Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 196355 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siti Mutmainah
"Pelaksanaan putusan (eksekusi) terhadap putusan yang telah in kracht van gewijsde atau berkekuatan hukum tetap dalam hukum administrasi merupakan penentu keberhasilan sistem kontrol peradilan terhadap sikap tindak pemerintah dan sistem perlindungan masyarakat terhadap tindak pemerintah, berhasil atau tidak suatu penegakan hukum sangat tergantung pada dapat dilaksanakan atau tidaknya setiap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Hal inilah yang menjadi ukuran apakah hukum itu benar-benar ada dan diterapkan secara konsekuen dan murni pada suatu negara hukum. Namun pada kenyataannya, selama ini pelaksanaan putusan PTUN belum dapat dilaksanakan secara efektif karena pelaksanaan putusan ini didasarkan pada pertanggungjawaban moral (moral responsibility) dari Pejabat TUN selaku tergugat. Apabila Pejabat TUN enggan melaksanakan isi putusan maka tidak ada instrumen atau lembaga yang dapat memaksa Pejabat TUN tersebut untuk melaksanakan putusan. Dari penelitian yang telah dilakukan terhadap Putusan Mahkamah Agung RI No. 39 K/TUN/2012 Antara PT. Radio Pelangi Lintas Nusa Melawan Menteri Komunikasi Dan Informatika menunjukkan bahwa rendahnya kualitas kesadaran dan Kepatuhan Pejabat TUN untuk melaksanakan isi putusan.
Penelitian ini dilakukan secara normatif yaitu melalui analisis yuridis ketentuan tentang pelaksanaan putusan di PTUN sebagaimana yang diatur dalam Pasal 116 Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009 (juridis historis), dengan menitik beratkan pada faktor-faktor atau permasalahan yang mempengaruhi pihak Tergugat (Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara atau Pemerintah) tidak melaksanakan ketentuan tentang pelaksanaan putusan (eksekusi) di PTUN serta upaya penyelesaiannya.

The implementation of verdict (execution) to the verdict that has been in Kracht Van Gewijsde or has permanent law enforcement in administration law is the determinant of the success of court control system to the attitude of government action and society protection system to the action of government. Whether or not law enforcement can be realized, it really depends on the realization of every verdict of court. This matter becomes a standard whether or not law really exists and is consequently and purely applied in the state of law. But, in reality, the implementation of verdict of state administration court has not been implemented effectively because the implementation of this verdict is based on moral responsibility of the officer of state administration as claimed. If the officer of state administration does not implement the contain of verdict, there is no instrument or institution which can force the officer of state administration to implement this verdict. Based on the research that has been done to the verdict of Supreme Court of Republic of Indonesia number 39 K/TUN/12 between PT Radio Pelangi Lintas Nusa versus the Minister of Communication and Information Technology, it shows the absence of consciousness and the obedience of the officer of state administration to implement the contain of verdict.
This research has be done formatively, through rule juridical analysis about the implementation of verdict in state administration court, as arranged in article 116 number 51 - 2009 historical juridical, by pointing out to the factors or the problems which can influence the party (board or officer of state administration or government) not to implement the rule about the implementation of verdict (execution) in state administration court, as wells the effects of settlement.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T34918
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Suhudi
"Timbulnya sengketa hukum adalah bermula dari pengaduan sesuatu pihak (orang/badan hukum) yang berisi keberatan-keberatan dan tuntutan hak atas tanah baik terhadap status tanah, prioritas maupun kepemilikannya dengan harapan memperoleh penyelesaian secara administrasi sesuai ketentuan peraturan yang berlaku. Penelitian ini membahas mengenai sengketa kepemilikan tanah sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor 9/Ciketing Udik, seluas 32.215 M2 yang terdaftar atas nama PT. Bosaeng Jaya berkedudukan di Jakarta , terhadap sebagian tanah Hak Guna Bangunan tersebut, yaitu seluas 7.300 M2 dipermasalahkan oleh Nyonya Sanem dan Nyonya Samah. Perkara tersebut di atas telah mendapat putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, akan tetapi putusan tersebut belum dapat menyelesaikan sengketa, karena berdasarkan Berita Acara Eksekusi Pengadilan Negeri Bekasi, putusan tersebut tidak dapat dilaksanakan (non eksekutabel). Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan tipologi preskriptif. Untuk mengakhiri kasus sengketa tanah tersebut para pihak sepakat menyelesaikan secara damai. Dengan membuat akta perdamaian secara notariil. Akta Perdamaian tersebut selanjutnya didaftarkan di Kantor Pertanahan Kota Bekasi sebagai dasar permohonan penghapusan perkara.

