Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 108519 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Tingkat pemahaman orang tua tentang transfusi darah pada anak thalasemia mayor akan
mempengaruhi dalam pemberian pengobatan transfusi darah dan asuhan keperawatan
pada klien. Orang tua yang mempunyai anak thalasemia mayor belum dikemukakan
tingkat pemahaman tersebut. Tujuan penelitian im untuk mengidentifikasi faktor-faktor
yang mempengaruhi tingkat pemahaman orang tua tentang transfusi darah pada anak
thalasemia mayor. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif ekspIoratif jumlah
responden adalah sebanyak 30 orang tua yang memiliki anak thalasemia mayor di ruang
anak bagian thalasemia RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta. Pengumpulan data
di lakukan dengan menggunakan kuesioner yang diberikan pada responden sesuai dengan
kriteria. Setelah dilakukan pengumpulan data dilakukan analisa data dengan
menggunakan statistik tendensi sentral nilai mean didapatkan hasil bahwa faktor-faktor
seperti tingkat pendidikan, minat persepsi, pengalaman dan sosial budaya berpengaruh
terhadap tingkat pemahaman orang tua dengan nilai mean lebih dari tiga. Hasil penelitian
perlu ditindaklanjuti dengan melakukan penelitian berikutnya maupun memperhatikan
hasil guna perbaikan hasiI pelayanan keperawatan di institusi pelayanan kesehatan"
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2002
TA5266
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Surya Nelis
"Latar belakang: Thalassemia merupakan kelainan genetik yang paling banyak ditemukan di seluruh dunia. Penyakit ini dapat menimbulkan berbagai masalah dan kelainan berbagai organ tubuh, termasuk pada rongga mulut.
Tujuan: memperoleh gambaran mengenai kelainan yang terjadi pada rongga mulut pasien thalassemia mayor di Pusat Thalassemia RSCM.
Metode: Penelitian cross-sectional terhadap 76 pasien thalassemia mayor yang berusia diatas 12 tahun. Data didapat dengan melakukan pemeriksaan klinis dan wawancara terstruktur menggunakan panduan kuesioner.
Hasil: Keluhan subyektif dalam rongga mulut yang sering dialami adalah: serostomia, diikuti dengan sariawan berulang, bibir mengelupas dan pecah-pecah, serta gusi berdarah. Prevalensi kelainan klinis yang ditemukan meliputi: inkompetensi bibir (25,0%); malokusi: klas I (40,79%), klas II (51,32%) dan klas III (3,95%); higiene oral buruk (67,11%), dan gingivitis (82,89%). Nilai rata-rata DMF-T adalah 4,97. Kondisi dan lesi patologik mukosa mulut yang paling banyak ditemukan adalah pigmentasi mukosa (69,74%), diikuti dengan depapilasi lidah (56,58%), mukosa ikterik (52,63%), cheilosis/cheilitis (50,0%), mukosa pucat (44,74%), erosi/deskuamasi mukosa (44,74%), stomatitis aftosa rekuren (15,79%), glositis defisiensi (14,47%) dan perdarahan gingiva (11,84%).
Kesimpulan: Maloklusi, higiene oral buruk, gingivitis, serostomia, pigmentasi mukosa, depapilasi lidah, mukosa ikterik, dan cheilosis/cheilitis, merupakan masalah yang paling umum ditemukan pada pasien thalassemia mayor dalam penelitian ini, namun indeks karies gigi terlihat rendah.

Background: Thalassemia is the most common genetic disorders worldwide. The disease can cause various problems and disorders of various organs of the body, including in the oral cavity.
Objective: to describe the oral cavity disorders in patients with major thalassemia in Thalassemia Centre at Cipto Mangunkusumo Hospital.
Methods: cross-sectional study involved 76 patients with major thalassemia over 12 years of age. Data obtained by clinical examination and structured interviews using guidance from quistionnare.
