Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 196834 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Malau, Christoffel
"Undang-undang mengenai pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK) mengatur bahwa pengaturan dan pengawasan di sektor jasa keuangan dilaksanakan oleh OJK yang independen. OJK diatur berfungsi menyelenggarakan sistim pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Dengan demikian, pembaharuan pengaturan keuangan dalam UU OJK merupakan pembaharuan mengenai pengaturan dan pengawasan di sektor jasa keuangan yang dilaksanakan oleh OJK sebagai badan tunggal dan melaksanakan fungsinya secara terintegrasi. Sehubungan dengan itu, UU OJK belum tepat untuk diberlakukan. Karena OJK hanya melaksanakan fungsi microsupervisory, sedangkan fungsi macrosupervisory melekat pada Bank Indonesia. Demikian pula, pengaturan keuangan dalam UU OJK bukan pengaturan keuangan secara terintegrasi, tetapi gabungan pendekatan secara Institusional dan Fungsional yang dilaksanakan oleh satu badan tunggal yaitu OJK. Dengan berlakunya UU OJK, perlu pembaharuan mengenai pengaturan koordinasi diantara OJK, Bank Indonesia, dan Lembaga Penjaminan Simpanan. Demikian pula halnya dengan pengaturan mengenai Forum Koordinasi Stabilitas Sistim Keuangan untuk mejaga stabilitas sistim keuangan yang terdiri atas Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner OJK, dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan.

The financial services authority act known as Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK) regulates that the regulation and supervision in financial services sector is performed by an independence financial services authority known as Otoritas Jasa Keuangan (OJK). OJK is regulated to do function performing an integrated financial regulation and supervision system over all of the activities in financial services sector. The financial regulation reform then become the removal of the regulation and supervision authority in financial services sector to OJK as a single authority and performs integrated function. However, financial regulation in financial services sector as regulated in UU OJK is not suitable to be performed. Because OJK only performs the microsupervirory function, meanwhile the macrosupervisory is inherent to Bank Indonesia (BI) as Central Bank. Likewise, the financial regulation as in UU OJK is not an integrated financial regulation, but a combination of institutional and functional approach that is performed by OJK as a single body. By the enactment of UU OJK, the reform is still needed to regulate the coordination between OJK, BI, and Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS/ Deposit Insurance Corporation). The reform is needed also for the financial system stability forum in order to protect the stability of financial system between Minister of Finance, Governor of Central Bank, Chairman of OJK, and Chairman of LPS.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35263
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firman Kusbianto
"Tesis ini membahas secara komprehensif aspek yang bersifat esensial yaitu independensi, yang dimiliki suatu otoritas yang berwenang penuh atas pengaturan dan pengawasan sektor finansial di Indonesia, yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Alasan pentingnya independensi tersebut adalah agar OJK dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dalam melakukan pengawasan di sektor jasa keuangan secara optimal dan efektif. Independensi diperlukan agar OJK dapat melindungi diri khususnya dari intervensi industri jasa keuangan yang diawasinya maupun dari campur tangan politik. Hal tersebut dimaksudkan agar setiap regulasi dan pengawasan yang dilakukan OJK benar-benar bersifat objektif, tanpa dipengaruhi intervensi dari pihak manapun dan untuk mencegah potensi benturan kepentingan antara para pelaku yang saling berinteraksi di sektor jasa finansial. Sifat independen tersebut harus diwujudkan karena concern dan tujuan utama pembentukan OJK sebagai lembaga/otoritas pengatur dan pengawas adalah menyangkut kepercayaan masyarakat bagi sektor finansial dan pencapaian tujuan stabilitas keuangan.

