Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 116158 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bagus Joko Puruitomo
"Pada tahun 2013, terdapat sebuah kasus mengenai mekanisme pengangkatan hakim konstitusi oleh Presiden. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa peraturan perundang-undangan yang paling sesuai dengan Pasal 24C UUD 1945, serta mekanisme pengangkatan hakim konstitusi yang secara praktik dapat diterapkan di Indonesia. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah studi pustaka yang dilengkapi dengan wawancara terhadap narasumber. Berdasarkan penelitian ini, dapat diketahui bahwa peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan Pasal 24C UUD 1945 adalah UU Nomor 24 Tahun 2003 dan UU Nomor 8 Tahun 2011. Sifat transparan dan partisipatif juga sangat menentukan mekanisme pengangkatan hakim konstitusi yang diterima di masyarakat Indonesia.

In 2013, there is a case regarding the constitutional judges appointing mechanism by the President of Indonesia. This research is focused on analyzing the regulations according to Article 24C Constitution of Indonesia, and the most applicable mechanism on appointing a constitutional judge. The method that is used for this research are literature studies and interview with the informants. Through this research, it can be ascertained that regulations according to Article 24C Constitution of Indonesia are Law Number 24 Year 2003 and Law Number 8 Year 2011. Transparancy and participative mechanism are needed to be applied on appointing constitutional judge that can be accepted by the citizens of Indonesia.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S55607
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Guspita Arfina
"Proses pengisian jabatan hakim konstitusi merupakan salah satu persoalan mendasar pada sistem peradilan Mahkamah Konstitusi. Seleksi yang dilakukan dapat memengaruhi kualitas, kinerja dan keputusan dari seorang hakim. Menurut, Pasal 24C ayat 3 UUD NRI 1945, Mahkamah Konstitusi memiliki sembilan orang hakim yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Presiden. Pada praktiknya, ketiga lembaga negara tersebut memiliki perbedaan dalam proses seleksi hakim konstitusi. Perbedaan terjadi karena tidak terdapat peraturan yang jelas yang mengatur standar seleksi tersebut. Penelitian ini dilakukan untuk mencari tahu aturan dan mekanisme pengisian jabatan hakim konstitusi yang dilakukan saat ini sehingga konsep yang ideal dapat diformulasikan khususnya untuk Presiden. Metode penelitian adalah yuridis-normatif yang mengacu pada norma hukum dalam peraturan perundang-undangan. Analisis berupa pembahasan mengenai kesesuaian antara penerapan prinsip transparansi, partisipasi, objektivitas dan akuntabilitas yang diatur dalam Undang-Undang Mahkamah Konstitusi dengan praktek dilakukan oleh Presiden. Ketiadaan peraturan yang jelas mendorong perumusan peraturan agar mengatur secara jelas standar seleksi hakim konstitusi melalui undang-undang yang berlaku bagi seluruh lembaga negara atau melalui peraturan presiden yang berlaku khusus untuk Presiden sebagai salah satu lembaga negara. Penelitian akan mencoba memberikan saran pelaksanaan seleksi terbuka melalui panitia seleksi guna memenuhi penerapan empat prinsip pengisian jabatan hakim konstitusi. Proses pengisian jabatan hakim konstitusi merupakan salah satu persoalan mendasar pada sistem peradilan Mahkamah Konstitusi. Seleksi yang dilakukan dapat memengaruhi kualitas, kinerja dan keputusan dari seorang hakim. Menurut, Pasal 24C ayat 3 UUD NRI 1945, Mahkamah Konstitusi memiliki sembilan orang hakim yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Presiden. Pada praktiknya, ketiga lembaga negara tersebut memiliki perbedaan dalam proses seleksi hakim konstitusi. Perbedaan terjadi karena tidak terdapat peraturan yang jelas yang mengatur standar seleksi tersebut. Penelitian ini dilakukan untuk mencari tahu aturan dan mekanisme pengisian jabatan hakim konstitusi yang dilakukan saat ini sehingga konsep yang ideal dapat diformulasikan khususnya untuk Presiden. Metode penelitian adalah yuridis-normatif yang mengacu pada norma hukum dalam peraturan perundang-undangan. Analisis berupa pembahasan mengenai kesesuaian antara penerapan prinsip transparansi, partisipasi, objektivitas dan akuntabilitas yang diatur dalam Undang-Undang Mahkamah Konstitusi dengan praktek dilakukan oleh Presiden. Ketiadaan peraturan yang jelas mendorong perumusan peraturan agar mengatur secara jelas standar seleksi hakim konstitusi melalui undang-undang yang berlaku bagi seluruh lembaga negara atau melalui peraturan presiden yang berlaku khusus untuk Presiden sebagai salah satu lembaga negara. Penelitian akan mencoba memberikan saran pelaksanaan seleksi terbuka melalui panitia seleksi guna memenuhi penerapan empat prinsip pengisian jabatan hakim konstitusi.

