Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 205467 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hendri Hartati
"ABSTRAK
Latar Belakang. Kabupaten Tangerang termasuk kabupaten yang beresiko tinggi
terhadap penyalahgunaan formalin pada makanan. Hal ini disebabkan karena
ketersediaan formalin di Kabupaten Tangerang diduga sangat berlimpah dan harganya
lebih murah dibanding bahan pengawet lain. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
banyak industri makanan di wilayah Tangerang menggunakan formalin sebagai bahan
pengawet. Penggunaan formalin ini sebenarnya dapat dicegah/dikontrol melalui
pengawasan dan pengendalian penggunaan bahan tersebut oleh instansi kesehatan
setempat (dinas kesehatan dan Puskesmas) bekerjasama dengan sektor lain yang terkait
serta melibatkan masyarakat dan swasta.
Tujuan. Tujuan umum penelitian ini adalah diketahuinya peranan Dinkes kab.
Tangerang dalam manajemen pengawasan dan pengendalian formalin dalam rangka
mereduksi penggunaan formalin pada makanan. Sedangkan tujuan khususnya yaitu,
untuk mengetahui mekanisme pengawasan dan pengendalian, sumber daya yang tersedia
serta faktor-faktor apa sajakah yang dapat mendorong/memperkuat terlaksananya
pengawasan dan pengendalian penggunaan formalin di Kabupaten Tangerang.
Metode. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif yang mengkombinasikan
wawancara mendalam dengan penelusuran dokumen. Metode kualitatif yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang terarah dimana variabel yang diteliti
telah dibatasi dan ditentukan sebelum penelitian dilakukan.
Analisis manajemen..., Hendri Hartati, FKM UI, 2006
Hasil. Program Pengawasan dan pengendalian formalin di wilayah kabupaten Tangerang
telah dilakukan oleh dinas kesehatan secara rutin sejak tahun 2004, namun program ini
belum intensif kecuali ketika issue adanya kandungan formalin pada makanan merebak
pada tahun 2006. Ada beberapa sumberdaya yang belum mendukung antara lain:
Peraturan perundangan yang belum tersosialisasi, dana yang ada terbatas, tenaga wasdal
jumlahnya terbatas dan tugas rangkap. pemeriksaan sampel secara kuantitatif dilakukan
di BPOM, sedangkan pemeriksaan kualitatif sudah mulai dilakukan tetapi alat
pemeriksaannya baru berjumlah satu buah petugas sehingga puskesmas belum punya alat
tersebut. Material sudah cukup mendukung kegiatan pelaksanaan wasdal penggunaan
formalin. Skedul juga telah ada dan telah disusun baik di tingkat puskesmas Data sudah
tersedia namun tidak tersusun dalam sistem informasi. Sedangkan buku pedoman
kegiatan wasdal penggunaan formalin belum ada. Faktor lain yang mendukung kegiatan
sudah ada yaitu kerjasama lintas sektor walaupun tidak dalam suatu kegiatan rutin,
partisipasi masyarakat juga ada (pelaporan saja), dan ada supervisi yang dilakukan
POM/dinkes propinsi yang lebih bersifat monitoring namun supervisi ini dinilai sudah
bermanfaat dalam meningkatkan kinerja petugas. Faktor yang menghambat adalah
luasnya area kerja kegiatan wasdal penyalahgunaan formalin di kabupaten Tangerang.
Simpulan. Sumberdaya dan faktor pendukung untuk program pengawasan dan
pengendalian formalin ini masih terbatas. Banyaknya industri makanan (UKM), jasa
boga, rumah makan dan pasar di kabupaten Tangerang membuat wasdal penyalahgunaan
formalin ini tidak dapat dilakukan secara intensif jika hanya mengandalkan sumberdaya
yang tersedia saat ini. Oleh karena itu perlu dilakukan beberapa upaya untuk peningkatan
sumberdaya dan faktor-faktor yang mendukung serta mengatasi hambatan yang ada.

ABSTRACT
Background. The district of Tangerang is high risk of the misuse of formaldehyde as
food preservative. This phenomenon is caused by the high stock of formaldehyde and the
price is cheap compare to other preservatives. Some research show that many types of
food are contamined by formaldehyde. The misuse of formaldehyde can be prevented and
controlled by supervision and controlling mechanism by the health institution (DHO of
Tangerang and Health Centers) collaborated with other sectors (public and private) and
community as well.
Objectives. The aim of this study was to obtain an in-depth information on the
manajemen of implementation of supervision and controlling of the misuse of
formaldehyde organized by the Tangerang District Health Office.
Method. This study is a descriptive using qualitative technique with District Health
Office as analysis unit. In-depth interview technique and document analysis were used to
collect data. The variables of this research were determined before the research
conducted.
Result. The study showed that the process of management had not been successfully
implemented intensively except when the issue was publish on media extensively. Unintensif
supervision and controlling happened due to some factors namely, lack of
resources (regulation, money, personnel, laboratory, equipment, and guideline), not
routine of inter-sector collaboration, and non-periodic of the supervision from province
level.
