Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 100601 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Farisatul Amanah
"ABSTRAK
Peningkatan produksi gas karbon dioksida dari sektor transportasi
meningkatkan potensi pemanasan global. Penelitian ini bertujuan
mengembangkan pola skenario ideal penambahan ruang terbuka hijau (RTH)
publik dan penggantian bahan bakar solar menjadi biodiesel untuk mereduksi
karbon dioksida dari kegiatan transportasi di Kota Bogor. Pemodelan sistem
dinamis menggunakan Powersim dikembangkan untuk mensimulasikan empat
skenario. Skenario pertama adalah kondisi business as usual, sedangkan tiga
skenario lainnya berupa kombinasi laju penambahan RTH publik dan
penggantian solar menjadi biodiesel.
Kombinasi penambahan luas RTH publik hingga 20% dan penggantian
bahan bakar solar menjadi biodiesel sebesar 30% pada tahun 2031 (Skenario 2)
dapat mengurangi emisi karbon dioksida hingga 48,52% di tahun 2022.
Keberadaan RTH publik berperan penting dan lebih efektif dalam mengurangi
emisi karbon dioksida dibandingkan opsi penggantian bahan bakar. Namun
demikian, pengembangan bahan bakar biodiesel sangat mendesak untuk diperluas
sebagai solusi kelangkaan bahan bakar saat ini.

ABSTRACT
The increasing levels of carbon dioxide from transportation sector affects
global warming potency. This research aims to develop ideal scenario which
combines public green open space expansion and biodiesel substitution as vehicle
fuel in order to reduce carbon dioxide from transportation sector in Bogor City.
Dynamic system modeling using Powersim was developed to simulate four
scenarios. The first scenario is a business as usual condition, while the other three
scenarios are combination of the rate of public green open space expansion and
biodiesel substitution rate.
This research presents projections of four scenarios with different public
green open space expansion and biodiesel substitution rate. Combination of public
green open space expansion up to 20% and biodiesel substitution up to 30% in
2031 (Scenario 2) can reduce carbon dioxide about 48.52% in 2022. Public green
open space plays significant role has more important rule and more effective in
reducing to reduce carbon dioxide emission than fuel biodiesel substitution.
Nevertheless, biodiesel development substitution urges to be expanded developed
as potential solution in order to solve fossil fuel scarcity."
2013
T36081
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Putri Hariani
"Terjadinya fenomena perubahan iklim didorong oleh peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer. Peningkatan tersebut disebabkan oleh meningkatnya emisi GRK oleh kegiatan manusia. Salah satu kegiatan manusia yang mengemisikan GRK adalah kegiatan pengolahan air. Di Kota Bogor terdapat beberapa instalasi pengolahan air (IPA) diantaranya IPA Dekeng dan IPA Cipaku. Tujuan dari studi ini yaitu menghitung emisi GRK dari IPA Dekeng dan IPA Cipaku berdasarkan unit pengolahan, mengidentifikasi unit pengolahan dengan emisi tertinggi, membandingkan emisi dari IPA Dekeng dan IPA Cipaku dengan IPA lain berdasarkan kapasitas IPA, dan mengusulkan upaya reduksi emisi GRK untuk kedua IPA tersebut. Emisi GRK dari pengolahan air dapat dikuantifikasi berdasarkan komponen produksi bahan kimia, transportasi bahan kimia, reaksi bahan kimia, dan penggunaan listrik. Sementara untuk menghitung emisi GRK dapat menggunakan metode faktor emisi. Dari studi ini diperoleh hasil IPA Dekeng rata-rata mengemisikan 195.577 kg CO2eq/bulan dengan emisi spesifik 0,062 kg CO2eq/m3 air yang diproduksi dan IPA Cipaku rata-rata mengemisikan 52.897 kg CO2eq/bulan dengan emisi spesifik 0,079 kg CO2eq/m3 air yang diproduksi. Dari kedua IPA, emisi terbesar berasal dari unit koagulasi dengan persentase terhadap total emisi dari IPA mencapai 84% di IPA Dekeng dan 91% di IPA Cipaku. Kapasitas IPA tidak memiliki pengaruh terhadap emisi spesifik IPA. Yang mempengaruhi emisi spesifik IPA yaitu kualitas air baku, desain IPA, dan lokasi IPA. Apabila dibandingkan dengan IPA lain emisi dari IPA Dekeng dan IPA Cipaku termasuk paling kecil. Untuk mereduksi emisi di IPA Dekeng dan Cipaku, PDAM Tirta Pakuan dapat menerapkan Streaming Current Monitors (SCM) dan pemulihan koagulan yang masing-masing dapat mengontribusikan penurunan emisi sebesar 30% dan 24%
