Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 21434 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Universitas Indonesia, 2004
TA1233
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Vivin Fitria
"Plastik layak santap merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah timbunan sampah. Plastik layak santap sangat mudah diuraikan oleh mikroorganisme. Penyebabnya adalah bahan dasar yang digunakan berasal dari tumbuh-tumbuhan sehingga bakteri dan mikroba mudah menguraikan rantai polimer plastik. Penelitian ini bertujuan untuk membuat plastik yang dapat disantap dari tepung tapioka / pati singkong yang banyak di Indonesia. Pembuatan plastik diawali dengan proses modifikasi pati dengan pemanasan pada suhu 4_C dengan perbandingan 50 gram tepung dalam SO gram pelarut. Pelarut yang digunakan adalah larutan asetat (campuran CH3COOH dengan CH3COONa) yang dibuat pada pH 6 dan 7 dan larutan amonia (campuran NH40H dengan NH4Cl) pada pH 7 dan 8. Plastik layak santap dibuat dengan menggunakan komposisi 7,5 gram hasil pemanasan, 100 ml aquades, 45 ml alkohol 96% dan 1,2ml glyserol. Pengujian yang dilakukan ialah uji iodin, ketebalan, kuat tank, elongasi dan WVTR (Water Vapour Transmission Rate). Hasil dari pengujian yang dilakukan memberikan nilai rata-rata UTS (Ultimate Tensile Strength) tertinggi sebesar 21,77 kgf/cm2 dihasilkan dari plastik hasil pemanasan pati dalam larutan asetat pH 6. Untuk nilai rata-rata elongasi terbaik dihasilkan dari plastik hasil pemanasan pati dalam larutan asetat pH 7, yaitu sebesar 62,89%. Sedangkan nilai rata-rata WVTR tertinggi sebesar 824,25 g/m2/24jam dihasilkan dari plastik hasil pemanasan dalam larutan amonia dengan pH 7. Dari data pengujian kuat tarik dan WVTR dapat dilihat bahwa peru bahan pH dari 6 ke 8 cenderung membentuk pola berupa garis kuadratik. UTS dan kadar amylose cenderung rendah pada pH 7 sedangkan elongasi dan WVTR cenderung tinggi pada pH 7."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S41695
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurdi
"Pengeringan memegang peran yang sangat penting dalam menentukan kualitas dan kontinuitas dalam proses pembuatan tepung tapioka. Secara tradisonal proses pengeringan dilakukan oleh para petani dengan memanfaatkan panas matahari.
Tesis ini bertujuan untuk melakukan desain dan analisis sistem pengering buatan tipe chamber dryer dengan sirkulasi udara sehingga dapat memenuhi standar FAO untuk proses pengeringan tapioka. Tesis ini secara khusus mengkaji desain dan analisis sistem pembangkit panas yang memanfaatkan thermal-oil jenis Essotherm500 sebagai fluida pemindah panas untuk ruang pengering berkapasitas 120 - 150 kg tapioka basah dengan suhu pengeringan 60 -70 °C.
Perencanaan peralatan pembangkit panas menghasilkan desain dengan karakteristik sebagai berikut : sistem tertutup (closed system) dimana thermal-oil dialirkan dalam pipa dengan diameter 1/2 inchi berbentuk koil dengan diameter spiral dalam 300 mm, diameter spiral luar 400 mm, jumlah lilitan 21 buah, picth 27 mm, pipa koil diletakkan dalam ruang heat exchanger berbentuk shell dengan diameter 600 mm panjang 900 mm, ripe heat exchanger conterflow shell-and-tube untuk one shell pass and two or multiple of two tube passes, udara panas yang dialirkan adalah hasil pembakaran burner dari ruang bakar.
Untuk pengeringan 150 kg tepung basah dengan kadar air awal 45%, kadar air akhir 12%, suhu pengeringan 60 °C, dan waktu pengeringan 2,5 jam didapat total kebutuhan panas pengeringan tepung tapioka sebesar I95.687,8 kJ. Dengan demikian, kapasitas pembangkit panas yang dibutuhkan sebesar 21,74 kW, flow thermal oil 12 liter/menit, suhu thermal oil awal 65 "C, suhu thermal oil akhir 106,5 °C, flow udara alat penukar panas 0,2 kg/det, suhu gas hasil pembakaran (flue gas) 500 °C, luas bidang pemindah panas 3,35m2, bahan bakar kerosene dengan kebutuhan bahan 3,3 liter/jam.
