Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 134528 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wenny Fitrina Dewi
"Background:
Cardiac rehabilitation in patients with Coronary Artery Bypass Surgery (CABG) is an effective way in reducing mortality in patients with coronary heart disease (CHD). The presence of impaired cardiac autonomic function is increase the risk of arrhythmias and sudden death. Exercise training as one component of cardiac rehabilitation can improve autonomic function that can be measured indirectly with Heart Rate Recovery (HRR). The aim of this study is to assess the effect of the frequency of physical exercise on improved of HRR.
Metod:
The data used for this analysis include 100 patients who underwent second phase of cardiac rehabilitation after CABG at Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Jakarta between July and October 2013. Patients were categorized into group I (exercise 3 times a week) : 40 people and group II (5 times a week exercise) : 60 people. Heart rate recovery was measured with a 6 minute walk test (6MWT). Measurements were performed 2 times, in the early phase and the evaluation phase after 12 times. Increased HRR from both groups were analyzed by linear regression analysis.
Result :
In our study, age, gender, diabetes mellitus, psychological, smoking, coronary artery bypass surgery and the duration of aortic cross clamp did not affect the increase of HRR. Five times a week exercise training gives significant increase of HRR compare to 3 times a week exercise training after analyzed multivariate linear regression ( RR 2.9, 95% KI 1.53 to 4.40, p <0.001 ).
Conclusion:
Frequency of physical exercise 5 times a week give a better response to the increase in HRR than exercise 3 times a week.

Latar Belakang:
Rehabilitasi jantung pada pasien Bedah Pintas Arteri Koroner (BPAK) merupakan tindakan efektif dalam menurunkan mortalitas pada pasien dengan Penyakit Jantung Koroner (PJK). Adanya gangguan fungsi otonom jantung dikatakan meningkatkan risiko aritmia dan kematian mendadak. Latihan fisik sebagai salah satu komponen rehabilitasi jantung dapat meningkatkan fungsi otonom yang dapat diukur secara tidak langsung dengan Heart Rate Recovery (HRR). Penelitian ini bertujuan untuk menilai pengaruh frekuensi latihan fisik terhadap peningkatan HRR.
Metode:
Sebanyak 100 pasien pasca BPAK yang melakukan rehabilitasi jantung fase II dipilih secara konsekutif sejak 1 Juli ? 15 Oktober 2013 di Pusat Jantung nasional Harapan Kita, Jakarta. Pasien dikelompokkan menjadi kelompok I (3 kali latihan seminggu) sebanyak 40 orang dan kelompok II (5 kali latihan seminggu) sebanyak 60 orang. Heart rate recovery satu menit diukur dengan uji jalan 6 menit/6 minute walk test (6MWT). Pengukuran dilakukan 2 kali, pada fase awal dan fase evaluasi setelah 12 kali. Peningkatan HRR dari kedua kelompok dianalisa dengan analisa regresi linier.
Hasil:
Pada studi kami, usia, gender, diabetes melitus, psikologis, merokok, bedah pintas arteri koroner dan lamanya aortic cross clamp setelah dianalisa tidak mempengaruhi peningkatan HRR secara bermakna. Frekuensi latihan 5 kali seminggu memberikan peningkatan HRR yang bermakna secara statistik dibandingkan 3 kali seminggu setelah dianalisa dengan regresi linier multivariate (RR 2,9; 95 % IK 1,53-4,40, p<0,001)
Kesimpulan: Frekuensi latihan fisik 5 kali seminggu memberikan respon yang lebih baik terhadap peningkatan HRR dibandingkan latihan 5 kali seminggu."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T58695
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Dwiputra
"Latar Belakang: Proprotein convertase subtilisin kexin-9 PCSK-9 merupakan protein yang menghancurkan reseptor low density lipoprotein LDL sehingga penurunan kadarnya dapat menurunkan kadar LDL. Sebagai bagian dari pencegahan sekunder, latihan resistensi direkomendasikan pada pasien pasca bedah pintas arteri koroner BPAK.
Tujuan: Mengetahui efek tambahan latihan resistensi terhadap kadar PCSK-9 pada pasien pasca bedah pintas arteri koroner yang menjalani rehabilitasi fase II.