The arise of legal dispute begins from a complaints from such party (person / body of law) which contains of objections and indictment for land rights either on the status of land, priority or its ownership in the expectation for administrative settlement in accordace with the pertaining regulations. This research discusses the dispute over land ownership on the certificate of the Rights
to Build number 9/Ciketing Udik, covering an area of 32 215 m2 which registered in the name of PT. Bosaeng Jaya located in Jakarta, topartial of land of such rights to build of 7.300 m2, disputed by Mrs Sanem and Mrs Samah. The above case has received a verdict has not been able to resolve the dispute, because based on the Minutes Execution of Districh Court of Bekasi, such decition cannot be executed (non executable). This study uses the method of juridical normative with prescriptive typology. To end such land dispute case the parties agree resolve peaceful term. By produce settlement agreement in a notary deed. Such settlement agreement is then registered to the Land Office of
Bekasi as the foundation of case nullification petition.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T34859
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lisa Olivia Enjelina
"Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui untuk menjelaskan pengaturan mengenai tenggang waktu dan proses pemeriksaan perlawanan terhadap eksekusi keputusan pengadilan dalam praktek peradilan perdata.
Eksekusi sebagai salah satu tindakan hukum yang dilakukan oleh pengadilan kepada pihak yang kalah dalam suatu perkara dan memiliki peran yang sangat penting bagi sempurnanya proses peradilan perdata yang membutuhkan pelaksanaan putusan secara paksa. Eksekusi termasuk dalam tata tertib beracara yang diatur dalam Het Herziene Inlandsch Reglement (HIR) atau Rechtsreglement Buitengewesten (RBG), merupakan proses terakhir dalam suatu tata tertib beracara di peradilan perdata. Eksekusi adalah tindakan paksaan oleh pengadilan terhadap pihak yang kalah dan tidak mau melaksanakan putusan secara sukarela.
Jika terjadi ketidakpuasan pihak yang kalah terhadap putusan akhir dari hakim yang kemudian direalisasikan lewat eksekusi dapat mengajukan perlawanan terhadap putusan tersebut. Perlawanan merupakan upaya hukum biasa untuk melawan putusan verstek, banding dan kasasi. Menurut Pasal 195 ayat (6) HIR, ada dua jenis perlawanan terhadap putusan atau penetapan pengadilan. Hal itu dapat dilihat dari kalimat jika pelaksanaan putusan itu dilawan, juga perlawanan itu dilakukan oleh orang lain yang mengakui barang yang disita itu sebagai miliknya.
Perlawanan/Bantahan diperbolehkan, karena ada landasan hukumnya pada Pasal 207 HIR, dengan syarat Ketua Pengadilan Negeri menerima gugatan perlawanan ini untuk diperiksa terlebih dahulu. Berdasarkan pertimbanganya Ketua Pengadilan Negeri pada waktu itu, pada akhirnya mengabulkan penundaan eksekusi untuk sementara waktu sampai putusan perlawanan memperoleh kekuatan hukum tetap. Proses pemeriksaan perlawanan sengketa perdata sama dengan proses pemeriksaan pada suatu gugatan. Dalam halnya perlawanan pihak ketiga terhadap sita jaminan, yaitu sita conservatoir dan sita revindicatoir, tidak diatur baik dalam HIR, RBg atau RV, namun dalam praktek menurut Yurisprudensi, perlawanan yang diajukan oleh pihak ketiga selaku pemilik barang yang disita dapat diterima, juga dalam hal sita conservatoir ini belum disyahkan. Dalam putusan, tidak mengurangi hak pihak ketiga mengajukan Perlawanan apabila salah satu pihak mengajukan banding. Begitu pula perintah pengangkatan Conservatoir Beslag yang ditetapkan PT dalam tingkat banding, tidak menggugurkan hak untuk mengajukan Perlawanan jika salah satu pihak mengajukan kasasi.
Patokan penerapan jangka waktu pengajuan Perlawanan terhadap Conservatoir Beslag, tetap boleh dan terbuka selama proses pemeriksaan masih berlanjut, mulai dari tingkat pertama, tingkat banding dan kasasi. Saat proses pemeriksaan berhenti pada saat itulah tertutup hak mengajukan Perlawanan.

