan
kreativitas; 3) usia mulai belajar bahasa kedua berkorelasi negatif terhadap
kelancaran bilingual. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran bahasa
kedua sejak dini dapat membawa keuntungan bagi siswa dengan cara mendukung
perkembangan kreativitas siswa, khususnya jika bahasa tersebut dilatih dan
dipergunakan sehari-hari."
2010
T37864
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Wulan
"Penelitian ini mengkaji hubungan antara iklim kelas belajar aktif dan gaya belajar dengan kreativitas. Iklim kelas belajar aktif adalah kondisi yang memungkinkan siswa terlibat secara aktif baik intelektual, emosional, maupun fisik dalam belajar. Iklim kelas mencerminkan kondisi psikologis dari lingkungan kelas sebagai tempat pembelajaran, sebagaimana yang dipersepsikan oleh individu di dalamnya. Oleh karena itu, iklim kelas berkenaan dengan suasana belajar yang tercipta, yang banyak ditentukan oleh interaksi antara guru dan siswa.
Gaya belajar adalah kecenderungan siswa dalam mengadaptasi strategi tertentu dalam belajar, melalui proses internalisasi dan konsentrasi hingga menemukan pendekatan yang sesuai dengan tuntutan belajar di kelas atau sekolah, serta tuntutan mata pelajaran. Menurut DePorter dan Hemacki (1992), ada tiga macam gaya belajar, yaitu visual, auditori, dan kinestetik.
Kreativitas adalah kemampuan melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, baik dalam bentuk aptitude maupun non-aptitude, baik karya baru maupun kombinasi hal-hal yang sudah ada, yang relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya. Kreativitas dalam penelitian ini diukur melalui Tes Kreativitas Figural (TKF) dengan hasil berupa skor CQ (Creativity Quotient).
Penelitian ini merupakan kajian lapangan dengan tipe non-eksperimental korelasional. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive accidental sampling, dengan 34 siswa untuk pengujian item dan 55 siswa untuk pengujian hipotesis, yang berasal dari tiga kelas. Kriteria responden adalah siswa kelas III sekolah dasar dari sekolah dasar yang menerapkan belajar aktif dalam kegiatan pembelajarannya. Data yang digunakan adalah data kuantitatif dan kualitatif, yang diperoleh melalui pengisian kuesioner oleh siswa, tes kreativitas, dan wawancara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum, iklim kelas belajar aktif memiliki korelasi yang cukup signifikan dengan kreativitas. Namun, gaya belajar visual, auditori, dan kinestetik tidak memiliki korelasi dengan kreativitas. Demikian pula, iklim kelas belajar visual dan kinestetik tidak berkorelasi dengan kreativitas. Namun, iklim kelas belajar aktif dan gaya belajar auditori memiliki hubungan yang cukup signifikan dengan kreativitas ketika dilihat secara bersama-sama.
Untuk penelitian lebih lanjut, disarankan mempertimbangkan heterogenitas tingkat inteligensi (IQ) siswa serta homogenitas sampel berdasarkan kemampuan akademik siswa melalui nilai rapor. Selain itu, disarankan menggunakan alat ukur gaya belajar yang dapat memberikan hasil identifikasi beserta skor kuantitatifnya, sehingga hasil identifikasi dapat dikonversikan ke dalam angka dengan standar baku. Penelitian selanjutnya juga sebaiknya menggunakan ilustrasi gambar yang lebih baik, memperluas usia subjek penelitian, serta melakukan analisis data variabel gaya berpikir untuk memperoleh hasil yang lebih mendalam.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa iklim kelas belajar aktif dapat meningkatkan kreativitas siswa kelas III sekolah dasar. Oleh karena itu, disarankan kepada para pendidik, baik orang tua maupun guru, untuk menyajikan kegiatan pembelajaran yang kondusif bagi pengembangan kreativitas anak, yaitu dengan menciptakan iklim kelas belajar aktif. Selain itu, penelitian ini menunjukkan bahwa siswa memiliki gaya belajar yang unik atau berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Oleh karenanya, dalam rangka meningkatkan kreativitasnya, siswa harus diberikan kesempatan untuk memilih kegiatan kreatif yang sesuai dengan gaya belajarnya, sehingga kreativitas siswa akan berkembang secara optimal."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tjatjo Thaha
"Penelitian ini bertitik tolak dari pemikiran tentang diperlukannya upaya bagaimana mengatasi masalah siswa putus sekolah khususnya siswa SMP, yang setiap tahun semakin meningkat jumlahnya. Siswa putus sekolah ini agaknya sudah merupakan masalah dibidang pendidikan yang perlu diatasi secara nasional. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan pendidikan, Pemerintah mendirikan sekolah-sekolah dan bahkan melakukan pemerataan pendidikan, sampai kedesa-desa. Namun masih banyak juga siswa terhenti sebelum suatu jenjang pendidikannya selesai. Siswa putus sekolah ini lalu menimbulkan dampak negatif dalam masyarakat, seperti pengangguran, kriminalitas, kenakalan remaja, dan sebagainya.