This thesis addresses comprehensively an essential aspect, independence, of a fully competent authority overseeing the regulation and supervision of the financial sector in Indonesia, namely the Financial Services Authority (otoritas jasa keuangan / OJK). The underlying reason of the importance of OJK's independence is for OJK to perform their duties and functions in supervising the financial services sector in Indonesia in the best possible and most effective manner. This element of independence is imperative for OJK to shield itself from third party intervention operating in the financial services industry to which it supervises, as well as from political interference. It is intended that every regulation issued and supervision carried out by OJK are truly objective, independent of intervention from any third party, and to prevent potential conflicts of interest between the actors that interact in the financial services sector. Such element of independence must be maintained to address the main concern and objective of OJK?s establishment, as the regulatory and supervisory authority, which revolves around the public confidence in the financial sector and the achievement of financial stability.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T32613
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Hayati
"[Jumlah LKM yang sudah beroperasi di Indonesia sangat banyak yang tidak berbentuk Koperasi dan/atau Perseroan Terbatas. Ketiadaan bentuk hukum yang jelas menimbulkan potensi kerugian terhadap nasabah dan bagi LKM itu sendiri. Oleh karena itu, penulis mengangkat rumusan masalah pada penelitian ini bagaimana pengaturan dan pengawasan Otoritas Jasa Keuangan terhadap Lembaga Keuangan Mikro dan bagaimana sinkronisasi peraturan Lembaga Keuangan Mikro dengan peraturan Koperasi Simpan Pinjam dan Peraturan Pebankan. Metode penelitian adalah studi kepustakaan dan didukung dengan wawancara. Pengaturan dan pengawasan OJK terhadap LKM telah diatur dengan UU, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan sedangkan implementasi pengawasan baru akan dimulai dilaksanakan OJK pada Januari 2016. LKM yang telah bertransformasi menjadi Bank Perkreditan Rakyat tunduk pada peraturan BPR, sedangkan LKM yang telah memperoleh izin usaha sebagai koperasi tunduk pada UU Perkoperasian sehingga tidak wajib memperoleh izin usaha dari OJK.
, The number of Micro Finance Institution that has operated in Indonesia is so many. Mostly of them is not cooperative or limited company. The obscurity of legal entity could bring about potential losses to the client and also Micro Finance Institution itself. Therefore, the problem that will be elaborated in this research is how regulation and supervision Financial Services Authority to Micro Finance Institution and how synchronization Micro Finance Institution regulation with saving and loan cooperative regulation and banking regulation. The research methods in this research is literature study and also supported by interview. The regulation and supervision Financial Services Authority to Micro Finance Institution has been regulated by law, government regulations, and financial services authority regulations, while implementation of supervision Financial Services Authority to Micro Finance Institution will be started on January 2016. Micro Finance Institution thas was transfomed to the rural bank will obey rural bank regulation, while Micro Finance Institution that have got business license as cooperative will obey to cooperative regulation, so that getting business license from Financial Services Authority is not compulsory for them.
]"
Universitas Indonesia, 2014
S61283
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Norman Subiyako Sumadi
"Sektor keuangan krusial bagi pembangunan nasional Indonesia dan penguatannya esensial untuk peningkatan ekonomi. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) didirikan melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 untuk mengatur dan mengawasi sektor keuangan, menjaga stabilitas sistem keuangan nasional, dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan. Namun, wewenang luas OJK menimbulkan kekhawatiran penyalahgunaan kekuasaan. Pembentukan Badan Supervisi OJK melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 diperlukan untuk meningkatkan kinerja, akuntabilitas, dan transparansi OJK, membantu DPR mengawasi OJK, dan memperkuat sektor keuangan nasional. Dengan menggunakan metode penilitan doktrinal, tulisan ini menganalisis bagaimana pengaturan, fungsi, dan efektivitas pelaksanaan fungsi BS OJK terhadap OJK dan di bandingkan dengan Badan Supervisi yang ada di Belanda dikaitkan dengan kewenangannya. hasil penelitian menunjukan kinerja BS OJK dalam melakukan pengawasan terhadap OJK berpotensi kurang efektif dikarenakan BS OJK hanya mempunyai wewenang "pengawasan intern". Yang artinya, pengawasan yang dilakukan terbatas pada aspekaspek internal dan administratif, tanpa adanya kemampuan untuk campur tangan dalam mengintervensi atau menindaklanjuti sendiri hasil penilian yang dilakukannya sendiri. Namun, efektivitas BS OJK belum dapat dinilai sepenuhnya karena masa kerja BS OJK itu sendiri belum genap satu tahun, dengan penunjukan anggota BS OJK baru dilakukan pada Desember 2023. maka penulis ingin memberikan saran kepada Kepada Badan Legislatif untuk mempertimbangkan pemberian kewenangan yang lebih besar kepada BS OJK, khususnya kewenangan dalam pembahasan dan penyusunan program satu tahun ke depan bersama DPR. Kewenangan ini mencakup kesesuaian implementasi pelaksanaan pengawasan program, memberikan ulasan terhadap hasil pengawasan, serta memberikan rekomendasi berdasarkan ulasan tersebut. Hal ini diperlukan untuk lebih memaknai keberdaan BS OJK terhadap fungsi pengawasan terhadap OJK itu sendiri.

