Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 180274 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Faizah Khusnayain Wijayanti
"Anemia merupakan suatu masalah bagi negara berkembang seperti Indonesia. Pada anak-anak, anemia telah diketahui berdampak pada perkembangan kognitif dan keterlambatan pertumbuhan. Pertumbuhan anak yang terhambat berdasarkan tolak ukur usia sebagai dampak dari anemia disebut stunting. Istilah risiko stunting dalam penelitian ini mengacu kepada HAZ score berdasarkan standar dari NCHS yakni antara -1,1 hingga -2. Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional dan melibatkan seluruh populasi terjangkau (total sampling) pada anak usia 3-9 tahun di pesantren Tapak Sunan Condet pada tahun 2011. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui prevalensi anemia dan hubungannya dengan risiko stunting. Dari penelitian ini didapatkan data hasil pengukuran tinggi badan, tanggal lahir untuk menentukan usia, dan kadar hemoglobin. Hasilnya, 13 (26%) anak menderita anemia dan 1 dari 13 penderita anemia terkena risiko stunting. Hasil analisis statistik chi-square menunjukkan tidak adanya hubungan bermakna antara anemia dengan risiko stunting (p=0,962).

Anemia has been known as one of the worst health problems in develop country, such as Indonesia. Based on study, anemia has impact on children’ cognitive development and growth failure. Children growth failure related age is called stunting. The term of mild stunting is derivated from HAZ score based of NCHS standard which is between -1,1 to -2. This study, which use cross sectional design and included 50 children aged 3 to 9 years old, was held in Pesantren Tapak Sunan in 2011. This study has goal which are to determine the prevalence of anemia and its association with mild stunting. This study use data of height of the children, their date of birth to determine thier age, and hemoglobin levels. The result, 13 (26%) children was known suffering anemia and 1 of 13 of them was in mild stunted. The result of statistic analyze used chi-square showed there was no association between anemia and mild stunting (p=0,962).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nessya Nazzala
"Anemia adalah kondisi konsentrasi hemoglobin atau jumlah sel darah merah di bawah normal berdasarkan kelompok umur jenis kelamin dan kehamilan Kejadian anemia di Indonesia masih cukup banyak terutama pada anak anak Tingginya prevalensi anemia di negara berkembang seperti Indonesia berhubungan dengan tingginya kejadian malnutrisi akibat rendahnya kemampuan ekonomi Penelitian ini bertujuan mengetahui prevalensi anemia dan hubungannya dengan risiko wasting pada anak usia 3 sampai 9 tahun di Pesantren Tapak Sunan Condet Jakarta Rancangan penelitian ini adalah studi cross sectional Penelitian dilakukan pada tanggal 19 Januari 2011 dengan metode pemilihan sampel total sampling Data yang dikumpulkan berupa usia jenis kelamin berat badan tinggi badan dan kadar Hb Data data tersebut kemudian diolah menggunakan Epi Info dan SPSS Dari penelitian ini didapatkan bahwa dari 50 subjek penelitian mayoritas berjenis kelamin laki laki 56 dan berusia 3 6 tahun 86 Dari 50 subjek 13 di antaranya menderita anemia 26 dan enam di antaranya mengalami risiko wasting 12 Satu dari enam anak dengan risiko wasting juga menderita anemia 16 67 Uji chi square menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara risiko wasting dengan prevalensi anemia p 0 578

Anemia is a condition when the hemoglobin concentration or the amount of red blood cells is below the normal level in terms of age cluster sex and pregnancy In Indonesia anemia is one of the major problem especially in children High number of anemia prevalence in the developing nation such as Indonesia is related to the high number of malnutrition as the cause of the low economic level This study aims to find out the prevalence of anemia and its association with mild wasting in 3 9 years old children at Tapak Sunan Islamic Boarding School Condet Jakarta The cross sectional design was used in this research and the sample was chosen by total sampling The data which include age sex body weight body height and hemoglobin concentration was taken on 19th January 2011 After that the data is processed by using Epi Info and SPSS From 50 subjects involved in this study 56 are male and 86 are 3 6 years old chidren 13 subjects 26 are suffered from anemia while 6 subjects 12 are suffered from mild wasting Besides that one of six children with mild wasting 16 67 is also suffered from anemia The chi square test shows that there is no significant association between mild wasting and the prevalence of anemia p 0 578
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Mentari Sofyan P.