This study aimed to find out to explain the arrangement of the grace period and the examination process execution against a court decision in a civil judicial practice.
Execution as one of the legal action undertaken by the court to the losing party in a case and has a very important role to perfection of the civil legal process that requires the implementation of the decision by force. Execution included in the order of proceedings set forth in Herziene Inlandsch Het Reglement (HIR) or Rechtsreglement buitengewesten (RBG), is the last process in an order in civil judicial proceedings. Execution is the act of coercion by the courts against the
losing party is not willing to voluntarily implement the decision.
If there is dissatisfaction with the losing side against final decisions of the judges who then realized through the execution can be filed against the verdict. Resistance is a common legal efforts to fight the verdict verstek, appeal and cassation. According to Article 195 paragraph (6) HIR, there are two types of resistance against the verdict or court order.
It can be seen from the phrase if it resisted the implementation of the verdict, also the resistance was carried out by others who recognize the objects seized it as his own.
Resistance / denial is allowed, because there is legal basis in Article 207
HIR, provided the Chairman of the District Court accepted the lawsuit of this resistance to be examined first. Based Chief District Court at the time, eventually granted a stay of execution for a while until the decision of the resistance and binding. The process of examining resistance equal civil disputes with the inspection process in a lawsuit. In the case of resistance against the sequestration third party, namely seizure and confiscation conservatoir revindicatoir, is not regulated in both the HIR, RBg or RV, but in practice according to jurisprudence, the resistance presented by third parties as the owner of the confiscated goods is acceptable, also in terms of seizure conservatoir has not been approved. In the decision, did not reduce the rights of third parties
submit Resistance if either party appealed. Similarly, the appointment orders Conservatoir Beslag specified in the appeal, did not abort the right to apply for the Resistance if either party appealed.
The benchmark application filing period Resistance to Conservatoir Beslag, and may remain open during the inspection process is still ongoing, ranging from the first level, the appellate and cassation. When the inspection process stops when it is closed right to the Resistance.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S541
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dinah
"Seiring dengan meningkatnya jumlah pemberian kredit, timbul masalah kredit macet. Yang menjadi masalah bagi dunia perbankan kita saat ini bukan saja karena meningkatnya jumlah kredit macet melainkan juga masalah penagihan kredit macet. Sehubungan dengan masalah tersebut diatas, pihak perbankan melakukan upaya-upaya hukum yang dapat menyelesaikan masalah kredit macet. Upaya terakhir yang dilakukan oleh pihak perbankan adalah upaya eksekusi jaminan hutang, baik eksekusi jaminan hutang secara lelang tanpa campur tangan Pengadilan Negeri, maupun eksekusi jaminan hutang secara lelang dengan bantuan Pengadilan Negeri (persetujuan/fiat Pengadilan Negeri) serta penjualan dibawah tangan dengan kesepakatan pemberi hak tanggungan, sebagaimana tercantum dalam Pasal 20 Undang-undang Hak Tanggungan. Namun dalam praktek, eksekusi jaminan hutang dilakukan secara lelang dengan bantuan Pengadilan Negeri (persetujuan/fiat Pengadilan Negeri)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T15418
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mulya Haryadi
"Skripsi ini membahas langkah hukum terhadap pelaksanaan putusan deklarator yang tidak dapat dieksekusi. Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memberikan solusi perihal langkah hukum yang dapat dilakukan untuk melaksanakan putusan deklarator. Metode penelitian skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif. Putusan Mahkamah Agung RI No. 1283 K/Pdt/2005, No. 59 K/Pdt/2011, dan No. 224 K/Pdt/2011 dibahas sebagai analisis skripsi. Berdasarkan hasil analisis, bahwa pada perkara kontentiosa dapat ditemukan amar bersifat deklarator dan kondemnator. Putusan yang dapat dieksekusi hanya putusan yang bersifat kondemnator. Apabila terdapat suatu putusan yang hanya mencantumkan amar putusan deklarator dan telah berkekuatan hukum tetap, maka langkah hukum yang dapat diajukan adalah dengan mengajukan gugatan baru. Gugatan baru tersebut menuntut agar dicantumkannya amar kondemnator, sehingga pihak tereksekusi dapat dipaksa melaksanakan putusan deklarator. Dalam gugatan baru tersebut, penggugat juga dapat menuntut uitvoerbaar bij voorraad atau putusan serta merta karena telah ada putusan berkekuatan hukum tetap sebelumnya.

