Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 210622 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mega Anggraini
"ABSTRAK
Perjanjian Pengikatan Jual Beli dewasa ini dalam proses peralihan hak dan balik nama yang diatur oleh Developer sering menimbulkan permasalahan, dari ketentuan didalam Perjanjian yang berlaku sepihak, biaya-biaya yang tidak memenuhi ketentuan peraturan berlaku, keterlambatan serah terima unit kepada konsumen dan pemungutan biaya yang tidak sesuai dengan yang diatur didalam PPJB yang developer itu sendiri yang membuatnyaTesis ini membahas tentang Perlindungan hukum terhadap konsumen dalam proses peralihan hak dan balik nama PPJB dengan membandingkan tiga developer tentang proses peralihan hak dan balik nama PPJB di masing-masing developer. Dimana proses peralihan hak tidak sesuai dengan aturan yang berlaku yaitu PP No.4 tahun 1988 dimana peralihan hak harusnya dilakukan didepan PPAT dan di AJB kan terlebih dahulu, sementara untuk proses balik nama dari ketiga developer tersebut tidak memenuhi ketentuan Kemenpera No. 11/KPTS/1994 tentang pedoman Pembuatan Perjanjian Pengikatan Jual beli, bahwa minimal biaya balik nama atau biaya administrasi adalah 1% (satu persen) namun yang dikenakan oleh developer-developer tersebut rata-rata sekitar 2-2.5%, dan dalam bahasa hukum pertanahan, biaya balik nama PPJB tidak relevan dan tidak sah sehingga proses biaya balik nama ini tidak memenuhi ketentuan Pasal 42 PP No. 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun. Dalam hal perlindungan hukum konsumen dalam proses peralihan hak dan balik nama, konsumen banyak dirugikan dengan bentuk PPJB yang berbentuk klausula baku, proses peralihan hak yang tidak didaftarkan ke Badan Pertanahan Nasional dan Biaya Balik Nama yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku, dalam melakukan pembelian produk properti, konsumen harus melakukan pemeriksaan terhadap perjanjian sebelum menandatangani, menjaga Bargaining Positionnya tetap kuat, dan mengetahui hak-haknya dilindungi oleh pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen, meminta penjelasan secara rinci dan menuntut haknya apabila merasa dirugikan, dan melengkapi dengan mengetahui lebih lanjut hak-haknya yang diatur dalam Undang-undang perlindungan konsumen Nomor 8 Tahun 1999.

ABSTRACT
Sale and Purchase Agreement today in the transition process and the right to return the name of which is governed by Developers often cause problems, of the provisions contained in the applicable Agreement unilaterally, costs that do not comply with applicable regulations, delays in handing over the unit to the customer and collection costs regulated in accordance with the PPJB itself developer makes. This thesis discussed about the Legal protection of the customer in a transfer of right and name re-registration process in a PPJB through a comparison of such process in three developers. Whereas the transfer of rights process were not in accordance with the prevailing law, ie the Government Regulation No.4 of 1988, in which it is regulated that a transfer of right must be carried out in front of Land Officials (PPAT) and first should entered into a Deed of Sale and Purchase (AJB), however the process of name re-registration applied by the said three developers were not in accordance with the Regulation of Minister of Public Housing No.11/KPTS/1994 on the guidance to draft an Agreement to Bind a Sale and Purchase, in which the fee for the name reregistration or administration is minimum 1% (one percent), however the developers charged approximately 2-2,5%, and in the terms of agrarian law, the fee for the name re-registration for PPJB is not relevant and deemed as invalid, and therefore, the name re-registration is not in accordance with Article 42 of the Government Regulation No.4 of 1988 on Flat Housing. In regards to the legal protection of the customer in a transfer of right and name re-registration process, the customer are in a disadvantaged position due to the standard PPJB clause, transfer of right which is not registered to the National Land Office, and the Cost for Name Re-registration which are not in accordance with the prevailing laws, when purchasing a property, a customer should first examine the agreement before he/she signed it, to maintain his/her bargaining posit ion and to understand that his/her right is protected by the government and the customer protection institution, to request further details and to claim if his/her right is infringed, and to complete it by becoming aware of his/her rights which is governed under the consumer protection Law No.8 of 1999."