Results: Oral subjective symptom which is often experienced is xerostomia, followed by recurrent aphthous stomatitis, cheilosis/cheilitis, and gingival bleeding. Prevalence of clinical findings consist of: incompetence of lips (25%); malocclusion: class I (40,79%), class II (51,32%) and class III (3,94%); poor oral hygiene (67,11), gingivitis (82,89%). DMF-T score was 4,97. Conditions and pathologic lesions more frequently seen are pigmentation of mucosa (69,74%), followed by depapillation of tongue (56,58%), icterus of mucosa (52,63%), cheilosis/cheilitis (50%), pallor of mucosa (44,74%), erosion/desquamation of mucosa (44,74%), recurrent aphthous stomatitis (15,79%), glossitis deficiency (14,47%), and gingival bleeding (11,84%).
Conclusion: Malocclusion, poor oral hygiene, gingivitis, xerostomia, pigmentation of mucosa, depapillation of tongue, icterus of mucosa, and cheilosis/cheilitis, were most prevalent problems in patients with major thalassemia in this study; nevertheless, dental caries show low index.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
T35045
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cynthia Centauri
"Latar belakang: Thalassemia merupakan kelainan genetik terbanyak di dunia, termasuk Indonesia. Pasien thalassemia mayor berisiko mengalami gangguan fungsi neurokognitif akibat anemia kronik dan penumpukan besi.
Tujuan: mengetahui prevalens abnormalitas hasil EEG dan tes IQ, menganalisis faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan gangguan fungsi neurokognitif pada anak dengan thalassemia mayor usia saat diagnosis, lama transfusi, pendidikan pasien, rerata Hb pra-transfusi, kadar feritin serum, saturasi transferin, dan komplians terhadap obat kelasi besi, serta untuk mengetahui apakah gangguan neurokognitif dapat memengaruhi fungsi sekolah.
Metode: Penelitian potong lintang deskriptif analitik antara April 2016-April 2017. Pengukuran tes IQ menggunakan WISC-III.
Hasil: Total subyek adalah 70 anak thalassemia mayor berusia antara 9 hingga 15,5 tahun. Prevalens hasil EEG abnormal adalah 60 dan prevalens skor IQ abnormal.

Background: Thalassemia is the most common hereditary disorders worldwide, including Indonesia. Chronic anemia and iron overload in thalassemia major lead to several risk factors including neurocognitive problems.
Aim: To investigate the prevalence of abnormal EEG and IQ test, to identify the factors related to neurocognitive function in children with thalassemia major age at diagnosis, years of transfusion, patients education, pre transfusion haemoglobin level, ferritin, transferrin saturation, and compliance to chelation, and to identify whether neurocognitive dysfunction affects child rsquo s school performance.
Methods: A cross sectional descriptive analitic study. Subjects were recruited from April 2016 April 2017. Cognitive function assessed by the WISC III.
Results: A total 70 children aged from 9 to 15.5 years old were recruited. The prevalence of abnormal EEG and abnormal IQ score.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Intan Atthahirah
"Latar Belakang. Kadar antibodi antikardiolipin (ACA) yang tinggi pada penderita thalassemia dewasa telah dijumpai di Jakarta. Hal ini belum pernah dilaporkan di Indonesia. Publikasi ilmiah internasional mengenai hal inipun sangat sedikit. Bahkan, belum ada tulisan ilmiah yang mengupas mekanisme fenomena ini. Di samping itu, telah dijumpai berbagai kejadian trombosis pada penderita thalassemia dewasa dengan kadar ACA yang tinggi. Namun, sampai saat ini belum ada satupun tulisan yang menghubungkan gangguan hemostasis pada thalassemia dengan kadar ACA yang tinggi. Thalassemia dan Sindrom Antifosfolipid (APS) masuk dalam kondisi hiperkoagulabilitas. Pertanyaannya adalah: Selain ACA, apakah LA dan anti-|32GPl juga tinggi? Mengapa ACA tinggi? Bagaimana gambaran klinis dan laboratoris gangguan hernostasis yang terjadi? Apakah sama dengan yang ditemukan pada thalassemia dan APS, pada umumnya? Apakah ada hubungan antara gangguan hemostasis, baik klinis maupm laboratoris, dengan ACA yang tinggi?