Analisis manajemen..., Hendri Hartati, FKM UI, 2006
Conclusion. Un-intensif supervision and controlling the misuse of formaldehyde
happened due to some factors (resources were not sufficient, inter-sector collaboration
were not regular, and supervision from province level was not periodic). In order to
achieve the optimal supervision and controlling activity, it is suggested that the resources
and supporting factors should be enhanced through many strategies."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T41343
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Yusran
"Pelaporan pelayanan KIA secara rutin setiap bulan telah dilakukan oleh puskesmas di Kota Tangerang, waiaupun masih ada yang belum tepat waktu. Laporan pelayanan KIA puskesmas berasal dari PWS KIA dan LB3 Puskesmas. Laporan texsebut merupakan alat manajemen program KIA untuk memantau calcupan pelayanan KIA diwilayah kexja puskesmas.
Pemanfaatan laporan tersebut sudah dilakukau dalam memantau dan mengevaluasi program KIA di puskesmas. Analisis terhadap laporan tersebut sudah dilakukan dalam bentuk narasi, tabel atau grafik, demikian juga umpan balik ke puskesmas dilakukan melalui supervisi atap rapat rutin tiga bulanan di Seksi KIA dan KB. Namun demikian, analisis terhadap cakupan pelayanan KIA dikaitkan dengan ketersediaan layanan KIA dimasing-masing puskesmas belum optimal dilakukan. Dengan aglanya evaluasi program KIA dengan analisis spasial maka dapat diketahui keterkaitan tingkat cakupan pelayanau KIA dengan ketersediaan layanan KIA di setiap puskesmas. Hasil analisis tersebut ditampilkan dalam bentuk peta tematik sehingga lebih memudahkan bagi manajemen dalam melakukan evaluasi program KIA.
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara dan plating posisi puskesmas dalam peta. Pengembangan sistem menggunakan pendekatan analisis sistem mulai dari mengidentitikasi masalah sampai pada menentukan data yang dibutuhkan sistem. Kemudian mendisain sisten; mulai dari pengumpulan, pengolahan dan penyajian data serta perancangan program aplikasinya. Tahap selanjutnya dilakukan analisis spasial.
Hasil dari penelitian ini adalah terbentuknya prototipe pengembangan analisis spasial PWS KIA secara komputerisasi dengan menghasilkan informagsi dalam bentuk peta cakupan pelayanan KIA dikaitkan dengan ketersediaan layanan KIA. Berdasarkan hasil tersebut puskesmas yang ada di Kota Tangerang dapat diklasiiikasikan berdasarkan tingkat cakupan indikator KIA dan ketersediaan pelayanan KIA.
Ada 8 puskesmas dengan tingkat cakupan indikator KIA masuk kategori baik dan 4 diantaranya adalah ketersediaan pelayanan KIA-nya kurang yaitu Puskesmas Cipondoh, Kunciran, Neglasari dan Jatiuwung. Sebaliknya ada 7 puskesmas dengan indikator KIA kurang dan 4 diantaranya ketersediaan pelayanan KIA cukup yaitu Puskesmas Jurumudi Baru, Gembor, Kedaung Wetan dan Pasar Baru.

Reporting of MCH services regularly each month had been undertaken by Tangerang City community health center (puskesmas), although it was not reported on time. Puskesmas MCH service taken from MCH Local Area Monitoring (Pemarztauan Wilayah Setempat) and MCH/Family Planning Monthly Report (LB3). These reports are a management tool for monitoring of MCH services coverage at puskesmas working area.
The reports had been utilized in monitoring and evaluating of MCH Program at puskesmas. Then, it analyzed in types of narration, table, and graphic. In addition, the feed back to puskesmas given by supervision or three-monthly regular meeting at MCH Section and Family Planning. However, analysis for MCH service coverage related to the availability of MCH services in each puskesmas had not been implemented optimally.
Through MCH Program evaluation with spatial analysis, the association between MCH service coverage level and its availability in each puskesmas known. The result of analysis presented in thematic map in order to facilitate evaluation of MCH Program by management.
Data collection methods are observation, interview, and plotting of puskesmas in map. The system development using system analysis approach starting from the problem identification until data determination needed by system. Then, system design starting fiom data collection, analysis, and presentation and also the design of application program. The final step is spatial analysis.
The product of research is prototype of MCH Local Area Monitoring (Pemanfauan Wilayah Serempat) spatial analysis development by computerization. The prototype of information is map of MCH service coverage related to the MCH Program availability. Hence, all puskesmas in Tangerang City classified based on the level of MCH indicator coverage and its availability.
