Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 84751 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aris Budianto
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
TA3197
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Aris Budianto
"Tarif interkoneksi antar operator di era kompetisi, merupakan masalah yang cukup komplek. Pemerintah sebagai regulator berkepentingan untuk membuat formulasi tarif interkoneksi yang adil, dimana perhitungannya harus berbasis biaya dan sebanding dengan resources yang digunakan. Tarif interkoneksi yang mencerminkan cost-based charge diperoleh melalui studi biaya bottom-up dengan kerangka teori-nya forward looking-incremental cost. Studi biaya tersebut menghasilkan beban biaya layanan tiap operator. Formulasi tarif interkoneksi diidentifikasian melalui berbagai faktor, dimana faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi besaran tarif interkoneksi. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi besaran tarif interkoneksi diperoleh melalui suatu analisa. Faktor-faktor tersebut antara lain: beban biaya layanan tiap operator (Bon ), lama waktu existing tiap operator (AEon ), dan tarif terhadap diferensiasi jarak tiap operator (ATJn ).

The interconnection charge among operators in era competition has a lot of complex problems. The government as a regulator has an obligation to make a rule of interconnection charge. The interconnection charge must be the cost-based and the proportional by resources each operator. The interconnections charge on cost-based is identified from the cost study's the bottom-up approach by the theoretical framework's the forward looking incremental costs. The costs-study approach produced the services cost each operator. The formulation of interconnection charge is identified by some factors, which these factors affected a number of interconnection charge. The factors affected a number of interconnection charge, is identified by the analysis. These factors are the services costs each operator (ATJn), the time-scope of existing each operator (ATJn) and the charge of differentiation distance each operator (AEon)."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
T1104
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Priantono
"Kecenderungan perkembangan teknologi telekomunikasi mengarah pada komunikasi bergerak dan teknologi yang berbasis kepada Internet Protocol (IP). Sebagai antisipasi perkembangan teknologi dan menghadapi era persaingan global, Indosat sebagai penyelenggara telekomunikasi internasional telah menyiapkan beberapa strategi bisnis. Strategi bisnis tersebut adalah strategi " 4 in 1" yaitu sebagai penyedia jaringan backbone, penyelenggara jasa internet dan multimedia, penyelenggara jasa telekomunikasi bergerak, dan sebagai penyelenggara jaringan akses. Ke empat strategi bisnis tersebut berbasis kepada satu teknologi yaitu teknologi internet (IP-based). Untuk mencapai sasaran strategi bisnis tersebut, telah dipersiapkan beberapa rencana antara lain teknologi, infrastruktur, keuangan, pendanaan, pemasaran, SAM, dan organisasi.
Tesis ini akan menganalisa strategi bisnis Indosat dengan menggunakan analisa SWOT, yaitu dengan memperhatikan kekuatan dan kelemahan internal, ancaman eksternal serta peluang yang ada. Dari hasil analisa SWOT tampak bahwa dari ke empat strategi bisnis yang ditetapkan, strategi bisnis yang harus mendapatkan prioritas adalah sebagai penyelenggara jasa telekomunikasi bergerak dengan sistem GSM 1800 Mhz. Hasil analisa ini merupakan suatu usulan yang akan disampaikan kepada Manajemen Indosat.

Trend of telecommunications technology development is going towards mobile communications and Internet Protocol (iP) based technology. To anticipate technology development and facing global competition era, Indosat as an international telecommunications operator has established several business strategy. The business strategy is so called "4 in 1" strategy, being a backbone network provider, internet and multimedia service provider, mobile service provider and access network provider. All four business is based on one technology, internet technology (IP-based). To achieve the objective of the business strategy, indosat has prepared several plans including technology, infrastructure, finance, funding, marketing, human resources, and organization.