Metodologi. Dilakukan Studi potong lintang yang bersifat eksploratif dan analitik pada 41 penderita thalassemia B dewasa, di beberapa rumah sakit dan klinik di Jakarta, dalam kurun waktu 2 tahun 8 bulan, mulai Maret 2002 sampai dengan Oktober 2004. Pemeriksaan sampel darah dilakukan di beberapa laboratorium di Jakarta dan di Bangkok, mencakup ACA IgG dan IgM, anti-|32GP1 IgG dan IgM, LA, annexin V (ekspresi fosfatidilserin eritrosit), mikrovesikel eritrosit, VCAM-1 (disfungsi endotel), bilirubin indirk, LDH, feritin serum, untuk menentukan mengapa ACA tinggi, dan TAT komplel-zs, F1+2, D-dimer, agregasi trombosit, AT Ill, protein C,protein S, PAI-1 untuk menentukan adakah hubungan antara ACA yang tinggi dengan gangguan hemostasis.
Hasil Penelitian. Penderita thalassemia B dewasa menunjukkan: (a) proporsi yang lebih besar secara bermakna dalam hal kadar ACA IgG dan ACA IgM yang tinggi, namun proporsinya tidak berbeda bermakna dalam hal anti-|32GPl IgG dan IgM yang tinggi serla LA yang posilif, (b) annexin V, mikrovesikel, bilirubin indirek, LDH, feritln serum, dan VCAM-1 yang tinggi (c) ACA IgG yang tinggi secara klinis memiliki hubungan dengan VCAM-l, bilirubin indirek dan LDI-I yang tinggi; VCAM-1 merupakan variabel paling baik untuk mcmprediksi ACA yang tinggi, (cl) VCAM-I yang tinggi memiliki hubungan bermakna dengan feritin serum yang tinggi, (e) annexin V yang tinggi memiliki hubungan dengan mikrovesikel eritrosit dan LDH yang tinggi; LDH yang tinggi merupakan variabel paling bermakna dalam memprudiksi annexin V yang tinggi, (f) episiaksis, gusi berdarah, dan purpura memiliki hubungan bermakna dengan ACA IgG yang tinggi; ACA IgG IgG secara klinis meningkatkan risiko keluhan di mata dan telinga; ACA IgM yang tinggi seoara klinis meningkalkan keluhan di kepala, tungkai, dada, serta mata dan telinga, (g) ACA IgG yang tinggi memiliki hubungan bermakna dengan aktifitas protein S dan AT III yang rendah; secara klinis meningkatkan risiko untuk tenjadinya D-dimer yang tinggi, dan (h) kelainan hemostasis pada penderita thalassemia dengan ACA yang tinggi banyak kesamaannya dengan thalasssemia dan APS pada umumnya, kecuali pada subyek penelitian dijumpai adanya hiporeaktif agregasi trombosit dan PAI-1 yang tidak tinggi.
Simpulan. Desain penelitian yang bersifat studi potong lintang ini menghasilkan konsep yang didasarkan atas hubungan dua variabel, sehingga hasil penelitian ini harus ditindak Ianjuti dengan studi lanjutan, mencakup konsep: pada penderita thalassemia [3 dewasa (a) muatan besi berlebih menimbulkan kerusakan endotel vaskular, sehingga fosfolipid anionik terpajan ke luar, kemudian merangsang pembentukan ACA IgG, (b) hemolisis menyebabkan pajanan berlebih fosfolipid anionik pada lapisan luar eritrosit, yang kemudian merangsang pembentukan ACA IgG."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
D707
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Seri Wardah
"ABSTRAK
Thalasemia adalah penyakit kronik yang memberi dampak fisik, psikologis dan
sosial budaya kepada anak. Penelitian ini menggunakan metode penelitian
kualitatif dengan pendekatan fenomenologi deskriptif. Tujuan penelitian ini
adalah mengeksplorasi secara mendalam tentang pengalaman anak yang
mengidap thalasemia dalam menjalani pengobatan dan aktivitasnya sehari-hari.
Partisipan penelitian ini adalah anak usia sekolah yang mengidap thalasemia.