2013
T34883
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pambudidoyo
"ABSTRAK
Tesis ini membahas perlindungan konsumen atas software cacat yang dapat menjadi alat mata-mata akibat dari kemajuan teknologi informasi yang serba digital membawa orang ke dunia bisnis yang revolusioner karena dirasakan lebih mudah, murah, praktis dan dinamis berkomunikasi dan memperoleh informasi. Berdasarkan survei AC Nielsen 2001, Indonesia menempati posisi ke enam terbesar di dunia atau keempat di Asia dalam tindak pidana kejahatan di internet. Dari fakta tersebut, banyak pihak mengambil keuntungan dari software komputer yang sengaja diciptakan cacat agar dapat digunakan sebagai alat mata-mata sehingga konsumen dirugikan. Untuk itu diperlukan sebuah perlindungan atas hak privasi, khususnya hak privasi data komputer yang dihasilkan dari sebuah software yang digunakan konsumen, dimana software tersebut adalah objek dari perjanjian jual beli antara pelaku usaha dan pengguna selaku konsumen. Tesis ini menggunakan penelitian yuridis normatif karena menitikberatkan pada penelitian kepustakaan yang intinya meneliti asas-asas hukum, sistematis hukum, dan sinkronisasi hukum dengan cara menganalisanya menggunakan teori hukum perlindungan konsumen, Strict Product Liability. Kemudian permasalahan yang dibahas dalam Tesis ini adalah mengenai pengakuan hak privasi atas data komputer diakui dalam hukum perlindungan konsumen khususnya hukum perindungan Indonesia dan bentuk tanggung jawab pelaku usaha atas software cacat yang digunakan sebagai alat mata-mata yang dibeli pengguna sebagai konsumen.

ABSTRACT
This thesis on consumer protection on defects software that can be spy tools as a result of advances in information technology to bring people into the digital business world is revolutionary because it felt easier, cheaper, practical and dynamic to communicate and obtain information. Based on a survey by AC Nielsen 2001, Indonesia ranks sixth largest in the world and fourth in Asia in crime on the internet. From this fact, many people take advantage of computer software defects intentionally created to be used as a spy tool that can harmed consumers. Because of that, it required protection of privacy rights, especially the right to privacy of computer data generated from a piece of software that is used by consumers, where the software is the object of the purchase agreement between businesses and users as consumers. This thesis uses legal normative research as focusing on research literature examining the principles of law, systematic law, and the law that synchronization analyzed using the theory of consumer protection laws, Strict Product Liability. Then the problems in this thesis is recognition of the right of privacy of law recognized by the computer data in particular consumer protection laws, especially Indonesia consumer protection law and responsibility from businesses for defect software used as a spy tool to users as consumers."
Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mahdiani
"Klausula baku merupakan hal yang lazim digunakan dalam dunia usaha, biasanya klausula baku dibuat secara sepihak dan telah ditentukan terlebih dahulu oleh pelaku usaha sehingga konsumen yang ingin memanfaatkan barang atau jasa tersebut hanya memiliki pilihan menyetujui atau tidak menyetujui hal yang termuat dalam klausula tersebut atau dalam istilah disebut take it or leave it, penggunaan klasula baku dibutuhkan dalam dunia bisnis karena bentuk transaksi seperti ini dinilai mempermudah dalam praktik perdagangan, sewa menyewa, asuransi, jasa sektor keuangan dan berbagai bentuk hubungan hukum lainnya. Namun kemudahan transaksi menggunakan klausula baku sering merugikan konsumen, seperti klausula tambahan yang menyatakan bahwa konsumen harus setuju atau tunduk pada perubahan yang akan ada dikemudian hari, perubahan tersebut tidak diketahui perihalnya bahkan dalam beberapa kasus seringnya perubahan tersebut tidak diberitahukan kepada konsumen, oleh karenanya konsumen merasa dirugikan. Undang-undang perlindungan konsumen menyatakan aturan tambahan dalam klausula baku tersebut merupakan klausula yang dilarang dalam pasal 18 ayat 1 huruf (g), pelaku usaha yang memuat ketentuan mengenai klausula tambahan dalam perjanjian baku tersebut dinyatakan batal demi hukum seperti yang termuat dalam pasal 18 ayat (3) artinya perjanjian tersebut tidak mengikat. Selain itu klausula tambahan tersebut merupakan pelanggaran penerapan asas itikad dan merupakan perbuatan melawan hukum.