"Wasting merupakan salah satu masalah kurang nutrisi yang umum terjadi di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kondisi tersebut adalah lingkungan yang kurang bersih, fasilitas kesehatan yang kurang memadai, asupan makanan yang tidak adekuat, dan riwayat penyakit. Umumnya wasting menyerang populasi anak-anak yang sebelumnya mengalami malnutrisi kronik seperti stunting. Oleh karena itu, dilakukan penelitian untuk prevalensi risiko wasting dan hubungannya dengan risiko stunting.
Penelitian tersebut dilakukan dengan rancangan observasional cross-sectional. Sasaran penelitian ini adalah anak usia 3 hingga 9 tahun yang dipilih dengan cara metode total sampling dan dilakukan di Pesantren Tapak Sunan, Condet, Jakarta, pada bulan Januari 2011. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data diri subjek, tinggi badan, dan berat badan. Data tersebut diolah dan dianalisis dengan SPSS dan Epi Info menggunakan uji Fisher.
Hasil dari penelitian ini diketahui bahwa prevalensi risiko wasting sebesar 12% dan prevalensi risiko stunting sebesar 8%. Selain itu, didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan antara risiko wasting dan risiko stunting (p=1). Hal ini dikarenakan penderita risiko wasting kemungkinan tidak mengalami stunting sebelumnya.

Malnutrition has been one of the worst health problems since a very long time ago. Wasting cases are most likely to occur in developing or third world countries, such as Indonesia. There are many factors that could lead to wasting problem, such as unhealthy environment, poor healthcare facilities and infrastructures, poor nutrition intake, and bad health record. Wasting has higher possibility to occur while someone has been suffering from stunting.
Therefore, the prevalence of wasting risk and the association with stunting risk will be studied further in this research which was conducted at Tapak Sunan Islamic boarding School, Condet, Jakarta on January, 2011 by applying cross-sectional observational method. The data was gathered and obtained from interviews including height and weight measurements of 3 to 9 years old children who were selected by total sampling method. SPSS (Fisher test) and Epi Info were used to process and analyze the data from the research.
It revealed that the prevalence of wasting risk was 12%, while the stunting risk was 8%. Moreover, there was no association between wasting risk and stunting risk (p=1). It is because the subject suffering wasting risk might not suffer from stunting before.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Finka Reztya Sutanto
"Anemia pada balita di Indonesia masih tergolong cukup tinggi diantara Negara di wilayah Asia dengan hasil yang tidak mengalami perubahan selama 6 tahun (tahun 2007-2016). Berbagai penelitian menunjukkan prevalensi anemia balita pada wilayah pedesaan ditemukan lebih tinggi dibandingkan di perkotaan. Ibu merupakan pintu terdepan dalam pemenuhan kebutuhan zat gizi balita. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor ibu dengan kejadian anemia pada balita umur 12-59 bulan. Penelitian ini menggunakan data sekunder Riskesdas 2013, jumlah sampel penelitian 986 balita dan analisis data menggunakan regresi logistik ganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor ibu yang menentukan kejadian anemia pada balita umur 12-59 bulan di wilayah perkotaan adalah sosial ekonomi sedangkan di wilayah pedesaan tidak ada faktor ibu yang dapat menentukan kejadian anemia pada balita umur 12-59 bulan. Disarankan kepada pemerintah khususnya Kementerian Kesehatan untuk mengadakan edukasi kepada ibu rumah tangga, kader dan petugas kesehatan untuk mendeteksi gejala awal anemia dan pemanfaatan sumber dana keluarga untuk memenuhi kebutuhan gizi balita.