This thesis is analyzing Indosat business strategy using SWOT analysis by putting attention internal strength and weakness, external threat, and existing opportunity. The output of the SWOT analysis, is showing that from the four strategy business implemented, the business strategy priority is being a mobile service provider with GSM 1800 MHz technology. This analysis output is a recommendation for Indosat management.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
T5845
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Mertania Lestari
"Pemerintah dalam rangka mendorong tumbuhnya industri telekomunikasi di Indonesia, telah menetapkan kebijakan penyelenggaraan telekomunikasi dari yang sebelumnya bersifat monopoli menjadi mengarah kepada iklim kompetisi yang fair dan sehat, melalui restrukturisasi di sektor telekomunikasi berdasarkan Undang- Undang nomor 36 tahun1999 dan Peraturan Pemerintah nomor 52 tahun 2000 serta Keputusan Menteri nomor 21 tahun 2001 mengenai penyelenggaraan jasa telekomunikasi yang diperbaharui dengan Keputusan Menteri nomor 28 tahun 2004, dengan demikian sehingga dimungkinkannya hubungan yang tidak lagi sebatas satu jaringan akan tetapi mengarah kepada hubungan dengan pengguna jaringan penyelenggara yang berbeda atau any to any.
Untuk mendorong tumbuhnya penyelenggaraan telekomunikasi yang lebih kompetitif, pemerintah melalui Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika menetapkan PerMen KOMINFO no. 08/Per/M.KOMINFO/02/2006 tentang Interkoneksi, yang diberlakukan efektif per 1 Januari 2007 dimana salah satu hal yang penting dalam pengaturan interkoneksi tersebut adalah penetapan biaya interkoneksi yang dipergunakan acuan bagi penyelenggara dalam melakukan interkoneksi, dimana pemerintah mengatur perhitungan biaya interkoneksi tidak lagi berbasis Revenue Sharing atau bagi hasil melainkan secara Cost Based atau berbasis biaya per stream produk layanan dimana efek dari implementasinya adalah mempersempit peluang TELKOM sebagai incumbent dan sebagai pemilik jaringan terbesar di Indonesia , sehingga untuk memberi daya saing bagi Telkom agar dapat berkompetisi maka dilakukan re-engineering terhadap tarif Cost Based dimaksud.

Government in order to encourage the growth of the telecommunications industry in Indonesia, has been set administration policy from the previous telecommunications monopoly is to lead to a climate of fair competition and healthy, through restructuring the telecommunications sector, according to Law number 36 year 1999 and Government Regulation number 52 of 2000 and Ministerial Decree number 21 year 2001 regarding the conduct of telecommunications services which was renewed with the Ministerial Decree number 28 in 2004, with the possibility that such relationships are no longer limited to one network but leads to a relationship with users to different networks or any to any.
To encourage the growth of telecommunications operation more competitive, the government through the Regulation of the Minister of Communications and Information KOMINFO set no. 08/Per/M.KOMINFO/02/2006 on Interconnection, which came into force effective as of January 1, 2007 where one of the things that are important in setting interconnection is interconnection costing used in reference to providers interconnect, where the government set up the calculation of interconnection fees no longer based on Revenue Sharing, or for the results but the cost-based or cost-per-stream-based service products where the effect of the implementation is narrowing opportunities for the incumbent Telkom and the owner of the biggest networks in Indonesia, so as to provide for Telkom's competitiveness in order to compete then be re -engineering of the Cost Based tariffs meant."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
T 27608
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
M. Mertania Lestari
"Pemerintah dalam rangka mendorong tumbuhnya industri telekomunikasi di Indonesia, telah menetapkan kebijakan penyelenggaraan telekomunikasi dari yang sebelumnya bersifat monopoli menjadi mengarah kepada iklim kompetisi yang fair dan sehat, melalui restrukturisasi di sektor telekomunikasi berdasarkan Undang-Undang nomor 36 tahun1999 dan Peraturan Pemerintah nomor 52 tahun 2000 serta Keputusan Menteri nomor 21 tahun 2001 mengenai penyelenggaraan jasa telekomunikasi yang diperbaharui dengan Keputusan Menteri nomor 28 tahun 2004, dengan demikian sehingga dimungkinkannya hubungan yang tidak lagi sebatas satu jaringan akan tetapi mengarah kepada hubungan dengan pengguna jaringan penyelenggara yang berbeda atau any to any. Untuk mendorong tumbuhnya penyelenggaraan telekomunikasi yang lebih kompetitif, pemerintah melalui Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika menetapkan PerMen KOMINFO no. 08/Per/M.KOMINFO/02/2006 tentang Interkoneksi, yang diberlakukan efektif per 1 Januari 2007 dimana salah satu hal yang penting dalam pengaturan interkoneksi tersebut adalah penetapan biaya interkoneksi yang dipergunakan acuan bagi penyelenggara dalam melakukan interkoneksi, dimana pemerintah mengatur perhitungan biaya interkoneksi tidak lagi berbasis Revenue Sharing atau bagi hasil melainkan secara Cost Based atau berbasis biaya per stream produk layanan dimana efek dari implementasinya adalah mempersempit peluang TELKOM sebagai incumbent dan sebagai pemilik jaringan terbesar di Indonesia , sehingga untuk memberi daya saing bagi Telkom agar dapat berkompetisi maka dilakukan re-engineering terhadap tarif Cost Based dimaksud.