Dari hasil pengujian dan perhitungan didapatkan kalor pengeringan tepung tapioka rata-rata yang disuplai dari pemanas buatan sebesar 1107,9 kJ/kg, rasio bahan bakar dan tepung basah adalah 0,08 liter bahan bakar untuk 1 kg tepung tapioka basah, lama waktu pengeringan rata-rata 5 jam, kapasitas alat pembangkit panas rata-rata 7,58 kW, efsiensi sistem rata-rata 56,4 % , rugi panas total rata-rata 5,87 kW dengan komposisi rugi panas cerobong 81 %, rugi panas penukar panas I 1 % dan mgi panas lain-lain 9%. Effektivitas alat penukar panas rata-rata 0,67.

Drying plays an important role on controlling the quality and continuity of tapioca powder production processes. Traditionally farmers use the solar heat for drying agriculture products.
This thesis aims to design and analyze a chamber dryer system with air circulation in order to fulfill the FAO drying standard for tapioca. In particular, the objective of this thesis is to to design and to develop a heat generating system with Essotherm ® 500 as the working fluids. The capacity of the chamber is 120 - 150 kg of wet tapioca operating at 60 - 70°C.
A new design of the heat generating equipment has been developed with the following characteristics: a closed system in which the thermal oil flow in a coil shaped pipe of 1/2 inch diameter. It has a coiled pipe arrangement of 300 mm and 400 mm inner and outer diameters respectively. The pipe is placed in a counter-flow shell and tube heat exchanger of one shell pass and two or multiple of two tube passes. The hot air comes from the flue gas of fuel burning.
The heat requirement for drying of 150 kg wet tapioca from 45% to 12 % moisture, at 60 °C during a period of 2,5 hours is 195,687,8 kJ. Thus, the capacity of the heat generator is 21,74 kW. Other important design parameters are as follows: thermal oil flow is 12 1/min, initial thermal oil temperature is 65 °C, final thermal oil temperature is 106,5 °C, air flow within the heat exchanger is 0,2 kg/sec, flue gas temperature is 500°C, heat transfer area is 3,35 m2 and kerosene flows at 3,3 1/janti
From testing and calculating funded: heat supplied from heat generate is 1107,9 kJ/kg, ratio of fuel and wet tapioca is 0,08, average time needed to drying is 5 hours, average heat generate capacity is 5,87 kW, efficiency system is 56,4 %, average heat loss is 5,87 kW, distribution of losses are: chimney is 81%, heat exchanger is 11% and an others utility losses is 9%. An average Heat exchanger effectiveness is 0,67."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
T5118
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Industri tepung tapioka rakyat (ITTARA).is one policy product of lampung Province government....."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ani Rohmaniyati
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2002
T40206
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1991
S34353
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Helmiyati
"Kopolimerisasi cangkok metil metakrilat pada pati tapioka dengan menggunakan larutan-kalium permangaiial sebagai inisiator telah dipelajari. dan dilakukan dalam atmosfer gas nitrogen, menghasilkan kopolimer pati-to-metil metakrilat yang lebih hidrofobik. PeneMtJan ini bertujuan untuk mempelajari kinetika reaksi pencangkokan metil metakrilat pada pada tapioka, agar diperoleh persamaan laju reaksinya. Penentuan nilai orde reaksi terhadap konsentrasi kalium permanganat, metil metakrilat dan pati, dilakukan dengan metoda laju awal. Variasi terhadap konsentrasi larutan kalium permanganat, monomer, pati, waktu perendaman, temperatur pencangkokan, dan waktu pencangkokan. Kopolimerisasi cangkok metil metakrilat pada pati tapioka berhasil dilakukan dengan kondisi optimum pada konsentrasi larutan KMnO4 0.1 N, konsentrasi monomer 25 %, konsenlrasi pati 6.70 xlO"05 N, waktu perendaman 30 menit, temperatur pencangkokan 50°C, dan waktu pencangkokan 2 jam, menghasilkan pencangkokan sebesar 119,87 % w/w. Nilai orde reaksi terhadap konsentrasi kalium permanganat, metil metakrilat, dan pati diperoleh dari penelitian adalah -1. -I, dan ~2. Kopolimerisasi cangkok metil metakrilat pada pati tapioka ditunjukkan dengan munculnya serapan pada 1728.9 cm"' yang merupakan serapan vibrasi ulur gugus karbonil senyawa ester metil metakrilat. Kopolimer pati-g-metil metakrilat lebih hidrofobik dari pada pati tapioka."
2005
SAIN-10-1-2005-1
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sara Zulfa
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1999
S29752
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pipit Pitaloka
"ABSTRAK
Tepung tapioka adalah salah satu contoh produk olahan pertanian yang memiliki
kontribusi yang besar dalam barang-barang consumers seperti roti, biskuit, makanan
ringan (snack), míe instant, dan industri chips. Selain ¡tu kontribusinya juga dibutuhkan
oleh oleh non-food indusiries seperti plywood, kertas, tekstil, dan industri pakan.