There were 8 puskesmas with its MCH indicator coverage level put in good category and four of them have poor MCH availability, namely Puskesmas Cipondoh, Kunciran, Neglasari, and Jatiuwung. In contrary, there were 7 puskesmas with poor MCH indicator. Four of them have enough the availabilities of MCH service i.e. Puskesmas Jurumudi Barn, Gembor, Kedaung Wetan and Pasar Baru.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T31586
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Asmah
"Penelitian ini bertujuan mengkaji pelaksanaan pengendalian pneumonia balita dilihat dari komponen input, proses, dan output. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, berlokasi di dinas kesehatan dan 2 puskesmas. Hasil penelitian menunjukkan di dinas kesehatan sarana dan dana cukup. Untuk perencanaan, pelaksanaan dan monitoring kegiatan belum maksimal dilaksanakan karena keterbatasan SDM dimana pemegang program ISPA merangkap program diare sehingga tidak fokus dan kesulitan untuk memantau 43 puskesmas. Data kelengkapan laporan sebesar 97,09% dan ketepatan laporan baru mencapai 6,01%. Hasil penelitian di puskesmas masih ada sarana yang belum lengkap dan petugas di BP anak puskesmas belum terampil dalam tatalaksana kasus dan menggunakan alat sound timer. Perencanaan kegiatan pneumonia balita belum ada di POA (Plan Of Action) puskesmas. Diperlukan penambahan SDM kesehatan dan workshop MTBS serta bimbingan teknis untuk petugas puskesmas.

This study aims at assessing the implementation of pneumonia control for under-five children. From input, process and output components. This study uses qualitative approach in district health office and two public health centers (puskesmas). The results show that there is enough equipment, materials and sufficient fund in district health office. But, planning, implementation, and monitoring activities have not been implemented well since there is one staff only at district health office who is responsible for managing acute respiratory program. She also needs to manage diarrhea program and monitor 43 puskesmas. The report completeness at district health office reaches 97.09%, but timeliness reaches 6.01% only. In contrary with the condition at district health office, at puskesmas where the achievement is low, there is still lack of equipment and materials. The personnel also lacks of skill in managing the pneumonia case and using sound timer. The plan of action of pneumonia control program for under-five children has also not been written in the puskesmas plan of action. More human resources, capacity building on integrated management of childhood illnesses, and technical assistance for puskesmas personnel are needed."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T42166
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mirwansyah
"Peraturan Pemerintah nomar 58 tahun 2005 tetang Pengelolaan Keuangan Daerah menetapkan Satuan Kerja Perangkat Daerah mempunyai kewajiban membuat suatu menyusun suatu rencana kerja yang terukur pendanaannya untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan. Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Komering Ulu melakukan upaya perencanaan yang baik namun belum pernah melakukan evaluasi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan proses penyusunan perencanaan dan masalah yang dihadapi dalam penyusunan proses perencanaan tahunan di Kabupaten Ogan Komering Ulu tahun 2005, dengan pendekatan sistem yang terdiri dari komponen masukan ( Kewenangan wajib Standar pelayanan Minimal, SIMPUS, Data surveilans, data program, tenaga, dana, fasilitas dan metode), komponen proses (analisis situasi, penetapan tujuan, identiikasi kegiatan, rencana kegiatan operasional ) dan komponen keluaran ( Dokumen perencanaan yang lengkap, cukup dan efisien).
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data wawancara mendalam dan telaah dokumen, pengumpulan data langsung dengan informan sebanyak 27 orang yang merupakan personil yang bertanggung jawab Iangsung dalam proses penyusunan perencanaan dan dilaksanakan pada bulan Maret dan April 2006.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa proses langkah-langkah dalam perencanaan belum dilakukan seperti analisis situasi, penetapan tujuan, identitikasi kegiatan dan rencana kegiatan operasional disebabkan karena kurang memanfaatkan Kwspm, data Simpus tidak dimanfaatkan, data surveilans tidak digunakan, tenaga yang kurang trampil, minimnya pendanaan, dan juga fasilitas yang sangat minim, penyebabnya adalah kurangnya pengetahuan petugas perencana yang masih menyusun perencanaan berdasarkan pengalaman semata dan kurangnya koordinasi dalam mengelola data yang ada.
Dari hasil penelitian ini diharapkan ditahun mendatang agar Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Komering Ulu dapat memanfaatkan data dengan baik dengan menganalisis terlebih dahulu, kemudian menggunakan tahap-tahapan perencanaan agar dapat diketahui masalah, tujuan yang diharapkan serta pembiayaan yang diinginkan."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T21128
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bahnan
"Tahu adalah gumpalan protein kedelai yang diperoleh dari hasil penyarian kedelai yang telah digiling dengan penambahan air. Supaya tidak rugi dan mudah rusak produsen atau penjual tahu memberi formalin sebagai bahan pengawet. Formalin dapat menyebabkan nyeri abdominal, muntah, diare, hipertensl. koma, asidosis metabolik serta gangguan ginjal akut. Juga bersifat kronik seperti karsinogenik, ganggua.n menst.ruasi dan kesuburan wanita. Pada dosis rendah rnenyebabkan sakit penlt akut disertai muntah­ muntah, timbulnya depresi susunan syaraf. serta kegaga1an peredaran darah. Pada dosis tinggi menyebabkan kejang-kejang, keneing darah, tidak bisa kencing, dan muntab darah, sehingga dapat menyebabkan kematian.