Government in order to encourage the growth of the telecommunications industry in Indonesia, has been set administration policy from the previous telecommunications monopoly is to lead to a climate of fair competition and healthy, through restructuring the telecommunications sector, according to Law number 36 year 1999 and Government Regulation number 52 of 2000 and Ministerial Decree number 21 year 2001 regarding the conduct of telecommunications services which was renewed with the Ministerial Decree number 28 in 2004, with the possibility that such relationships are no longer limited to one network but leads to a relationship with users to different networks or any to any. To encourage the growth of telecommunications operation more competitive, the government through the Regulation of the Minister of Communications and Information KOMINFO set no. 08/Per/M.KOMINFO/02/2006 on Interconnection, which came into force effective as of January 1, 2007 where one of the things that are important in setting interconnection is interconnection costing used in reference to providers interconnect, where the government set up the calculation of interconnection fees no longer based on Revenue Sharing, or for the results but the cost-based or cost-per-stream-based service products where the effect of the implementation is narrowing opportunities for the incumbent Telkom and the owner of the biggest networks in Indonesia, so as to provide for Telkom's competitiveness in order to compete then be re -engineering of the Cost Based tariffs meant."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
T40904
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Rafiuddin Anwar, Author
"ABSTRAK
Pelayaran merupakan salah satu faktor penting dalam kegiatan bisnis dan perdagangan dalam negeri maupun luar negeri, terlebih lagi sudah dimulainya era perdagangan bebas yang membutuhkan suatu alat transportasi yang dapat mengangkut barang atau muatan pada setiap prosesnya.
Kapal laut yang mengangkut barang atau muatan dari berbagai pelabuhan merupakan sarana penting yang tidak dapat diabaikan, terutama negara kepulauan seperti Indonesia yang selalu membutuhkannya.
Pentingnya pelayaran disadari oleh semua pihak, namun kenyataannya perusahaan pelayaran dalam negeri tidak menunjukkan kemajuan yang berarti. Peningkatan nilai ekspor Indonesia tidak dibarengi dengan peningkatan pendapatan perusahaan pelayaran dalam negeri, dominasi perusahaan pelayaran asing terhadap muatan dalam negeri membuat banyak perusahaan pelayaran nasional banyak yang gulung tikar, karena tidak mampu bersaing dengan perusahaan pelayaran asing. Terdapat banyak hal yang menyebabkan tidak berkembangnya perusahaan pelayaran nasional, salah satu diantaranya kapal-kapal perusahaan pelayaran dalam negeri kurang maju dalam memiliki teknologi yang tinggi yang semakin dibutuhkan di era globalisasi ini.
Persaingan yang perlu dicermati perusahaan adalah kompetisi dengan perusahaan pelayaran luar negeri yang didukung dengan sumber daya yang besar termasuk dalam hal teknologi perkapalan sehingga menguasai sebagian besar muatan barang untuk ekspor dan impor. Sedangkan kompetisi dengan beberapa perusahaan pelayaran dalam negeri tidak terlalu berbahaya bagi perusahaan.
Dalam menghadapi persaingan dengan perusahaan pelayaran dari luar negeri, perusahaan harus memamfaatkan kekuatan yang dimiliki dengan meminimalkan ancaman-ancaman yang ada, sehingga terdapat beberapa alternatif strategi yang dapat dijalankan perusahaan yaitu concentrated growth, market development, product development, dan innovation.
