Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 215127 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Azzaki Abubakar
"Pendahuluan: Prevalensi sirosis tinggi di Indonesia yang mayoritas populasinya adalah muslim. Pada saat menjalani puasa Ramadhan yang merupakan kewajiban umat muslim terjadi berbagai proses metabolik yang dapat mempengaruhi keadaan klinis, nutrisi dan bokimiawi pasien sirosis hati . Penelitian tentang efek puasa Ramadhan pada pasien sirosis hati di Indonesia belum pernah dilakukan.
Tujuan: Untuk mengetahui perubahan status nutrisi, status fungsi hati, pembentukan badan keton dan keseimbangan nitrogen pada pasien sirosis hati yang menjalankan puasa Ramadhan.
Metode: Penelitian "pre dan post" dengan consecutive sampling dilakukan pada pasien sirosis hati yang berpuasa Ramadhan. Penilaian status fungsional hati dengan skor Child-Pugh (CP), antropometrik dengan mengukur indeks massa tubuh (IMT), ketebalan triceps skinfold (TSF) menggunakan kaliper Holtain, mid-arm muscle circumference, asupan makanan 24 jam, kadar 3-β-hidroksi butirat darah, serta pengukuran ekskresi nitrogen urin 24 jam, dilakukan pada minggu ke-4 Ramadhan dan 4 minggu pasca Ramadhan.
Hasil: Didapatkan 24 pasien sirosis hati, 16 orang (66,7%) laki-laki dan 8 orang (33,3%) perempuan yang menjalankan puasa Ramadhan dengan rerata umur 60 tahun. Etiologinya virus hepatitis B 54,2%, hepatitis C 20,8%, dan penyebab yang tidak diketahui 25%. Status fungsi hati CP A 19 orang (79,2%), CP B 2 orang (8,3%), dan CP C 3 orang (12,5%). Tidak ada perubahan skor CP pasca Ramadhan. Rerata (SD) IMT, ketebalan TSF, MAMC saat puasa Ramadhan berturut-turut adalah 25,112 (4,05) kg/m2, 7,40 (3,61) mm, 25,77 (3,077) cm dan pasca Ramadhan berturut-turut 25,25 (4,01) kg/m2 (p = 0,438), 7,89 (4,33) mm (p=0,024), 25,96 (3,42) cm (p=0,228). Kadar 3-β-hidroksi butirat darah saat Ramadhan adalah 0,14 (0.07) mmol/L, pasca Ramadhan 0,11 (0.09) mmol/L (p=0,166). Rerata (SD) keseimbangan nitrogen saat puasa Ramadhan 2,44 (2,93) gram/24 jam, pasca Ramadhan 0,51 (3,16) gram/24 jam (p=0,037).
Simpulan: Tidak ada pebedaan status fungsi hati dan kadar 3-β-hidroksi butirat darah pada saat dan pasca Ramadhan. Indeks massa tubuh dan ketebalan TSF membaik pasca Ramadhan. Keseimbangan nitrogen lebih positif saat Ramadhan. Puasa Ramadhan tampaknya tidak membahayakan pasien sirosis hati terutama pada kondisi fungsi hati yang terkompensasi.

Introduction: The prevalence of cirrhosis is high in Indonesia which most of are predominantly moslems. There were various metabolic changes happened in Ramadhan fasting that obligated for moslems that could influence clinical, nutritional, and biochemistry condition of cirrhotic patients.The study of effects of Ramdhan fasting in cirrhotics patients (pts) in Indonesia has never been investigated.
Aim of Study: To evaluate changes of liver functional status, nutritional status, serum 3-β-hidroxy butyric and nitrogen balance in cirrhotic patients during Ramadhan fasting.
Methods: This was a ‘pre and post’ study with consecutive sampling conducted in cirrhotic patients during Ramdhan fasting. Assessment of liver functional status by Child-Pugh (CP) score, anthropometric by measuring body mass index (BMI), triceps skinfold (TSF) thickness measured by Holtain caliper, and mid-arm muscle circumference, 24-hours food intake, serum 3-β-hidroxi butyric, and 24-hours urine nitrogen excretion, were performed at fourth week and four weeks after the end of Ramadhan fasting.
Results: Of 24 cirrhotic patients, 16 male (66,7%) dan 8 female (33,3%) who performed Ramadhan fasting were 60 years old in this study. Etiologies were hepatitis B viral (54,2%), hepatitis C ( 20,8%), and unknown (25%). Liver functional status were CP A 19 pts (79,2%), CP B 2 pts (8,3%), and CP C 3 pts (12,5%). No changes of this status after Ramadhan. Mean (SD) of BMI, TSF thickness, MAMC at Ramadhan concecutively were 25,112 (4,05) kg/m2, 7,40 (3,61) mm, 25,77 (3,077) cm and after Ramadhan 25,25 (4,01) kg/m2 (p = 0,438), 7,89 (4,33) mm (p=0,024), 25,96 (3,42) cm (p=0,228). Mean (SD) of serum 3-β-hidroxy butyric at Ramadhan was 0,14 (0.07) mmol/L, after Ramadhan 0,11 (0.09) mmol/L (p=0,166). Mean (SD) of nitrogen balance at Ramadhan was 2,44 (2,93) gram/24 hour, after Ramadhan 0,51 (3,16) gram/24 hour (p=0,037).