Tujuan penelitian ini adalah diketahutnya dengan menetapkan konsentrasi. Karakteristik risiko (RQ) nonkarsinogenik konsumen dari Pasar 10 Ulu terendah 0,0533 dan tertinggi 4,6198 konswnen yang berisiko sebanyak 4 orang (12,9 %), Pasar Sako Kenten terendah 0,0120 dan tertinggi 1,6264 konsumen yang berisiko sebanyak 3 orang (S,n %), Pasar Lemabang terendah 0,0225 dan tertinggi 1,9278 konswnen yang berisiko sebanyak 13 orang (21,67 %). Sedangkan karakteristik risiko karsinogenik konsumen dari Pasar 10 Ulu terendah 0,0229 dan tertinggi I ,9799 konsumen yang berisiko sebanyak 2 orang (6,45 %), Pasar Sako Kenten terendah 0,0051 dan tertinggi 0,6970, Pasar Lemabang terendah 0,0169 dan tertinggi 0,8262.
Dengan uji I independen (uji mann whitney), diperoleh nilai p < 0,05 (p value 0,004), maka dapet disimpulkan bahwa pada taraf nyala 5 % ada perbedaan yang bermakna konsentra.si formalin antara kelompok tabu sayur dan tahu goreng. Produksi tabu hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan k.onsumen agar seriap hari selalu habis tedual, sehingga tidak perlu menggunakan bahan pengawet Produsen dan atau pedagang hendaknya tidak rnenggunakan formalin pada makanan apapun alasanya karena fonnalin dilarang digunakall pada makanan. Konsentrasi fonnalin dalarn tahu setelah disayur selama lO menit mengalarnj penurunan 25,91 %dan setelah digoreng mengalami penurunan 60,80 %. Produsen dan atau pedagang hendaknya menggunakan bahan pengawet yang tidak berisiko terhadap kesehatan konsumen. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T11533
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anton Wibawa
"Makanan merupakan salah satu kebutuhan dasar pada manusia, sehingga makanan harus aman untuk dikonsumsi. Penyakit bawaan makanan adalah suatu penyakit yang ditimbulkan oleh makanan yang terkontaminasi oleh mikroorganisme pathogen.
Makanan jajanan merupakan salah satu hasil produk dari tempat pengolahan makanan dan banyak dijumpai di lingkungan sekitar sekolah serta umumnya rutin dikonsumsi oleh sebagian besar anak usia sekolah. Selain mempunyai peran yang menguntungkan makanan jajanan mempunyai risiko untuk menimbulkan masalah kesehatan seperti kejadian keracunan makanan di sekolah. Beberapa faktor yang dapat memungkinkan terjadinya penularan penyakit melalui makanan adalah perilaku yang tidak higienis, adanya sumber penyakit menular, adanya media dan resipien. Tujuan Umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kondisi higiene sanitasi makanan jajanan serta faktor yang mempengaruhinya di kabupaten Tangerang tahun 2006.
Penelitian ini menggunakan disain potong lintang (Cross Sectional), dengan memanfaatkan data sekunder kegiatan pengawasan makanan dan minuman yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang terhadap pedagang makanan
jajanan di Sekolah Dasar di Kabupaten Tangerang tahun 2006. Sampel pada penelitian ini adalah makanan jajanan yang diambil dari 159 Sekolah Dasar di kabupaten Tangerang tahun 2006 adapun variabel yang diamati adalah : pengetahuan, perilaku, peralatan sarana air bersih, sarana pembuangan Iimbah, tempat pembuangan sampah dan lokasi usaha, sedangkan yang menjadi variabel terikat adalah kontaminasi bakteri E.CoIi.
Hasil penelitian menunjukan sampel makanan yang terkontaminasi sebanyak 37,1%. Untuk pengetahuan Iebih dari separuh (62,9%) tidak baik, Sedangkan untuk perilaku sebagian besar tidak baik (76,7%). Lokasi usaha lebih dari separuh tidak memenuhi syaraf (53,5%). Bggitu pula untuk peralatan yang digunakan lebih dari
separuhnya yaitu 57,2% tidak memenuhi syarat. Sedangkan untuk fasilitas sanitasi menunjukan hampir sebagian besar kondisi tempat sampah tidak memenuhi syarat (93,1%), untuk sarana air bersih hampir sebagian besar (75,5%) tidak memenuhi syarat.
Begitu pula untuk sarana pembuangan limbah 86,2% tidak memenuhi syarat. Hasil uji bivariat menunjukan hanya empat variabel yang bermakna yaitu : pengetahuan (p = 0,028), perilaku (p = 0,009), peralatan (p = 0,039) dan sarana air bersih (p= (1,037) sehingga variabel ini masuk menjadi kandidat analisis multivariat. Pada analisis multivariat lalu dilakukan seleksi kandidat dengan memasukan variabel dengan nilai p<0,2S. Dari hasil akhir analisis multivariat tersebut diketahui bahwa perilaku merupakan variabel murni yang mempengaruhi terjadinya kontaminasi pada makanan jajanan (p = 0,011) dengan nilai OR 3,2 (95% : CI) dengan persamaan matematisnya adalah sebagai berikut : Logit (kontaminasi makanan) = 0,297 + 1,158*perilaku = 0,81
Saran secara akademik adalah perlunya perbaikan metode dalam penyusunan kuesioner dan kejelasan dalam Iangkah kerja ketika mengambil sampel. Saran secara praktis adalah Dinas Kesehatan hendaknya meningkatkan upaya pembinaan dan pengawasan atau inspeksi sanitasi terhadap pedagang makanan jajanan di Sekolah Dasar secara rutin, adanya kerjasama dengan pihak sekolah dalam upaya pengelolaan kantin sekolah yang sehat serta penyediaan fasilitas sanitasi yang diperlukan. Upaya Iainnya adanya Iomba kantin seknlah sehat yang bisa memotivasi perilaku hidup bersih dan sehat pada pedagang makanan jajanan di sekolah serta membuat sentra makanan jajanan dengan menggabungkan para pedagang dalam satu tempat.