Data dikumpulkan dengan menggunakan wawancara semi struktur yang
dianalisis dengan Metode Collaizi. Hasil penelitian mengidentifikasi lima tema
yaitu: anak mengetahui tentang penyakitnya, anak merasakan dampak
penyakitnya, aktivitas anak setelah dan sebelum transfusi, dampak pengobatan
yang dirasakan anak, dan koping yang dilakukan anak. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan masukan kepada praktisi kesehatan khususnya
perawat anak, sehingga pelayanan keperawatan yang diberikan kepada anak yang
mengidap thalasemia menjadi lebih optimal.

ABSTRACT
Thalassemia is a chronic disease that has a physical, psychological and sociocultural
impact on children. This study uses qualitative research methods with
descriptive phenomenological approach. The purpose of this study is to explore in
depth about the experience of children with thalassemia in treatment and daily
activities. Participants of this study were school-age children suffering from
thalassemia as many as seven people. Semi-structure interview was used to collect
the data. Data was analyzed using Collaizi methods. The results identified five
themes, namely: children learn about the disease, children feel the impact of the
disease, after and before transfusion activities, the impact of perceived child
treatment, and coping son had done. Results of this study are expected to provide
feedback to the particular health practitioner pediatric nurse, so the nursing care
given to children who suffer from thalassemia become more optimal."
2013
T35663
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cece Alfalah
"Latar belakang. Kadar hemoglobin pre-transfusi dan feritin serum mempengaruhi pertumbuhan anak dengan thalassemia B-mayor. Penelitian tentang thalassemia sudah dilakukan di Indonesia, namun penelitian tentang hubungan thalassemia dengan pertumbuhan fisik masih terbatas.
Tujuan. Mengetahui pengaruh kadar Hb pre-transfusi dan feritin serum berpengaruh terhadap pertumbuhan fisik pasien thalassemia ?-mayor.
Metode. Dilakukan bulan Agustus-Oktober 2017 pada pasien anak dengan thalassemia B-mayor yang berobat ke Thalassemia-Centre RSUD Pekanbaru. Penelitian berupa analitik observasional potong lintang, menganalisis pengaruh kadar Hb pre-transfusi dan feritin serum terhadap parameter perawakan pendek dan sangat pendek, gizi kurang dan buruk, usia tulang yang terlambat.
Hasil. Subjek 41 orang, rentang usia 18-204 bulan. Jenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada perempuan 53,7 vs 46,3. 40 subjek mengalami retardasi pertumbuhan. Terdapat korelasi bermakna antara kadar Hb pre-transfusi dengan Z-score TB/U r=0,507, p=0,001 dan LILA/U r=0,467, p=0,02. Hb pre-transfusi berpengaruh terhadap interpretasi duduk/umur p=0,007, IK95 -1,5 - -0,3, subischial leg length/umur p=0,002, namun tidak pada interpretasi rasio segmen atas/bawah dan usia tulang. Hasil berbeda pada kadar feritin yang tidak memiliki korelasi terhadap semua variabel.
Simpulan. Terdapat pengaruh yang bermakna secara statistik antara kadar Hb pre-transfusi dengan parameter penelitian serta tidak terdapat pengaruh yang bermakna secara statistik antara kadar feritin serum dengan parameter tersebut.

Background. The level of pre transfusion hemoglobin and ferritin serum affect physical growth on patient with thalassemic mayor. Study about thalassemia is mainly reported but its relationship with physical growth is limited.
Objective. The main objective of the present study was to evaluate the relationship of pre transfusion Hb and serum ferritin level in patient with thalassemic mayor.
Material and method. In this analytical cross sectional study, the growth parameters weight, standing height, sitting height, subischial leg length, nutritional status, bone age were measured in 41 patients attending Thalassemia Centre at RSUD in Pekanbaru from August October 2017.
Results. 41 patients with mean age 18 204 months. The results are boys dominated girls in sex criteria 53,7 vs 46,3. As much as 40 subjects have growth retardation. There rsquo s correlation in pre transfusion hemoglobin with Z score height for age r 0,507, p 0,001 and subischial length r 0,467, p 0,02. This study shows relationship in pre transfusion hemoglobin with sitting height p 0,007, IK95 1,5 0,3, subischial leg length p 0,002, but not in segment length and bone age. Serum ferritin level has no correlation to one of those parameters.