Conclusion: No difference of liver functional status and serum 3-β-hidroxy butyric during and after Ramadhan. Body mass index and triceps skinfold were better after Ramadhan. Nitrogen balance was more positive during Ramadhan compared to after Ramadhan. Ramadhan fasting is likely harmless especially in compensated liver cirrhosis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erwindo
"Latar Belakang: Puasa ramadan menurunkan petanda inflamasi pada individu sehat. pasien PGK (Penyakit ginjal kronik) yang menjalanin hemodialisis rutin meskipun dianjurkan tidak berpuasa sebagian besar masih tetap berpuasa ramadan. PGK merupakan kondisi inflamasi kronik dengan petanda inflamasi IL-6 yang tinggi, IL-6 berkorelasi kuat dengan skor inflamasi malnutrisi dan menjadi prediktor mortalitas pasien PGK yang menjalanin HD rutin. Saat ini belum diketahui pengaruh puasa ramadan pada pasien PGK yang menjalanin HD rutin apakah akan juga mempengaruhi petanda inflamasi seperti individu sehat.
Tujuan: Mengetahui pengaruh puasa Ramadan pada pasien dengan hemodialisis rutin terhadap inflamasi.
Metode: Penelitian dengan desain kohort prospektif yang dikerjakan pada ramadan tahun 2022 (April-Mei) pada pasien hemodialisis rutin di 3 unit HD, dibagi menjadi 2 kelompok (berpuasa/tidak berpuasa) dimana subjek dengan kondisi infeksi, dalam terapi steroid, edema pulmo, diabetes yang tidak terkontrol, disabilitas, tuli pendengaran serta memiliki penyakit kardiovascular berat dikeluarkan dalam penelitian ini. Kadar IL-6 dan skor MIS dinilai sebelum menjalankan proses HD di minggu pertama dan terkhir ramadan. Analisis dilakukan dengan menghitung median dari tiap variable dependen.
Hasil: Total 70 subjek diikutsertakan pada penelitian ini. Sebagian besar subjek penelitian adalah laki-laki (54,3%), berusia lebih dari 45 tahun (52,9%), berasal dari rumah sakit PMI (42,9%) dengan jenis dialiser LF (Lowflux) 78,6%. Durasi lama puasa lebih dari sama dengan 15 hari adalah 70%, tidak menjalankan ibadah puasa saat HD 71,4% dengan lama menjalani hemodialisis lebih dari 5 tahun 48,6% dan komorbid hipertensi 64,3%. Delta kadar IL-6 Kel berpuasa 6,1 pg/mL, kel tidak berpuasa 13,6 pg/mL dengan p=0,828. Delta MIS kel berpuasa 1 point dan kel tidak berpuasa 2 point dengan p=0,376.
Simpulan: Pasien hemodialisis rutin yang berpuasa ramadan menunjukan peningkatan kadar IL-6 dan skor MIS lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak berpuasa walaupun secara statistik tidak bermakna
Background and Objectives Ramadan fasting reduces sign of inflammation in healthy individuals. CKD patients who undergo routine hemodialysis, although those patients are not recommended to fast, most of them were still fasting. CKD is a chronic inflammation condition which indicated by high level of IL-6. Level of IL-6 is strongly correlated with Malnutrition- Inflammatory Score (MIS) and is a mortality predictor in PGK patients who undergo routine dialysis. Currently, there is no information on the effect of Ramadan fasting on CKD patients who undergo dialysis and whether it has similar effect on inflammation index compared to healthy individuals.
Materials and Methods: The study employed prospective cohort design which was done during Ramadan 2022 (April – May) on routine hemodialysis patients in 3 hemodialysis unit. The subject was divided into two groups (i.e. fasting/ non- fasting) where subjects with infection conditions, undergoing steroid therapy, pulmonary edema, uncontrolled diabetes, disability, hearing impaired, and cardiovascular disease are excluded from this study. Level of IL-6 and MIS score was taken before undergo hemodialysis in the first and last week of Ramadan. Data analysis was done by calculating median to every dependent variable.
Results: A total of 70 subjects were included in this study. Most of the subjects are male (54.3%), aged more than 45 years old (52.9%), taken from PMI hospital (42.9%), and with low-flux membrane dialyzers (LF) (78.6%). The duration of fasting was more or equal to 15 days (70%), undergo hemodialysis without fasting (71.4%), have been undergo hemodialysis for more than five years (48.6%) and comorbidity of hypertension (64.3%). The change of IL-6 level in fasting group was 6.1 pg/mL; not fasting group was 13.6 pg/mL with p value= 0.828. The difference in MIS in fasting group was 1 point and non-fasting group was 2 points with p value=0.376.