It has been known that food is one of the human basic needs. Therefore, food should be safe to be consumed. Food born disease is a disease that originated from food that contaminated by pathogenic microorganism.
Street food is a food that produced, processed and mainly found in the area surrounding the school and routinely consume by most of the students in their break time. Although it is found that street food has an advantages side, but it is also has a risk on their health, like food poisoning. Some factors that could be occurring in food born disease are: unhygienic behavior, the source of the contagious disease, the media, and the recipient.
The main purpose of the study is to describe the condition of sanitation hygienic of the street food and factors related to the condition, at the district of Tangerang 2006. The study use the cross sectional design with secondary data obtained from the activities of food and drink monitoring that carried out by the Health District Authority of Tangerang towards food street vendors in all Primary School in Tangerang. Samples are food from street food that sells in 159 Primary School at the district of Tangerang.
Variables observed are including the knowledge, behavior, eating utensils and clean water, waste disposal appliance, the garbage storage, and the location on where the food is selling. The E. coli contamination is being the dependent variable of the study.
The study found that food sampled has have contaminated is around 37.1%. More than half (62.9%) has poor knowledge, and mainly (76.7%) has poor behavior. Mostly (53.5%), the location on where the food is selling has poor condition. Same situation for the condition of eating utensils, 57.2% have unconditional state. Meanwhile, most of sanitary facilities are in poor condition, 93.1% of garbage storages are unconditional,
75.5% of clean water facilities are poor, as well as 86.2% of waste disposal appliances.
From the bivariate analysis, there four variables are found have significant relationship, i.e. knowledge (p = 0.028), behavior (p = 0.009), utensils (p = 0.039), and clean water appliances (p = 0.037), which lead to included to multivariate analysis. From
the final analysis of multivariate, it has found that behavior is to be the sole variable that influences the occurrence of street food contamination (p = 0.011) with OR 3.2 (95% C.I) with its mathematical formulation is:
Logit (food contamination) = 0.297 + 1.158*behavior = 0.81
Suggestion on academic issues is suppose to improve the method of questionnaires arrangement and clarification on the step of activities on sampling. Suggestion in practical issue, for the Health Authority that suppose to increase the capacity building and sanitary monitoring or inspection towards street food vendors surrounding the school in routinely base. There is a need on good collaboration between school management in order to obtain a healthy school canteen, as well as providing the sanitary facilities that urgently needed. Other form of endeavor is to create a healthy canteen competition in order to encourage the clean and healthy lifestyle towards street food vendors, as well as creating the center for street food that merging all street vendors into one selling location.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anton Wibawa
"Makanan merupakan salah satu kebutuhan dasar pada manusia, sehingga makanan harus aman untuk dikonsumsi. Penyakit bawaan makanan adalah suatu penyakit yang ditimbulkan oleh makanan yang terkontaminasi oleh mikroorganisme pathogen.
Penelitian ini menggunakan disain potong lintang (Cross Sectional), dengan memanfaatkan data sekunder kegiatan pengawasan makanan dan minuman yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang terhadap pedagang makanan jajanan di Sekolah Dasar di Kabupaten Tangerang tahun 2006. Sampel pada penelitian ini adalah makanan jajanan yang diambil dari 159 Sekolah Dasar di kabupaten Tangerang tahun 2006 adapun variable yang diamati adalah : pengetahuan, perilaku, peralatan sarana air bersih, sarana pembuangan limbah, tempat pembuangan sampah dan 1okasi usaha, sedangkan yang menjadi variabel terikat adalah kontaminasi bakteri E.Coli.