The phenomenon of climate change is driven by an increase in the concentration of greenhouse gases (GHGs) in the atmosphere. The increase was caused by increased GHG emissions by human activities. One of the human activities that emit GHG is water treatment. In the City of Bogor, there are several water treatment plants (WTP) including the Dekeng WTP and Cipaku WTP. The purpose of this study is to calculate GHG emissions from the Dekeng WTP and Cipaku WTP based on the treatment units, identify the treatment unit with highest emission, compare the emissions from the Dekeng WTP and Cipaku WTP with other WTPs based on the capacity of the WTPs, and propose efforts to reduce GHG emissions for the two WTPs . GHG emissions from water treatment can be quantified based on components of chemical production, chemical transportation, chemical reactions, and electricity usage. Meanwhile, to calculate GHG emissions, the emission factor method can be used. From this study it was obtained that the average Dekeng WTP emits 195,577 kg CO2eq/month with specific emissions of 0.062 kg CO2eq/m3 of water produced and Cipaku WTP emits 52,897 kg CO2eq/month with specific emissions of 0.079 kg CO2eq/m3 of water produced . Of the two WTPs, the largest emissions came from the coagulation unit with a percentage of the total emissions from WTP reaching 84% in the Dekeng WTP and 91% in the Cipaku WTP. The capacity of the WTPs has no influence on the specific emissions from the WTPs. Those that affect the specific emissions of the WTPs are the quality of raw water, design of the WTPs and location of the WTPs. When compared with other WTPs the emissions from the Dekeng WTP and Cipaku WTP are among the smallest. To reduce emissions in the Dekeng and Cipaku WTP, PDAM Tirta Pakuan can apply Streaming Current Monitors (SCM) and coagulant recovery, each of which can contribute to a reduction in GHG emissions of 30% and 24%.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azra Qothrunnada Hazairin
"Estimasi biomasa dapat digunakan untuk mengestimasi nilai simpanan karbon dioksida. Kota Bogor adalah salah satu kota penyangga Kota Jakarta, yang memiliki laju pertumbuhan penduduk yang tinggi dari tahun 1990-2000 yaitu sebesar 10.25 dan peningkatan jumlah kendaraan bermotor setiap bulannya yang mencapai 3.373 kendaraan yang berdampak pada peningkatan emisi karbon dioksida. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa daya serap yang dimiliki oleh ruang hijau di Kota Bogor terhadap emisi karbon dioksida yang dikeluarkan oleh aktivitas manusia.
Penginderaan jauh dilakukan untuk mengetahui indeks vegetasi yang dapat memprediksi nilai biomasa terbaik dengan menggunakan nilai biomasa lapangan. MSAVI2 adalah indeks vegetasi terbaik yang dapat digunakan untuk memprediksi nilai biomasa di Kota Bogor. Setiap kecamatan di Kota Bogor tidak dapat menyerap karbon dioksida yang dihasilkannya dengan total jumlah karbon dioksida tidak terserap sejumlah 5.931.131 ton.

Biomass estimation can be used to estimate the stock of carbon dioxide. Bogor City is one of the hinterland of Jakarta which has a significant increase in population growth rate, especially in 1990 2000 when the number hit 10.25 and the average 3.373 each month of vehicle increase which provides a significant release of carbon dioxide. This reasearch aim is to analyze green spaces ability to absorb carbon dioxide emission from human activity.