Dalam penelitian ini diuraikan mengenai kasus dan putusan yang memuat klausula tambahan tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan studi kepustakaan dengan analisis pendekatan undang-undang atau statute approach. Hasil penelitian ini yakni klausula tambahan tersebut merupakan hal yang dilarang oleh undang-undang perlindungan konsumen dan dinyatakan batal demi hukum seperti yang termuat dalam pasal 18. Konsumen yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen namun hal ini masih kurang melindungi konsumen karena putusan yang dikeluarkan oleh BPSK tersebut tidak dapat dilaksanakan dan beberapa putusan dibatalkan oleh pengadilan, alternatif lainnya konsumen dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri dengan gugatan perbuatan melawan hukum.

Standard contract is a common practice in business, it is a practice where the contract is made unilaterally by the business actors so that the consumers would not have a choice but to agree with the contract, or it is commonly known with term "take it or leave it". The use of standard clause is important in the business since it is considered to make trade and transaction easier, as well as leasing, insurance, and financial sector services. However, standard clause often harms consumers, such as an additional clauses where the consumers must agree and submit to changes that will occur in the future. In some cases, such changes are not notified to consumers, therefore it inflicts a financial loss to consumers. According to the Consumer Protection Act of Indonesia, the additional rules in the standard clause are prohibited in article 18 (1) (g), business actors that contain provisions regarding additional clauses in the standard clause are declared null and void as contained in Article 18 (3) which means that the agreement is not binding. In addition, the additional clause is also a violation of the application of the Good Faith principle and it is a tort.
In this research described the cases and decisions that contain these additional clauses. This research was conducted by literature study with statute approach analysis. By this research, author draws a conclusion that additional clause is something that is prohibited by Consumer Protection Art of Indonesia and declared null and void as regulated in Article 18, and consumers who feel aggrieved can file a lawsuit to the Consumer Dispute Settlement Agency (BPSK). However, in practice the decision issued by the BPSK can not be implemented and several decisions are canceled by the District Court. The alternative customers can take is to submit a lawsuit to the District Court with a lawsuit against the law or tort.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52945
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Noval
"Seiring dengan perkembangan kebutuhan akan tempat tinggal, membuat masyarakat lebih memilih untuk mendapatkan tempat tinggal dengan membelinya dari pelaku usaha perusahaan pembangunan perumahan (developer). Untuk membuat suatu perumahan, dibutuhkan dana yang sangat besar, hal ini memaksa para developer untuk meminjam dana kredit fasilitas untuk pembangunan perumahan kepada kreditor yang pada umumnya adalah lembaga keuangan bank. Pada umumnya pula, developer menjaminkan sertifikat dari bangunan yang sedang dibangunnya sebagai jaminan dari pinjaman. Hal ini lah yang terkadang tidak diinformasikan dengan terbuka kepada para calon konsumen. Tesis ini membahas mengenai perlindungan hukum terhadap konsumen pemegang akta perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) terkait pengembang (developer) yang dinyatakan pailit.
Tesis ini membahas hak-hak konsumen yang telah melunasi sebagian atau seluruh kewajibannya berdasarkan akta PPJB dan penyelesaian sengketa terkait unit/bangunan yang menjadi boedoel pailit. Tesis ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan data sekunder sebagai sumber utama yang diperoleh melalui studi kepustakaan. Penulisan Tesis ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai hak-hak konsumen pemegang akta PPJB dan penyelesaian sengketa terkait objek bangunan yang menjadi boedoel pailit.

In accordance with the growth of the needs of residences, that makes people would prefer buying it from developer. To build residences, developer needs a major funding, it forces developer to borrow some money from financial institutions such as Bank. Bank will lend money with some requirements as if collateral. Mostly, developer gives building certificates as a collateral and this matter is not informed well to consumer.