Hasil penelitian menunjukan sampel makanan yang terkontaminasi sebanyak 37,1%. Untuk pengetahuan lebih dari separuh (62,9%) tidak baik, sedangkan untuk perilaku sebagian besar tidak baik (76,7%). Lokasi usaha lebih dari separuh tidak memenuhi syarat (53,5%). Begitu pula untuk peraIatan yang digunakan lebih dari separuhnya yaitu 57,2% tidak memenuhi syarat. Sedangkan untuk fasilitas sanitasi menunjukan hampir sebagian besar kondisi tempat sampah tidak memenuhi syarat (93,1%), untuk sarana air bersih hampir sebagian besar (75,5%) tidak memenuhi syarat. Begitu pula untuk sarana pembuangan limbah 86,2% tidak memenuhi syarat. Hasil uji bivariat menunjukan hanya empat variabel yang bermakna yaitu pengetahuan (p = 0,028), perilaku (p = 0,009), peralatan (p = 0,039) dan sarana air bersih (p= 0,037) sehingga variabel ini masuk menjadi kandidat analisis muItivariat. Pada analisis multivariat lalu dilakukan seleksi kandidat dengan memasukan variabel dengan nilai p<0,25. Dari basil akhir analisis multivariat tersebut diketalmi bahwa perilaku merupakan variabel murni yang mempengaruhi terrjadinya kontaminasi pada makanan jajanan (p = 0,011) dengan nilai OR 3,2 (95% : Cl) dengan persamaan matematisnya adalah sebagai berikut Logit (kontantinasi makanan) = 0,297 ± 1,158*perilaku 0,81.
Saran secara akademik adalah perlunya perbaikan metode dalam penyusunan kuesioner dan kejelasan dalam langkah kerja ketika mengambil sampel. Saran secara praktis adalah Dinas Kesehatan hendaknya meningkatkan upaya pembinaan dan pengawasan atau inspeksi sanitasi terhadap pedagang rnakanan jajanan di Sekolah Dasar secara rutin, adanya kerjasama dengan pihak sekolah dalam upaya pengelolaan kantin sekoIah yang sehat serta penyediaan fasilitas sanitasi yang diperlukan. Upaya lainnya adanya lomba kantin sekolah sehat yang bisa memotivasi perilaku hidup bersih dan sehat pada pedagang makanan jajanan di sekoiah serta mernbuat sentra makanan jajanan dengan menggabungkan para pedagang dalam setempat.

It has been known that food is one of the human basic needs. Therefore, food should be safe to be consumed. Food born disease is a disease that originated from food that contaminated by pathogenic microorganism.
Street food is a food that produced, processed and mainly found in the area surrounding the school and routinely consume by most of the students in their break time. Although it is found that street food has an advantages side, but it is also has a risk on their health, like food poisoning. Some factors that could be occurring in food born disease are: unhygienic behavior, the source of the contagious disease, the media, and the recipient. The main purpose of the study is to describe the condition of sanitation hygienic of the street food and factors related to the condition, at the district of Tangerang 2006. The study use the cross sectional design with secondary data obtained from the activities of food and drink monitoring that carried out by the Health District Authority of Tangerang towards food street vendors in all Primary School in Tangerang. Samples are food from street food that sells in 159 Primary School at the district of Tangerang. Variables observed are including the knowledge, behavior, eating utensils and clean water, waste disposal appliance, the garbage storage, and the location on where the food is selling. The E. coil contamination is being the dependent variable of the study.
The study found that food sampled has have contaminated is around 37.1%. More than half (62.9%) has poor knowledge, and mainly (76.7%) has poor behavior. Mostly (53.5%), the location on where the food is se/lintl, has poor condition. Same situation for the condition of eating utensils, 57.2% have unconditional state_ Meanwhile, most of sanitary facilities are in poor condition, 93.1% of garbage storages are unconditional, 75.5% of clean water facilities are poor, as well as 86.2% of waste disposal appliances. From the bivariate analysis_ there four variables ale found have significant relationship, i.e. knowledge (p = 0.028), behavior (p = 0.009), utensils (p — 0.039), and clean water appliances (p = 0.037), which lead to included to multivariate analysis. From the final analysis of multivariate, it has found that behavior is to be the sole variable that influences the occurrence of street food contamination ( p = 0.011) with OR 3.2(95% C.1) with its mathematical formulation is:
Logit (rood con(amination) 0.297 + /.158*behavior = 0.81 Suggestion on academic issues is suppose Lo improve the method of questionnaires arrangement and clarification on the step of activities on sampling.