Conclusion: Patients undergo routine hemodialysis in fasting group showed increase in IL-6 levels and MIS score lower compared to non-fasting group, although statistically insignificant. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Noviyani Sugiarto
"Latar Belakang. Malnutrisi pada pasien kanker ginekologi merupakan masalah besar yang dapat mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup pasien. Sayangnya, belum banyak penelitian yang dilakukan. Tujuan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan status gizi pasien kanker ginekologi sebelum dan sesudah perawatan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Metode. Studi yang dilakukan adalah dengan kohort prospektif yang melibatkan pasien kanker ginekologi yang dirawat di bangsal ginekologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta. Penelitian dilakukan dari bulan Juni 2016 sampai Mei 2017. Kami menggunakan teknik sampling konsekutif, food record, dan pengukuran antropometri lengkap untuk pengumpulan data. Kami menggunakan parameter indeks massa tubuh IMT untuk menilai kategori malnutrisi, dan pemeriksaan antropometri dan laboratorium untuk parameter status nutrisi lainnya. Untuk menganalisis data nutrisi, kami menggunakan NutriSurvey 2007 dan untuk data lain yang kami gunakan SPSS IBM 21.0. Hasil. Ada 96 subyek yang menjalani dan menyeselesaikan semua pemeriksaan dan data untuk penelitian ini. Proporsi malnutrisi berdasarkan IMT adalah 24 , sedangkan berdasarkan Malnutrisi Skrining Alat MST , prevalensi malnutrisi adalah 62,5 . Berdasarkan penurunan IMT, 20,8 pasien mengalami penurunan IMT setelah pengobatan. Lingkar Lengan Atas LILA dan serum albumin pasien menurun secara signifikan setelah pengobatan. Kesimpulan. Lingkar Lengan Atas LILA dan serum albumin pasien menurun secara signifikan setelah perawatan.

Background. Cancer malnutrition in gynecologic cancers cases were big problem that can affect survival rate. Unfortunately, not many studies has been done. Objective. The aim of this study is to find out the nutritional status changes of gynecologic cancer patients before and after treatment in Gynecology Ward Cipto Mangunkusumo Hospital. Method. This is a prospective cohort study on gynecologic cancer patients treated in Gynecology Ward Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta. The study was done from June 2016 to May 2017. We used consecutive sampling techniques, food record, and complete anthropometric measurement for data collection. We used body mass index BMI parameter for appraising malnutrition categories, and anthropometric and laboratory examination for other parameters. For analysing data, we used NutriSurvey 2007 for nutritional data and SPSS IBM 21.0.for other data. Results. There were 96 subjects underwent all examination and data completion for the study. Proportion of malnutrition with BMI was 24 , while based on Malnutrition Screening Tool MST was 62,5 . There were 20,8 patients that experience reduction of BMI after treatment. Mid upper arm circumference MUAC and albumin serum of patients decrease significantly after treatment. Conclusion. Mid upper arm circumference MUAC and albumin serum of patients decrease significantly after treatment."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Brama Ihsan Sazli
"ABSTRAK
Latar Belakang: Puasa selama bulan Ramadhan adalah perubahan dalam gaya hidup untuk periode sebulan penuh yang rutin tiap tahunnya. Sejumlah penelitian menunjukkan terjadinya perubahan biokimia tubuh saat berpuasa baik pada pasien diabetes dan juga nondiabetes yang dapat mempengaruhi metabolisme glukosa dan sensitivitas insulin.
Tujuan: Menilai pengaruh berpuasa selama Ramadhan terhadap perubahan kontrol glikemia, kadar Fetuin A, dan TNF-α dibandingkan sebelum dan sesudah puasa Ramadhan
Metode: Penelitian prospektif terhadap dua kelompok (diabetes dan non diabetes). Parameter kontrol glikemik, Fetuin A, dan TNF-α diukur 2-4 minggu sebelum berpuasa Ramadhan, minimal 14 hari puasa Ramadhan dan 4 minggu setelah puasa Ramadhan.
Hasil: Puasa Ramadhan menurunkan glukosa darah puasa (GDP) secara signifikan pada kelompok Diabetes (D) (p=0,013) dan pada kelompok Non Diabetes (ND) (p=0,047), sedangkan serum Fetuin A turun tidak signifikan pada kelompok D (p=0,217) dan secara signifikan pada kelompok ND (p=0,009). Dan tidak ada perubahan yang signifikan kadar TNF-α pada kedua kelompok dibandingkan sebelum puasa Ramadhan (p=0,248, p=0,789). Pada 4 minggu setelah puasa Ramadhan,GDP kembali ke nilai yang tidak berbeda dari nilai dasar pada kedua kelompok, sementara Fetuin A secara signifikan lebih rendah pada kelompok diabetes (p=0,039) dan TNF-α lebih rendah secara signifikan pada kelompok ND (p=0,042) dari dari nilai dasar.
Kesimpulan: Puasa selama Ramadahan memperbaiki kontrol glikemia pada kedua kelompok. Puasa Ramadhan juga mampu menurunkan nilai Fetuin A pada kedua kelompok, dan TNF-α pada kelompok ND

ABSTRACT
Background: Fasting during Ramadan is a anually change in lifestyle for the period of a lunar month. Numerous studies have mentioned the biochemical alterations while fasting among both in nondiabetic patients and diabetic patients which can affect glucose metabolism and insulin sensitivity.
Objective: to assess the impact of fasting during Ramadan on glycemic control, Fetuin A l, and TNF-a compared to before and after Ramadhan fasting
Methods: Prospective Study of diabetic patients (D group) and non-diabetic subjects (ND group). Parameters of glycemic control, Fetuin A, and TNF-a were measured 2-4 weeks before Ramadan fasting, at least 14 days of Ramadan fasting and 4 weeks after Ramadan fasting.