Conclusion. There is a significant relationship in physical growth based on parameters mentioned above with pre transfusion Hemoglobin, but not with serum ferritin level.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Luszy Arijanty
"Thalassemia merupakan suatu kelainan genetik yang diturunkan secara autosomal resesif. Pada thalassemia terjadi proses hemolisis, sehingga terjadi anemia kronis. Penyakit thalassemia membawa banyak sekali masalah bagi penderitanya, mulai dan kelainan darah sampai kelainan berbagai organ tubuh akibat proses penyakitnya maupun akibat usaha pengobatannya, karena penderita thalassemia berat akan memerlukan transfusi darah seumur hidupnya.
Secara klinis dibedakan antara thalassemia mayor dan thalassemia minor. Pasien thalassemia mayor umumnya menunjukkan gejala klinis yang berat, berupa anemia, hepatosplenomegali, pertumbuhan yang terhambat dan gizi kurang sampai gizi buruk. Pasien thalassemia mayor memerlukan transfusi darah terus-menerus. Gejala anemia bahkan sudah dapat terlihat pada usia kurang dari satu tahun. Bentuk heterozigot biasanya secara klinis sukar dikenal karena tidak memperlihatkan gejala klinis yang nyata dan umumnya tidak memerlukan pengobatan. Wahidiyat mendapatkan 22,7% penderita thalassemia tergolong dalam gizi baik, 64,1% gizi kurang dan 13,2% gizi buruk. Gangguan pertumbuhan pada penderita thalassemia disebabkan oleh banyak faktor, antara lain faktor hormonal akibat hemokromatosis pada kelenjar endokrin, hipoksia jaringan akibat anemia, serta adanya defisiensi mikronutrien terutama defisiensi seng. Faktor lain yang berperan pada pertumbuhan penderita thalassemia adalah faktor genetik dan lingkungan. Nutrisi merupakan faktor lingkungan yang panting dalam mempengaruhi tumbuh kembang anak. Beratnya anemia dan hepatosplenomegali menyebabkan nafsu makan menurun, sehingga asupan makanan berkurang, berakibat terjadinya gangguan gizi. Bila kadar hemoglobin dipertahankan tinggi, lebih kurang 10 g/dL, disertai pencegahan hemokromatosis, maka gangguan pertumbuhan tidak terjadi.
Alabat pemberian transfusi darah berulang dan penggunaan deferoksamin untuk kelasi besi, yang tidak teratur akan terjadi penimbunan besf. Kadar besi yang berlebihan di dalam tubuh akan diubah menjadi feritin Gangguan berbagai fungsi organ dapat teijadi bila kadar feritin plasma lebih clan 2000 ng/m2 . Kadar feritin plasma yang tinggi dapat menyebabkan penurunan kadar seng dalam darah, karena besi dan seng bersaing pads saat akan berikatan dengan transferor (binding sife), setelah diabsorpsi pads mukosa jejunum dan ileum s,g
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
- Berapa rerata kadar seng plasma pada pasien thalassemia mayor ?
- Berapa besar korelasi antara kadar seng plasma dengan kadar feritin plasma?
- Apakah terdapat korelasi antara kadar seng dengan status gizi pasien thalassemia mayor ?
TUJUAN PENELITIAN
Mengetahui rerata kadar seng plasma, serta korelasinya dengan kadar feritin plasma, dan status gizi pasien thalassemia mayor di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Perjan RSCM."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T58474
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lyana Setiawan
"Di Indonesia, thalassemia mayor merupakan salah satu masalah kesehatan karena morbiditas dan mortalitasnya yang tinggi. Thalassemia mayor ditandai dengan anemia berat sejak usia anak-anak dan memerlukan transfusi teratur untuk mempertahankan kadar hemoglobin. Untuk mengurangi kebutuhan akan transfusi darah, dilakukan splenektomi. Trombosis merupakan salah satu komplikasi thalassemia yang banyak dilaporkan di berbagai negara, tetapi di Indonesia sampai saat ini belum ada laporan. Trombosit dan sistem koagulasi memegang peranan dalam patogenesis trombosis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai kelainan trombosit serta aktivasi koagulasi pada penderita thalassemia mayor yang sudah maupun yang belum di-splenektomi di Indonesia.