Suggestion in practical issue, for the Health Authority that suppose to increase the capacity building and sanitary monitoring or inspection towards street food vendors surrounding the school in routinely base. There is a need on good collaboration between school management in order to obtain a healthy school canteen, as well as providing the sanitary facilities that urgently needed. Other form of endeavor is to create a healthy canteen competition in order to encourage the clean and healthy lifestyle towards street food vendors, as well as creating the center for street food that merging all street vendors into one selling location.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tris Eryando
"Persalinan oleh tenaga kesehatan merupakan salah satu faktor penting untuk mengurangi angka kematian maternal atau ibu. Persalinan yang didampingi tenaga kesehatan terampil di Indonesia masih rendah, yaitu hanya 52,4% dari ibu hamil (bumil) yang mendapatkan pelayanan kesehatan secara lengkap. Penelitian ini mencoba mencari gambaran faktor aksessibilitas yang berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan maternal. Penelitian ini menggunakan disain penelitian potong lintang, dari survey "Kinerja Pelayanan Kesehatan berdasarkan Indikator Kabupaten Tangerang Sehat 2010", Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang-Banten tahun 2006. Pemeriksaan kehamilan (Ante Natal Care/ANC) pada kunjungan satu kali 97,6%, dengan 85,7% memeriksakan kehamilannya ke bidan. Kunjungan pertama (K1) yang benar/murni sebesar 73,3%, dan kunjungan minimal 4 kali dan lengkap (K4) sebanyak 52,5%. Persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan sebanyak 80,3%. Pemilihan tempat bersalin di pelayanan kesehatan sebesar 70,7%. Pemanfaatan pelayanan kesehatan maternal lengkap (utilisasi) adalah pemanfaatan pelayanan K4, dan melahirkan dengan didampingi petugas kesehatan yang terlatih, jika didistribusikan terhadap akses ekonomi, dapat diterangkan oleh variabel kemampuan membayar (ATP), sedangkan akses sosial diwakili oleh pengetahuan risiko kehamilan, risiko melahirkan, ANC dan keterlibatan dalam pengambilan keputusan. Faktor aksesibilitas fisik tidak ada yang dapat menerangkan terjadinya perbedaan proporsi utiliasi tersebut. Uji multilevel, membuktikan ada perbedaan random intercept dari level 1 ke level 2, dengan median odds ratio (MOR)= 2,13, berarti ada perbedaan median OR variabel independen pada level 1, terhadap level 2, di tingkat kecamatan. Perbedaan dapat dijelaskan dengan faktor suplay, yaitu rasio bidan per 10.000 penduduk, meskipun nilai IOR (0,24-4,16), melalui 1, yang berarti efek variasi kecamatan relatif lebih besar dari variabel kontekstual.

Maternal Health Accessibility in Tangerang District Banten, 2006. Indonesia has developed many programs to reduce maternal death, which is beliefs related to access to maternal care, but still only limited pregnant women have access to health facility. This research tried to show which variables that contribute the decision to utilize the maternal health care. Using secondary data from survey "Kinerja Pelayanan Kesehatan berdasarkan Indikator Kabupaten Tangerang Sehat 2010", conducted in 2006, by the Health District Office, Kabupaten Tangerang-Banten.. Maternal health utilization was consisted of complete antenatal care (ANC) examination, and delivery attended by professional birth attendance. In term of the ante natal care (ANC), 97.6% of the respondents had at least one time ANC to the health personnel, and 85.7% to the midwife. Complete ANC and at least 4 times meet medical personnel (K4) was 52.5%. Delivery by professional health attendance was around 80.3%, and 70.7% of the delivery were obtained in the health facility. Maternal health utilization is explained by variables ATP (ability to pay) from economic accessibility, and from the social accessibility by knowledge of ANC, knowledge of risk from the pregnancy, risk of giving birth and the involvement in decision making process to choose service delivery, but there was no physical accessibility could explained the utilization difference. Multilevel analysis proved that there was a random intercept from level I to level II, with MOR=2.13. It means there was a difference in median of OR in the level I to level II. The difference can be explained by the supply factor, which is measured by midwife ratio to 10.000 population, with IOR (0.24 ? 4.16). Since the variation of IOR exceeded 1, it means the variation among the sub-district is relatively bigger than the contextual variable (midwife ratio). Still this research could explain that midwives were playing the very important role in maternal health accessibility in district level."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ridho Ladifre
"Imunisasi terbukti merupakan alat untuk mengendalikan dan bahkan menghilangkan penyakit. Sejak diluncurkan oleh WHO dan mitra-mitranya dari Polio Global Pemusnahan Initiative pada tahun 1988, infeksi telah merosot 99%, dan beberapa lima juta orang telah lolos dari kelumpuhan. Kabupaten Tangerang masih menghadapi masalah penyakit infeksi khususnya penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Hasil penelitian Isatin (2005) menunjukan bahwa dari 399 wanita di Propinsi Jawa Barat yang memiliki anak usia 9 ? 59 bulan, memiliki persentase anak yang di imunisasi lengkap baru mencapai 41.9%, bahkan cukup banyak anak yang sama sekali tidak di imunisasi, yaitu 11%. Latar belakang inilah maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ?Hubungan Karakteristik Ibu, Jarak Ke Pelayanan Kesehatan Dan Pengeluaran Keluarga Dengan Status Imunisasi Dasar Lengkap Pada Anak Di Kabupaten Tangerang Tahun 2006 melalui analisis data sekunder Survei Kinerja Berdasarkan Indikator Kabupaten Tangerang Sehat 2010?.
Penelitian ini menggunakan desain penelitian potong lintang yang melibatkan 234 responden. Sampel penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai anak terakhir yang berumur 12 ? 59 bulan. variabel dependen adalah status imunisasi dasar lengkap pada balita. Variabel independen adalah umur ibu, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, pengetahuan ibu, jarak ke pelayanaan kesehatan, dan pengeluaran keluarga. Analisis yang dilakukan adalah analisis univariat dan analisis bivariat menggunakan program pengolah data statistik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase status imunisasi dasar lengkap pada balita di Kabupaten Tangerang sebesar 28.2% masih cukup rendah. Dari ke enam variabel independen yang secara statistik berhubungan dan bermakna adalah faktor pendidikan ibu, pengetahuan ibu, dan pengeluaran keluarga. Peningkatan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan, khususnya imunisasi secara tidak langsung diharapakan dapat meningkatkan cakupan status imunisasi dasar lengkap pada balita. Pengetahuan ini dapat ditingkatan dengan pemberian informasi tentang kesehatan, misalnya dengan penyuluhan.