PT. Advindo Gitasejahtera adalah produsen tepung tapioka jemur yang
melakukan distribusi sendiri di Jakarta, dalam memasarkan tepung di Jakarta, digunakan
sistem pemasaran Iangsung. Untuk mengetahui tingkat efektifitas sistim ini diperlukan
analisa strategi pemasaran yang dilakukan perusahaan selama ini, sehingga dapat diambil
tindakan yang tepat dalam memilih alternatif strategi agar perusahaan dapat survive.
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah 1).
Menganalisa kondisi internal dan eksternal perusahaan, untuk mengctahui alternatif
strategi yang dapat menguntungkan perusahaan, 2). Mengetahui posisi perusahaan saat
¡ni sehingga dapat diketahui tindakan strategis yang seharusnya dilakukan perusahaan,
dan 3). Membuat Strategi pemasaran yang terbaik untuk perusahaan.
Dalam usaha untuk mencapai tujuan penelitian, maka penulis melakukan
beberapa cara dalam mengumpulkan bahan-bahan yang dapat digunakan untuk
menganalisa permasalahan yang dihadapi. Penelitian dilakukan dalam 2 tahap, yaitu
penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan.
Setelah dilakukan analisa system pemasaran Iangsung yang dilakukan oleh PT
Advindo Gitasejahtera, maka didapat beberapa hasil penelitian yang ditemukan adalah
perusahaan telah melakukan segmentasi pasar dengan balk yaitu berdasarkan faktor
geografi, demografi, dan prilaku pembelian. Berdasarkan faktor demografi dipilih daerah
Jakarta, Bogor. Tanggerang, dan Bekasi.
Berdasarkan faktor demografi dipilih perusahaan yang sehat, jumlah karyawan
minimal 100 Orang, dan kebutuhan tapioka minimal 5 ton/bulan. Sedangkan berdasarkan
perilaku pembelian. tiap-tiap segmen pasar (tepung bumbu, basio, kerupuk, mie, dan
wafer) mempunyal karakteristik sendiri terutama dalam hal pengambilan keputusan,
kebutuhan tepung baik itu dalam hal kualitas dan kuantitas.
Strategi target pasar yang dilakukan pada tiap-tiap segmen berbeda sesuai
dengan kebutuhan dan masing-masing segmen. Produk yang menuntut kualitas baik,
seperti tepung bumbu, baso ¡kan, kerupuk mutu 1, dan mie instant alcan membutuhkan
jenis tepung kelas 1.
Untuk produk makanan dengan harga yang cukup ekonomis namun mutunya
lebih rendah sedikit, seperti baso sapi, wafer, kerupuk mutu 2, dan mie instant akan
membutuhkan tepung kelas IL Sedangkan tepung kelas III ditujukan untuk makanan
yang tidak terlalu membutuhkan kandungan pali terlalu tinggi seperti kerupuk asinan dan
baso. Dengan melihat perbedaan konsumsi pada tiap-tiap segmen maka perusahaan telah
melakukan diversifikasi pada beberapa segmen pasar dengan produk yang berbeda pada
tiap segmen. Dalam melakukan penawaran, PT Advindo telah melakukan prosedur
penawaran dengan baik.
Dari hasil analisa industri tepung tapioka menggunakan matrix EFE, matrix WE,
dan matrix profil persaingan, maka didapat hasil perhitungan untuk matrix EFE adalah
3.10 , hasi; matrix EFE adalah 2.65, hasil matrix CPM adalah 1.40. Dari hasil matrix IE,
didapat posisi perusahaan (3.1 ;2.65) pada saat ini berada pada masa pertumbuhan dan
perkembangan schingga strategi yang sebaiknya adalah strategi intensif untuk
meningkatkan kekuatan internal perusahaan dengan melakukan perbaikan / improvement
produk dan jasa pada saat ini.
Berdasarkan hasil TOWS matrix dihasilkan beberapa strategi yang perlu
dilakukan Perusahaan adalah strategi WO dan WT. Strategi WO, yaitu 1). Memperkuat
sistim Direct Marketing dalam hal database pemasaran dan 2). Menyempurnakan sistim
distribusi fisik, terutama dalam hal transportasi. Strategi WT, yaltu 1). Mencari investor
untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas tepung tapioka, 2). Memasarkan tepung
melalul perantara atau distributor, dan 3). Memasang internet untuk kebutuhan informasi
dan kelancaran pemasaran tepung.
Sedangkan strategi yang tetap dipertahankan adakah strategi SO, yaltu 1).