Strategi terbaik yang dapat dilakukan perusahaan dalam hal ini PT Tirta Kerta Abadi untuk menghadapi hal tersebut adalah strategi market development, dimana perusahaan dapat memamfaatkan kegiatan perdagangan antar negara ASEAN yaitu AFT A yang memberikan pilihan untuk pengembangan pasar perusahaan yang terdapat berbagai jenis kebutuhan-kebutuhan dari konsumen baik dalam negeri maupun di luar negeri yang dapat dimanfaatkan perusahaan. Untuk mendukung hal tersebut, perusahaan perlu membina hubungan baik dengan instansi-instansi pemerintahan yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan industri pelayaran dan lembaga keuangan untuk menciptakan peluang pasar serta peremajaan kapal perusahaan yang pada kondisi saat ini sangat diperlukan untuk dapat bersaing. Hal ini harus dilakukan oleh perusahaan agar tetap terus dalam industry pelayaran dan juga dapat memberikan banyak keuntungan apabila menerapkannya.
"
2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ery Anggoro Dalu
"Perubahan dari era monopoli ke era kompetisi merubah paradigma tentang telekomunikasi di Indonesia. Perubahan tersebut membawa dampak terhadap persaingan dan keterhubungan jaringan antar operator telekomunikasi sehingga diperlukan interkoneksi. Layanan transit merupakan salah satu layanan interkoneksi yang hak penyelenggaranya adalah operator penyelenggara jaringan tetap jarak jauh. Perhitungan tarif interkoneksi berdasarkan cost based telah menurunkan revenue dari penyelenggara layanan transit. Hal ini disebabkan perhitungan tarif layanan transit lebih mahal bila dibandingkan dengan layanan direct. Layanan transit memiliki kepentingan bagi operator incumbent dalam hal ini PT TELKOM Tbk, untuk optimalisasi jaringan sekaligus sebagai efisiensi network secara nasional.
Penelitian ini dilakukan dengan cara menganalisis daya saing industri layanan transit terhadap faktor faktor yang mempengaruhi lingkungan eksternal industri dengan menggunakan model 5 forces porter dan untuk mengetahui lingkungan internal agar industri tetap memiliki daya saing, maka digunakan strategi SWOT untuk menentukan strategi berdasarkan hasil analisis untuk lingkungan eksternal dan internal perusahaan. Bisnis layanan transit di era interkoneksi cost based memiliki kompetisi yang tinggi dalam industri sehingga diperlukan strategi ST (strenghts and threats) agar dapat menghadapi kompetisi. Asumsi growth rate telekomunikasi sebesar 14% tiap tahunnya akan memberikan pertumbuhan revenue bagi layanan transit menjadi sebesar 1,678 trilyun rupiah.

The revolution from monopoly era to a competition era have changed the paradigm on telecommunication in indonesia. These causes an impact towards competition and network connection between telecommunication operators, in this case, interconnection are needed.Transit service is one of the interconnection services that are based on long distance network operator. Interconnection rate is cost based decreasing revenue from transit service, this caused by high priced transit service rate compared to direct service. Transit service has an important role for incumbent operator, in this case to optimal the network and also efficient network of PT. Telkom Tbk nationally.
These researches are based on analyzing the competition of transit service industries towards factors that persuade the environment of external and internal industries by using 5 forces porter models. In that case, SWOT strategy is the right strategy to explore the internal environment factors toward industries developing the power to compete and dealing with the environments. Transit service business in the cost based interconnection era has a high competition in industries, therefore, ST (strengths and threats) strategies are needed for the competition. Asumption of Telecommunication growth rate is 14% every year, this will developed revenue for transit service to be 1.678 trillion rupiahs."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
T 26198
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Priantono
"Kecenderungan perkembangan teknologi telekomunikasi mengarah pada komunikasi bergerak dan teknologi yang berbasis kepada Internet Protocol (IP). Sebagai antisipasi perkembangan teknologi dan menghadapi era persaingan global, Indosat sebagai penyelenggara telekomunikasi internasional telah menyiapkan beberapa strategi bisnis. Strategi bisnis tersebut adalah strategi "4 in 1" yaitu sebagai penyedia jaringan backbone, penyelenggara jasa internet dan multimedia, penyelenggara jasa telekomunikasi bergerak, dan sebagai penyelenggara jaringan akses. Ke empat strategi bisnis tersebut berbasis kepada satu teknologi yaitu teknologi internet (IP-based). Untuk mencapai sasaran strategi bisnis tersebut, telah dipersiapkan beberapa rencana antara lain teknologi, infrastruktur, keuangan, pendanaan, pemasaran, SDM, dan organisasi. Tesis ini akan menganalisa strategi bisnis Indosat dengan menggunakan analisa SWOT, yaitu dengan memperhatikan kekuatan dan kelemahan internal, ancaman eksternal serta peluang yang ada. Dari hasil analisa SWOT tampak bahwa dari ke empat strategi bisnis yang ditetapkan, strategi bisnis yang harus mendapatkan prioritas adalah sebagai penyelenggara jasa telekomunikasi bergerak dengan sistem GSM 1800 Mhz. Hasil analisa ini merupakan suatu usulan yang akan disampaikan kepada Manajemen lndosat.

