Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 24995 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aca
"Naskah yang menurut penyusunnya bernama Sanghyang Siksakanda ng Karesian ini, milik Museum Pusat di Jakarta dan terdaftar sebagi seri naskah MSB (Manuscript Soenda B) dengan nomor kropak 630. Seperti naskah Sunda kuno lainnya, naskah ini pun tidak ditulis pada rontal, melainkan pada daun nipah.
Untuk pertama kalinya, kropak 630 diungkapkan oleh K. F. Holle dalam buku Tijdschrift voor taal-, land- en volkenkunde, TBG XVI, tahun 1867, halaman 435. Dengan judul Lontar Handschriften askomstig uit Soenda-landen, tulisan tersebut hanya berupa ulasan singkat tanpa transkripsi atau pun terjemahan lengkap ..."
Bandung: Proyek Pengembangan Permuseuman Jawa Barat, 1981
K 899.31 220 43 ACA s
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
cover
Damar Shashangka, 1980-
Jakarta: Dolphin , 2015
808.84 DAM i
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Titi Surti Nastiti
Bandung: Kiblat Buku Utama, 2003
380.1 TIT p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Atja
Bandung: Lembaga Bahasa dan Sedjarah, 1970
808.82 ATJ r
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Titi Surti Nastiti
"Kegiatan ekonomi merupakan salah satu perwujudan adaptasi manusia terhadap lingkungan. Sejak masa prasejarah manusia telah menyelenggarakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan hidup utamanya. Adapun faktor yang mendorong perkembangan ekonomi, pada awalnya hanya bersumber pada problem untuk memenuhi kebutuhan dasar (basic needs), yaitu kebutuhan untuk memuaskan kebutuhan hidup/biologis. Akan tetapi pada perkembangan selanjutnya, sebagai makhluk sosial manusia juga menghadapi kebutuhan sosial, serta integratif bagi makhluk berakal seperti aktualisasi diri, keagamaan, dan legitimasi. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, tidak banyak masalah, akan tetapi justru kebutuhan sosial yang berkaitan dengan problem untuk mencapai kepuasan atau keinginan (wants) atas kekuasaan (power), kekayaan (wealth), dan martabat/wibawa (prestige) itu yang tidak mengenal batas.
Kegiatan ekonomi yang tadinya hanya didasarkan kebutuhan hidup kemudian meluas menjadi kebutuhan sosial, karena manusia tidak pernah menikmati hasil produksinya sendiri tapi juga dinikmati oleh orang lain. Dalam ilmu ekonomi dikenal dua kegiatan ekonomi, yaitu ekonomi subsistensi dan ekonomi pasar. Ekonomi subsistensi ialah ekonomi yang terselenggara dengan melakukan produksi untuk kebutuhan sendiri, sedangkan ekonomi pasar terjadi akibat terciptanya hubungan antara dua pihak karena adanya penawaran (supply) dan permintaan (demand) (Wibisono 1991:23). Pada prakteknya tidak ada ekonomi subsistensi yang memungkinkan segala macam hasil produksi dikonsumsi sendiri oleh produsen. Juga tidak ada ekonomi pasar yang memungkinkan semua barang dan jasa didistribusikan melalui pasar. Tidak ada masyarakat yang dapat berfungsi tanpa produksi subsistensi (Evers 1988:171).