Metode: Studi eksperimental randomisasi acak tersamar tunggal membagi 87 pasien pasca BPAK menjadi dua kelompok. Kelompok kontrol n=43 adalah pasien yang menjalani rehabilitasi fase II standar sementara kelompok intervensi n=44 adalah pasien yang menjalani rehabilitasi fase II ditambah dengan latihan resistensi tersupervisi. Kadar PCSK-9 diperiksa sebelum dan sesudah rehabilitasi fase II pada kedua kelompok.
Hasil: Setelah menyelesaikan rehabilitasi fase II, didapatkan perbedaan kadar PCSK-9 yang bermakna antara kelompok kontrol dan intervensi 377,1 SD 125 vs 316,6 111,1 ng/ml, ?= -60,5 ng/ml, 95 CI -7,5 -113,4, p=0.026. Tidak didapatkan perbedaan bermakna pada kadar LDL p=0,07, kolesterol total p=0,99, high density lipoprotein HDL p=0,44, dan trigliserid p=0,56 antara kedua kelompok pada akhir rehabilitasi fase II.
Kesimpulan: Tambahan latihan resistensi dapat menurunkan kadar PCSK-9 secara bermakna pada pasien pasca bedah pintas arteri koroner yang menjalani rehabilitasi fase II.

Background: Pro protein Convertase Subtilisin Kexin 9 PCSK 9 is a protein degrading low density lipoprotein LDL receptor that lower LDL. As secondary prevention, resistance training is recommended after coronary artery bypass surgery CABG as a complement to aerobic exercise.
Objective: To determine the effects of additional resistance training on PCSK 9 levels and lipid profile in post CABG patients who undergo phase II cardiac rehabilitation.
Methods: A single blinded randomized clinical trial of 87 post CABG patients was devided into two groups. The control group n 43 consisted of patients who received standard phase II cardiac rehabilitation while intervention group n 44 received standard program and supervised resistance training. PCSK 9 level and lipid profile examination were performed pre and post training.
Results: After completion of phase II cardiac rehabilitation, mean PCSK9 levels in intervention group decrease significantly compared to control group control vs intervention, 377,1 SD 125 vs 316,6 111,1 ng ml, 60,5 ng ml, 95 CI 7,5 113,4 , p 0.026 . Nonetheless, there are still no significant changes in terms of LDL level p 0,07 , total cholesterol p 0,99 , high density lipoprotein p 0,44 and triglyseride levels p 0,56 pre and post intervention between two groups.
Conclusion: The additional resistance training can reduce significantly PCSK 9 levels in patients after CABG surgery who underwent phase II cardiac rehabilitation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T58904
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Vienna Rossimarina
"Latar belakang: Pasien pascabedah pintas arteri koroner (BPAK) mengalami penurunan fungsi paru akibat inflamasi perioperatif sehingga terjadi ketidakcocokan ventilasi/perfusi dan kelemahan otot pernapasan. Akibatnya saat beraktivitas, terjadi keterbatasan oksigen sehingga terjadi kelelahan otot lebih cepat dan kapasitas fungsional rendah. Latihan pernapasan diharapkan membantu memperbaiki kapasitas fungsional melalui perbaikan fungsi paru.
Tujuan: Membuktikan manfaat latihan pernapasan terhadap kapasitas fungsional yang diukur dengan 6 Minutes walk test (6MWT) pada pasien pasca-BPAK yang menjalani rehabilitasi kardiovaskular fase II.
Metode: Uji klinis dengan merandomisasi subjek pada kelompok perlakuan yang mendapat adjuvan latihan pernapasan atau menjalani program rehabilitasi standard. Diukur kapasitas inspirasi dan 6MWT pada awal dan akhir rehabilitasi fase II.
Hasil: Dua puluh delapan subjek dirandomisasi menjadi 14 kelompok perlakuan dan 14 kelompok standard. Setelah menjalani program rehabilitasi, kelompok perlakuan dan standard mengalami peningkatan jarak 6MWT yang tidak berbeda bermakna (67 ± 62.9 meter VS. 53 ± 65.7 meter; p = 0.556 ) walau kelompok perlakuan mengalami peningkatan kapasitas inspirasi lebih baik daripada kelompok standard (1357 ± 691.4 mL VS 589 ± 411.5 mL; p = <0.001 ).