In Indonesia, anemia among preschool children under five years old is still quite high among countries in region Asia with the result that has not changed for 6 years (2007-2016). Various studies show that prevalence of anemia among preschool children in rural areas is higher than in urban areas. Mother is a main people to fulfillment of nutritional substances of preschool children. The purpose of this study is to determine the relationship of maternal factors with the incidence of anemia in infants aged 12 – 59 months. This study uses secondary data Riskesdas 2013, with total sample of 986 preschool children and data analysis using multiple logistic regression. The results show that the maternal factors that determine the incidence of anemia among preschool children in urban areas is the social economy while in rural areas there is no maternal factors that may determine the incidence of anemia among preschool children. The study suggest to the Government especially the Ministry of Health to conduct education to mothers of preschool children, framework and health officials to detect early symptoms of anemia and utilization of family funds to fulfill nutritonal needs of infants."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eli Novi
"Anemia merupakan salah satu masalah utama di Indonesia Prevalensi anemia di Indonesia cukup tinggi terutama pada anak usia dibawah 5 tahun Pada umumnya prevalensi anemia lebih tinggi pada anak perempuan dibandingkan dengan anak laki laki Anemia memberikan dampak pada proses tumbuh kembang anak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi anemia dan faktor faktor yang berhubungan pada anak usia 3 9 tahun Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional Penelitian dilakukan di Pesantren Tapak Sunan Condet pada tanggal 19 januari 2011 Sampel pada penelitian ini adalah anak usia 3 9 tahun Pemilihan sampel dilakukan dengan total sampling dengan total sampel yang didapat yaitu 51 anak Data yang digunakan adalah data primer yaitu usia jenis kelamin dan kadar hemoglobin Variabel terikat yaitu anemia dan variabel bebas yaitu usia dan jenis kelamin Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi anemia pada anak usia 3 9 tahun sebesar 25 5 dengan rincian pada anak usia 3 6 tahun sebesar 25 dan pada anak usia 7 9 tahun sebesar 28 6 sementara prevaleni anemia pada anak perempuan sebesar 39 1 dan anak laki laki sebesar 14 3 Berdasarkan uji statistik dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara usia dengan anemia Fisher p 1 000 tetapi terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan anemia Chi square p 0 043 Prevalensi anemia pada penelitian ini masih tinggi Oleh karena itu untuk mengurangi prevalensi tersebut perlu dilakukan upaya perbaikan gizi terhadap anak dengan memberikan zat gizi mikro seperti vitamin A vitamin B9 vitamin B12 dan zat besi

Anemia is a serious public health problem in Indonesia It is commonly affecting 1 to 4 years old children Generally prevalence of anemia is higher in girls than boys Anemia is negatively impacts children growth and develpoment This study aims to determine the prevalence of anemia and its associated factors This study used cross sectional survey The sample included 51 children aged 3 to 9 years old in Tapak Sunan Condet 2011 The data that used are age sex and hemoglobin concentration Dependent variable is anemia and independent variable are age and gender Result revealed that 25 5 of 3 to 9 years old chidren were anemia Anemia prevalence was lower in 3 6 years old children 25 than 7 9 years old children 28 6 The prevalence of anemia is higher in girls 39 1 than boys 13 9 Age of the children was not significantly associated with anemia Fisher p 1 000 Meanwhile sex of the children was significantly associated with anemia Chi square p 0 043 The control of anemia should be considered as serious health problem in Indonesia Micronutrient intake of children such as vitamin A vitamin B9 vitamin B12 and iron should be increased to overcome this problem"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deon Raditya Hibbattino
"Anemia merupakan salah satu sindrom yang menjadi salah satu masalah kesehatan yang paling umum di dunia. Anemia dapat terjadi pada setiap orang termasuk remaja usia 13-18 tahun. Salah satu kelompok masyarakat yang rentan terhadap anemia adalah santri pondok pesantren. Masalah pola makan sering dijumpai sehingga dapat mempengaruhi status gizi santri tersebut. Penelitian ini merupakan studi cross sectional dengan menggunakan pengukuran indeks massa tubuh dan kadar hemoglobin dalam darah dari santri Pesantren Tapak Sunan tahun 2011. Pengukuran indeks massa tubuh dikonversi menjadi status gizi berdasar acuan standar antropometri penilaian status gizi anak Kementerian Kesehatan Indonesia, sedangkan kadar hemoglobin akan dikonversi menjadi status anemia menggunakan batasan anemia dari WHO. Dari penelitian didapatkan prevalensi anemia sebesar 25,5% dengan tingkat prevalensi pada status gizi baik sebesar 16% dan prevalensi anemia pada gizi lebih sebesar 9,5%. Data dianalisis dengan menggunakan uji chi-square. Hasil penelitian menunjukkan nilai kemaknaan p=0,397. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara status gizi dengan terjadinya anemia pada santri pesantren tersebut.