Remote sensing is used to select the best vegetation indices to estimate biomass value from in situ measurement. MSAVI2 is the best vegetation index to predict biomass in Kota Bogor. The result of this research is every districts in Bogor can not absorb its carbon dioxide emission with the total of 5.931.131 ton of carbon dioxide unabsorb.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nada Laili Nurfadhilah
"Di tengah kondisi bumi saat ini yang semakin menua, populasi manusia semakin bertambah, tak terkecuali di Kota Bogor, Kota dengan jumlah penduduk sebanyak 1.059.359 jiwa dan laju pertumbuhan sebesar 1,53% pada tahun 2022. Sektor pengelolaan sampah menjadi salah satu sektor penyumbang 10% emisi gas rumah global, baik dari sampah organik, anorganik, maupun aktivitasnya seperti pengangkutan sampah. Kegiatan pengangkutan sampah di Indonesia masih dilakukan dengan kendaraan konvensional yang mengemisikan jejak karbon dari penggunaan bahan bakarnya. Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan melalui penyebaran kuisioner dan wawancara. Perhitungan jejak karbon dilakukan dengan menggunakan Metode IPCC 2006 Tier 1 dan software Emission Quantification Tool (EQT) 2018 version yang dikembangkan oleh IGES (Institute for Global Environmental Strategies). Dari data yang diperoleh, diketahui bahwa Kota Bogor memiliki dua skema pengangkutan sampah, yakni skema 1—sampah diangkut dari sumber, lalu ke TPS, dan dilanjut ke TPA­—dan skema 2—sampah langsung diangkut dari sumber menuju TPA­. Berdasarkan hasil penelitian, Kota Bogor menghasilkan jejak karbon dari transportasi pengangkut sampah sebesar 4.465,57 ton CO2-eq/tahun atau sebanyak 25,43 kgCO2-eq/ton sampah. Penghasil jejak karbon terbesar ialah Kecamatan Bogor Barat, yakni sebesar 1.297,38 ton CO2-eq/tahun, diikuti oleh Kecamatan Bogor Selatan 942,4 ton CO2-eq/tahun, Kecamatan Tanah Sareal 930,41 ton CO2-eq/tahun, Kecamatan Bogor Utara 801,24 ton CO2-eq/tahun, Kecamatan Bogor Tengah 343,21 ton CO2-eq/tahun, serta Kecamatan Bogor Timur 150,93 ton CO2-eq/tahun. Berdasarkan uji Korelasi Pearson, variabel yang berkorelasi secara signifikan dengan jejak karbon dari transportasi pengangkutan sampah di Kota Bogor adalah berat sampah, konsumsi bahan bakar, jarak tempuh, dan durasi perjalanan.

Amid the current aging condition of the Earth, the human population is increasing, including in Bogor City, a city with a population of 1,059,359 people and a growth rate of 1.53% in 2022. Waste management is one of the contributors to 10% of global greenhouse gas emissions, both from organic and inorganic waste, as well as activities such as waste transportation. Waste transportation activities in Indonesia still use conventional vehicles that emit carbon footprint from fuel consumption. Data collection for this study is conducted through questionnaire and interviews. Carbon footprint calculation is performed using the IPCC 2006 Tier 1 Method and the Emission Quantification Tool 2018 version, developed by the Institute for Global Environmental Strategies. Based on the data obtained, Bogor City has two waste transportation schemes; scheme 1 (from the source to the Transfer Station, then to the Final Disposal Site) and scheme 2 (directly transported from source to the TPA). Based on the research results, Bogor City produces a carbon footprint from waste transportation of 4,465.57 tons CO2-eq/year or 25.43 kgCO2-eq/ton of waste. The highest carbon footprint comes from West Bogor District, which is 1,297.38 tons CO2-eq/year, followed by South Bogor District with 942.4 tons CO2-eq/year, Tanah Sareal District 930.41 tons CO2-eq/year, North Bogor District 801.24 tons CO2-eq/year, Central Bogor District 343.21 tons CO2-eq/year, and East Bogor District 150.93 tons CO2-eq/year. According to the Pearson correlation test, variables with significant correlation to the carbon footprint are waste weight, fuel consumption, distance traveled, and duration of waste transportation trip."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhaniswara Wiradharma
"Ruang Hijau (RH) adalah bagian dari pola ruang kota yang penting keberadaanya bagi lingkungan perkotaan dan kehidupan manusia. Biomassa hijau yang terkandung dalam ruang hijau memiliki peranan ekologis sebagai penyerap gas karbon dioksida (CO2). Dengan memanfaatkan citra Landsat 7 ETM+ dan Landsat 8, dapat diketahui perubahan luasan ruang hijau dengan menggunakan meteode (Normalized Differential Vegetation Index) NDVI yang mampu melakukan klasifikasi objek identik vegetasi dan non vegetasi. Analisis meliputi hubungan antara NDVI dan biomassa hijau lapangan yang meliputi karakteristik tajuk dan tutupan vegetasi bawah.