This Thesis is discussing about legal protection towards consuments as the holder of the deed of the sales and purchase agreement in connection with the bankruptcy of such developer. This Thesis is discussing about consumer rights, which have paid partly, or entirely his obligations according to Sales and Purchase Agreement and dispute resolution related to the building that has been become the object of bankruptcy. This Thesis is using normative research method with the secondary data as a main source. This Thesis objectives are giving information regarding consumer rights and dispute resolution which can be done with consumer.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T46804
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Batara Yonathan
"Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, penelitian ini akan menjawab permasalahan yang diangkat dalam penulisan ini, yakni bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen pengguna jasa telekomunikasi dalam menerima informasi yang merugikan (SMS Spam), bagaimana ketentuan hukum mengenai perlindungan data pribadi di Indonesia, serta bagaimana tanggung jawab penyedia jasa (provider) telekomunikasi seluler terhadap kerugian yang dialami pengguna jasa telekomunikasi dalam menerima informasi yang merugikan.
Di Indonesia ada beberapa ketentuan hukum yang berkaitan dengan perlindungan privasi dan data pribadi, yakni Undang-Undang Telekomunikasi dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, sementara Undang-Undang Perlindungan Konsumen belum melindungi privasi dan data pribadi konsumen secara komprehensif.
Secara umum perlindungan privasi dan data pribadi konsumen jasa telekomunikasi telah diatur melalui beberapa peraturan perundang-undangan. Namun demikian belum terdapat mekanisme dan ketentuan yang dapat mencegah terjadinya pelanggaran atas peraturan yang dimaksud. Perlu dibentuk pranata hukum yang secara khusus membahas dan mengatur mengenai perlindungan data pribadi agar perlindungan mengenai data pribadi dapat dilaksanakan dengan lebih menyeluruh.

By employing normative juridical research method, this thesis will attempt to answer the issues raised in this paper, starting from the legal protection towards the telecommunication consumers in receiving adverse information (i.e: spam message), how does the current Indonesian law regulates the protection of personal data, and lastly, the liability of telecommunication provider towards the loss suffered by the consumers, in receiving such adverse information.
In Indonesia, there are several regulations in regards to the protection of privacy and personal data, inter alia, Law on Telecommunications and Law on Information and Electronic Transactions, nonetheless, the Law on Consumer Protection is not sufficient to protect consumers' privacy and personal data.
Although the protection of consumers' privacy and personal has been regulated in legislation, however there exists no provision and mechanism that able to prevent the violation of such law. Therefore, it is necessary to establish legal institution that specifically discusses and regulates the protection of personal data, so that the protection of the personal data can be implemented thoroughly.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T46116
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Erlangga Kaurow
"Kejahatan Perjanjian baku merupakan perjanjian yang umum ditemukan, termasuk dalam perjanjian pembiayaan konsumen. Lembaga pembiayaan konsumen termasuk dalam ranah sektor jasa keuangan yang diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Tulisan ini meninjau tentang penerapan klausula baku yang dibuat oleh pelaku usaha terhadap UU Perlindungan Konsumen maupun peraturan dan surat edaran yang dikeluarkan OJK. Studi dilakukan dengan metode analisis yuridis normatif. Dalam praktiknya, pelaku usaha belum sepenuhnya memenuhi pengaturan mengenai klausula baku sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Standard clause is a contract that is often found, including in the consumer financing agreement. Consumer financing institution is included in the financial service sector area that is regulated by Financial Service Authority (FSA). This thesis reviews on the implementation of standard clause made by entrepreneur towards Law on Consumer Protection as well regulation and circular letter issued by the FSA. This study is conducted with normative analysis method. In practice, the entrepreneur is not fully implementing the regulation regarding the standard clause as regulated in the Indonesian law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S66711
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Batara Yonathan
"Klausula baku adalah suatu klausula atau syarat-syarat dan ketentuan standar yang dibakukan dan dibuat secara sepihak oleh pelaku usaha dalam hubungannya dengan konsumen. Skripsi ini membahas mengenai penerapan klausula baku pada tiket valet parking berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen, beserta masalah-masalah yang terjadi di dalamnya.