Results: Ramadan fasting reduced fasting blood glucose (FBG) significantly in D groups (p=0,013) and in the (ND) groups (p=0,047) , respectively, serum Fetuin A were lowered insignificantly in D groups (p=0,217) dan significantly in ND groups (p=0,009). And no significant differences of TNF-α level ini both group compared to before Ramadhan fasting (p=0,248, p=0,789). At 4 weeks post-Ramadhan fasting FBG returned to levels indistinguishable from their baseline values in both groups, while Fetuin A was maintained significantly lower in D groups (p=0,039) and TNF-α significantly lower in ND groups (p=0,042) from their baseline.
Conclusions: Fasting during Ramadan improves glycemic control in both groups, Ramadan fasting was also able to reduce Fetuin A level in both groups, and TNF-α in the ND group."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Alfian
"Latar Belakang: Sebagai negara dengan mayoritas penduduk muslim, sebagian besar masyarakat Indonesia termasuk lansia menjalani puasa pada bulan Ramadhan. Dalam mengevaluasi keamanan berpuasa Ramadhan pada populasi lansia, dilakukan berbagai penilaian, salah satunya adalah profil fungsi ginjal. Profil fungsi ginjal, dinilai dari laju filtrasi glomerulus (LFG), merupakan salah satu parameter penting dalam menentukan kesehatan lansia. Namun, belum terdapat penelitian mengenai profil fungsi ginjal dan faktor-faktor yang memengaruhi pada lansia berpuasa.
Tujuan: Mengetahui profil dan faktor risiko perubahan fungsi ginjal pada usia lanjut yang berpuasa Ramadhan.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain kohort prospektif dengan menggunakan data primer pada subyek usia > 60 tahun yang menjalani puasa Ramadhan di kelurahan Jatinegara sejak April 2019 hingga Juli 2019. Profil fungsi ginjal dihitung menggunakan pemeriksaan (LFG) pada 1 minggu sebelum berpuasa, 3 minggu berpuasa, dan 2 minggu pasca berpuasa. Faktor risiko yang dinilai adalah usia, indeks massa tubuh, diabetes melitus, hipertensi, kebiasaan merokok, konsumsi protein, dan konsumsi cairan. Analisa bivariat dilakukan menggunakan uji chi-square atau Fisher. Analisis multivariat dilakukan menggunakan regresi logistik.
Hasil: Pada penelitian ini, tidak ditemukan adanya faktor risiko yang secara signifikan berpengaruh terhadap perubahan fungsi ginjal selama puasa bulan Ramadhan pada lanjut usia. Beberapa farktor dapat mempengaruhi fungsi ginjal pada usia lanjut yang berpuasa Ramadhan, salah satunya adalah usia. Mayoritas lanjut usia yang mengalami penurunan GFR selama bulan Ramadhan berusia 60-70 tahun berjumlah 89 orang atau 68,5%. Sisanya berjumlah 10 orang atau 58,8% berusia >70 tahun. Namun, setelah dilakukan analisis, hubungan antara usia dengan penurunan GFR selama puasa Ramadhan tidak bermakna (p=0,426).
Kesimpulan: Tidak ditemukan adanya perubahan signifikan pada fungsi ginjal dengan usia lanjut yang menjalankan puasa dibulan Ramadhan.

Background. As a country with a majority Muslim population, most Indonesians, including the elderly, fast during the month of Ramadan. To evaluate the safety of fasting during Ramadan in the elderly population, various assessments were carried out, one of which is kidney function profile. Kidney function profile, assessed using glomerular filtration rate (GFR), is one of the important parameters in determining the health of the elderly. However, there has been no research on kidney function profile and its affecting factors on fasting elderly in Indonesia.
Aim:. To determine the profile and risk factors for changes in kidney function in elderly who fast during Ramadan.
Methods. This study used prospective cohort design using primary data on subjects aged > 60 years who were undergoing Ramadan fasting in Jatinegara village from April 2019 to July 2019. The kidney function profile was calculated using glomerular filtration rate (GFR) examination on 1 week before fasting, 3 weeks fasting, and 2 weeks post fasting. The risk factors assessed were age, body mass index, diabetes mellitus, hypertension, smoking habits, protein consumption, and fluid consumption. Bivariate analysis was performed using the chi-square or Fisher test. Multivariate analysis was performed using logistic regression.
Result. In this study, no risk factors were found significantly influencing changes in kidney function during the Ramadan fasting in the elderly. Some factors can affect kidney function in elderly who fasted in Ramadan, one of which is age. The majority of elderly who experienced a decrease in GFR during the month of Ramadan aged 60-70 years amounted to 89 people or 68.5%. The rest amounted to 10 people or 58.8% aged> 70 years. However, after analysis, the relationship between age and decreased GFR during Ramadan fasting was not significant (p = 0.426).