The financial sector is crucial to Indonesia's national development and its strengthening is essential for economic improvement. The Financial Services Authority (OJK) was established through Law 21-year 2011 to regulate and supervise the financial sector, maintain the stability of the national financial system, and ensure regulatory compliance. However, OJK's broad powers raise concerns of abuse of power. The establishment of the OJK Supervision Agency through Law No. 4 year 2023 is necessary to improve OJK's performance, accountability, and transparency, help Parliament oversee OJK, and strengthen the national financial sector. By using the doctrinal research method, this paper analyzes how the regulation, function, and effectiveness of the implementation of the BS OJK function on the OJK and compares it with the existing Supervision Board in the Netherlands in relation to its authority. the results show that the performance of the BS OJK in supervising the OJK is potentially less effective because the BS OJK only has the authority of "internal supervision". This means that supervision is limited to internal and administrative aspects, without the ability to intervene or follow up on the results of its own assessments. However, the effectiveness of the BS OJK cannot be fully assessed because the BS OJK's working period itself is not even one year old, with the appointment of BS OJK members only being made in December 2023. Therefore, the author would like to provide advice to the Legislative Body to consider giving greater authority to the BS OJK, especially the authority to discuss and prepare the next one-year program with the DPR. This authority includes the suitability of the implementation of program supervision, providing reviews of the results of supervision, and providing recommendations based on these reviews. This is necessary to give more meaning to the existence of the BS OJK to the supervisory function of the OJK itself."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Noor Friyatna Esa
"Skripsi ini membahas kewenangan pengaturan dan pengawasan Otoritas Jasa Keuangan terhadap Bank Perkreditan Rakyat. Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan pada tahun 2011 melalui diterbitkannya Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan menyebabkan pindahnya kewenangan pengaturan dan pengawasan atas industri perbankan, termasuk Bank Perkreditan Rakyat konvensional, dari Bank Indonesia kepada Otoritas Jasa Keuangan. Pemindahan kewenangan ini sendiri terjadi secara bertahap, dimana Otoritas Jasa Keuangan baru memegang kewenangan pengawasan pada tahun 2013, setelah sebelumnya hanya memegang kewenangan pengaturan atas industri perbankan.
Skripsi ini membahas penerapan kewenangan pengaturan dan pengawasan atas Bank Perkreditan Rakyat oleh Otoritas Jasa Keuangan, memaparkan kemungkinan adanya celah hukum ataupun overlap kewenangan, dan memberikan rekomendasi terkait dari perspektif hukum, untuk perkembangan Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Perkreditan Rakyat, serta industri perbankan dan hukum perbankan di Indonesia secara umum yang lebih baik.