Timbulnya pasar tidak lepas dari kebutuhan ekonomi masyarakat setempat. Kelebihan produksi setelah kebutuhan sendiri terpenuhi memerlukan tempat penyaluran untuk dijual. Selain itu, tidak semua kebutuhan dapat dipenuhi dengan hasil produksinya sendiri. Manusia memerlukan "pasar" tempat ia bisa memperoleh barang atau jasa yang diperlukan akan tetapi tidak mungkin dihasilkan sendiri."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Khairiyah
"Skripsi ini mencoba mengetahui sejauh mana penggunaan kosakata Melayu yang digunakan dalam prasasti-prasasti berbahasa Melayu Kunaodi Jawa Tengah abad VII-IX Masehi telah bercampur dengan perbendaharaan kata Sanskerta dan Jawa Kuno. Data yang digunakan adalah 6 buah prasasti berbahasa Melayu Kuno sebagai data primer dan 6 buah prasasti berbahasa Jawa Kun yang sejaman dengan prasasti - prasasti Melayu Kuno sebagai data sekunder. Setelah dilakukan penelitian atas kosakata yang terdapat, diketahui bahwa meskipun prasasti-prasasti itu disebut prasasti berbahasa Melayu Kuno, tetapi dalam kenyataannya tidak sepenuhnya dari bahasa Melayu Kuno, melainkan merupakan kumpulan dari kosakata Sanskerta dan Jawa Kuno. Tetapi ada ciri menonjol yang memperlihatkan pengaruh kuat dari bahasa Melayu Kuna. Hasil yang diperoleh dari skripsi ini diketahui bahwa pemakaian kosakata Melayu Kuno pada prasasti berbahasa Melayu Kuno di Jawa Tengah prosentasenya berkisar antara 28,35 % -75 %. Kosakata Sanskerta antara 6,67 % - 59.84 %, dan kosakata Jawa Kuno antara 1,57 % - 26,66 %. Sedang_kan kosakata campurannya antara 0 %- 25 %. Sementara dari 6 prasasti berbahasa Jawa Kuno yang dipakai sebagai data pembanding, pengaruh kosakata Melayu Kuna prosentasenya antara 5,62 % - 13,43 %. Berdasarkan penelitian terhadap mama-nama tokoh pada semua prasasti tersebut, dilihat dari gelar dan kata sandang di depan namanya dapat pula menunjukkan status sosial dalam masyarakat maupun pemerintahan. Sedangkan terhadap nama-nama wilayah/tempat yang disebut dalam masing-masing prasasti, nama-nama tempat yang ada pengaruh Melayu Kunonya dapat menunjukkan bahwa nama tersebut diberikan oleh orang Melayu. Di antara nama tempat itu ada yang sekarang masih menjadi nama sebuah desa. Di duga bahwa pada abad VII-IX Masehi itu telah ada sekelompok orang dari tanah Melayu yang bermukim di daerah Jawa Tengah."
Depok: Universitas Indonesia, 1993
S11987
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Nurbaity
"Penelitian mengenai proses Pengadilan pada jaman Mataram kuno ini adalah bertujuan untuk mengetahui keadaan hukum yang berlaku pada masa itu melalui tata kerja pengadilannya. Bagaimana mereka yang terlibat dalam sengketa mengajukan gugatan, karena gugatan itu diajukan dan siapa yang mengajukan. Adakah a1at-alat bukti dan sumber-sumber hukum yang dipergunakan, baik oleh para pihak yang bersengketa maupun oleh para hakim. Prasasti yang dijadikan objek penelitian adalah sejumlah prasasti jayapatra, yang berasal dari abad IX-X M. Penelitian dilakukan dengan mempergunakan metode desktiptif analitis: yaitu berusaha memaparkan sejelas mungkin makna yang terkandung di dalamnya, di klasifikasi menurut isi nya, dianali sis serta diberi kan tafsiran isinya. Hasilnya menunjukkan bahwa Masyarakat Jawa Kuno jaman Mataram telah mengenal cara berproses di pengadilan. Jika terjadi sengketa antara mereka, maka pihak yang merasa dirugikan berhak mengadukan masalahnya ke pengadilan di tingkat pusat, bila masalahnya tidak dapat diselesaikan di tingkat watak, mereka mengajukan ke pengadilan di tingkat pusat. Sidang dijalankan oleh majelis hakim. Untuk selanjutnya para hakim memberikan kebebasan kepada para pihak untuk mengajukan bukti berupa saksi, likhita dan bhukti. Dan hakim berdasarkan sumber-sumber hukum yang ada dapat memberikan putusan menang atau kalah. Pihak yang menang diberikan tanda bukti kemenangan be_rupa surat jayapatra, sedangkan bagi pihak yang kalah akan dikenakan denda atau ganti rugi."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1987
S11988