Simpulan: Latihan pernapasan sebagai latihan adjuvan rehabilitasi kardiovaskular fase II pasca-BPAK tidak memperbaiki jarak 6MWT secara bermakna dibandingkan program rehabilitasi standard, hanya mempercepat perbaikan fungsi paru.

Background : Patients undergoing coronary artery bypass graft (CABG) surgery develop pulmonary dysfunction due to inflammation and respiratory muscle weakness, hence ventilation/perfusion mismatch occurs then leads to low functional capacity. Respiratory training has been identified to improve functional capacity by recovering pulmonary function faster.
Objectives : To study respiratory training benefit as adjuvant training in 2 phase of cardiovascular rehabilitation program after CABG for improving functional capacity measured by 6 minutes walk test/6MWT distance.
Methods : This single blind clinical trial randomized subjects into intervention group or standard group. Intervention group received respiratory training up to 60% of maximum inspiratory volume (MIV) as an adjuvant to the standard program. Then MIV and 6MWT distance were evaluated.
Result : Twenty eight subjects participated, 14 subjects were in intervention group and others were in standard group. Six MWT distance improvement is not significantly different between groups (67 ± 62.9 VS. 53 ± 65.7 meters respectively; p = 0.556 ). However, intervention group experienced better MIV improvement compared to standard group (1357 ± 691.4 VS. 589 ± 411.5 mL; p = <0.001 ).
Conclusion : Respiratory training as adjuvant training did not improve 6MWT distance among patients undergoing CABG surgery significantly.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Gilang Pamungkas
"Pendahuluan: Pasien pasca Bedah Pintas Arteri Koroner (BPAK) dapat mengalami penurunan kapasitas fungsional dan produktivitas. Hal ini dikarenakan adanya penurunan curah jantung dan penghancuran protein otot (aktin dan miosin). Latihan berjalan dilakukan untuk meningkatkan pompa jantung dan keseimbangan metabolisme. Penelitian ini bertujuan untuk menilai pengaruh latihan berjalan terhadap kapasitas fungsional dan produktivitas ada pasien pasca BPAK.
Metode: Penelitian ini menggunakan Randomized Controlled Trial (RCT) dengan single blind pada outcome assessor. Jumlah responden pada penelitian ini berjumlah 42 orang yang dibagi menjadi 21 orang di kelompok intervensi maupun kontrol.
Hasil: Penelitian ini menunjukkan hasil adanya pengaruh yang bermakna antara latihan berjalan terhadap kapasitas fungsional (0,008<0,05), gangguan dalam bekerja (0,011<0,05), dan gangguan aktivitas(0,044<0,05). Hasil juga menunjukkan tidak adanya perbedaan yang bermakna antara latihan berjalan terhadap kehilangan waktu kerja (0,967>0,05) dan gangguan pekerjaan keseluruhan (0,696).
Diskusi: Latihan berjalan meningkatkan pompa jantung dan metabolisme. hal tersebut meningkatkan pengeluaran Adenosine Triphospat (ATP) sehingga meningkatkan kapasitas fungsional dan produktivitas pada pasien.
Kesimpulan: Latihan berjalan meningkatkan kapasitas fungsional dan produktivitas pada pasien pasca BPAK.

Introduction: Patients after coronary artery bypass graft (CABG) may experience reduced functional capacity and productivity. This is due to decreased cardiac output and destruction of muscle proteins (actin and myosin). Walking exercise is performed to improve cardiac pump and metabolic balance. This study aims to assess the effect of walking training on functional capacity and productivity in patients after BPAK.
Methods: This study used a Randomized Controlled Trial (RCT) with a single blind on the outcome assessor. The number of respondents in this study amounted to 42 people who were divided into 21 people in the intervention and control groups.
Results: This study showed a significant effect of walking training on functional capacity(0,008<0,05), work interference(0,011<0,05), and activity interference(0,044<0,05). The results also showed no significant difference between walking training on lost work time (0,967>0,05)and overall work interference(0,696>0,05).
Discussion: Walking exercise improves cardiac pump and metabolism, which increases Adenosine Triphosphate (ATP) expenditure, thereby improving functional capacity and productivity in patients.