Dengan penuh i'tikad baik, Pemerintah maupun masyarakat, membentuk suatu wadah pembinaan yang disebut, " Karang Taruna " di bawah binaan Departemen Sosial, sebagai salah satu lembaga pendidikan luar sekolah. Melalui lembaga ini, siswa putus sekolah diharapkan dapat teratasi sebahagian masalahnya, misalnya dalam meningkatkan kreativitasnya.
Penelitian ini, adalah untuk mengetahui hubungan antara Persepsi terhadap Karang Taruna dan Motivasi berprestasi dengan Kreativitas siswa SMP putus sekolah dalam Karang Taruna. Oleh karena itu penelitian ini, adalah termasuk jenis ex post facto il yakni siswa SMP putus sekolah sebagai sampel penelitian ini telah berada dan menjadi anggota Karang Taruna.
Dari topik penelitian ini dapat diketahui, bahwa yang merupakan peubah bebas (meramalkan ), adalah, Persepsi terhadap Karang Taruna dan Motivasi berprestasi, sedang peubah terikat (diramalkan), adalah kreativitas.
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah dengan mengambil sampel 12 Karang Taruna, yang berlokasi 12 kelurahan dengan klasifikasi, di luar kota, di pinggir kota, dan di dalam kota, dengan jumlah subyek 102 orang.
Dengan melalui kajian pustaka, lalu dikemukakan 7 buah hipotesis yang kemudian di analisis secara statistik melalui komputer, yaitu dengan korelasi tunggal dan parsial serta regresi.
Ketujuh hipotesis yang diajukan itu, semuanya diterima, yaitu .
Hipotesis 1: Ada hubungan yang signifikan antara Persepsi terhadap Karang Taruna dan Motivasi berprestasi dengan Kreativitas, siswa SMP putus sekolah.
Hipotesis 2 : Ada hubungan yang signifikan antara Persepsi terhadap Karang Taruna dengan Kreativitas siswa SMP putus sekolah.
Hipotesis 3: Tidak ada perbedaan persepsi terhadap Karang Taruna antara laki-laki dan wanita dari siswa SMP putus sekolah.
Hipotesis 4: Ada hubungan signifikan antara Motivasi berprestasi dengan kreativitas siswa SMP putus sekolah.
Hipotesis 5: Tidak ada perbedaan Motivasi berprestasi antara laki-laki dan wanita dari siswa SMP putus sekolah dalam Karang Taruna.
Hipotesis 6: Ada hubungan signifikan antara Persepsi terhadap Karang Taruna dengan Motivasi berprestasi dari siswa SMP putus sekolah dalam Karang Taruna.
Hipotesis 7 : Tidak ada perbedaan kreativitas antara 1aki-laki dan wanita dari siswa SMP putus sekolah dalam Karang Taruna.
Kesimpulan umum dari penelitian ini, ialah bahwa ada hubungan signifikan antara persepsi terhadap Karang Taruna dan motivasi berprestasi dengan kreativitas. Dengan demikian persepsi terhadap Karang Taruna dan motivasi berprestasi secara bersama-sama memberi suiabangan terhadap kreativitas siswa SMP putus sekolah, yang berada dalam Karang Taruna. Dengan kata lain, untuk meningkatkan kreativitas siswa SMP putus sekolah yang dibina dalam Karang Taruna, maka faktor persepsi terhadap Karang Taruna dan motivasi berprestasi perlu diperhatikan.