Melakukan penjualan tepung path segmen pasar domestik yang memenuhi kapasitas dan
kualitas tepung SR, dan 2). Meningkatkan barga tepung SR mengikuti tren pasar tepung
saat ini. Kern udian strategi ST, yaltu: 1). Melakukan penyesuaìan kebijakan pembayaran
kredit, dan 2). Meningkatkan pelayanan pelanggan sehingga mereka tetap setia
menggunakan tepung SR
"
2001
T5927
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arie Listyarini
"Pengemasan makanan cerdas modern yang dapat memantau kualitas dan keamanan makanan merupakan faktor penting dalam perdagangan komersial modern. Diperlukan penelitian tentang pembuatan label kolorimetri ramah lingkungan yang secara sederhana dapat menunjukkan kesegaran makanan melalui perubahan warna. Syzygium oleana, bunga Ruelia simplex dan Rosela merupakan tanaman yang mudah ditumbuhkan dan banyak ditanam pada daerah tropis. Pada buah Syzygium oleana, bunga Ruelia simplex dan bunga rosela dijumpai sejumlah antosianin yang merupakan zat warna alami yang berubah warna sesuai dengan kondisi pH lingkungan. Ekstrak zat warna dari buah Syzygium oleana, bunga Ruelia dan bunga rosela didapatkan dengan metode maserasi atau perendaman yang kemudian dipekatkan. Pembuatan label kesegaran berbahan dasar kertas menggunakan metode imersi yaitu dengan mencelupkan kertas ke dalam larutan ekstrak kemudian dikeringkan. Sebagai matriks biodegradable polimer digunakan bahan dasar tapioka yang diperkuat dengan polivinil alkohol (PVA) dan nanoselulosa. Konsentrasi optimum masing-masing PVA dan nanoselulosa ditentukan sebesar 50% dan 3% dalam komposit masing-masing. Metode yang digunakan untuk mendapatkan label plastik dengan menggunakan metode casting atau evaporasi. Label dikarakterisasi sifat mekaniknya seperti tensile strength dan elongasi, sifat barriernya dan juga uji respon terhadap uap ammonia. Selanjutnya untuk aplikasi, label kertas maupun label dari biodegradable plastik digunakan untuk memonitor kesegaran udang/ikan. Ekstrak zat warna alam, label kertas ataupun label plastik memberikan perubahan warna yang serupa pada saat uji respon terahdap uap ammonia yaitu perubahan warna dari merah menjadi ungu, kemudian biru dan selanjutnya kuning. Label plastik dari ekstrak bunga Ruelia simplex memberikan nilai perubahan warna relatif yang lebih besar dari label-label lainnya yaitu sekitar 43% ketika mendeteksi ammonia konsentrasi 0,5% setelah 3 jam waktu paparan. Penggunaan label kertas dan plastik untuk kesegaran udang menghasilkan perubahan warna label yang awalnya berwarna merah akan menjadi ungu setelah udang tidak layak dikonsumsi dan kuning ketika udang sudah terlalu busuk. Nilai kebusukan udang divalidasi dengan nilai total volatile nitogen (TVBN). Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa label kertas dan label plastic dari ketiga ekstrak zat warna alami yang digunakan dapat berfungsi sebagai indikator uap ammonia ataupun kesegaran udang.

Modern intelligent food packaging that can monitor food quality and safety is an important factor in modern commercial commerce. Research is needed on the manufacture of environmentally friendly colorimetric labels that can simply indicate the freshness of food through color changes. Syzygium oleana, Ruelia simplex and Rosella flowers are easy-to-grow plants and are widely grown in the tropics. In Syzygium oleana fruit, Ruelia simplex flower and roselle flower found a number of anthocyanins which are natural dyes that change color according to environmental pH conditions. The dye extract from Syzygium oleana fruit, Ruelia flower and roselle flower was obtained by maceration method which was then concentrated. By using a paper matrix and biodegradable polymer, the dye extract can be used as a food freshness label. The manufacture of paper-based freshness labels uses the immersion method, by dipping the paper into an extract solution and then drying it. The paper labels obtained were tested for the ability to bind the dye. As a biodegradable polymer matrix, tapioca base material is used which is reinforced with polyvinyl alcohol (PVA) and nanocellulose. Furthermore, for applications, paper labels and labels from biodegradable plastic are used to monitor the freshness of shrimp. Extracts of natural dyes, paper labels or plastic labels give a similar color change during the response test to ammonia vapor, a color change from red to purple, then blue and then yellow. Plastic labels from Ruelia simplex flower extract gave a higher relative color change value than other labels, which was around 43% when detecting 0.5% ammonia concentration after 3 hours of exposure. The use of paper and plastic labels for shrimp freshness results in a change in the color of the label from red to purple when the shrimp is unfit for consumption and yellow when the shrimp is too rotten. Shrimp spoilage value was validated by the value of total volatile nitrogen (TVBN). Based on the results of the study, it was concluded that paper labels and plastic labels from the three extracts of natural dyes used could function as indicators of ammonia vapor or shrimp freshness."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>