Anaemia is a syndrome which occur wideworld and become one of the common health problem around the world. Everyone can suffer anaemia include adolescent aged at 13-18 years old. One of the society member whose at risk to develop anaemia is students of pesantren, they tend to ignore their needs include the needs to eat healthy food. This problem can influence their nutritional status. This study is a cross-sectional study using measurement of body mass index and the concentration of haemoglobin in blood from student of Pesantren Tapak Sunan in 2011. The measurement of body mass index will be converted to nutritional status based on anthropometric assessment of child nutrition standards of Indonesian Ministry of Health, while the concentration of haemoglobin in blood will be converted to anaemic status according to WHO cut-off point. Result show that 25.5% subjects with anaemia and 16% subjects with anaemia have good nutritional status while 9.5% subjects with anaemia have excess nutritional status. Data is analyzed with chi-square and obtained p=0.397 which means that the relationship between nutritional status and anaemia prevalence in the student of pesantren doesnt have a significant means.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfiani Mar Atussalehah
"Jumlah kasus risiko stunting di Indonesia pada tahun 2008 adalah 33 2 dari total jumlah anak di Indonesia tahun 2011 dinyatakan sepertiganya tergolong stunting Stunting merupakan kurang gizi yang kronis terjadi sejak dalam kandungan dan awal kelahiran sehingga dapat teridentifikasi pada usia tertentu Dampak dari stunting adalah produktifitas menjadi rendah ketika dewasa sehingga berpengaruh pada kemajuan bangsa
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui prevalensi risiko stunting dan hubungannya dengan usia dan jenis kelamin guna menentukan tindakan untuk menangani masalah tersebut Rancangan penelitian ini adalah studi cross sectional Data yang dikumpulkan pada tanggal 19 Januari 2011 di Pesantren Tapak Sunan Condet berupa data antropometri tinggi badan anak usia 3 9 tahun Data selanjutnya dianalisis untuk mengetahui hubungan usia dan jenis kelamin dengan risiko stunting Hasilnya menunjukkan dari 50 subjek 28 laki laki dan 22 perempuan 4 anak berisiko stunting yakni usia 3 6 tahun sebanyak 1 anak 2 3 dan usia 7 9 tahun 3 anak 42 9 2 laki laki 7 1 dan 2 perempuan 9 1
Berdasarkan uji chi square disimpulkan terdapat hubungan yang bermakna antara usia dengan risiko stunting p 0 001 namun tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan risiko stunting p 0 801 Adanya hubungan antara usia dengan resiko stunting karena pada usia 3 9 tahun terdapat perlambatan pertumbuhan sehingga kemungkinan untuk munculnya risiko stunting yang telah terjadi sejak dalam kandungan atau lahir lebih teridentfikasi.