Hasil yang diperoleh yaitu sebaran kandungan biomassa hijau di Kota Bogor tidak merata. Terjadi perubahan yaitu penurunan kandungan biomassa hijau sebesar 13.111 ton sehingga terjadi penurunan kemampuan serapan CO2 Kota Bogor sebesar 19.273 ton. Hal ini disebabkan karena penurunan luas ruang hijau sebesar 135,86 Hektar (1,15%) atau + 11,32 Hektar per tahunnya di Kota Bogor dari tahun 2001 hingga 2013.

Green Space is necessary part of urban space pattern for urban environment and human life. Green biomass on the green space has an ecological role as an absorber of carbon dioxide gas (CO2). Information of changing area of green space derived from utilization of remotely sensed data of Landsat 7 ETM + and Landsat 8 by using NDVI (Normalized Differential Vegetation Index) method known capable of performing object classification to identical vegetation and non vegetation. The analysis includes the relationship between NDVI and field-derived green biomass, includes the characteristics of vegetation cover and lower canopy.
The result show that distribution of green biomass properties in Bogor is uneven. There were changes in the levels, decrease up to 13.111 tons of green biomass resulting in decreased ability to uptake of CO2 by 19.273 tons in Bogor City. This is because the area of green space is reduced by 135.86 hectares (1.15%) or approximately 11.32 hectares per year respectively in Bogor City from 2001 to 2013.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S55511
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjorang, Bonataon M.T.V.
"ABSTRAK
Tesis ini menganalisis determinan emisi karbon dioksida (CO2) di Indonesia dihubungkan dengan hipotesis Environmental Kuznets Curve (EKC). Permodelan empiris dilakukan dengan Simultaneous Equation Model (SEM) antara produk domestik bruto (PDB) per kapita dengan emisi CO2 dengan menggunakan data runtut waktu dari 1974 hingga 2011. Uji Hausman melihat hubungan simultan dan endogenitas dari PDB per kapita dan emisi CO2. Dengan metode Two-stage Least Squares (2SLS) diperoleh hasil hipotesis EKC berlangsung di Indonesia. PDB per kapita, peranan industri terhadap perekonomian, dan kepadatan penduduk berpengaruh signifikan meningkatkan emisi CO2. Namun demikian, konsumsi energi terbarukan tidak secara signifikan berpengaruh menurunkan emisi CO2.

ABSTRACT
This thesis analyzes determinants of carbon dioxide (CO2) emission in Indonesia associated with Environmental Kuznets Curve (EKC) hypothesis. Empirical modelling with Simultaneous Equation Model (SEM) between per capita gross domestic product (GDP) and CO2 emission by using time series data from 1974 to 2011. Hausman tests investigate simultaneous relationship and endogeneity between per capita GDP and CO2 emission. By Two-stage Least Squares (2SLS) method, results support Environmental Kuznets Curve (EKC) hypothesis. GDP per capita, share of industry, and population density significantly affect the increasing of CO2 emission. However, renewable energy consumption did not significantly affect the reducing of CO2 emission.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
T39130
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risky Kurniawan
"Wilayah perkotaan Cilacap terdapat beberapa industri besar, permukiman padat, serta padatnya mobilitas kendaraan bermotor yang mengakibatkan peningkatan emisi karbon dioksida. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sebaran jumlah emisi karbon dioksida di wilayah perkotaan Cilacap dalam konteks spasial. Dalam penelitian ini dihitung estimasi emisi karbon dioksida menggunakan variabel penggunaan tanah yaitu industri, kendaraan bermotor, aktivitas penduduk, dan lahan pertanian. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif dan keruangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa emisi dengan jumlah tinggi terkonsentrasi di bagian Selatan daripada di bagian Utara wilayah perkotaan Cilacap. Hal ini disebabkan di bagian Selatan wilayah perkotaan Cilacap terdapat lebih banyak industri serta lahan terbangun.