Conclusion: Walking exercise improves functional capacity and productivity in patients after BPAK.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arini Putriheryanti
"Tesis ini disusun untuk mengetahui pengaruh pemberian edukasi terhadap kepatuhan pasien penyakit jantung koroner dalam menjalani rehabilitasi jantung fase II di rumah. Penelitian ini menggunakan desain kuasi-eksperimental. Sebanyak 46 subjek penelitian pasien penyakit jantung koroner (pasca infark miokard atau pasien yang telah menjalani PCI maupun CABG) yang mampu berjalan mandiri dan dinyatakan mampu menjalani latihan di rumah, dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dengan masing-masing berjumlah 23 orang. Pada kelompok perlakuan diberikan edukasi mengenai rehabilitasi jantung fase II melalui penayangan video edukasi di rawat inap, pemberian pesan pengingat selama melakukan latihan di rumah, dan leaflet. Kelompok perlakuan melakukan latihan di rumah dengan frekuensi 3 kali/minggu selama 8 minggu.
Kelompok kontrol hanya mendapatkan edukasi melalui leaflet saat di rawat inap, dan tetap disarankan untuk melakukan latihan di rumah dengan frekuensi yang sama dengan kelompok perlakuan. Pemantauan latihan dan kepatuhan dilakukan dengan logbook. Penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian intervensi berupa edukasi memiliki pengaruh pada tingkat kepatuhan pasien penyakit jantung koroner dalam menjalani rehabilitasi jantung fase II di rumah, yang tergambar dari sesi latihan yang lebih tinggi pada kelompok intervensi (p=0.001). Angka kepatuhan (menjalani minimal 20 dari 24 sesi latihan) pada kelompok intervensi adalah sebesar 91%, sedangkan pada kelompok kontrol hanya 30%, dengan proporsi kepatuhan berbeda bermakna (p=0.001, RR 3,000 (1,597 – 5,636)).

This thesis was aimed to know the impact of educational intervention to compliance of coronary artery disease patients in doing home-based cardiac rehabilitation phase II. The study design was quasi-experimental. A total of 46 coronary artery disease patients who were able to walk independently and suitable in doing home-based exercise were divided into 2 groups, each consisted of 23 subjects. Subjects in intervention group were given educational intervention through video, short-text reminder messaging while doing home exercise, and leaflet. They were stated to do home exercise for 3 times/week for 8 weeks.
Subjects in control group only get educational leaflet, and stated to do the same home exercise regimen. Monitoring of exercise and adherence was done through logbook. This study showed that educational intervention could improve compliance in home-based exercise. The intervention group showed higher number 24(5-24) of exercise sessions (p=0.001). The compliance rate (defined as attending minimum 20 out of 24 sessions) in intervention group was 91%, while in control group 30%, with statistically significant difference.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Imasanti
"Latar belakang: Program rehabilitasi jantung pada pasien pasca bedah pintas arterikoroner BPAK dapat dilaksanakan baik di rumah sakit maupun di luar rumah sakit,dimana hambatan utama pada program rehabilitasi di rumah sakit adalah jarak tempattinggal yang jauh. Mengingat kesulitan ini, untuk meningkatkan jangkauan pelayananprogram rehabilitasi jantung perlu dikembangkan ke arah program latihan mandiri dirumahdengan menggunakan pemantauan jarak jauh / telemonitor elektrokardiografi Tele-EKG .Pemantauan ini diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pasien terhadap programlatihan mandiri dirumah.
Tujuan: Menilai efek pemantauan jarak jauh untuk meningkatkan kepatuhan pasien pascaBPAK yang menjalani program latihan mandiri.
Metode: Pasien BPAK yang masuk kriteria inklusi dirandomisasi dan dibagi dua kelompok dengan dan tanpa alat pemantauan jarak jauh . Dilakukan dua kali uji latih treadmilldengan metode bruce, yaitu setelah kedua kelompok menyelesaikan program rehabilitasifase II dirumah sakit sebagai baseline, dan setelah latihan dirumah selama 12 minggupasca-intervensi sebagai evaluasi akhir program. Selanjutnya dilakukan analisis statistikantara kedua kelompok untuk melihat pengaruh pemantauan jarak jauh terhadap kepatuhanprogram latihan mandiri.
Hasil penelitian: Sebanyak 44 pasien diikut sertakan pada penelitian ini. Dari hasilevaluasi, tidak didapatkan tingkat kepatuhan yang lebih baik antara kelompok intervensi n= 20 dan kontrol n = 24 95 vs 70,8 ; p = 0,054 , demikian pula peningkatan durasidan kapasitas aerobik uji latih [ 57,90 81,14 detik vs 21,67 61,22 detik; p = 0,099 , dan 0,77 1,19 METs vs 0,33 1,05 METs; p = 0,193 ].