This undergraduate thesis discusses the Financial Services Authority?s regulatory and supervisory authority over the Rural Banks. Since the establishment of the Financial Services Authority in 2011 through the promulgation of Law No. 21 Year 2011 on Financial Services Authority, the supervision and regulation over the banking industry, including the conventional rural banks, is transferred from the Bank of Indonesia to the Financial Services Authority. The transfer of authorities itself is gradual, as the Financial Services Authority had only gain the supervisory authority effectively in 2013, previously only having the regulatory authority.
This undergraduate thesis dwelves into the regulatory and supervisory authority over the rural banks as implemented by the Financial Services Authority through Regulations and Circular Letters, exposing possible legal gaps or overlaps and providing related recommendations from the legal perspective, for the better development of the Financial Services Authority and the rural banks, as well as the Indonesian banking industry and banking law in general.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S64286
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Muslimin
"Tesis ini bertujuan untuk menganalisis dampak hukum dari pemberlakuan kewenangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai penyidik utama dalam penyidikan tindak pidana di sektor jasa keuangan. Penelitian ini berfokus pada dua masalah utama: pertama, bagaimana kewenangan penyidik Otoritas Jasa Keuangan sebagai penyidik utama mempengaruhi peningkatan penegakan hukum di sektor jasa keuangan; kedua, bagaimana Otoritas Jasa Keuangan mengatasi potensi konflik kepentingan yang mungkin timbul dari perannya sebagai penyidik utama. Metode penelitian yang digunakan adalah doktrinal dengan pendekatan peraturan perundang-undangan, analisis kasus, dan pendapat para ahli. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kewenangan yang diberikan kepada penyidik Otoritas Jasa Keuangan telah memperkuat penegakan hukum di sektor jasa keuangan melalui peningkatan efektivitas dan efisiensi proses penyidikan. Namun, penelitian ini juga menemukan adanya potensi konflik kepentingan mengingat peran ganda Otroitas Jasa Keuangan sebagai regulator dan penyidik. Untuk mengatasi hal ini, Otoritas Jasa Keuangan perlu menerapkan mekanisme pengawasan dan transparansi yang lebih ketat serta membangun kerjasama yang kuat dengan lembaga penegak hukum lainnya untuk menjaga integritas dan kredibilitas proses penyidikan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa meskipun terdapat tantangan dalam implementasi peran Otroitas Jasa Keuangan sebagai penyidik utama, langkah-langkah mitigasi yang tepat dapat membantu mengoptimalkan peran tersebut dalam rangka menjaga stabilitas dan integritas sektor jasa keuangan di Indonesia.

This thesis aims to analyze the legal impact of the enactment of the authority of the Financial Services Authority (OJK) as the principal investigator in the investigation of criminal acts in the financial services sector. This research focuses on two main issues: first, how the authority of the Financial Services Authority investigator as the main investigator affects the improvement of law enforcement in the financial services sector; second, how the Financial Services Authority overcomes potential conflicts of interest that may arise from its role as the main investigator. The research method used is doctrinal with the approach of legislation, case analysis, and expert opinions. The results show that the authority granted to the Financial Services Authority investigator has strengthened law enforcement in the financial services sector through increasing the effectiveness and efficiency of the investigation process. However, this study also found a potential conflict of interest given the dual role of the Financial Services Authority as a regulator and investigator. To address this, the Financial Services Authority needs to implement stricter supervision and transparency mechanisms and build strong cooperation with other law enforcement agencies to maintain the integrity and credibility of the investigation process. This study concludes that although there are challenges in implementing the role of the Financial Services Authority as the lead investigator, appropriate mitigation measures can help optimize this role in order to maintain the stability and integrity of the financial services sector in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Rezki Amalia Aliyas