The process of filling the position of constitutional court justices is one of the fundamental issues in judicial system, especially the Constitutional Court. Under the provisions of Article 24C Paragraph 3 of 1945 Constitution of the Republic of Indonesia, the Indonesian Constitutional Court has nine justices, nominated by Supreme Court, People 39 s Legislative Assembly, and President. The three state institutions have differences in selecting justices because of lack of clear regulation as standard for the selection. Therefore, research is conducted to find out current regulations and mechanisms of selecting justices so that later the ideal concept can be formulated, particularly for the President. The research method is juridical normative method that refers to legal norms in legislation. Analysis is conducted by discussing the conformity between the implementation of transparency, participation, objectivity and accountability principles that have been regulated in the Constitutional Court Law with practices conducted by President. The lack of clear regulation encourages the formulation of regulation that clearly regulates standard selecting justices through applicable laws for three state institutions or presidential decree specifically for President. Furthermore, the research will try to advise the implementation of open selection through selection committee to fulfill the implementation of principles in selecting the justices.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Demadevina
"Skripsi ini membahas dua permasalahan: alasan mengapa Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia perlu memiliki kewenangan untuk mengadili perkara pengaduan konstitusional; dan bagaimana seharusnya mengatur penambahan kewenangan tersebut. Hasil penelitian ini adalah: Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia perlu mendapatkan kewenangan ini demi menjalankan prinsip negara hukum yang dianut Republik Indonesia, melindungi Hak Asasi Manusia, menegakkan supremasi konstitusi, menjalankan checks and balances, memenuhi esensi pendirian mahkamah konstitusi di dunia, menjalankan fungsi pengujian konstitusional secara utuh, dan secara empiris banyak kasus yang bersubstansi pengaduan konstitusional sudah diajukan ke Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia; dan penambahan kewenangan tersebut hanya bisa dilakukan dengan amandemen undang-undang dasar.

This thesis mainly discusses two problems: the urgency of giving the jurisdiction for constitutional court of Republic of Indonesia over constitutional complaint; and how the jurisdiction is supposedly given. This thesis concludes that: constitutional court should have jurisdiction over constitutional complaint in order to implement the principles of ‘rule of law’, protect human rights, uphold the supremacy of constitution, maintain checks and balances function, fulfill the essence of establishing constitutional court, and completely implement the function of constitutional review, and empirically there has been many cases in constitutional court of Republic of Indonesia that contain constitutional complaint substance; and the only way to give the jurisdiction to constitutional court of Republic of Indonesia is to amend the constitution.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S58266
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Sudrajat
"Skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan dan menganalisis tentang peran Mahkamah Konstitusi sebagai Positive Legislator dan implikasinya terhadap proses legislasi di Indonesia. Penulis mempergunakan metode penelitian yuridis normatif dengan studi kepustakaan yang menggabungkan teori pemisahan kekuasaan, fiilosofi pembentukan peradilan konstitusi, konsep negara hukum dengan proses legislasi di Indonesia. Putusan No. 10/PUU-VI/2008 menunjukkan Mahkamah Konstitusi di Indonesia telah berperan sebagai positive legislator (pemuat norma) yang menimbulkan banyak perdebatan secara akademis. Hal ini sejalan dengan perkembangan di beberapa negara yang memungkinkan adanya peran peradilan konstitusinya sebagai positive legislator dalam menjamin hak-hak warga negara. Selain itu, dapat dilihat bagaimana implikasi dari tindakan Mahkamah Konstitusi yang mencantumkan syarat domisili calon anggota DPD terhadap proses legislasi yang dipegang oleh DPR dan Presiden (termasuk DPD).