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tantri Yuliandini
"Dalam agama Hindu dewa-dewa seringkali divisualisasikan dalam bentuk arca, demikian pula yang terjadi di Jawa. Penggambaran dewa-dewa tersebut ada yang dalam bentuk tenang atau saumya dan ada juga yang dalam bentuk bengis atau ugra. Penggambaran dewa yang berbeda-beda ini bertujuan untuk memperoleh hasil yang berbeda-beda pula, saumya untuk tujuan-tujuan yang bersifat damai seperti banyak anak, banyak rejeki, sedangkan bentuk ugra untuk hal-hal yang berhubungan dengan peperangan atau balas dendam. Selain dalam bentuk arca, dewa-dewa juga digambarkan dalam kakawin sebagai bagian dari alur cerita. Di sini pun dewa digambarkan dalam dua bentuk, saumya dan ugra. Dewa-dewa yang berbentuk ugra dalam kakawin sering diindikasikan dengan kata-kata krura, krodha, rodra, dan triwikrama. Berbeda dengan arca yang dengan sendirinya merupakan pemyataan ikonografis secara lengkap, penggambaran dewa dalam kakawin tampil sepotong-_sepotong, seringkali ciri-ciri dewa yang dianggap umum tidak lagi disebutkan. Adanya perbedaan penggambaran pada arca dan kakawin ini menjadi titik tolak penelitian yang bertujuan untuk (1) mengenali keberadaan arca-arca dewa Hindu yang berbentuk ugra yang berasal dan Jawa Timur abad 11-15 Masehi, (2) melihat bagaimana dewa- lewa ugra ditampilkan dalam bentuk arca dan dalam kakawin, dan (3) melihat persamaan dan perbedaan antara penggambaran dewa-dewi berbentuk ugra pada arca dan dalam kakawin. Data penelitian terdiri atas dua yaitu data arca dan kakawin. Data arca berupa arca dewa-dewa utama agama Hindu yang berasal dari abad 11-15 Masehi. Dewa-dewa utama yang dimaksudkan adalah dewa-dewa yang termasuk dalam keluarga Siwa, yaitu Siwa -dan manifestasinya, Parwati dan manifestasinya serta Ganesa. Dipilihnya dewa-dewa dari keluarga Siwa adalah karena pada masa Jawa Kuno agama Hindu yang dianut cenderung pada aliran Saiwa. Batasan abad 11-15M di Jawa Timur adalah atas dasar pertimbangan bahwa banyak diperoleh arca-arca berbentuk ugra pada pasa tersebut di Jawa Timur dan banyaknya karya-karya sastra terutama kakawin yang digubah pada masa ini. Data penelitian kedua berbentuk data kakawin. Kakawin-kakawin yang digunakan adalah yang memuat deskripsi mengenai dewa-dewa dalam bentuknya yang ugra, yaitu: Kakawin Arjunawiwaha, Bharatayuddha, Ghatotkacatraya, Krsnayana, Smaradahana, Munawijaya, Sutasoma, Parthayajna, dan Kunjarakarna. Penelitian dilakukan melalui tiga tahap penelitian. Tahap pertama dilakukan pendeskripsian terhadap data berupa arca-berdasarkan _Model Deskripsi Arca Tipe Tokoh' Edi Sedyawati, dengan tujuan untuk memperoleh data ikonografis secara utuh. Kemudian dilakukan pemerian terhadap data kakawin dengan jalan mengumpulkan pupuh-pupuh yang memuat deskripsi dewa yang berbentuk ultra. Tahap kedua data arca dan kakawin dikelompokkan berdasarkan jenis dewa dan diamati ciri-ciri umumnya, terutama pada komponen ciri-ciri fisik, hiasan dan laksana. Tahap ketiga dilakukan perbandingan antara data arca dan kakawin sehingga diperoleh perrsamaan dan perbedaan penggambaran dewa-dewa ugra pada arca dan kakawin. Setelah dilakukan penelitian dapatlah ditarik beberapa kesimpulan, yaitu (1) penggambaran dewa-dewa dalam bentuk ugra tampaknya tidak lepas dari ketentuan_ketentuan baku yang menjadi panutan bagi pembuatan arca-arca dewa saumya, (2) terdapat tingkat keleluasaan yang berbeda dalam penggambaran dewa melalui arca dan kakawin. Pada arca dewa secara detail dapat digambarkan termasuk juga komponen-komponen hiasannya sedangkan kedinamisan dewa tidak dapat divisualisasikan dengan bebas karena hanya dapat digambarkan dalam satu pose saja. Penggambaran dewa dalam kakawin gerak-_gerik dewa, tingkah laku, variasi senjatanya dapat dieksploitasi secara maksimum oleh Sang Kawi namun unsur-unsur hiasan yang mendetail cenderung diabaikan karena mungkin akan mengganggu jalan cerita, (3) Keberadaan arcs-arca dewa dalam bentuknya yang ugra pada abad 11-15 Masehi kemungkinan