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kewenangan otoritas jasa keuangan dalam pengajuan penundaan kewajiban pembayaran utang yang dikaitkan dengan fungsi pengawasan Otoritas Jasa Keuangan dan Pelrindungan terhadap kepentingan para pihak. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yang menggunakan metode eksplanatoris dengan pendekatan konsep dan peraturan perundang-undangan yang dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan Kewenangan OJK dalam mengajukan permohonan PKPU haruslah dimaknai sebagai bagian dari fungsi pengawasan kepada Perusahaan asuransi, untuk itu kewenangan OJK dalam pengajuan permohonan PKPU harus pula dimaknai hanya untuk dan atas nama Perusahaan asuransi. OJK tidak bisa membatasi hak para kreditur untuk mengajukan permohonan PKPU karena melanggar prinsip kebebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 KUHP; Pasal 27 ayat (1) jo. Pasal 28 D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945; Pasal 17 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM. Baik pengawasan preventif maupun pengawasan represif yang dilakukan oleh OJK dalam industri asuransi hingga saat ini belum berjalan optimal. Hal tersebut ditandai dengan munculnya berbagai persoalan gagal bayar dari berbagai perusahaan asuransi di tanah air. Hal ini membuktikan OJK telah gagal melaksanakan pengawasan secara optimal. Untuk itu, dalam pengajuan permohonan PKPU terhadap perusahaan asuransi, OJK tidak boleh membatasi hak para Kreditur di dalam mengajukan permohonan PKPU karena permohonan PKPU merupakan cara terbaik didalam menyelesaiakan persoalan hukum khususnya berkenaan dengan pembayaran klaim asuransi para nasabah yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih.Hal ini penting guna mewujudkan pengawasan yang seimbang baik untuk kepentingan Kreditor maupun untuk kepentingan Debitur, yang pada akhirnya dapat mewujudkan keadilan bagi para pihak dalam perjanjian asuransi.

This study aims to analyze the authority of the financial services authority in submitting a postponement of debt payment obligations associated with the supervisory function of the Financial Services Authority and the protection of the interests of the parties. This research is a normative juridical research that uses an explanatory method with a conceptual approach and laws and regulations that are analyzed qualitatively. The results of the study show that the authority of the OJK in submitting a PKPU application must be interpreted as part of the supervisory function to insurance companies, for that the OJK's authority in submitting a PKPU application must also be interpreted only for and on behalf of the insurance company. OJK cannot limit the rights of creditors to apply for PKPU because it violates the principle of freedom of contract as regulated in Article 1338 of the Criminal Code; Article 27 paragraph (1) jo. Article 28 D paragraph (1) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia; Article 17 of Law no. 39 of 1999 concerning Human Rights. Both preventive and repressive supervision carried out by OJK in the insurance industry have not yet run optimally. This is marked by the emergence of various problems of default from various insurance companies in the country. This proves that OJK has failed to carry out optimal supervision. For this reason, in submitting a PKPU application to an insurance company, OJK may not limit the rights of creditors in submitting a PKPU application because a PKPU application is the best way to resolve legal issues, especially with regard to payment of insurance claims for customers who are due and can be billed. This is important in order to realize balanced supervision both for the benefit of Creditors and for the interests of Debtors, which in the end can achieve justice for the parties in the insurance agreement."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Halim
"Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 (UUP2SK) mendorong Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjadi lembaga tertinggi di sektor jasa keuangan. Posisinya diperjelas dengan dimasukkannya prinsip una via dan restorative justice. Sebuah cita-cita yang progresif dan mulia, namun dibalik itu ada kekhawatiran efektifitas penerapan kedua prinsip tersebut. Dimana dalam penelitian ini akan berfokus pada una via. Dengan adanya prinsip una via tersebut menarik untuk menganalisis dalam melindungi capital outflow dari capital market dalam negeri dan mencegah efek rambatan ancaman resesi ekonomi dari negara-negara maju serta penguatan prinsip una via pada bidang pasar modal dalam meningkatkan pengembalian kerugian yang dialami investor atas investasinya. Permasalahan disusun yaitu Apakah dengan disahkannya UUP2SK dapat menjadi pelindung capital outflow dari capital market dalam negeri dan mencegah efek rambatan ancaman resesi ekonomi dari negara-negara maju dan Apakah dengan penguatan prinsip una via pada bidang pasar modal pasca diundangkan UUP2SK dapat meningkatkan pengembalian kerugian yang dialami investor atas investasinya. Dalam menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis-normatif. Hasil penelitian menunjukkan UUP2SK mencoba mengharmonisasikan penegakan hukum di tiap industri sesuai karakteristiknya, dengan mengedepankan prinsip restorative justice serta menekankan penggunaan sanksi pidana sebagai upaya terakhir (ultimum remedium). UUP2SK yang berbasis Una Via Principle menjadi model baru dalam penyelesaian perkara di sektor jasa keuangan, khususnya sektor pasar modal dengan menghindari pengenaan sanksi ganda atas suatu pelanggaran dalam rangka mewujudkan keadilan restoratif. Di sisi lain, berdasarkan asas una via, OJK dapat memutuskan untuk tidak melanjutkan ke tahap penyidikan atas suatu dugaan tindak pidana dengan mengenakan sanksi administratif berupa denda yang disertai dengan perintah tertulis.