Kesimpulan: Pasien pasca bedah pintas arteri koroner yang menjalani program latihanmandiri dengan pemantauan jarak jauh tidak mempunyai kepatuhan yang lebih baikterhadap program latihan mandiri.

Background: Cardiac rehabilitation CR program in patient who had coronary artery bypass surgery CABG surgery could be institution based or home based, but there were many barriers for home based CR program that influence the patient's adherence to the program. As an effort to overcome the barrier of distance, confidence, and safe feeling, electrocardiography telemonitoring ECGTM could be used But there wes no data regarding the effect of the electrocardiography telemonitoring to the adherence to the home based CR program in Indonesia.
Aim: To assess the effect of electrocardiography telemonitoring to the adherence to homebased CR program for the patients who have had CABG surgery.
Methods: Patients after having CABG surgery in National Cardiovascular Center Harapan Kita Jakarta who have finished phase II CR program were recruited consecutively and were radomized to the intervention group which used ECGTM and to the control group which did not use ECGTM for 3 months home based CR program. Home based exercise was based on the result of exercise stress testing using Bruce Protocol. Adherence was defined as compliance to the minimum of 3 sessions per week for 12 weeks CR program.
Results: A total of 44 patients completed the study, The adherence to the CR program of the intervention group n 20 and control group n 24 was not different 95 vs 70,8 p 0.054 , and neither was the exercise testing duration 57.9 81.1 vs 21.7 61.2 seconds, p 0.099 , and the improvement of functional capacity 0.77 1.2 vs 0.33 1.05 METS, p 0.193.
Conclusion: The aplication of electrocardiography telemonitoring did not increase the patients adherence to home based CR program.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T57640
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mulyanti Roberto Muliantino
"Fatigue dan durasi tidur pendek termasuk dalam salah satu keluhan utama pasien penyakit jantung koroner pada masa recovery setelah serangan dan menjalani rehabilitasi fase 2. Relaksasi Benson merupakan teknik relaksasi sebagai terapi modalitas untuk menurunkan fatigue, namum belum banyak penelitian terkait intervensi ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh relaksasi Benson terhadap fatigue dan durasi tidur pasien penyakit jantung koroner yang menjalani rehabilitasi fase 2. Penelitian ini menggunakan desain quasi eksperimen dengan pendekatan control group pretest posttest design pada 29 responden di RSUP. Dr.M.Djamil Padang yang dibagi dalam dua kelompok kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
Hasil penelitian menunjukan ada perbedaan fatigue yang signifikan antara sebelum dan setelah dilakukan intervensi relaksasi Benson pada kelompok intervensi p value < 0,001. Ada perbedaan durasi tidur yang signifikan antara sebelum dan setelah dilakukan dilakukan intervensi relaksasi Benson pada kelompok intervensi p value < 0,001. Hasil penelitian juga menunjukan ada perbedaan selisih fatigue sebelum dan setelah yang signifikan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol p value < 0,001. Sedangkan tidak ada perbedaan selisih durasi tidur sebelum dan setelah yang signifikan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol p value = 0,116. Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu terapi modalitas bagi perawat untuk mengatasi masalah fatigue dan durasi tidur pendek pada pasien penyakit jantung koroner.

Fatigue and short sleep duration were among four major symptoms in coronary artery disease patient, in recovery period after cardiac events and during phase II cardiac rehabilitation. Benson's relaxation was one of relaxation technique as modalities therapy of fatigue that recognized in Nursing Intervention Classifications. This study was perfermed to measured the effectiveness of Benson's relaxation in fatigue and sleep duration of coronary artery disease patient during phase II cardiac rehabilitation. A control group pretest posttest desaign was used. A total 29 coronary artery disease patient in Dr.M.Djamil Hospital were assigned to either the intervention and control group.