This thesis discusses the legal action against the execution of declaratoir decision that can not be executed. The purpose of this paper is to provide solutions regarding legal steps can be taken to implement the execution of declaratoir decision. The research method of this thesis is normative research. Supreme Court Decision No. 1283 K/Pdt/2005, No. 59 K/Pdt/2011, and No. 224 K/Pdt/2011 are discussed as an analytical thesis. Based on the analysis that, including the contentiosa case, we may be found the declaratoir decision or condemnatoir decision. Decisions can be executed if they are in the form of condemnatoir decision. If there is a decision that only lists the declaratoir decision, and it was final and binding, so the legal action that can be filed is to file a new lawsuit. The new lawsuit demands to include condemnatoir decision, so the party can be forced to execute deklaratoir decision. In the new lawsuit, the plaintiff may also sue uitvoerbaar bij voorraad or decision necessarily because there has been a previous decision which was final and binding."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S55538
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rifqiy El Farabiy
"Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) merupakan lembaga independen pengawas pelaksanaan Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. KPPU berhak memberikan putusan tetapi tidak memiliki kedudukan sebagai lembaga peradilan perdata, sehingga putusan tersebut tidak dapat di eksekusi oleh KPPU.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui eksekusi putusan KPPU yang telah berkekuatan hukum tetap dalam praktiknya, megetahui mengapa hingga saat ini masih banyak pelaku usaha yang tidak melaksanakan putusan KPPU yang telah berkekuatan hukum tetap, serta apakah upaya-upaya hukum yang dapat dilakukan agar eksekusi putusan KPPU yang telah berkekuatan hukum tetap dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Penulisan skripsi ini dikaji berdasarkan metode pendekatan yuridis normatif dan metode deskriptif analitis, yaitu memfokuskan pemecahan masalah berdasarkan data yang diperoleh yang kemudian dianalisa berdasarkan ketentuan dalam perundang-undangan terkait Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, literatur serta bahan lain yang berhubungan dengan penelitian dan penelitian lapangan untuk memperoleh data primer melalui wawancara.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa eksekusi putusan KPPU yang telah berkekuatan hukum tetap dalam praktiknya mengalami berbagai hambatan sehingga tidak dipatuhi oleh pelaku usaha, adanya defense kerahasiaan informasi perusahaan menyebabkan KPPU tidak dapat memperoleh data perusahaan yang diperlukan untuk diletakkan sebagai objek sita eksekusi.

The Business Competition Supervisory Commission (KPPU) is an independent institution who supervise the implementation of Indonesian Law Number 5 of 1999 concerning the Banning of Monopoly Practice and Unfair Competition. KPPU is entitled to give judgment but not has the position as a private court, therefore the aforementioned judgment cannot be executed by KPPU.
With this sense, this research tries to analyze the execution of final and binding judgment given by KPPU in it's implementations,to do know why until now there is still businesses not to execute KPPU verdict, and to know what legal remedy that can be done so the execution of KPPU verdict be function properly.
The methodological approach in this research is a juridical normative approach and the analitical descriptive research, which analyze the research to secondary materials and it's relations with Business Competition Law in Indonesia, as well as any other literatures, and field researching in order to obtain primary materials through interviews.
The result shows the execution of final and binding judgment given by KPPU was initiated by KPPU to the District Court to conduct an execution, further, to put a seizure over the execution and also the outcome of auction sales. The District Court will later demand KPPU to be more active in conducting the seizure of the execution by revealing KPPU to earn some kind of object of the execution, such as assets to be seized, when in reality, those objects are difficult to find.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S63942
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kennetze, Edward
"Skripsi ini membahas mengenai praktik penundaan eksekusi yang terjadi dalam peradilan Indonesia. Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap pada dasarnya dapat segera dimintakan eksekusi. Eksekusi merupakan tujuan akhir dari suatu proses beracara di pengadilan. Suatu putusan yang telah diputus oleh pengadilan belumlah sempurna apabila putusan tersebut belum dapat dilaksanakan. Suatu putusan pengadilan tidak ada artinya apabila tidak dapat dilaksanakan. Akan tetapi pada kenyataannya, eksekusi suatu putusan seringkali mengalami banyak kendala, salah satunya adalah adanya penundaan eksekusi perdata. Penundaan eksekusi pada dasarnya tidak memiliki dasar hukum yang tegas dan jelas. Penundaan eksekusi merupakan kebijaksanaan dari Ketua Pengadilan Negeri yang dalam pelaksanaannya selalu dikoordinasikan dan dikonsultasikan kepada Mahkamah Agung. Mahkamah Agung kemudian akan mengeluarkan rekomendasi berkaitan dengan eksekusi tersebut. Penundaan eksekusi akan menyebabkan ketidakpastian hukum dan melanggar asas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya murah.