Analisis terhadap permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini dilakukan dengan mengacu pada ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, khususnya Pasal 18 yang mengatur mengenai klausula baku. Penulis berpendapat bahwa pengawasan terhadap klausula baku adalah tanggung jawab bersama dari pemerintah, pelaku usaha, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat, dan masyarakat itu sendiri selaku konsumen.

Standard clause is a clause or terms and standard provisions that are standardized and made unilaterally by businesses in relation to consumers. This thesis discusses the application of standard clause in the valet parking ticket based on the Consumer Protection Law, along with the problems that occured with it.
The analysis of the problems discussed in this thesis is done based on the Law Number 8 of 1999 regarding Consumer Protection, especially in Article 18 which regulate about the standard clause. The author argue that the control to the application of standard clause is a shared responsibility of government, companies, non-government organization, and the society itself as a consumer.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S45181
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devinda Shabyla Maharani Putri Kurniawan
"Pembuatan Akta Pengikatan Jual Beli (PJB) harus memiliki itikad baik dari pengembang (developer) terhadap konsumen. Peran developer, konsumen dan Notaris sangat penting dalam PJB, karena berhubungan dengan hak dan kepastian para pihak yang terlibat. Developer harus memenuhi kewajibannya sesuai dengan perjanjian, termasuk penyerahan obyek perjanjian kepada konsumen. Pelaksanaan PJB harus dilakukan tanpa cacat yang tersembunyi, dan jika terdapat kesalahan atau kelalaian yang merugikan konsumen beritikad baik, konsumen berhak meminta pertanggungjawaban dari developer maupun notaris. Tanggung jawab ini memberikan pelindungan hukum kepada konsumen sebagai pembeli yang beritikad baik. Permasalahan hukum yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai (1) kekuatan hukum terhadap Pengikatan Jual Beli tanggal 13 Februari 2014 Nomor 25 dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1949 K/Pdt/2022; (2) tanggung jawab developer dan Notaris dalam pembuatan Pengikatan Jual Beli terhadap konsumen yang beritikad baik terkait dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1949 K/Pdt/2022. Permasalahan tersebut dijawab menggunakan metode penelitian doktrinal. Data yang digunakan adalah data sekunder serta wawancara sebagai data pendukung. Hasil analisis: (1) Akta PJB Nomor 25 tidak sah dan tidak berkekuatan hukum sehingga merugikan konsumen. Majelis hakim tidak tepat dalam menetapkan, bahwa konsumen melakukan perbuatan melawan hukum sebab konsumen terbukti beritikad baik, sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2016. Sehingga ia berhak atas pelindungan hukum dimana menurut SEMA Nomor 7 Tahun 2012, konsumen dapat mengajukan penyelesaian sengketa melalui Peradilan Umum atau Alternative Dispute Resolution (ADR). Dapat juga melalui jalur pembuatan akta perdamaian ataupun jalur hukum pidana atas penipuan dan penggelapan yang dilakukan oleh developer; (2) developer tidak beritikad baik, sehingga harus bertanggung jawab atas unsur kesalahan untuk memberi kompensasi akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan sesuai dengan Pasal 1365 KUHPerdata. Kemudian developer melakukan penipuan dan penggelapan dengan menjual tanah yang belum sepenuhnya dimilikinya tanpa menyebutkan status tanah dalam sengketa dan agunan bank. Dapat dipidana penjara paling lama empat tahun sesuai Pasal 378 dan 372 KUHPidana. Sementara itu, tanggung jawab Notaris terbatas pada aspek legalitas dan prosedur pembuatan akta, sehingga apabila Notaris dijadikan turut tergugat dalam suatu pengadilan, maka harus dilihat hubungan hukum Notaris dengan para pihak, terkait dengan pembatalan Akta PJB Nomor 25 akibat dari developer yang tidak melunaskan pembayaran harga tanah induk kepada pemilik tanah. Jika dapat dibuktikan bahwa kesalahan yang terjadi bukan disebabkan oleh Notaris, melainkan oleh kelalaian dari developer yang terlibat dalam transaksi, maka Notaris dapat dibebaskan dari tanggung jawab sebagai turut tergugat.