The result indicated significant differences fatigue between pre and post test in intervention groups p value 0,000. There were significant differences sleep duration between pre and post test in intervention groups p value 0,000. The results of this study could be one of modalities therapy in providing intervention of fatigue and short sleep duration in coronary artery disease patient.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
T48576
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danaparamita Hapsari
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas latihan aerobik rehabilitasi jantung fase dua berbasis rumah dibandingkan berbasis rumah sakit pada pasien penyakit jantung koroner pascaintervensi koroner perkutan. Jumlah subjek penelitian sebesar 32 subjek, dengan masing-masing 15 subjek pada tiap kelompok yang dapat dianalisis. Subjek rata-rata berusia 57,97±11,59 tahun dan didominasi oleh laki-laki (80%). Kedua kelompok menunjukkan peningkatan bermakna uji jalan enam menit setelah 6 minggu intervensi dibandingkan sebelum (berbasis rumah sakit 397±78-450±73 m; berbasis rumah 350±106-454±67 m) nilai p<0,05. Peningkatan uji jalan enam menit tidak berbeda bermakna secara statistik pada kelompok berbasis rumah sakit (62 m) dibandingkan kelompok berbasis rumah (61 m) nilai p>0,05. Kesimpulan penelitian ini adalah latihan aerobik rehabilitasi jantung fase dua selama 6 minggu secara signifikan meningkatkan jarak tempuh uji jalan enam menit dan peningkatan tidak berbeda bermakna berbasis rumah sakit dibandingkan berbasis rumah pada pasien pasien penyakit jantung koroner pascaintervensi koroner perkutan.

This study aims to determine the effectiveness of home-based phase II cardiac rehabilitation aerobic exercise compared to hospital-based in patients with coronary heart disease after percutaneous coronary intervention. Total subjects were 32 subjects, with 15 subjects in each group that could be analyzed. The average subject’s age was 57.97±11.59 years old and dominated by men (80%). Both groups showed a significant increase in the six-minute walk test after 6 weeks of intervention compared to baseline (hospital-based 397±78-450±73 m; home-based 350±106-454±67 m) with p value<0.05. The increase in the six-minute walk test was not statistically significantly different in the hospital-based group (62 m) compared to the home-based group (61 m) with p value>0.05. The conclusion of this study is Cardiac rehabilitation aerobic exercise in phase two for 6 weeks significantly increased the distance traveled on the six-minute walk test and the increase was not significantly different from hospital-based compared to home-based in patients with coronary heart disease after percutaneous coronary intervention."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Septiana Hannani Adina Putri
"Pada pasien dengan penyakit jantung terutama pada pasien pasca Intervensi Koroner Perkutan (IKP) penting dilakukan perawatan lanjutan yaitu rehabilitasi jantung. Data menunjukkan bahwa jumlah partisipasi pada rehabilitasi jantung menurun, terutama pada fase II. Padahal banyak manfaat yang didapatkan dari mengikuti rehabilitasi jantung salah satunya adalah mengurangi tingkat mortalitas dan meningkatkan kesehatan jantung. Tujuan dari Penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap partisipasi rehabilitasi jantung fase II pada pasien pasca Intervensi Koroner Perkutan (IKP). Desain penelitian menggunakan cross sectional study. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 84 responden yang telah melakukan IKP dan sudah mengikuti rehabilitasi jantung Fase I. Teknik pengambilan sampel menggunakan metode consecutive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipasi rehabilitasi jantung fase II dipengaruhi oleh usia, tingkat pendidikan, riwayat merokok, efikasi diri, dan dukungan keluarga dengan efikasi diri menjadi faktor dominan. Penelitian ini merekomendasikan untuk dilakukan pengkajian keperawatan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap rehabilitasi jantung fase II dan melakukan edukasi serta memberi pilihan untuk melakukan rehabilitasi jantung di rumah.