Tesis ini ditutup dengan menyampaikan saran untuk penelitian berikutnya serta pemanfaatan hasil penelitian, di samping juga mengemukakan kelemahan dan kelebihan penelitian ini."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
JPK 17(1-2)2011
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Gunawan Setiadi
"Pendidikan memegang peranan penting dalam mengembangkan kreativitas siswa. Iklim sekolah kreatif dan efikasi diri guru merupakan faktor utama yang dapat memengaruhi perkembangan kreativitas siswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh efikasi diri guru dalam memediasi iklim sekolah kreatif dan perilaku guru membina kreativitas pada siswa sekolah dasar. Penelitian dilakukan kepada 118 guru sekolah dasar di Jabodetabek. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah CFTI Scales (Soh, 2000), R-SLEQ (Johnson et al., 2007), dan I-TSES (Rahayu & Wangid, 2021). Hasil penelitian menunjukkan terdapat full mediation pada hubungan iklim sekolah kreatif dan perilaku guru membina kreativitas siswa yang dimediasi oleh efikasi diri guru. Hal ini menunjukkan bahwa iklim sekolah kreatif dapat memengaruhi perilaku guru membina kreativitas apabila dimediasi oleh efikasi diri guru. Implikasi dari penelitian menekankan bahwa sekolah harus membentuk iklim pembelajaran kreatif dan guru perlu memiliki efikasi diri yang baik agar dapat mengembangkan kreativitas siswa.

Education plays a vital role in developing students' creativity. Creative school climate and teacher self-efficacy are the main factors that can influence the development of student creativity. This study aims to determine the effect of teacher self-efficacy in mediating creative school climate and creativity fostering teacher behavior in elementary school students. The study was conducted on 118 elementary school teachers in Jabodetabek. The measuring instruments used in this study are CFTI Scales (Soh, 2000), R-SLEQ (Johnson et al., 2007), and I-TSES (Rahayu & Wangid, 2021). The results showed that there was full mediation in the relationship between creative school climate and creativity fostering teacher behavior mediated by teacher self-efficacy. This shows that creative school climate can creativity fostering teacher behavior when mediated by teacher self-efficacy. The implication of the study emphasizes that schools should establish a creative learning climate and teachers need to have good self-efficacy in order to develop students' creativity."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kakay Sukayah
"Kampung Nelayan Muara Angke adalah daerah yang kaya akan keanekaragaman organisme dan budaya. Daerah Kampung Nelayan memiliki banyak masalah lingkungan hidup seperti pencemaran laut dan sungai, kerusakan hutan mangrove, banjir akibat pasang air laut dan sistem pengolahan sampah. Salah satu alasan timbulnya masalah-masalah tersebut adalah rendahnya kepedulian masyarakat terhadap lingkungan hidup. Karena itu pendidikan lingkungan hidup di daerah Kampung Nelayan Muara Angke tersebut harus ditingkatkan.
Pendidikan lingkungan hidup yang diselenggarakan di sekolah hams bersifat terbuka, memberikan life skill dan memberikan potensi lokal di daerah tersebut. Hal ini menuntut kompetensi guru dan kultur sekolah yang baik, karena siswa akan mempersepsi kompetensi dan kultur sekolah tersebut dan akhirnya merubah sikap dan prilakunya terhadap lingkungan hidup. Dengan demikian persepsi siswa terhadap kompetensi guru dan kultur sekolah turut menentukan kepedulian siswa terhadap lingkungan hidup.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui persepsi siswa terhadap kompetensi guru, persepsi siswa terhadap kultur sekolah, kepedulian siswa terhadap lingkungan hidup dan hubungan persepsi-persepsi tersebut terhadap kepedulian siswa terhadap lingkungan hidup. Kegunaan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kompetensi guru dan kultur sekolah, sehingga tujuan lingkungan hidup dapat terpenuhi dengan baik. Alasan penentuan Kampung Nelayan Muara Angke sebagai lokasi penelitian adalah karena penduduk tersebut sebagian besar adalah nelayan. Disamping itu, penulis lebih mengenal wilayah Kampung Nelayan Muara Angke dari wilayah yang mungkin representatif juga sebagai lokasi penelitian.