The preparation of the Deed of Sale and Purchase Binding (SPA) must have good faith from the developer (developer) to consumers. The role  of developers, consumers and Notaries is very important in SPA, because it relates to the rights and certainty of the parties involved. The developer must fulfill its obligations in accordance with the agreement, including the delivery of the object of the agreement to the consumer. The implementation of SPA must be carried out without hidden defects, and if there are errors or omissions that harm consumers in good faith, consumers have the right to hold the developer and notary accountable. This responsibility provides legal protection to consumers as buyers in good faith. The legal issues raised in this study are regarding (1) the legal force of the Sale and Purchase Binding dated February 13, 2014 Number 25 in Supreme Court Decision Number 1949 K/Pdt/2022; (2) the responsibility  of developers and  Notaries in making Sale and Purchase Binding to consumers in good faith related to Supreme Court Decision Number 1949 K/Pdt/2022. These problems are answered using doctrinal research methods. The data used are secondary data and interviews as supporting data. Analysis results: (1) SPA Deed Number 25 is invalid and has no legal force so as to harm consumers. The panel of judges is not appropriate in determining, that consumers commit unlawful acts because consumers are proven to have good faith, in accordance with the Supreme Court Circular (SEMA) Number 4 of 2016. So that he is entitled to legal protection where according to SEMA Number 7 of 2012, consumers can apply for dispute resolution through the General Court or Alternative Dispute Resolution (ADR). It can also be through the path of making peace deeds or criminal law channels for fraud and embezzlement committed by developers; (2)  the developer does not have good faith, so it must be responsible for the element of error to compensate for unlawful acts committed in accordance with Article 1365 of the Civil Code. Then  the developer commits fraud and embezzlement by selling land that he does not fully own without mentioning the status of the land in dispute and bank collateral. It can be sentenced to imprisonment for a maximum of four years according to Articles 378 and 372 of the Penal Code. Meanwhile, the Notary's responsibility is limited to the legality aspect and the procedure for making a deed, so if the Notary is made a defendant in a court, the Notary's legal relationship with the parties relationto the cancellation of SPA Deed Number 25 due to the developer not paying off the payment of the parent land price to the land owner must be studied. If it can be proven that the error occurred was not caused by the Notary, but by the negligence of the developer involved in the transaction, then the Notary can be released from responsibility as a co-defendant."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuniarsih
"ABSTRAK
UntukUntuk memperoleh keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan Debitor untuk melunasi kewajibannya, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha Debitor serta akan lebih terjamin lagi jika diperkuat dengan adanya penjamin (borgtoch). Dalam hal pemberian kredit pemilikan rumah dan properti lainnya dari developer disyaratkan adanya perjanjian buy back guarantee antara developer dengan Bank pemberi kredit. Pokok permasalahan penelitian, bagaimana klausula tentang buy back guarantee dari Developer dituangkan dalam perjanjian kerjasama antara Bank dengan Develepor dalam rangka penyediaan fasilitas kredit indent serta buy back guarantee dari Developer dapat memberikan perlindungan bagi konsumen perumahan. Penelitian menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan penelitian kepustakaan sebagai sumber data. Hasil Penelitian Buy Back Guarantee, dalam perjanjian penjaminan dituangkan dalam perjanjia. Apabila Debitur tidak membayar angsuran kredit selama 6(enam) bulan berturut-turut karena suatu sebab apapun juga, atau developer tidak atau belum menyerahkan Dokumen Jaminan atas nama masing-masing Debitur , maka Developeer wajib mengambil alih seluruh hak-hak dan kewajiban Bank selaku Kreditur, baik secara subrogasi maupun dengan Novasi, dengan membayar lunas seluruh kewajiban Debitur yang terhutang kepada Bank, hutang pokok, bunga, biaya dan denda keterlambatan. Konsumen Perumahan terlindungi oleh adanya Buy Back Guarantee baik dalam klausul pada Perjanjian Kerjasama antara Bank dengan Developer maupun yang dibuat dalam perjanjian tersendiri sehingga konsumen perumahan dapat terhindar dari tuntutan pembayaran dari Bank. Konsumen dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan atas wanprestasi yang dilakukan oleh Developer bagi kepentingan Konsumen dan sementara proses peradilan tersebut sampai pada suatu putusan yang mengikat (inkrah) konsumen dapat menghentikan pembayaran kepada Bank. Disampaikan saran, pelaksanaan Buy Back Guarantee oleh Developer terhadap bank pengikatan jaminan asset lainnya, dan bank pemberi kredit mensosialisasikan ketentuan dalam SEBI No. 15/40/DKMP yang terkait dengan ketentuan kredit properti baik kepada konsumen perumahan maupun developer.