Desain penelitian ini potong lintang. Subyek penelitian terdiri dari 31 orang penderita thalassemia mayor yang sudah displenektomi (kelompok splenektomi) dan 35 orang penderita thalassemia mayor yang belum mengalami splenektomi (kelompok nonsplenektomi). Untuk menilai fungsi trombosit, dilakukan pemeriksaan agregasi trombosit terhadap adenosin difosfat (ADP), aktivasi trombosit dinilai dengan mengukur kadar β-tromboglobulin (β-TG), sedangkan aktivasi koagulasi dinilai dengan pemeriksaan D-dimer.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah trombosit pada kelompok splenektomi Iebih tinggi secara bermakna dibandingkan kelompok non-splenektomi (549.260+251.662/μI vs 156.000/μl (kisaran 34.000-046.000/μl); p<0,001). Demikian pula agregasi trombosit terhadap ADP 1 pM maupun 10 pM Iebih tinggi secara bermakna pada kelompok splenektomi dibandingkan dengan kelompok non-splenektomi (1 pM: 17,3% (kisaran 1,9-104,0%) vs 5,2% (kisaran 0,5-18,2%); p <0,001 dan 10 pM: 91,2% (kisaran 27,3-136,8%) vs 55,93 + 17,27%; p<0,001). Kadar β-TG Iebih tinggi secara bermakna pada kelompok splenektomi dibandingkan kelompok non-splenektomi (178,81 + 86,3 IU/ml vs 100,11 + 40,0 IU/ml; p<0,001). Kadar D-dimer juga Iebih tinggi secara bermakna pada kelompok splenektomi dibandingkan non-splenektomi walaupun keduanya masih dalam rentang normal (0,2 μg/ml (kisaran 0,1-0,7 g/ml) vs 0,1 μg/ml (kisaran 0,1-0,8 μg/mI).
Dari hasil penelitian ini, disimpulkan bahwa pada penderita thalassemia mayor di Indonesia terdapat jumlah trombosit dan fungsi agregasi yang bervariasi, sedangkan aktivasi trombosit meningkat, tetapi belum dapat dibuktikan adanya aktivasi koagulasi. Pada penderita thalassemia mayor yang sudah displenektomi didapatkan trombositosis, serta agregasi trombosit terhadap ADP dan aktivasi trombosit yang Iebih tinggi dibandingkan dengan penderita yang belum di-splenektomi.

Thalassemia major is one of the health problem in Indonesia due to its high morbidity and mortality. Thalassemia major is characterized by severe anemia presenting in the first years of life and requires regular transfusions to maintain hemoglobin level. Splenectomy is performed to decrease the need for transfusion. Thrombosis is one of the complications widely reported in patients with thalassemia in many parts of the world, but until now, there had been no report on this complication in Indonesia. Platelet and the coagulation system play a role in the pathogenesis of thrombosis. The aim of this study was to obtain the pattern of changes in platelet count, function and activation level, and activation of coagulation in patients with thalassemia major patients in Indonesia.
The design of this study was cross-sectional. The subjects were 31 splenectomized and 35 non-splenectomized patients with thalassemia major. Platelet aggregation to adenosine diphosphate (ADP) was performed to assess platelet function; β-thromboglobulin level was used as marker of platelet activation, and D-dimer for activation of coagulation.
The result of this study revealed a significantly higher platelet count in splenectomized compared to non-splenectomized patients (549.260 + 251.86210 vs-156.000/μl (34.000- 46.000/μl); p<0.001). Platelet aggregation to ADP were significantly higher in splenectomized patients than non-splenectomized group, both to 1 pM (17.3% (range 1.9-104M%) vs 5.2% (range 0.5-118.2%); p<0.001) and 10 μM ADP (91.2% (range 27.3-136.8%) vs 55.93 + 17.27%; p<0.001). β-thromboglobulin level was significantly higher in splenectomized patients compared to non-splenectomized patients (178.81 + 86.3 IU/rnl vs 100.11 + 40.0 IU/ml; p<0.001). D-dimer level was also significantly higher in the splenectomized group compared to non-splenectomized group although both had values within normal range (0.2 pglml (range 0.1-0.7 μg/mI) vs 0.1 pg1ml (range 0.1-0.8 μg/ml).