Cardiac Rehabilitation was important for patient with cardiac disease especially patient post Percutaneous Coronary Intervention. Data shows that participation of cardiac rehabilitation in Phase II was decreasing, whereas a lot of benefit from cardiac rehabilitation, including decrease mortality rate and increase the cardiac health. Aim of this study was to identify factors that Affecting Participation of Cardiac Rehabilitation phase II at Patient Post Percutaneous Coronary Intervention. The research configuration utilized a cross sectional review. The example in this study added up to 84 individuals who had percutaneous coronary intervention and already participate in cardiac rehabilitation phase I. Result shows that participation of cardiac rehabilitation phase II was affected by age, education level, smoking history, self efficacy and family support. The dominant factor was self efficacy. This research recommend to do nursing assesment to know the factors that affecting participation of cardiac rehabilitation phase II and made health education for patient and give them choises to do cardiac rehabilitation at home."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stella Aprilia
"Latar belakang: Hubungan antara HbA1c dengan kejadian mortalitas dan morbiditas pada pasien diabetes yang menjalani CABG telah dijelaskan dalam banyak penelitian sebelumnya. Namun, peran HbA1c pada populasi pasien non-diabetes dengan PJK yang menjalani BPAK belum pernah dilakukan, khususnya di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kadar HbA1c praoperasi memiliki hubungan dan dapat memprediksi keluaran awal pascaoperasi setelah BPAK pada pasien non-diabetes dengan penyakit arteri koroner. Metode: Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif pada pasien non-diabetes dengan penyakit jantung koroner yang menjalani BPAK sejak Januari 2022 hingga Desember 2023 di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita. Kemudian, data kadar HbA1c praoperasi serta keluaran pascaoperasi yaitu mortalitas intrahospital dan morbiditas pascaoperasi seperti durasi penggunaan ventilator mekanik, lama rawat inap di ICU, lama rawat inap di rumah sakit, Major Adverse Cardiovascular Event (MACE), dan infeksi luka operasi diambil dari rekam medis pasien. Data variabel kontinu dinilai dengan menggunakan uji T atau uji Mann-Whitney U, sedangkan data nominal dinilai menggunakan uji Chi square atau Fischer. Analisis multivariat akan dilakukan lebih lanjut untuk hasil yang signifikan. Hasil: Sebanyak 391 subjek memenuhi kriteria dalam penelitian ini. Usia rata-rata subjek adalah 58,69 ± 8,29 tahun. Subjek dengan prediabetes (n = 268) memiliki perbedaan yang signifikan  secara statistik dalam median durasi ventilator dibandingkan dengan kelompok HbA1c normal (p = 0,009). Namun, tidak didapatkan hubungan yang signifikan antara HbA1c praoperasi dengan mortalitas intrarawat, lama rawat inap di ICU, lama rawat inap di rumah sakit, kejadian MACE, dan infeksi luka operasi pascaoperasi. Simpulan: Tidak terdapat hubungan antara HbA1c praoperasi pada pasien non-diabetes dengan PJK yang telah menjalani BPAK dengan mortalitas intrarawat, lama rawat inap di ICU, lama rawat inap di rumah sakit, kejadian MACE, dan infeksi luka operasi pascaoperasi. Pasien HbA1c normal praoperasi diasosiasikan signifikan secara statistik mempunyai durasi ventilasi mekanik yang lebih pendek dibandingkan pada pasien prediabetes dengan PJK yang telah menjalani BPAK.

Background: The association between HbA1c with mortality and morbidity events in diabetic patients undergoing CABG have been explained in many previous studies. However, the predictive value of this in the non-diabetic patient population has not received sufficient attention, especially in Indonesia. This study investigated whether the pre-operative HbA1c level had an association and could predict early post-operative outcomes after CABG in non-diabetic patients with coronary artery disease. Methods: This retrospective cohort study involved non-diabetic patients with coronary artery disease who underwent CABG from January 2022 until December 2023 at National Cardiovascular Center Harapan Kita. Pre-operative HbA1c level and post-operative incidence of intrahospital mortality and morbidities such as mechanical ventilator duration, length of ICU stay, length of hospital stay, major adverse cardiovascular event (MACE), and sternal wound infections were collected. Continuous variable is assessed using T test or Mann- Whitney U test. Nominal data are assessed using Chi square or Fischer test. Multivariate analysis will be conducted further for significant results. Results: Three hundred-ninety-one subjects were involved in this study. The mean age of all subjects was 58.69 ± 8.29 years. Subjects with pre-diabetes (n = 268) have statistically significant difference in median ventilator duration compared to normal HbA1c group (p = 0.009). However, there was no significant association between pre-operative HbA1c and early post-operative intrahospital mortality, length of ICU stay, length of hospital stay, major adverse cardiovascular event (MACE), and sternal wound infections in this population. Conclusion: Pre-operative glycated hemoglobin level is not associated with early mortality, length of ICU stay, length of hospital stay and MACE. However, there is statistically significant lower mechanical ventilator duration in normal HbA1c compared to pre-diabetic patients with CAD who have undergone CABG."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>