Penelitian ini didesain dengan menggunakan metode wawancara berstruktur dan observasi lapangan, dengan mengambil data pokok secara langsung di lokasi penelitian dan mengacu pada variabel-variabel yang menjadi fokus penelitian ini. Variabel bebas dari penelitian ini adalah persepsi siwa terhadap kompetensi guru dan persepsi siswa terhadap kultur sekolah. Variabel terikat adalah keperdulian siswa terhadap lingkungan hidup. Sampel yang diteliti adalah siswa SD kelas VI dari SDN Pluit 03, SDN Pluit 04, SDN Pluit 05 dan SDN Pluit 06. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling dan stratified proporsional sampling. Penelitian ini dilakukan pada semester dua tahun ajaran 2002/2003.
Skor rata-rata dari persepsi siswa terhadap lingkungan hidup adalah 64,42857, skor rata-rata persepsi siswa terhadap kultur sekolah adalah 67,1143 dan skor rata-rata kepedulian siswa terhadap lingkungan hidup 124,1714. Ketiga skor rata-rata tersebut berkategori baik. Perhitungan statistik dengan menggunakan spearman rho memperlihatkan bahwa hubungan antara persepsi siswa terhadap kompetensi guru dan kepedulian lingkungan hidup cukup berarti (r = 0,6459). Hubungan antara persepsi siswa terhadap kultur sekolah dengan kepedulian siswa terhadap lingkungan hidup adalah kuat (r = 0,8358). Dan hubungan antara persepsi siswa terhadap kompetensi guru dan persepsi siswa terhadap kultur sekolah dengan kepedulian siswa terhadap lingkungan hidup adalah kuat (r 0,8637). Hubungan-hubungan tersebut di atas adalah signifikan pada a = 0,05. Secara deskriptif dengan penjabaran jawaban siswa terhadap butir soal dalam kuesioner menunjukan hasil yang sama.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:
1. Persepsi siswa terhadap kompetensi guru berkategori golongan baik
2. Persepsi siswa terhadap kultur sekolah berkategori golongan baik
3. Kepedulian siswa terhadap lingkungan hidup berkategori golongan baik.
4. Terdapat hubungan yang positif antara persepsi siswa terhadap kompetensi guru dengan kepedulian siswa terhadap lingkungan hidup (r2 = 41,72 %).
5. Terdapat hubungan yang positif antara persepsi siswa terhadap kultur sekolah dengan kepedulian lingkungan hidup (r-2 = 69,87 %).
6. Terdapat hubungan yang positif antara persepsi siswa terhadap kompetensi guru dan persepsi siswa terhadap kultur sekolah secara bersama-sama dengan kepedulian siswa terhadap lingkungan hidup (r2 = 74,60 %).