Cilacap urban area consists of three big industries, crowded housings, and also high vehicle mobility that cause increased the carbon dioxide emission. This research was conducted to analyze the distribution of estimation from carbon dioxide emission at Cilacap urban area in spatial context. In this research was calculated estimation of carbon dioxide emission from land use variables such as industry, vehicle, people activity, and agricultural land. This research used descriptive and spatial analysis method. The result shows that high amount of emission concentrated more on Southern than Northern part of Cilacap urban area. It is because the Southern Cilacap urban area has more industry area and built up area."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S53114
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggieani Laras Suti
"Kota Bandung merupakan kota metropolitan besar di Provinsi Jawa Barat, dengan jumlah penduduk lebih dari 2,5 juta jiwa pada tahun 2019 berdasarkan BPS Kota Bandung. Jumlah penduduk yang sangat banyak berdampak pada emisi karbon yang banyak juga. Selain itu, kebutuhan lahan di daerah ini terus meningkat, namun tidak diimbangi dengan ketersediaan lahan, akibatnya penutup vegetasi akan terganggu. Penutup vegetasi yang terganggu akan berdampak pada kemampuan penyerapan karbon dan di sisi lain, emisi penduduk juga tidak terserap. Padahal jumlah penduduk di Kota bandung terus meningkat dan berdasarkan U.S Environmental Protection Agency, manusia mengeluarkan CO2 dalam sehari mencapai 2,3 pon atau sebanyak 1 kg. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis biomassa, daya serap, dan kemampuan menyerap karbon dioksida pada Ruang Terbuka Hijau. Beberapa indeks vegetasi termasuk NDVI, ARVI, dan SAVI yang berasal dari Sentinel-2B multispekral dilakukan integrasi dengan nilai biomassa berbasis allometrik untuk menghasilkan model estimasi biomassa. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa vegetasi RTH di Kota Bandung dapat menyerap CO2 hasil respirasi penduduk sebesar 95,9%, namun tidak mampu menyerap CO2 secara keseluruhan di udara. Distribusi kelas RTH yang memiliki biomassa, daya serap, dan besaran kemampuan menyerap emisi paling tinggi didominasi pada lereng agak curam hingga sangat curam yaitu terdapat Manglayang Park yang keberadaanya pada RTH Pelestarian Alam, sedangkan pada kelas paling rendah didominasi pada lereng sangat landai hingga landai yang banyak ditumbuhan vegetasi di pinggir jalan yaitu RTH Sempadan Jalan.

Bandung is a major metropolitan city in West Java Province, with a population of more than 2.5 million people in 2019 based on BPS Bandung. The huge population has an impact on carbon emissions as well. In addition, land needs in this area continue to increase, but not offset by land availability, as a result vegetation cover will be disturbed. Disturbed vegetation cover will have an impact on carbon sequestration capabilities and on the other hand, population emissions are also not absorbed. Whereas the population in bandung city continues to increase and based on the U.S. Environmental Protection Agency, humans emit CO2 in a day reaches 2.3 pounds or as much as 1 kg. The purpose of this study was to analyze biomass, absorption, and the ability to absorb carbon dioxide in Green Open Space. Several vegetation indices including NDVI, ARVI, and SAVI derived from Sentinel-2B multispecral are integrated with allometric based biomass values to produce biomass estimation models. The results of this study stated that UGS vegetation in Bandung can absorb CO2 resulting from population respiration by 95.9%, but is not able to absorb CO2 as a whole in the air. Distribution of UGS class that has biomass, absorption, and the amount of ability to absorb the highest emissions is dominated on slopes rather steep to very steep, namely Manglayang Park which is located in the UGS Nature Preservation, while in the lowest class is dominated on the slopes are very sloping to ramps that are growing vegetation on the roadside, namely UGS Border Road."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tubagus Ajie Rahmansyah
"ABSTRAK