Indonesian trial systems. A verdict which has a permanent legal force, by its nature, can be executed immediately. An Execution is the last procedure for court litigation. A verdict is not completed until it is executed. A court verdict is worthless if it is not been executed. But the fact is the verdict execution often times deal with a lot of problems, one of them is execution deferment in civil case. Execution deferment, basically, does not have a clear and bold legal basis. It is just Head of State Court decision in which practice always been coordinated and consultated to Supreme Court. Supreme Court, then, would release a recommendation prior to the execution. Execution deferment will cause confusion and violates simple, quick and inexpensive law enforcement."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S22524
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Arianto Soenarto
"Penulisan skripsi ini berusaha mengungkapkan permasalahan permasalahan dalam proses pembuatan dan pelaksanaan eksekusi atas kekuatan eksekutorial ada grosse akta hipotik dan grosse akta pengakuan hutang. adapun yang dimaksud dengan kekuatan eksekutorial pada grosse akta, adalah pelaksanaan eksekusi grosse akta yang dipersamakan kekuatannya seperti suatu keputusan hakim yang telah memiliki kekuatan yang pasti atau tetap in kracht an gewijsde, oleh karena itu grosse akta memiliki ira-ira Demi keadiian berdasarkan keTuhanan Yang Maha Esa, sebagai tanda sifat eksekutorial yang, dimilikinya. Jadi pada grosse akta itu sendiri tidak dipersamakan seperti suatu akta keputusan hakim yang pasti atau tetap in kracht van gewijsde lanya pada cara pelaksanaannya saja eksekusi yang dipersamakan, dengan per; ataan lain bukan pada materi dari grosse akta itu yang memiliki kekuatan yang pasti atau tetap, tetapi pada cara pelaksanaannya eksekusi, maksud dari Mahkamah Agung. demikian- Tentu saja pembahasan harus juga dimulai dari pengertian grosse akta itu sendiri, bentuk dan isi dari grosse akta, pengertian-pengertian pokok dari jrosse akta, kedudukan dan fungsi dari grosse akta disamping tentunya masalah-masalah yang timbul dalam proses pelaksanaan eksekusi, kesemuanya itu berusaha mengungkapkan sebagian permasalahan dalam proses pelaksanaan eksekusi grosse akta. Perkembangan yang ada begitu cepat, dimana lembaga grosse akta begitu diutuhkan dan diharapkan oleh masyarakat khususnya kalangan perbankan dan kalangan lembaga non Bank dalam upaya mengamankan assetnya. Namun ternyata harus diakui bahwa peraturan-peraturan yang ada yang mengaturnya tidak cukup materiel untuk memberikan legalitas yang seragam bagi para pihak yang terlibat didalamnya seperti jurisprudensi, surat-surat edaran dari Mahkamah Agung dan fatwa-fatwa dari Mahkamah Agung. Untuk itu perlu segera diciptakan peraturan legalisasi mengenai grosse ikta demi menjaga pemahaman yang saling bertentangan dan proses pelaksanaan eksekusi yang berlarut-larut akibat adanya penundaan dan non eksekutabel. tentu saja terciptanya peradilan yang cepat, murah dan sederhana menjadi hadapan kita semua."