Rekomendasi bagi SDN Pluit 03, 04, 05 dan 06 dalam meningkatkan Kepedulian siswa terhadap lingkungan hidup melalui perbaikan kompetensi guru dan kultur sekolah adalah sebagai berikut:
a. Kompetensi guru
Guru-guru perlu lebih memahami pendidikan lingkungan hidup yang terbuka, memuat potensi lokal yaitu daerah pesisir, memenuhi life skill, dan tidak memisahkan antara lingkungan hidup alami, sosial dan buatan. Hal ini dapat dilakukan dengan bekerja sama dengan Dinas Perikanan setempat, masyarakat nelayan, baik sebagai pedagang, pengelola, maupun buruh/ABK atau juga pengurus koperasi setempat untuk memberikan pengalamannya kepada siswa-siswa atau guru sebagai penambahan pengalaman dan pengetahuan. Disamping itu dapat juga dilakukan dengan membawa anak berkeliling daerah setempat seperti hutan bakau, pulau Rambut atau pulau Bokor dan lain-lain di daerah pesisir setempat untuk lebih mengenal kehidupan pesisir. Hal ini penting karena walaupun siswa hidup di daerah nelayan, mereka kurang memiliki pengetahuan yang terkait pada daerah tersebut. Disamping itu guru dalam proses belajar mengajar perlu memberikan contoh-contoh tumbuhan, hewan dan lain-lain yang berasal dari daerah nelayan, sehingga siswa lebih mengenal daerah lingkungan hidupnya. Perlu pula guru memberikan tugas atau prakarya yang bahan bakunya di ambil dari daerah pesisir, sehingga siswa belajar memanfaatkan potensi daerah pesisir. Guru dalam menerangkan lingkungan alami, sosial dan butan perlu mengkaitkan lingkungan-lingkungan tersebut sehingga tergambar bahwa lingkungan tersebut tidak dapat dikelola secara terpisah. Pendidikan lingkungan hidup tersebut dapat dilakukan oleh guru dengan menyisipkan pada muatan lokal pendidikan lingkungan kehidupan Jakarta (PLKJ) atau kegiatan pramuka yang merupakan ekstra kurikuler wajib bagi siswa.
b. Kultur sekolah
Kegiatan-kegiatan sekolah yang berkaitan dengan lingkungan hidup perlu ditingkatkan. seperti pramuka, UKS, P3K, kegiatan kerja bakti bersama dan bakti sosial. Khusus pramuka perlu dikembangkan lagi mengenai pengenalan alam sekitarnya. Mengaktifkan kegiatan-kegiatan tersebut di atas adalah penting, karena nilai-nilai, sikap dan perilaku yang ada pada kegiatan-kegiatan tersebut akan ditiru siswa dan diaplikasikan kepada lingkungannya. Karena hubungan persepsi siswa terhadap kompetensi guru dan persepsi siswa terhadap kultur sekolah bersinergik terhadap kepedulian siswa terhadap lingkungan hidup, maka guru hares aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang ada di sekolah yang terkait pada PKLH. Untuk mendukung kultur sekolah yang baik perlu dilakukan perbaikan-perbaikan sarana, prasarana dan tenaga kebersihan sekolah yaitu:
1. Perlu ditambah tempat sampah yang tertutup, sehingga tidak berterbangan tertiup angin. Disamping itu perlu disediakan tempat sampah yang terpisah antara tempat sampah kering dan tempat sampah basalt
2. Perlu ditambah tumbuhan hias atau apotik hidup sehingga dapat menciptakan suasana yang lebih sejuk dan nyaman
3. Perlu penertiban kembali mengenai kantin yang ada di sekolah. Hal ini dapat dilakukan dengan kerjasama antara pedagang makanan di sekolah dan pihak sekolah untuk membuat kantin yang bersih dan nyaman
4. Perlu ditambah tenaga kebersihan sekolah, mengingat sekoiah cepat kotor setelah dibersihkan karena daerah Kampung Nelayan Muara Angke merupakan daerah pesisir yang hembusan anginnya relatif kencang dan membawa debu-debu yang berasal dari gejaia pasang surut.

Students Perception and Environment Awareness (Case Study: Students Perception toward Teachers Competence, Students Perception toward School Culture and Students Awareness toward Environment In SDN Pluit 03, 04, 05 and 06 Kampung Nelayan Muara Karang, Jakarta)Kampung Nelayan Muara Angke is a coastal area that is rich in diversity of organism and culture. Kampung Nelayan Muara Angke has many environment problems, such as sea and river pollution, damage of mangrove, flood caused by the rise of tide, and garbage management system. One reason of the problems is low society awareness toward environment. Hence environment education in Kampung Nelayan Muara Angke should be increased.
Environment education in school should be open, must give life skill, and learn local potential. It needs good teachers' competence and good culture of school, because students will perceive them and finally change their attitude and behavior toward environment. So, students' perception toward teachers' competence and school culture determine students' awareness toward environment.