Makalah ini memberikan analisis spasial-ekonometrik dari peran beberapa faktor yang menentukan kerusakan lingkungan di negara-negara Asia. Idenya datang dari persamaan IPAT yang dibangun oleh Ehrlich dan Holdren (1971) dan juga teori Environmental Kuznet Curve (EKC) oleh Kuznets (1995). Persamaan IPAT menggambarkan kontribusi perkalian jumlah penduduk (P), kemakmuran atau kegiatan ekonomi (A), dan Teknologi (T) terhadap dampak manusia (I) pada lingkungan, sedangkan teori EKC menjelaskan hubungan pembangunan dan lingkungan. Dengan menerapkan metode estimasi data panel spasial untuk 35 negara Asia dari periode 1995 sampai dengan 2008, makalah ini menemukan bahwa mengabaikan efek interaksi spasial akan mengakibatkan hasil estimasi yang bias. Makalah ini juga menemukan bukti keberadaan bentuk kurva EKC U-terbalik. Temuan terakhir dari tulisan ini adalah bahwa semua variabel penjelas secara statistik berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah emisi CO2 di atmosfer. Selain itu, kegiatan ekonomi dan teknologi menjadi faktor yang paling penting dalam menentukan emisi CO2 karena mereka menghasilkan efek langsung dan tidak langsung.

ABSTRACT
This paper provides a spatial-econometric analysis of the role of multiple factors in determining environmental degradation in the Asian countries. The idea is coming from the IPAT equation constructed by Ehrlich and Holdren (1971) and also Environmental Kuznet Curve (EKC) theory by Kuznets (1995). The IPAT equation describes the multiplicative contribution of Population (P), Affluence or economic activities (A) and Technology (T) to human impact (I) on the environment, while the EKC theory explains a development-environment relationship. By applying a spatial panel data estimation method for 35 Asian countries from period 1995 to 2008, this paper finds that ignoring spatial interaction effects will lead to biased estimation result. This paper also finds evidences of the existence of an inverted U-shaped EKC. The last finding from this paper is that all explanatory variables are statistically significance influence the amount of CO2 emission in the atmosphere. Moreover, economic activities and technology become the most important factors in determining CO2 emission since they produce direct and indirect effects."
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ranggas Dhuha Putra
"Pembentukan ruang terbuka hijau sangat penting untuk mengurangi dampak perubahan iklim dan pemanasan global pada ekosistem perkotaan. Ekspansi Kota Bekasi yang cepat dari megapolitan Jakarta memengaruhi Kota Bekasi dan selanjutnya mengarah pada konversi besar-besaran ruang terbuka hijau menjadi kawasan terbangun. Dari adanya perubahan tersebut mempengaruhi kandungan biomassa dan kemampuan penyerapan vegetasi pada ruang terbuka hijau terhadap emisi dari kegiatan antropogenik. Upaya pemantauan melalui estimasi biomassa penting untuk pemahaman yang lebih baik tentang manfaat ruang terbuka hijau. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini yaitu menganalisis distribusi spasial biomassa dan daya serap CO2 serta menganalisis kemampuan vegetasi pada Ruang Terbuka Hijau dalam menyerap emisi CO2 di Kota Bekasi. Penelitian ini melakukan perhitungan biomassa diatas permukaan pohon dengan pengukuran lapangan dan persamaan alometrik yang dikembangkan oleh United States Department of Agriculture (USDA). Serta menggunakan citra satelit Sentinel-2B yang diperoleh pada tahun 2020 dan dilakukan formulasi indeks vegetasi yaitu NDVI, GNDVI, SAVI, dan OSAVI dengan menghubungkan nilai biomassa hasil pengukuran lapangan untuk menghasilkan model estimasi biomassa. Hasil model estimasi biomassa menunjukkan bahwa indeks vegetasi terpilih yaitu OSAVI yang memiliki korelasi sebesar 75,3% dengan akurasi model sebesar 99%. Distribusi spasial biomassa dan daya serap vegetasi RTH Kota Bekasi secara keseluruhan mendominasi kelas rendah, berada di lereng datar dan sangat landai yang mengikuti jaringan jalan arteri, kolektor, dan tol tepatnya pada vegetasi RTH jalur hijau. Adapun juga dijumpai pada vegetasi RTH sempadan jalan kereta dan sempadan situ/danau. Selain itu pada jaringan jalan