Conclusion. There was no significant changes in kidney function on fasting elderly during Ramadan.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Hening Rahayatri
"Sirosis dekompensata pada anak merupakan indikasi utama transplantasi hati. Mayoritas pasien yang menunggu transplantasi hati memiliki masalah malnutrisi dan infeksi yang berhubungan dengan prognosis buruk, sehingga dibutuhkan terapi antara untuk memperbaiki kondisi pasien sebelum transplantasi hati. Skor pediatric end-stage liver disease (PELD) adalah sistem penilaian yang digunakan untuk menentukan prioritas transplantasi hati. Semakin tinggi nilainya, semakin buruk kondisi pasien. Terapi granulocyte colony-stimulating factor (G-CSF) telah memberikan hasil yang menjanjikan pada pasien sirosis dewasa, namun penelitian pada sirosis dekompensata anak belum pernah dilakukan. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh G-CSF terhadap skor PELD dan status nutrisi. Juga dinilai pengaruh terapi G-CSF terhadap neutrofil, CD34+, sitokin pro-inflamasi dan anti-inflamasi, hepatocyte growth factor (HGF), biomarker fungsi hati, adverse event dan kesintasan.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2019–Februari 2022 di Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), bersifat uji acak terkontrol open-label. Subjek adalah pasien anak dengan usia antara 3 bulan hingga 12 tahun dengan diagnosis sirosis dekompensata yang dibagi dalam kelompok intervensi (n = 26) dan kelompok kontrol (n = 24). Subjek pada kelompok intervensi diberikan 12 kali injeksi subkutan G-CSF (5 µg/kg/hari) serta terapi standar sirosis, dan pada kelompok kontrol hanya diberikan terapi standar sirosis.
Tidak terdapat penurunan skor PELD yang bermakna setelah pemberian G-CSF. Terdapat perubahan bermakna pada kadar neutrofil dan leukosit (uji ANOVA, p < 0,001, untuk kedua parameter). Terdapat tanda mobilisasi sel punca yang dilihat dari peningkatan kadar CD34+, namun hasilnya tidak bermakna. Pemberian G-CSF secara bermakna menurunkan kadar tumor necrosis factor (TNF)-α (uji ANOVA, p = 0,001), dan meningkatkan interleukin (IL)-10 dan HGF (uji ANOVA, p = 0,003 untuk kedua parameter) yang menunjukkan bahwa imunitas bawaan dan regenerasi hati subjek dapat diperbaiki. Tidak ada perbedaan bermakna antara lingkar lengan atas (LILA) dan triceps skinfold thickness (TST) berdasarkan z-score setelah pemberian G-CSF. Kadar alanine aminotransferase (ALT) menurun secara bermakna pada kelompok intervensi (uji ANOVA, p = 0,038). Subjek yang mengalami kejadian infeksi lebih rendah pada kelompok intervensi dibanding kelompok kontrol (uji eksak Fisher, p = 0.04).

Decompensated cirrhosis in children is the main indication of liver transplantation. The majority of patients awaiting liver transplantation have malnutrition and infection problems that are associated with poor prognosis, thus requiring a bridging therapy to treat these conditions prior to liver transplantation. Pediatric end-stage liver disease (PELD) score is a scoring system used to determine liver transplantation priority, higher scores indicates a worse prognosis. Granulocyte colony-stimulating factor (G-CSF) therapy has shown promising results in adult liver cirrhosis. Our study aimed to investigate the effect of G-CSF on pediatric end-stage liver disease (PELD) scores and nutritional status in pediatric liver cirrhosis. The study also investigated the effects of G-CSF on neutrophils, CD34+ cells, pro-inflammatory and anti-inflammatory cytokines, hepatocyte growth factor (HGF), liver function markers, adverse events, and survival.
This study was conducted on September 2019–February 2022 at dr. Cipto Mangunkusumo Hospital (RSCM). This was an open-label, randomized controlled trial (RCT) including subjects between 3 months and 12 years of age with decompensated cirrhosis. The subjects were divided into intervention group (n = 26) and control (n = 24). Subjects from the intervention group received 12 courses of subcutaneous injection of G-CSF (5 μg/kg/day) plus standard medical treatment (SMT) for liver cirrhosis, while the control received SMT.
Our study did not identify a significant difference in PELD scores between the intervention and control groups after 3 months of G-CSF treatment. Leucocyte and neutrophil counts showed significant differences between the intervention and control groups (ANOVA test, p > 0.001, for both). There was evidence of stem cell mobilization based on increased CD34+ cells in the intervention group; however, the results were not significant. G-CSF administration significantly decreased TNF-α (ANOVA test, p = 0,001), and significantly increased IL-10 and HGF (ANOVA test, p = 0,0003, respectively) indicating improvement in subjects’ immunity. There was no significant difference in nutritional status according to mid-upper arm circumference (MUAC) and triceps skinfold thickness (TST) based on the z-scores. Alanine aminotransferase (ALT) levels significantly decreased in the intervention group (ANOVA test, p = 0,038). Subjects in the intervention group experienced fewer infection events, with a significant difference in the occurrence of sepsis in the intervention group compared to the control (Fisher’s exact test, p = 0.04).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reinhart Greglorio
"Puasa Ramadan dapat menyebabkan perubahan pola tidur dan makan yang memengaruhi pasien dengan penyakit neurologis kronis. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi kualitas tidur pasien selama puasa Ramadan. Studi potong lintang ini melibatkan 40 pasien dengan penyakit neurologis kronis di Poliklinik Saraf RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dari Februari hingga Juni 2023. Kualitas tidur diukur menggunakan Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI), Insomnia Severity Index (ISI), Epworth Sleepiness Scale (ESS), dan STOP-BANG. Hasil menunjukkan 77,5% subjek mengalami gangguan tidur setelah puasa, dengan perubahan signifikan pada tingkat insomnia (ISI) dan risiko obstructive sleep apnea (OSA). Namun, tidak terdapat perubahan signifikan pada kualitas tidur menurut ESS dan PSQI. Mayoritas subjek (75%) adalah perempuan dengan usia rata-rata 40,25 tahun. Kesimpulannya, meskipun puasa dapat memicu gangguan tidur, manajemen yang tepat memungkinkan pasien menjalankan puasa tanpa dampak buruk yang signifikan terhadap kualitas tidur. Hal ini memberikan harapan bagi pasien dengan penyakit neurologis kronis untuk tetap menjalankan puasa secara aman.