We concluded that the platelet count and function were varied, while platelet activation level was increased in patients with thalassemia major in Indonesia, but activation of coagulation was not established. We also concluded that in splenectomized patients there were thrombocytosis and increased platelet aggregation to ADP and platelet activation level compared to non-splenectomized patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T21434
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Efriyani Djuwita
"Penelitian ini mencoba untuk melihat masalah perilaku dan emosi yang dialami oleh
penderita thalassaemia mayor khususnya anak usia sekolah di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo, Jakarta. Latar belakang dari penelitian ini adalah fakta bahwa penderita
penyakit thalassaemia mayor di Indonesia sangat banyak. Menurut data yang diperoleh
dari RSCM setidaknya tercatat 1114 orang penderita thalassaemia mayor pada tahun
2004 sebagai pasien RSCM. Hal ini belum lagi ditambah dengan para penderita yang
masih belum tercatat sebagai pasien RSCM. Penyakit thalassaemia mayor adalah
penyakit kronis yang sifatnya tnrunan atau herediter. Sampai saat ini penyakit ini belum
memiliki obat yang dapat dikonsumsi umum untuk menyembuhkan penderitanya. Para
penderita thalassaemia mayor hanya dapat bertahan hidup dengan melakukan trausfusi
darah dan penggunaan obat desferal. Kondisi yang dialarni oleh penderita penyakit
thaltissaemia mayor ini berpotensi menimbulkan rnasalah perilaku serta masalah emosi.
Hal ini menurut Taylor (1999) dikarenakan penyakit yang sifatnya kronis dan mematikan
mempengaruhi banyak aspek dari kehidupan penderitanya. Pada penderita thalassaemia
mayor adanya perbedaan fisik, terbatasnya aktivitas yang dapat dilakukan sampai proses
pengobatan yang terus menerus diasumsikan dapat rnerupakan hal yang berkaitan dengan
rnunculnya masalah perilaku dan emosi.
Adapun rnetode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian gabungan kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif digunakan dengan cara
melakukan wawancara dengan orangtua penderita dan anak penderita thalassaemia
mayor. Sementara metode kuantitatif digunakan dengan cara rnelakukan skoring hasil
CBCL yang diadmistrasikan pada orangtua penderita thalassaemia mayor.
Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah keempat partisipan memiliki masalah
perilaku dan emosi. Dalam rnenjalin hubungan sosial, partisipan cenderung menarik diri
dari pergaulan ternan sebaya mereka. Hal ini berkaitan dengan perbedaan fisik yang
mereka miliki. Kondisi ini ditambah dengan faktor lingkungan di sekitar mereka yang
cenderung kurang memberikan dukungan. Keempat partisipan juga masih berperilaku
-----~--------~ ------"·-~·· ·--------~--------"·
kekanak-kanakan, tidak mandiri dan bergantung kepada orangtua. Dalam berhubungan
dengan anggota keluarga mereka cenderung tidak mau mengalah, selalu · ingin
didahulukan atau diperhatikan. Hal yang juga menarik didapat dari analisis keempat
partisipan tampak bahwa semua memiliki sifat yang tergolong sangat sensiti[ Mereka
cenderung pemalu terhadap orang lain, peka terhadap penilaian orang lain. Tiga dari
empat partisipanjuga mudah menangis atau mengeluarkan ekspresi marah.
Setelah melihat hasil yang didapat, diperoleh gambaran bahwa munculnya
masalah perilaku dan emosi pada penderita thalassaemia mayor tidak saja dikarenakan
faktor penyakit. Lebih luas lagi faktor lingkungan seperti orangtua, keluarga, guru
(sekolah), rumah sakit dan pemerintah juga turut mengambil peran dalam menimbulkan
masalah pada penderita.