arteri dan kolektor juga di jumpai lereng yang landai dengan keberadaan distribusi spasial biomassa dan daya serap vegetasi pada RTH yang tinggi tepatnya di vegetasi RTH kota. Distribusi spasial biomassa dan daya serap vegetasi RTH Kota Bekasi yang sedang berada pada lereng sangat landai berada di sekitaran jaringan jalan lokal dan lingkungan Kota Bekasi tepatnya berada pada vegetasi RTH taman kecamatan, kelurahan, sempadan sutet dan rekreasi. Distribusi spasial biomassa dan daya serap sangat tinggi dijumpai lereng agak curam hingga sangat curam yang dijumpai pada sekitaran sungai tepatnya berada pada vegetasi RTH sempadan sungai. Kemampuan vegetasi pada RTH Kota Bekasi seluruhnya mengalami penyerapan sebagian terhadap emisi karbon dioksida. Vegetasi pada RTH Kota Bekasi hanya memiliki kemampuan serapan CO2 sebesar 1,75 % dari keseluruhan emisi karbon dioksida di Kota Bekasi. Dikarenakan emisi karbon dioksida yang menyeluruh begitu tinggi di Kota Bekasi, yang bersumber dari emisi kendaraan bermotor dengan ditujukkan mendominasi sekitar jaringan jalan arteri, kolektor, dan lokal di Kota Bekasi yang melebihi besaran daya serap karbon dioksida vegetasi pada ruang terbuka hijau.

The establishment of green open spaces is critical to reducing the impact of climate change and global warming on urban ecosystems. The rapid expansion of Bekasi City from Jakarta megapolitan affected Bekasi City and subsequently led to the massive conversion of green open space into a built-up area. From these changes affect biomass content and vegetation absorption ability in green open space against emissions from anthropogenic activities. Monitoring efforts through biomass estimation are important for a better understanding of the benefits of green open space. Therefore, the purpose of this study is to analyze the spatial distribution of biomass and CO2 absorption and analyze the ability of vegetation in Green Open Space in absorbing CO2 emissions in Bekasi City. This study performed biomass calculations on the surface of trees with field measurements and alometric equations developed by the United States Department of Agriculture (USDA). As well as using Sentinel-2B satellite imagery obtained in 2020 and carried out vegetation index formulations namely NDVI, GNDVI, SAVI, and OSAVI by connecting the biomass value of field measurement results to produce biomass estimation models. Biomass estimation model results showed that the selected vegetation index is OSAVI which has a correlation of 75.3% with model accuracy of 99%. Spatial distribution of biomass and vegetation absorption of RTH Bekasi City as a whole dominates the low class, being on flat slopes and very sloping that follow the network of arterial roads, collectors, and tolls precisely on the green line RTH vegetation. It is also found on the vegetation of RTH railway road border and situ/lake border. In addition, arterial road networks and collectors are also found slopes that ramp with the presence of spatial distribution of biomass and vegetation absorption in high RTH precisely in the city's RTH vegetation. Spatial distribution of biomass and vegetation absorption RTH Bekasi city that is on a slope is very sloping in the vicinity of the local road network and bekasi city environment precisely located on the vegetation RTH district park, village, border sutet and recreation. Spatial distribution of biomass and absorption is very high found slopes rather steep to very steep found in the surrounding rivers precisely located in the vegetation RTH river border. Vegetation capability in RTH Bekasi city is entirely experiencing partial absorption of carbon dioxide emissions. Vegetation in RTH Bekasi city only has a CO2 absorption capability of 1.75% of the total carbon dioxide emissions in Bekasi City. Because the overall carbon dioxide emissions are so high in Bekasi City, which is sourced from motor vehicle emissions with the aim of dominating around the arterial road network, collectors, and local in Bekasi City that exceeds the amount of vegetation carbon dioxide absorption in green open space."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>