Ramadan fasting can lead to changes in eating and sleeping patterns that affect patients with chronic neurological diseases. This study aimed to evaluate the sleep quality of patients during Ramadan fasting. A cross-sectional study was conducted involving 40 patients with chronic neurological diseases at the Neurology Clinic of RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo from February to June 2023. Sleep quality was measured using the Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI), Insomnia Severity Index (ISI), Epworth Sleepiness Scale (ESS), and STOP-BANG. The results showed that 77.5% of the subjects experienced sleep disturbances after fasting, with significant changes in insomnia severity (ISI) and the risk of obstructive sleep apnea (OSA). However, there were no significant changes in sleep quality as measured by ESS and PSQI. The majority of subjects (75%) were female, with an average age of 40.25 years. In conclusion, while fasting may trigger sleep disturbances, proper management enables patients to fast without significant adverse effects on sleep quality. This finding provides hope for patients with chronic neurological diseases to safely observe Ramadan fasting."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anisa Dwi Fathinasari
"Sirosis hati SH merupakan tahap akhir dari penyakit hari kronik yang ditandai dengan fibrosis hati dan mikro maupun makronodul. Penyakit hati kronik mempengaruhi metabolisme lipid sehinga menggangu profil lipid pasien. Adanya kerusakan hati dideteksi dengan penilaian fungsi hati di mana salah satu penilainnya adalah analisis kadar albumin serum. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kadar profil lipid dan apakah terdapat korelasi antara profil lipid dengan fungsi hati albumin pada pasien SH.
Penelitian menggunakan desain cross sectional pada 73 penderita SH 56 laki-laki dan 17 perempuan didapatkan dari rekam medis Laboratorium Patologi Klinik RSCM. Hasil penelitian dianalisis dengan uji Kolmogorov Smirnov menunjukkan kadar kolesterol total, kolesterol HDL, kolesterol LDL, dan trigliserida rata-rata 158.07, 39.05, 94.07, dan median 92 dan dengan uji Pearson menunjukkan korelasi antara kolesterol total, kolesterol HDL, kolesterol LDL dan albumin semua.

Cirrhosis is an end stage of chronic inflammatory liver disease with fibrosis and micro or macro nodule. Chronic liver disease affects lipid metabolism and disrupts patient rsquo s lipid profile. Cirrhosis can be detected by assessing liver function, one of which is analyzing serum albumin. The aim is to study the lipid profile in patients with cirrhosis and to determine the correlation between serum lipid profile and serum albumin in patients with cirrhosis.
Design of the study is cross sectional, 73 patients with cirrhosis 56 men and 17 women were obtained from the medical records of the Laboratory Clinical Pathology RSCM. The results of the study were analyzed with Kolmogorov Smirnov test showed serum total cholesterol, HDL cholesterol, LDL cholesterol, and triglyceride mean of 158.07, 39.05, 94.07 and median of 92 , Pearson test showed a correlation between total cholesterol, HDL cholesterol, LDL cholesterol and albumin all.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Johana Titus
"ABSTRAK
Tujuan: Mengetahui status metabolisme penderita SHD rawat inap di rumah sakit, dan memperoleh rumus untuk menentukan kebutuhan energi yang sesuai dengan status metabolisme penderita.
Tempat: Bagian Gizi dan Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Sumber Waras, Jakarta.
Metode Penelitian didisain Cross Sectional, pada 49 subyek SHD laki-laki atau perempuan 30-80 tahun yang diseleksi secara konsekutif, dan 40 kontrol sehat yang diseleksi secara random dari karyawan RSSW. Data REE diperoleh dari hasil pemeriksaan konsumsi O2 dan CO2 yang dikeluarkan tubuh, dengan mempergunakan Kalorimeler Indirek. Asupan makanan dicatat selama 3 hari berturut-turut sebelum pemeriksaan REE. Data antropometri (LLA, TLLBK, KAOLA, TB, dan BB) dan pengumpulan urin dilakukan satu hari sebelum pemeriksaan REE, pengambilan darah untuk pemeriksaan IGF-l dan GH dilakukan setelah pemeriksaan Kalorimetri Indirek. Uji Statistik: Univariat mempergunakan tes Kormogorov Smimov, Bivarial mempergunakan uji t tidak berpasang, uji Mann Whitney dan Korelasi Pearson. Uji multivariat mempergunakan uji regresi linier ganda.