Law No. 4 of 2023 (UUP2SK) encourages the Financial Services Authority (OJK) to become the highest institution in the financial services sector. Its position is clarified by the inclusion of the principles of una via With the una via principle, it is interesting to analyze in protecting capital outflow from the domestic capital market and preventing the spreading effect of the threat of economic recession from developed countries as well as strengthening the una via principle in the field of capital markets in increasing the return of losses experienced by investors on their investments. Problems are arranged, namely whether the enactment of UUP2SK can be a protector of capital outflow from the domestic capital market and prevent the propagation effect of the threat of economic recession from developed countries and whether the strengthening of the una via principle in the field of capital markets after the enactment of UUP2SK can increase the return of losses experienced by investors on their investments. In answering these problems, the juridical- normative research method is used. The results show that UUP2SK based on the Una Via Principle is a new model in case settlement in the financial services sector, especially the capital market sector by avoiding the imposition of multiple sanctions for an offence in order to realise restorative justice. Based on the una via principle, OJK can decide not to proceed to the investigation stage of an alleged criminal offence by imposing administrative sanctions in the form of fines accompanied by a written order."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Arif Budiman
"Latar belakang penelitian ini adalah PT. Y sebagai Pemegang Saham Pengendali (PSP) daripada PT. Bank X Tbk. menghadapi permasalahan likuiditas dan permodalan serta termasuk kategori Bank dalam pengawsan intensif sehingga diatasi OJK dengan memberikan dua perintah tertulis, namun pada akhirnya perintah tertulis itu tidak dilaksanakan oleh PT. Y. Rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu bagaimanakah pengaturan mengenai perintah tertulis OJK terkait dengan penyelamatan bank yang sedang bermasalah dan akibat hukum terhadap Bank yang tidak patuh terhadap perintah tertulis Otoritas Jasa Keuangan. Kesimpulan penelitian menunjukan bahwa Kewenangan OJK untuk memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan diatur pada Pasal 9 huruf d UU No. 21 Tahun 2011 tentang OJK guna memastikan ketaatan yang berisikan langkah-langkah sebagaimana terdapat pada Pasal 37 ayat (1) Undang-Undang Perbankan dan Pasal 8 ayat (2) POJK No. 15/POJK.03/2017 tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Umum. Kemudian, ketidakpatuhan PT. Y sebagai PSP terhadap perintah tertulis OJK dapat menyebabkan sanksi secara perdata, pidana, dan administratif. Penelitian ini ditulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif terhadap bahan-bahan tertulis. Saran yang dihasilkan, yaitu kepada OJK agar menyusun pedoman mengenai klasifikasi tata persuratan terkait perintah tertulis, kepada kepolisian dan kejaksaan hendaknya menerapkan prinsip ultimum remedium, dan kepada Bank yang bermasalah harus mengetahui bahwa terdapat asas kemanfaatan dan asas kepentingan umum dalam hal menjaga kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan dengan mematuhi langkah-langkah yang diperintahkan oleh OJK.