Kesimpulan yang bisa didapat dari penelitian ini adalah bahwa para penderita
thalassaemia mayor usia sekolah di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo memiliki
beberapa masalah perilaku dan emosi. Adapun faktor-faktor yang turut berperan dalarn
menimbulkan masalah tersebut selain penyakit thalassaemia mayor adalah faktor
lingkungan. Melihat kondisi yang dialami oleh para partisipan maka dari penelitian ini
saran praktis yang dapat dianjurkan adalah agar orangtua dan anak melakukan cognitive
behavior therapy. Peneliti juga menganjurkan adanya keijasama antara dokter, psikolog
dan guru agar dapat membantu dan memahami penderita dan membentuk support group
bagi penderita dan orangtuanya. Sedangkan untuk saran metodologis ditujukan untuk
peneliti lain yang ingin mengadakan penelitian lanjutan. Beberapa hal yang disarankan
adalah penggunaan partisipan dari kelas ekonomi sosial yang lebih beragarn atau
menggunakan partisipan dari kelompok usia yang berbeda. Hal lain yang juga menarik
untuk dijadikan tema penelitian lanjutan adalah membuat dan menjalankan program
untuk para penderita thalassaemia mayor.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T38403
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sikumbang, Darlen
"Ruang lingkup dan cara penelitian : Telah dilakukan penelitian aspek dermatoglifi dan golongan darah rhesus anak-anak penderita thalassemia yang berobat rutin di pusat thalassemia FKUI-RSCM. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah beda dermatoglifi dan golongan darah rhesus pada anak penderita thalassemia yang menunjukan reaksi alergi terhadap "Constituents" plasma darah transfusinya. Penelitian ini terbagi 4 kelompok yaitu: perempuan yang menunjukkan reaksi alergi terhadap "Constituents" plasma darah transfusinya (pra), perempuan yang tidak menunjukkan reaksi alergi terhadap "Constituents" plasma darah transfusinya (ptra), laki-laki yang menunjukkan reaksi alergi terhadap "Constituents" plasma darah transfusinya (Ira), dan laki-laki yang tidak menunjukkan reaksi alergi terhadap "Constituents" plasma darah transfusinya (ltra). Aspek dermatoglifi yang diamati mencakup frekuensi tipe pola pada kesepuluh ujung jari tangan, frekuensi ripe pola ulna dan non ulna pada jari I (kiri+kanan), kiri, kanan. Indeks Dankmeijer (ID), indeks Furuhata (IF), indeks intensitas pola (IP), jumlah sulur, rata-rata sudut atd. Fenotip rhesus diamati/ditentukan dengan menggunakan antigen C, c, D, E dan e.
Hasil dan Kesimpulan : Hasil penelitian menunjukkan bahwa aspek dermatoglifi frekuensi tipe pola pada kesepuluh ujung jari tangan secara statistik tidak bermakna baik pra dan ptra maupun Ira dan ltra. Frekuensi tipe pola ulna dan non ulna bermakna (kiri+kanan) baik pra dan ptra maupun Ira dan ltra, kiri tidak bermakna pra dan ptra tapi bermakna Ira dan ltra. Kanan bermakna pra dan ptra tapi tidak bermakna lra dan ltra. ID kelompok pra rendah dari ptra, tapi lra tinggi dari ltra. IF kelompok pra rendah dari ptra juga lra rendah ltra. IP kelompok pra rendah dari ptra tapi lra tinggi dari ltra. Rata-rata jumlah sulur tidak bermakna, rata-rata sudut atd tidak bermakna. Fenotip rhesus CCDee kelompok pra 86,7%, ptra 60,0%, lra 93,3%, ltra 53,3 %; CcDee Kelompok pra 13,3%, ptra 13,3%, lra 6,7%, ltra 33,3%; CcDEe kelompok pra 0%, ptra 26,7%, ha 0%, ltra 6,7%; CCDEe kelompok pra 0%, ptra 0%, lra 0% dan ltra 6,7%. Berdasarkan hasil ini dapat disimpulkan anak thalassemia dengan dermatoglifi tipe pola ulna jari I, indeks Furuhata rendah dan fenotip rhesus CCDee atau CcDee akan lebih besar resiko menunjukkan reaksi alergi terhadap "Constituents" plasma darah transfusinya."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997
T8255
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>