Trend of telecommunications technology development is going towards mobile communications and Internet Protocol (IP) based technology. To anticipate technology development and facing global competition era, lndosat as an international telecommunications operator has established several business strategy. The business strategy is so called "4 in 1" strategy, being a backbone network provider, internet and multimedia service provider, mobile service provider and access network provider. All four business is based on one technology, internet technology (IP-based). To achieve the objective of the business strategy, lndosat 11as prepared several plans including technology, infrastructure, finance, funding, marketing, human resources, and organisation. This thesis is analyzing lndosat business strategy using SWOT analysis by putting attention internal strength and weakness, external threat, and existing opportunity. The output of the SWOT analysis, is showing that from the four strategy business implemented, the business strategy priority is being a mobile service provider with GSM 1800 MHz technology. This analysis output is a recommendation for lndosat management.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
T40693
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dzar Ikramul Fikri
"Rumah sakit ibu dan anak (RSIA) harus memiliki strategi kompetitif dalam penetapan harga untuk menghadapi kompetisi karena adanya keterbatasan penerimaan pelayanan pasien yang diluar pasien kekhususannya. Oleh karena itu RSIA harus dapat kompetitif pada layanan kekhusannya dalam hal ini adalah layanan rawat inap melahirkan sebagai focus RSIA. Dengan dasar strategi kompetitif ini RSIA dapat membuat strategi penetapan harga untuk dapat mengambil pangsa pasar yang ada. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi strategi penetapan harga dengan kriteria faktor dalam menetapakan harga yaitu strategi manajemen dalam menghadapi kompetitor, minat pelanggan, dan biaya. Penelitian ini dilakukan dengan metode studi kasus berbasis evaluasi dan kualitatif deskriptif untuk menggambarkan pemahaman terkait situasi obyek penelitian yang dilakukan dengan kondisi alamiah obyek penelitinnya. Penelitin dilakukan dengan mengumpulkan data secara wawancara, kuisioner dan dokumen. Obyek penelitian ini adalah RSIA ABC dengan strategi penetapan harga untuk rawat inap melahirkan di tahun 2022. Hasil penelitian ini adalah adanya ketidaktepatan strategi penetapan harga oleh RSIA ABC dimana RSIA ABC menggunakan best cost provider dalam menghadapi kompetitor namun harga yang ditawarkan cenderung mahal pada layanan persalinan normal dan kompetitif pada persalinan SC/Caesar. Fitur layanan yang ditawarkan oleh RSIA ABC pun secara kuantitas lebih sedikit dibandingkan kompetitor. Pendapat pasien juga menguatkan adanya kesalahan dalam strategi penerapan harga dan ketidak cocokan pemahaman nilai pada fitur layanan yang ditetapkan oleh manajemen sebagai competitive advantage oleh pelanggan dinilai tidak begitu penting. Dari segi perhitungan biaya RSIA ABC juga tidak menghitung biaya secara akurat dan beberapa biaya yang didasari analisa pasar saja. Oleh karena itu RSIA ABC harus meningkatkan fitur layanan yang unik bagi RSIA ABC secara kuantitas maupun penilaian pelanggan, serta perhitungan biaya yang lebih akurat yang didasari pemahaman akuntansi biaya.