besar berkaitan dengan berkembangnya aliran Tantra pada masa itu, namun hal ini perlu penelitian yang lebih mendalam lagi.dilakukan pemerian terhadap data kakawin dengan jalan mengumpulkan pupuh-pupuh yang memuat deskripsi dewa yang berbentuk ultra. Tahap kedua data arca dan kakawin dikelompokkan berdasarkan jenis dewa dan diamati ciri-ciri umumnya, terutama pada komponen ciri-ciri fisik, hiasan dan laksana. Tahap ketiga dilakukan perbandingan antara data arca dan kakawin sehingga diperoleh perrsamaan dan perbedaan penggambaran dewa-dewa ugra pada arca dan kakawin. Setelah dilakukan penelitian dapatlah ditarik beberapa kesimpulan, yaitu (1) penggambaran dewa-dewa dalam bentuk ugra tampaknya tidak lepas dari ketentuan_ketentuan baku yang menjadi panutan bagi pembuatan arca-arca dewa saumya, (2) terdapat tingkat keleluasaan yang berbeda dalam penggambaran dewa melalui arca dan kakawin. Pada arca dewa secara detail dapat digambarkan termasuk juga komponen-komponen hiasannya sedangkan kedinamisan dewa tidak dapat divisualisasikan dengan bebas karena hanya dapat digambarkan dalam satu pose saja. Penggambaran dewa dalam kakawin gerak-_gerik dewa, tingkah laku, variasi senjatanya dapat dieksploitasi secara maksimum oleh Sang Kawi namun unsur-unsur hiasan yang mendetail cenderung diabaikan karena mungkin akan mengganggu jalan cerita, (3) Keberadaan arcs-arca dewa dalam bentuknya yang ugra pada abad 11-15 Masehi kemungkinan besar berkaitan dengan berkembangnya aliran Tantra pada masa itu, namun hal ini perlu penelitian yang lebih mendalam lagi."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1999
S11076
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Randu Andreanto
"Prasasti adalah salah satu peninggalan yang merupakan sumber penting bagi penulisan sejarah kuno Indonesia, berupa putusan resmi yang tertulis di atas batu atau logam yang dirumuskan berdasarkan kaidah-kaidah tertentu, berisi anugerah dan hak yang dikaruniakan dengan berbagai upacara. Dari prasasti dapat diperoleh informasi tentang struktur kerajaan, struktur birokrasi, perekonomian, agama, sistem sosial kemasyarakatan dan adat istiadat masyarakat Indonesia Kuna (Boechari, 1977b:22). Bagian yang cukup penting dalam prasasti adalah penanggalan. Penentuan penanggalan harus dilakukan oleh seorang ahli astrologi istana atau wariga, dengan mengikuti ilmu dan ajaran-ajaran Hindu seperti yang terdapat dalam kitab-kitab Bh_skar_c_rya atau S_ryasiddh_nta (Bakker, 1972: 16). Tanggal, selain mempunyai arti sebagai penunjuk waktu juga mempunyai arti magis, yaitu suatu kekuatan tertentu yang dimiliki tanggal-tanggal itu dan biasanya dihubungkan dengan pengaruh baik atau buruk hari jika kemudian hari itu akan digunakan untuk suatu kegiatan. Kebiasaan itu ternyata masih digunakan hingga masa modern ini, seperti juga kitab S_ryasiddh_nta yang hidup terus dalam primbon-primbon Palintangan dan Pawukon. Hingga masa kini masyarakat Jawa masih memakai kitab-kitab primbon untuk mencari _hari baik_ guna melakukan suatu kegiatan, agar kegiatan itu bisa berjalan dengan lancar dan tanpa gangguan. Perhitungan _hari baik_ itu dilakukan karena raja sebagai pemberi keputusan bukan orang sembarangan, raja adalah penjelmaan Dewa di dunia (Sumadio, 1993: 191). Penelitian ini melihat apakah masyarakat Jawa kuno sudah mengenal konsep _hari baik_ itu dan melihat alasan-alasan pemilihan tanggal-tanggal yang tercantum dalam prasasti-prasasti Jawa kuno abad ke-9 & ke-10 M. Untuk melihat hal itu digunakan penghitungan pada unsur-unsur penanggalan yang ada pada pasasti. Ternyata setelah dihitung nilai harinya didapatkan prasasti-prasasti Jawa kuno abad ke-9 dan ke-10 M, banyak yang mempunyai nilai hari buruk. Hal ini menimbulkan kecurigaan apakah masyarakat Jawa kuno belum mengerti mengenai nilai-nilai hari atau cara penghitungan yang digunakan berbeda dengan yang digunakan sekarang dan sudah hilang"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S11879
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>