ABSTRACT
To gain confidence in the ability of the debtor and the ability to repay their obligations, before providing credit, banks should conduct a careful assessment of the character, ability, capital, collateral and the debtor's business prospects and be more secure if reinforced by the guarantor (borgtoch). In the case of mortgages and other property of the developer required the existence of an agreement between the developer buy back guarantee to the lending bank. The issue of research, how about a buy back guarantee clause of Developer set forth in the agreement between the Bank and Develepor in the provision of credit facilities to indent and buy back guarantee of Developers can provide protection for residential consumers. Research using normative juridical approach to the study of literature as a source of data. Results Buy Back Guarantee, set forth in the underwriting agreement Testament. If the debtor does not pay the loan installments for 6 (six) consecutive months for any reason whatsoever, or developer does not guarantee or not submit documents on behalf of each Debtor, then Developeer shall take over all the rights and obligations of the Bank as Creditor , both subrogation and with Novation, the Debtor paid off all obligations owed to the Bank, in principal, interest, fees and late fees. Housing Consumers are protected by the presence of both the Buy Back Guarantee clause of the Cooperation Agreement between the Bank and the Developer as well as those made in a separate agreement that residential consumers can avoid the payment of bank charges. Consumers can file a lawsuit to court over breach of contract made by the Developer to the interests of consumers and while the judicial process to arrive at a decision that is binding consumers can stop payments to the Bank. Delivered suggestions, implementation Developers Buy Back Guarantee by the binding of a bank guarantee other assets, and the bank lender provisions of SEBI No. socialize. 15/40/DKMP associated with the provision of credit to the consumer residential properties and developers."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38744
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar
"ABSTRAK
Tesis ini membahas secara komprehensif mengenai perlindungan atas konsumen
dan masyarakat dalam industri jasa keuangan khususnya terhadap usaha
penghimpunan dana dan pengelolaan investasi keuangan. Adanya jenis-jenis
transaksi keuangan yang rumit dan dalam banyak hal tidak dipahami oleh
konsumen dan masyarakat, berpotensi menyebabkan terjadinya kejahatan yang
dapat merugikan masyarakat secara luas. Konsep perlindungan konsumen jasa
keuangan di OJK dilakukan dengan tindakan preventif dan refresif yang
semuanya mengarah pada financial inclusion dan stabilitas sistem keuangan.
Selain tindakan preventif dan refresif, Koordinasi antar lembaga sangat
dibutuhkan untuk mencegah terjadinya kasus investasi ilegal. Dalam hal ini, OJK
bersama lembaga lainnya membentuk Satuan Tugas Penanganan Dugaan
Tindakan Melawan Hukum di Bidang Penghimpunan Dana Masyarakat dan
Pengelolaan Investasi, sehingga diharapkan dapat memberikan perlindungan yang
lebih baik terhadap masyarakat dan konsumen.

ABSTRACT
This thesis discusses comprehensively the provision of consumers protection and
the society of the financial services industry especially about fund-raising efforts
and the management of financial investment . The existence of these kinds of
complicated financial transactions and make so many misunderstanding for some
consumers and the society, potentially causing crime that make many bad impacts
for the society. The concept of consumer protection in the financial services FSA
conducted with preventive and repressive measures which all lead to financial
inclusion and financial system stability . Besides the preventive and repressive
measures , inter-agency coordination is needed to prevent illegal investments case
. In this case, the FSA together with other agencies to form Task Force Handling
Allegations in Legal Actions Against Public Sector Fund-raising and Investment
Management , which is expected to provide a better protection to the society and
consumers."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39156
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>