Hasil dari 49 subyek SHD yang masuk RS karena komplikasi: hematemesis (34,69%), malaria (46,94%), ikterus (55,1%), dan yang terbanyak asites (87,76%). Dari jumlah tersebut 67,35% tergolong Child C, sisanya Child B. Ditemukan 63,27 % subyek SHD mengeluh mual dan 75,52% anoreksia. Rerata asupan energi subyek SHD secara bermakna lebih rendah dari kontrol sehat (1282,04 ± 229,85 vs 1448,71 ± 325,56; p = 0,006), dan mempunyai korelasi dengan derajat penyakit. Proporsi asupan terhadap kebutuhan energi subyek SHD hanya mencapai 79,49% ± 17,60% REE. Proporsi asupan terhadap kebutuhan energi lebih besar pada subyek SHD yang tanpa keluhan mual dan anoreksia. Penelitian ini menemuken 73,57 % dari subyek SHD daiam keadaan malnutrisi, dan 58,26 % diantaranya (42,86% total subyek SHD) dalam keadaan muscle wasting (AOLA pada persentil < 5) dan menunjukkan korelasi dengan asupan energi (p=0,007). Meningkatnya mobilisasi lemak dan oksidasi substrat lemak ditandai oleh TLLBK pada lebih dari 67% subyek SHD pada persentil < 15 dan RQ = 0,7 ± 0,08, serta menunjukkan korelasi yang bermakna dengan kurangnya asupan energi (p = 0,005). Meningkatnya mobilisasi lemak dan lipolisis diduga mempunyai hubungan dengan rendah IGF-1 dan tingginya GH dalam darah. Walaupun oksidasi lemak diduga untuk mencegah berlanjutnya katabolisme otot, penelitian ini menunjukkan katabolisme otot berlanjut, hal ini ditandai dengan; imbang nitrogen negatif, rasio NUU/K.AOLA subyek SHD bermakna lebih tinggi dari kontrol sehat, dan RQ sekitar 0,43-0,86. Namun, pada penelitian ini tidak didapatkan perbedaan yang bermakna REE subyek SHD dengan kontrol sehat; hal ini disebabkan oleh menurunnya massa otot, dan meningkatnya oksidasi substrat lemak sehingga konsumsi oksigen dan REE rendah. Data menunjukkan rasio REE/K.AOLA bermakna lebih tinggi dari kontrol sehat. Keadaan ini menujukkan subyek SHD dalam kondisi hipermetabolisme disertai penyimpangan metabolisme yang dapat ditandai oleh berlanjutnya mobilisasi lemak; oksidasi substrat lemak (tak sempurna); dan oksidasi substrat protein berlangsung bersama. Asupan nutrisi, komposisi tubuh, dan status metabolisme penderita SHD telab diidentifikasi merupakan acuan penting untuk menentukan REE. Dengan menggunakan variabel; rerata asupan energi, komposisi tubuh (TB, BB, AOLA, dan lainnya) dan derajat penyakit (skor Child-Pugh, albumin, dan NUU) sebagai variabel independen. Melalui uji regresi linier ganda (metode STEPWISE) penelitian ini menemukan 3 variabel merupakan determinan kuat REE yaitu TB, AOLA dan kadar albumin. Dan uji tersebut diperoleh persamaan model yang merupakan model REE estimasi SHD yang reliabel, sehingga dapat direkomendasikan sebagai rumus estimasi REE atau kebutuhan energi penderita SHD yaitu :
kebutuhan energi = -270,40+17,26*AOLA - 217,83*Albumin + 11,42*TB.
Kesimpulan Pada penderita SHD, keadaan hipermetabolisme tidak dapat ditentukan hanya dengan indikator REE. Hipermetabolisme pada subyek SHD menjadi nyata dengan menentukan REE/K.AOLA dan NUU/K.AOLA. Nasib oksidasi makronutrien pada SHD berbeda dengan pada starvasi. Pada subyek SHD lerjadi rangsangan mobilisasi lemak, oksidasi substrat lemak, katabolisme protein otol, dan oksidasi substrat protein secara bersama. Keadaan yang membuktikan adanya penyimpangan metabolisme. Dengan uji regresi limier ganda (metoda STEPWISE), AOLA, albumin dan tinggi badan ditemukan sebagai determinan kuat dari REE atau kebutuhan energi pada penderita SHD rawat inap di RS.

ABSTRACT
Objective: To study the metabolic status of the Decompensated Liver Cirrhotic (DLC) patients who were hospitalized, and to formulate the equation of energy requirements equal to their metabolic status.
Places: The Department of Nutrition and the Department of Internal Medicine at Sumber Waras Hospital (SWH), Jakarta.
The cross sectional study was carried out on 49 DLC subjects, aged 30-80 years, selected consecutively, and on 40 healthy control subjects, selected at random, from SWH staff. The REE data was determined by assessing the Oz consumption (V02) and CO2 production (VCO2] using an Indirect Calorimeter. Food intake was recorded for 3 consecutive days before determining REE. The anthropometrics data (AC, TSF, C.AMA, Height and Weight) and urine samples were assessed one day prior to determining REE. The blood samples for determining IGF-1 and GH were taken after the Indirect Calorimetric assessment (REE data). The statistical tests: Univarian (using Kormogorof-Smimov), Bivarian (using unpaired T-tests, Mann-Whitney and Pearson Correlation), Multivariate (using multiple linear regression).