The prevalence of stunting risk in Indonesia on 2008 is 33 2 while in 2011 of all children in Indonesia one third of them is classified as stunted Stunting is a chronic nutrition disorder which happened since pregnancy and new born baby that caused stunting can be detected in any period age Stunting lowers the children productivity after they grow into adults and affects the national development
The aim of this research is to know the prevalence of stunting risked children and its relation with age and sex so the problem can be solved This research used cross sectional design The data which was collected on 19 January 2011 is an anthropometric data in this term body height from children aged 3 9 years old Then the data was analyzed to determine the relation between the age cluster and sex with stunting risk From 50 children 28 boys and 22 girls observed the result shows that 4 children are at risk of stunting one's 3 6 years old age cluster child 2 3 and three's 7 9 years old age cluster children 42 9 besides that 2 boys 7 1 and 2 girls 9 1 are at risk of stunting
By using chi square test we can conclude that there is a significant association between age cluster and risk of stunting p 0 001 but there isn't any significant association between sex and risk of stunting p 0 801 The relationship of age and stunting risked in 3 9 years old is caused by the children growth deceleration in that period is easier to be identified.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Girry Al Farisy
"Di Indonesia, prevalensi anemia di masyarakat sebesar 14,8%. Anak usia sekolah merupakan salah satu kelompok masyarakat yang memiliki resiko tinggi terkena anemia sehingga dapat berdampak pada kemampuan siswa di sekolah. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional yang bertujuan untuk mengetahui prevalensi anemia dan hubungannya dengan asupan zat besi pada anak usia sekolah (13-18 tahun). Data didapatkan dari 90 subyek yang merupakan santri pondok pesantren menggunakan kuesioner food records untuk mengetahui asupan zat besi dan skrining Hb menggunakan alat ukur Hb digital untuk mengetahui status anemia. Dari penelitian didapatkan prevalensi anemia sebesar 33,33% dan 98,89% subyek dengan asupan zat besi kurang. Data kemudian dianalisis menggunakan uji Fisher's Exact Test dan didapatkan p=1,00 yang berarti tidak ada hubungan bermakna antara status anemia dengan asupan zat besi.

In Indonesia, the prevalence of anemia in the community is 14.8%. School-age children is a group of community who are in high risk of anemia which may affect their ability in school. This study uses cross-sectional design to measure the prevalence of anemia and its relation with iron intake in school-age student (13-18 years old). Data were obtained from 90 subjects from an Islamic boarding school using food records questionnaires to measure the iron intake and hemoglobin screening using a digital measuring device to determine the status of anemia. The result shows that the prevalence of anemia was 33,33% while the amount of subject with lack of iron intake was 98,89%. Data were analyzed using Fisher's Exact Test test and obtained p = 1.00, which means there is no significant difference between anemia status and iron intake.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yolanda Handayani
"Seribu hari pertama kehidupan merupakan momentum kritis yang akan menentukan kualitas generasi masa depan suatu bangsa. Hal ini karena perlunya gizi terbaik berupa asupan gizi selama kehamilan, serta ASI dan makanan yang tepat sesuai umur untuk perkembangan otak anak. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain studi cross sectional. Analisis penelitian ini yaitu analisis prediksi dan analisis spasial. Sampel penelitian ini berjumlah 2.232 individu dan 25 kabupaten/kota di Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Barat. Hasil penelitian ini menunjukkan variabel suplementasi besi folat ibu, suplementasi vitamin A baduta usia 7-23 bulan, menyusui bayi usia 0-6 bulan dan pemberian MP-ASI baduta usia 7-23 bulan membentuk model prediksi. Variabel persalinan tidak dibantu tenaga kesehatan menjadi model global spasial, sedangkan variabel ibu hamil yang tidak suplementasi besi folat, baduta usia 7-23 bulan yang tidak mendapatkan MP-ASI, bayi usia 0-6 bulan yang tidak ASI Eksklusif dan bayi yang tidak mendapatkan pelayanan kesehatan membentuk model lokal spasial yang dapat memicu 58% kejadian stunting di 3 Provinsi Sulawesi. Variabel ibu hamil yang tidak mendapatkan suplementasi besi folat berhubungan secara statistik di 8 kabupaten/kota Provinsi Sulawesi Tengah, sehingga diperlukan intervensi tambahan berupa suplementasi besi folat ibu hamil selain intervensi persalinan dibantu tenaga kesehatan.