Mom’s and children’s hospitals must have competitive strategy and pricing to face competition because limitation for them to give services to patients out of their specialty. Therefore, Mom’s and children’s hospitals must be competitive within their specialty services in this case inpatient of maternity is the focus of Mom’s and children’s hospitals. With the competitive strategy, Mom’s and children’s hospital can make pricing strategy to take the market share. This research objective is to evaluate the pricing strategy with pricing factor namely as follow management’s strategy against competitor, consumer’s demand and cost as the criteria. This research uses case study method with evaluation basis and qualitative descriptive to describe the understanding of the research object’s situation with their natural condition. This research uses interviews, questionnaires and documents to collect research data. The object of this research is RSIA ABC’s maternity inpatient pricing strategy in the year 2022. The results of this study reveal an inaccuracy in the pricing strategy employed by RSIA ABC. While RSIA ABC positions itself as the best cost provider when competing with other companies, the prices offered tend to be expensive for normal delivery services and competitive for SC/Caesar deliveries. The service features offered by RSIA ABC are also fewer in quantity compared to its competitors. Furthermore, patients' opinions further reinforce the presence of errors in the pricing strategy and a misalignment in understanding the value of service features. Management considers these features as competitive advantages, while customers perceive them as less important. Moreover, when it comes to cost calculations, RSIA ABC does not accurately calculate costs, and some costs are determined solely based on market analysis. Therefore, RSIA ABC needs to enhance the quantity and customer assessment of its unique service features, as well as improve the accuracy of cost calculations by leveraging a comprehensive understanding of cost accounting."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesiae, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dali Sadli Mulia
"PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk adalah perusahaan milik negara yang bergerak dalam bidang penyelenggaraan jasa telekomunikasi domestik di indonesia. Lingkungan kompetisi yang monopoli akan segera berubah menjadi lebih kompetitif dengan berlakunya UU no 36 tahun 2000 yang mengatur skema industri jasa telekomunikasi di Indonesia.
Dalam memenuhi kebutuhan dana investasi, selain sumber dana internal, perusahaan mendapatkan pinjaman dalam skema two-step loans dan pemenintah dan melakukan penawaran saham di tahun 1995. Untuk menghadapi kondisi kompetisi maka perusahaan melakukan perubahan strategi dengan perluasan usaha yang meliputi phone, mobile, video, internet dan services (PMVIS) dengan melakukan investasi Iangsung maupun pembentukan anak perusahaan / afiliasi. Selain itu perusahaan diharuskan untuk melakukan restrukturisasi perusahaan sesuai dengan tuntutan perubahan skema industri jasa telekomunikasi dengan melaksanakan transaksi jual beli usaha dengan PT INDOSAT senilai US$ 1,5 milyar. Rencana investasi perusahaan yang diproyeksikan hingga tahun 2006 adalah senilai Rp 43,25 triliun.
Untuk mendukung pemenuhan kebutuhan dana maka perusahaan memerlukan strategi pendanaan yang tepat dengan tujuan selain kebutuhan dana lerpenuhi juga dapat meningkatkan nilai perusahaan. Hal tersebut dapat tercapai apabila perusahaan dapat membuat perhitungan target struktur modal yang oplimal, Strategs pendanaan diíorrnulasjkan berdasarkan hash perhitungan target struktur modal dengan menentukan struktur modal yang memiliki weighted average cost of capital dengan nilai yang paling kecil.
Dengan mempertimbangkan kepentingan investor asing dan lokal maka hasil perhitungan struktur modal yang optimal adaiah pada saat perusahaan memiliki rasio debt/equity 50:50. Hal ini menjadi dasar dalam penentuan strategi pendanaan untuk melakukan perubahan struktur modal eksisting yang memiliki rasio debt/equity 40:60 dengan fund raising berupa pinjaman senilai Rp 5,66 triliun di tahun 2001. Mengingat perusahaan diarahkan untuk Iebih beradaptasi pada ikiim kompetisi maka sumber dana pinjaman pun tidak mengandalkan pada skema two-step loans.
Dengan perhitungan dan asumsi yang relevan maka perubahan struktur modal tersebut akan dapat memenuhi kebutuhan dana investasi hingga tahun 2006 sekaligus meningkatkan nilai perusahaan yang semuta Rp 45,58 triliun menjadi Rp 54,42 triliun. Dan hasil analisa sensitivitas didapatkan bahwa penurunan 5% dan pendapatan perusahaan akan mengakibatkan perusahaan kekurangan dana untuk pembiayaan investasi mulai tahun 2003."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T4732
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>