Results The 49 DLC subjects were hospitalized mainly due to complications of ascites (87.76%); many also suffered with hematemesis (34.69%), melena (46.94%), or icterus (55.1%). Of the 49 subjects, 67.35% were classified as Child C, the rest were Child B. The subjective findings were nausea (63.27%) and/or anorexia (75.52%). The mean energy intake of DLC subjects was significantly lower than the control (healthy volunteers) (1282.74 229.85 vs. 1448.71 * 325.56; p = 0.006), and had a correlation to the degree of disease, Their intake had only been 79.49 17.60% of REE. The proportion of food intake to energy requirements was larger in the DLC subject who had no symptoms of nausea and anorexia. This study has proved that 73.57% of DLC subjects had malnutrition, and 58.26 % of them (42.86 % of all DLC subjects) were in a muscle wasting condition (the percentile of AMA < 5). Il showed a correlation to a decrease in the energy intake (p = 0.007). The increase of fat mobilization and lipid substrate oxidation were shown by the DLC subjects' TSF of more than 67% with a percentile of less than 15 and the mean RQ = 0.7 ± 0.08. This also had a significant correlation to a decrease in the energy intake (p = 0.005). The increase of fat mobilization and lipolysis was assumed to have a correlation with the low level of blood IGF-1 and the high levels of blood GH. The increase of lipid substrate oxidation was assumed to prevent the subsequent of muscle catabolism, however this study showed that the process of muscle catabolism does not end, which was marked by a negative nitrogen balance, a significantly higher the UNUIC.AMA than the control and a RQ of 0.43 - 0.86. In this study, there was no significant difference between the REE of the DLC subjects and the control; this was due to the decrease of muscle mass and the increase of lipid substrate oxidation. This caused a low V02 consumption and a low REE. This study showed REEIC.AMA of the DLC subjects was significantly higher than the control. This condition indicated that the subjects were hyper metabolic with several abnormalities in metabolism such as: continued stimulation causing lipid mobilization from adipose tissue; incomplete oxidation of fatty acid and protein substrate oxidation running together. Energy intake, body composition, the metabolic status of DLC patients was an important reference for the identification of the REE. By using variables which influenced REE, i.e. the mean energy intake, body composition (height, weight, C.AMA, etc.) and the degree of disease severity (Child-Pugh score, albumin, and UNU), which were tested by the multiple linear regression of STEPWISE method, the equation model has been formulated and tested The final equation for estimating energy requirement is:
Energy requirements = -270.40 + 17.26*AOLA - 217.83*Albumin + 11.42?Height.
Conclusion RITE is not the only indicator of hyper metabolism in DLC patients. Hyper metabolism can be identified in DLC patients using REFIC.AMA and UNUIC.AMA. This study has proved abnormalities in metabolism of DLC patients as follows: continued stimulation causing lipid mobilization from adipose tissue; oxidation of fatty acid; muscle protein catabolism; and protein substrate oxidation running together. Through multiple linear regression analysis (the STEPWISE method), AMA, albumin level and height have been found as strong determiners of REE or determiners of energy requirements for DLC subjects.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
D476
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khomimah
"Penyandang diabetes melitus (DM) mempunyai risiko tinggi mengalami penyakit kardiovaskular (PKV), yang progresivitasnya dipercepat oleh penurunan kapasitas fibrinolisis. Penyandang DM yang berpuasa Ramadhan mengalami berbagai perubahan yang dapat memengaruhi kendali glikemik dan status fibrinolisisnya. Penelitian ini bertujuan mengetahui penurunan fruktosamin dan plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1), dengan metode kuasi eksperimental one group design self control study pada penyandang DM tipe-2 yang berpuasa Ramadhan dan berusia 40-60 tahun. Hasil penelitian ini menunjukkan sebagian besar subjek memiliki 3 faktor risiko PKV dan dengan kendali glikemik yang jelek sebelum puasa Ramadhan. Terdapat penurunan yang bermakna pada glukosa puasa plasma, tetapi tidak bermakna pada glukosa darah 2 jam setelah makan. Tidak terdapat perbedaan asupan kalori pada 18 subjek yang dianalisis. Tidak didapatkan penurunan yang bermakna pada fruktosamin serum maupun PAI-1 plasma. Kendali glikemik yang dicapai sebelum dan asupan kalori selama berpuasa Ramadhan kemungkinan merupakan faktor yang memengaruhi penurunan fruktosamin. Selain glukosa darah, faktor yang memengaruhi kadar PAI-1 plasma di antaranya adalah insulin plasma, angiotensin II, faktor pertumbuhan dan inflamasi, yang tidak diukur dalam penelitian ini.

Diabetes mellitus (DM) have a high risk of cardiovascular disease (CVD). CVD progression is accelerated by the reduction in the capacity of fibrinolysis. Persons with DM who fasting Ramadan have a variety of changes that can affect glycemic control and status of fibrinolysis. To know decreased fructosamine and plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1), with the method of quasi-experimental one-group design with self-control study in type-2 diabetes who were fasting Ramadhan, and aged 40-60 years. These study showed most of the subjects had 3 risk factors for CVD and with poor glycemic control before the fasting of Ramadan. There was a significant decreased in fasting plasma glucose, but not significantly decreased in blood glucose 2 hours post meal. There was no difference in calorie intake in 18 subjects who were analyzed. There were no significant reductions in serum fructosamine and plasma PAI-1. Glycemic control achieved before and calorie intake during Ramadan fasting is possible factors that affect fructosamine decreased. In addition to blood glucose, factors that affect the levels of PAI-1 plasma including plasma insulin, angiotensin II, growth factors and inflammation, which were not measured in this study.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>