The first thousand days of life are critical moments that will determine the quality of the future generations of the nation. This is because of the need for the best nutrition including nutritional intake during pregnancy, as well as breast milk and foods that are age-appropriate for childrens brain development. This research uses quantitative with cross sectional study design. The analysis of this study is prediction analysis and spatial analysis. The study sample was an experiment of 2,232 individuals and 25 districts/cities in Central Sulawesi, Southeast Sulawesi and West Sulawesi. The results showed variable maternal folate supplementation, supplementation of vitamin A toddlers aged 7-23 months, breastfeeding infants aged 0-6 months and complementary food toddlers aged 7-23 months making predictive models. Variable of the labor does not involve health workers to be a global spatial model, while the variables of pregnant women who are not iron folate supplementation, those aged 7-23 months who do not get complementary food, infants aged 0-6 months who are not exclusive breastfeeding and infants who do not receive care health draws spatial local models that can be handled 58% of stunting occurrences in 3 Sulawesi Provinces. Variables of pregnant women who did not receive supplementation were related to statistics in 8 districts/cities of Central Sulawesi Province, so additional interventions including supplementation of pregnant women were needed in addition to labor interventions to assist health workers."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T54699
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andrian Setiabakti
"Insiden terjadinya infeksi dari Necator americanus masih cukup tinggi, khususnya di negara berkembang. Komplikasi tersering dari infeksi geohelminth adalah anemia, dimana apabila terjadi pada anak-anak dalam jangka panjang akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan. Anak-anak adalah kelompok umur yang paling rentan terhadap infeksi parasit ini dikarenakan korelasi antara kebiasaan anak kecil dan metode penularan cacing ini. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui korelasi antara prevalensi infeksi N.americanus dan anemia pada anak sekolah di Nangapanda.
Penelitian ini dilakukan di desa Nangapanda, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur. Sebanyak 262 anak berusia 6-17 tahun berpartisipasi pada penelitian ini. Data personal anak dari tingkat SD dan SMP di Nangapanda diperoleh dengan mengisi kuesioner dan dikumpulkan 262 sampel darah dan tinja. Infeksi cacing ditentukan dengan metode RT-PCR dan status anemia ditentukan melalui pemeriksaan darah. Informasi yang didapat lalu diuji dengan metode chi-square.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi infeksi N.americanus adalah 40.8% dan prevalensi anemia 9.9%. Uji statistik chi-square menunjukkan bahwa infeksi N.americanus bukan merupakan faktor yang cukup signifikan sebagai penyebab anemia (p =0.155).
Kesimpulan yang di dapat adalah tidak adannya korelasi antara infeksi N.americanus dan anemia pada anak sekolah di desa Nangapanda, kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur.

The prevalence of Necator americanus is still high, especially in developing country. The most common infection because of geohelminth infection is anemia, which in the long run can cause stunted growth on children. Children age group is the most prone age group towards this parasite infection due to its corelation between children habits with its mode of infection.
This research is done in Nangapanda, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur. 262 children with age range between 6-17 years old participate in this research. Children personal data was obtained through questionnaire form and 262 sample of blood and stool are obtained. RT-PCR is use to detect the presence of helminth infection and anemia status is checked with blood test. The result is then analyzed using chi-square method.
Result of this research shows that the prevalence of N.americanus infection is 40.8% and the prevalence of anemia is 9.9%. Data analysis using chi-square shows that N.americanus infection is not a significant factor to cause anemia (p=0.155).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>