The background of this research is PT. Y as Controlling Shareholder (PSP) of PT. Bank X Tbk. faced liquidity and capital issues as well as the category of Banks under intensive supervision so that OJK was overcome by giving two written orders, but in the end, the written order was not carried out by PT. Y. The formulation of the problem in this study, namely how to regulate the OJK written order in relation to rescuing a bank that is in progress and the legal consequences of a bank that does not comply with the written order of the OJK. The conclusion of this research shows that the non-compliance of PT. Y as PSP for written orders from OJK may result in civil, criminal, and administrative sanctions. Then, the OJK's authority to give written orders to Financial Services Institutions is regulated in Article 9 letter d of Law no. 21 of 2011 concerning OJK to ensure compliance containing steps contained in Article 37 paragraph (1) of the Banking Law and Article 8 paragraph (2) POJK No. 15 / POJK.03 / 2017 concerning Status of Determination and Follow-Up of Commercial Bank Supervision. This thesis is written using a normative juridical research method with a qualitative approach to written materials. The resulting suggestions, namely to the OJK to compile a new classification of correspondence related to written orders, to the police and prosecutors to apply the ultimum remedium principle, and to banks that must be aware that there is a principle of benefit and public interest in terms of public supervision of the banking industry by complying with the steps ordered by the OJK."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bryan Sonny Wisaksono
"Kedudukan khusus yang dimiliki bank sebagai financial intermediary menjadikan bank sebagai suatu lembaga kepercayaan dan hubungan hukum antara bank dan nasabahnya dilandasi oleh asas kepercayaan (fiduciary relations). Dalam hubungan tersebut, bank menanggung risiko reputasi yang berasal dari publikasi negatif terkait kegiatan usaha bank atau persepsi negatif terhadap bank sehingga bank harus memiliki mekanisme pengaduan nasabah. Apabila pengaduan tidak dapat diselesaikan, hal tersebut dapat menimbulkan sengketa. Penelitian dalam skripsi ini akan membahas mengenai pengaturan penyelesaian sengketa antara bank dan nasabah sejak berdirinya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) serta bagaimana pelaksanaan penyelesaian sengketa tersebut berdasarkan Peraturan OJK. Berdasarkan peraturan tersebut terdapat mekanisme penyelesaian sengketa dalam tahap internal oleh bank dan tahap eksternal oleh OJK, Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI), dan Pengadilan. Adapun ditemukan bahwa penyelesaian sengketa oleh LAPSPI belum efektif karena lembaga tersebut baru memiliki izin beroperasi pada tahun 2016. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat yuridis normatif dengan pendekatan penelitian kepustakaan. Sumber penelitian yang digunakan adalah bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Pengumpulan data digunakan dengan wawancara dengan pihak-pihak terkait yang kemudian dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif.

Bank as a financial intermediary create an exceptional position for bank as an institution of trust and the relationship between bank and its customers is based on the principle of trust (fiduciary relations). Therefore, bank bears the risk of reputational damage from negative publicity related to the business or negative perception of the bank so that bank shall have a mechanism for customer complaints. If the complaints could not be resolved, it will rise to disputes. This thesis will discuss the dispute resolution regulations between bank and its customers since the Financial Service Authority (FSA) is established as well as how the implementation of the dispute resolution based on the FSA Regulations. Based on those rules, there are stages of dispute resolution which are internal stage by the bank and external stage by FSA, Alternative Dispute Resolution Institution of Indonesian Banking (ADR Institution of Indonesian Banking), and Court. As it was found that the dispute resolution by ADR Institution of Indonesian Banking has not been effective because the institution just had its operating license in 2016. This research is a normative judicial research with literature approach. The research sources which are used are primary, secondary, and tertiary legal materials. The data collections used by interviews with related parties which analyzed by qualitative methods.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S65521
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>