1990
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Inayah
"Eksekusi merupakan langkah akhir dalam penyelesaian suatu perkara perdata. Salah satu jenis eksekusi adalah penghukuman kepada seseorang untuk membayar sejumlah uang dengan cara menjual harta kekayaan milik termohon eksekusi. Penjualan ini dilakukan dengan cara lelang melalui Kantor Lelang Negara. dan dipimpin oleh seorang Pejabat Lelang. Objek yang dilelang dapat berupa benda bergerak maupun tidak bergerak tetapi pada umumnya objek lelang eksekusi dalam rangka melaksanakan putusan pengadilan negeri lebih banyak berupa benda tidak bergerak daripada benda bergerak. Dalam prakteknya, pelaksanaan lelang eksekusi sering menimbulkan masalah arena lelang eksekusi dilakukan secara paksa. Masalah tersebut bisa disebabkan faktor objek lelang yang tidak jelas maupun adanya bantahan atau gugatan dari termohon eksekusi atau pihak ketiga sehingga menimbulkan adanya sengketa baru. Dalam skripsi ini akan dibahas mengenai aspek yuridis pelaksanaan lelang benda tidak bergerak berupa tanah dalam rangka eksekusi putusan pengadilan negeri dan analisis permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan lelang tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan alat pengumpulan data yang berupa studi kepustakaan, observasi dan wawancara. Skripsi ini diharapkan dapat memberi solusi atas permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan lelang tersebut sehingga lelang tersebut dapat dilaksanakan sesuai peraturan yang berlaku dan memberi kepastian hukum bagi para pihak yang terlibat di dalamnya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S21099
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fernida Kristanti
"Di dalam lapangan hukum keperdataan, sanksi merupakan tindakan hukuman untuk memaksa orang menepati perjanjian atau mentaati ketentuan undang-undang. Sanksi yang ditujukan terhadap Notaris juga merupakan sebagai penyadaran, bahwa Notaris dalam melakukan tugas jabatannya telah melanggar ketentuan-ketentuan mengenai pelaksanaan tugas jabatan Notaris sebagaimana tercantum dalam UUJN. Tesis ini akan membahas mengenai aspek hukum eksekusi dari putusan pemberhentian sementara terhadap Notaris serta bagaimana peran Majelis Pengawas Notaris dalam mengawasi eksekusi putusan pemberhentian sementara tersebut.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif dengan sifat penelitian deskriptif untuk mendapatkan gambaran tentang Pelaksanaan eksekusi terhadap penjatuhan sanksi pemberhentian sementara selama 3 (tiga) bulan oleh Majelis Pengawas Pusat Notaris. Bentuk penelitian yang digunakan adalah preskriptif dengan menggunakan sumber data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Sanksi ini ditujukan kepada Notaris yang melakukan pelanggaran terhadap UUJN dan Kode Etik Notaris.
Peran Majelis Pengawas Notaris dalam mengawasi ekesekusi putusan tersebut adalah tidak efektif karena putusan tersebut dijatuhkan pada saat Notaris yang melakukan pelanggaran terhadap UUJN dan Kode Etik Notaris tersebut telah memasuki usia pensiun. Seharusnya sebelum Majelis Pengawas Pusat Notaris mengambil keputusan menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara kepada Notaris yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan dalam UUJN dan Kode Etik Notaris, maka Majelis Pengawas Daerah dan Majelis Pengawas Wilayah Notaris mengingatkan terlebih dahulu kepada Majelis Pengawas Pusat bahwa kondisi Notaris tersebut sudah memasuki usia pensiun, sehingga putusan yang diambil bisa optimal.

In civil law context, sanction is a punishment to force a person to fulfill an agreement or to obey with the provision of the law. A sanction given to a Notary is to enlighten him/her, that in carrying out the duty as a Notary, he/she duty violate the provisions on the implementation of Notarial duty as stated under UUJN. This thesis will discuss about the legal aspect on the execution of a temporary termination of a Notary and the role of Notary Supervision Council in supervising the execution of the said temporary termination.
This analysis is a normative legal analysis with descriptive analysis type, intended to obtain understanding on the enforcement of the execution of the 3 months temporary termination sanction handed down by the Central Notary Supervision Council. The form of analysis is a prescriptive based on secondary data, consist of primary, secondary and third legal materials. The sanction is against the Notary who violates the UUJN and the Notary’s code of ethic.
The role of Notary Supervision Council in supervising the execution of the ruling is not effective, because the ruling was handed down at the time the Notary who breach the UUJN and Notary’s code of ethic has entering into his/her retirement age. Before the Central Notary Supervision Council issued the temporary termination sanction against the Notary who breached the provision of UUJN and Notary's conde of ethic, the Regional Notary Supervision Council and the District Notary Supervision Council should have reminded the Central Notary Supervision Council that the said Notary has entered into his/her retirement age, so that any decision taken can be optimal.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35296
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>