The research is generally aimed at knowing students' perception toward teachers' competence, students' perception toward school culture, students' awareness toward environment and knowing relationship between those perceptions and students' awareness toward environment. Purpose of this research is to increase teachers' competence and school culture, so aim of the environment education can be fulfilled. Kampung Nelayan Muara Angke is selected to be sample area since many of people are fishermen. In addition the researcher knows the representative area in Kampung Nelayan Muara Angke well for survey.
The research is designed to adopt structural interview and observation methods by referring to variable being the focus of this survey. Independent variables are students' perception toward teachers' competence and students' perception toward school culture. Dependent variable is students' awareness toward environment. Sample are students of level VI SD from SDN Pluit 03, SDN Pluit 04, SDN Pluit 05 dan SDN Pluit 06. Sampling method are purposive sampling and stratified proportional sampling. The research had been done during the second semester in the academic year 200212003.
Average score of students' perception toward teachers' competence is 64,42857. Average score of student's perception toward school culture is 67,1143 and average score of students' awareness toward environment is 124,1714. Average score of them are categorized as good level. Statistic calculation by using Spearman who show that relationship between students' perception toward teacher students' competence and students' awareness towards environment is strong enough (r = 0,6459). Relationship between students' perception toward school culture and students' awareness toward environment is strong (r = 0,8358). And Relationship between students' perception toward teacher students' competence plus students' perception toward school culture and students' awareness towards environment is strong (r - 0,8637). Those relationship are significant with a = 0,05.
From the result obtained, it can be concluded that:
1. Students' perception toward teachers' competence is categorized as level good
2. Students' perception toward school culture is categorized as level good
3. Students' awareness toward environment is categorized as level good.
4. There is the positive relationship between students' perception towards teachers' competence and students' awareness toward environment (r2 = 41,72 %).
5. There is the positive relationship between students' perception towards school culture and students' awareness toward environment (r2 = 69,87 %).
6. There is the positive relationship between students' perception toward teachers' competence plus students' perception toward school culture and students' awareness toward environment (r2 = 74,60 %).
Recommendation for SDN Pluit 03, 04, 05 dan 06 to increase students' awareness toward environment through improving teachers' competence and school culture are
a. Teachers competence
Teachers need to understand more about environment education which is open and local potential oriented, and does not separate between natural environment, social environment and handmade environment. This condition can be applied through cooperation with institution of fisheries, fisherman society as trader, processor of sea produce, or fisherman and laborer, and koperasi management to give their experience to students or teachers, so their knowledge can be wide. The other way is taking students to go around this coastal area such as Rambut Island, Bokor Island, etc, to know more the coastal life. It is important; since students live in coastal area do not know much about this coastal life. In the other side, teachers in learning-teaching process need to give coastal plant and animal, so students know much more about their environment. Teacher need to give assignment or vocational subjects in school which has material from coastal area, so students learn to use potential of coastal area. When teacher explain natural environment, social environment and handmade environment, they should explain connection among them so it will be clear that those environments can not be managed separately. This environment education can be carried out by teacher on the local subject of Jakarta life environment education (PLKJ) or scout which is a compulsory extracurricular for students.
b. School culture
The activities related environment education need to increase to be more active, such as scout, UKS, P3K, together work to clean environment of school, and social work to society. Especially for scout, it is necessary to increase recognition of students? environment. To make all activities functioning is important, because through increasing those activities, the values, attitude and behavior contained in the activities will be imitated and applied by students to their environment. Since students' perception toward teachers' competence and students' perception toward school culture strengthen each other to have correlation with students' awareness toward environment, teacher must be active to get involved in school activities which are related environment education. In order to be good school culture, some improvement on facilities and school servants should be applied. Those improvements are:
1. Necessity to add covered trash bins, so trash can not fly every which way when there is wind. Besides, it is necessary to have trash bins which separately consist of organic and non organic trash bins.
2. Necessity to add garnish plants or medicinal plants, so it can make comfortable atmosphere.
3. Necessity to put in order food trader in school. It can be applied through cooperation between food trader and school management to build a clean canteen.
4. I t is necessary to add servants to clean up school which is easy to dirty, since Kampung Nelayan Muara Angke is coastal area that has relatively fast wind and bring dust from rise of tide phenomenon."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T 10895
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>