Imunization proved to be the right tool to contrl and even eliminating disease. Since launched by WHO and its partners from ? Polio Global Pemusnahan Initiative? in 1998, infection has declined 99%, and approximately about five millions people has got away from paralysis. Sub-Province Tangerang still facing infection disease problem especially preventable disease with immunization. Result of research Isatin ( 2005) shows that out of 399 womens in Propinsi Jawa Barat having child of age 9 - 59 months, has chlid percentage which in immunizing complete has just reached 419%, even quite a lot of child of which is totally not in immunization, that is 11%. Reasoning of this is hence writer interests to do research with title " The Relation Of Mother Characteristic, Aparts To Health Service And Expenditure of Family With Immunization Status of Complete Base At Child Of In Sub-Province Tangerang Year of 2006 through secondary data analysis of Performance Survey Based On Healthy Tangerang Sub-Province Indicator 2010.
This research applies study design of latitude cut entangling 234 responders. This research sample is all mothers having last children. Variable dependen is immunization status of complete base at children. Variable independent is mother age, education of mother, mother work, mother knowledge, aparts to pelayanaan health, and family expenditure. Analysis done is analysis univariat and bivariate analysis applies statistic data processor program.
Result of research indicates that immunization status percentage of base lengkap at balita in Sub-Province Tangerang equal to 282% still enough low. From to six independent variables statistically correlates and haves a meaning is education factor of mother, mother knowledge, and family expenditure. Improvement of knowledge of public about health, especially immunization indirectly is diharapakan able to increase immunization status coverage of complete base at balita. This knowledge can be level with giving of information about health, for example with counselling.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Asep Zaki Mulyatno
"Sistem informasi geografis bidang kesehatan dapat digunakan untuk melihat status kesehatan (outcome) melakukan perencanaan program, perencanaan infrastruktur dan peralatan, untuk melihat kemajuan indikator kesehatan (sebagai sistem evaluasi & monitoring), melihat cakupan pelayanan kesehatan, dan hubungan antar sektor.
Pemantauan wilayah setempat (PWS) adalah alat manajemen program KIA untuk memantau cakupan pelayanan KIA di suatu wilayah (Puskesmas/kecamatan) secara terus menerus agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat lerhadap wilayah yang cakupan pelayanan KIA nya masih rendah.
Kabupaten Majalengka telah lama melaksanakan program KIA namun masih memiliki permasalahan sistem informasi, diantaranya masih belum baiknya dalam penyediaan informasi yang cepat, tepat, dan akurat.
Tujuan dikembangkannya SIG PWS KIA adalah guna menghasilkan informasi yang berkualitas dalam rangka membantu para pengambil kebijakan dalam melakukan evaluasi dan intervensi program kesehatan ibu dan anak secara cepat, tepat dan akurat di Kabupaten Majalengka.
Pengembangan SIG PWS KIA ini mengikuti tahapan siklus hidup pengembangan sistem (system developmemf Iife cycles) yang dibatasi sampai pada tahap implementasi sistem (ujicoba prototype).
Hasil uji kelayakan (feasibility study) pengembangan SIG PWS KIA di Kabupaten Majalengka dilihat dari aspek kelayakan ekonomis, teknis, operasi maupun organisasi cukup layak untuk dikembangkan.
Hasil wawancara menyatakan bahwa sebenamya data yang dihasilkan dari sistem pelaporan PWS KIA yang telah berjalan selama ini sudah cukup memadai. Hanya perlu di tambahkannya beberapa indikator penunjang seperti kualitas pelayanan ANC, dikarenakan saat tidak adanya instrumen rutin dalam laporan yang melihat kualitas pelayanan ANC oleh Bidan. DO Pelayanan ANC yang tidak tersedia dalam Iaporan PWS, Kantong taksiran partus dan kunjungan luar wilayah, distribusi kematian ibu dan bayi berdasarkan penyebab, waktu terjadinya dan penolongnya yang belum tersedia secara rutin pada laporan PWS bulanan. Juga disetujui jika output SIG PWS KIA berupa peta geografis, yang memperlihatkan status kerawanan tertentu di suatu daerah.
Sistem Informasi Geografis PWS KIA di Kabupaten Majalengka dapat berjalan dengan baik di seluruh Puskesmas jika ada beberapa prasyarat di antaranya adalah : Semua Bidan di desa I di puskesmas melakukan pengisian kartu ibu, kohor bayi dan format autopsi verbal dengan baik dan benar, tersedianya sarana komputer di Puskesmas dan di Dinas Kesehatan, tenaga pengelola SIG PWS KIA di Puskesrnas maupun di Dinas harus terlatih terlebih dahulu Software SIG PWS KIA."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T21127
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>