The purpose of this thesis is to explain and analyse the role of Constitutional Court as Positive Legislator and its implications toward the legislation process in Indonesia. The writer uses the juridical-normative research method alongside bibliographic study which mixes separation of power theory, the forming of constitutional tribunal philosophy, the state of law concept with the legislation process in Indonesia. From the Judgment No.10/PUU-VI/2008, it can be concluded that the Indonesian Constitutional Court has its role as a positive legislator. This is consistent with the developments among some States which permit the existence of a role of a positive legislator from a constitutional tribunal in guaranteeing the rights of citizens. Besides, this thesis will bring into focus the implications from the acts of Constitutional Court which has the domicile requirements written down for the candidates of DPD to the legislation process which is held by DPR and the President (including the DPD)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S42534
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lidya Corry
"Skripsi ini membahas persetujuan tertulis Presiden dalam pemanggilan dan permintaan keterangan terhadap anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) yang diduga melakukan tindak pidana dengan menganalisis Putusan Mahkamah Konstitusi No. 76/PUU-XII/2014. Skripsi ini juga menjabarkan persetujuan tertulis dalam penyelidikan dan penyidikan yang diberlakukan bagi pejabat publik lainnya di Indonesia serta beberapa negara lain. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan analisa data kualitatif. Hasilnya, pertimbangan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 76/PUU-XII/2014 tidak konsisten, baik terhadap putusan Mahkamah Konstitusi sebelumya maupun terhadap pertimbangan lain dalam putusan tersebut.
The focus of this study is President?s written authorization in summoning and questioning of parliamentary member of Republic of Indonesia that suspected commiting a criminal act by analyzing Constitutional Court's Decision No. 76/PUU-XII/2014. This study also explain about written authorization in criminal proceedings of other public officials in Indonesia and other states. This study categorized as normative legal study with qualitative data analysis. The result of this study proves that the consideration of Constitutional Court's Decision No. 76/PUU-XII/2014 is inconsistent with Constitutional Court's previous decision and other consideration within this decision."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S65120
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rike Yolanda Sari
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S24810
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jimly Asshiddiqie, 1956-
Jakarta: Konrad Adenauer Stiftung, 2005
342.02 JIM t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Tarigan, Rianita Rehulina
"Sebelum adanya Putusan MK Nomor 33/PUU-XIV/2016, dalam prakteknya, Mahkamah Agung (MA) pernah menerima pengajuan Peninjauan Kembali (PK) dalam perkara pidana yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Pengajuan PK tersebut menimbulkan pro dan kontra karena kekaburan norma sehingga mengakibatkan ketidakpastian hukum dalam implementasinya. Dalam perkembangannya, dibentuk UU Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan (UU Kejaksaan), peraturan ini memberikan kewenangan kepada JPU untuk mengajukan PK dalam perkara pidana. Munculnya UU Kejaksaan dengan tidak memperhatikan Putusan MK Nomor 33/PUU-XIV/2016 selanjutnya akan dilakukan pengkajian, terutama menyangkut bagaimana kekuatan final dan mengikat serta keberlakuan Putusan MK Nomor Nomor 33/PUU-XIV/2016 pasca terbitnya UU Kejaksaan. Lebih lanjut penelitian ini menggunakan penelitian hukum yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual, dengan hasil penelitian sebagai berikut: kekuatan final dan mengikat Putusan MK Nomor 33/PUU-XIV/2016 menjadi hapus (tidak lagi menjadi final dan mengikat) dan Putusan MK Nomor 33/PUU-XIV/2016 menjadi tidak berlaku pasca diterbitkannya UU Kejaksaan sehingga yang disampaikan MK dalam pertimbangannya bahwa JPU tidak berwenang mengajukan PK dalam perkara pidana telah menjadi konstitusional dan dibenarkan menurut hukum sejak terbitnya UU Kejaksaan.

Prior to the Constitutional Court's Decision Number 33/PUU-XIV/2016, in practice, the Supreme Court (MA) had received a judicial review (PK) in a criminal case submitted by the Public Prosecutor (JPU). The submission of the PK raises pros and cons because of the ambiguity of norms, resulting in legal uncertainty in its implementation. In its development, Law Number 11 of 2021 concerning Amendments to Law Number 16 of 2004 concerning the Prosecutor's Office (AGO) was formed. The emergence of the Prosecutor's Law without paying attention to the Constitutional Court's Decision Number 33/PUU-XIV/2016 will then be studied, especially regarding how the final and binding force and the enforceability of the Constitutional Court's Decision Number 33/PUU-XIV/2016 after the issuance of the Prosecutor Law. Furthermore, this research uses normative juridical law research with a statutory approach and a conceptual approach, with the following research results: the final and binding force of the Constitutional Court Decision Number 33/PUU-XIV/2016 becomes null and void (no longer final and binding) and The Constitutional Court Number 33/PUU- XIV/2016 became invalid after the issuance of the Prosecutor's Law so that what was conveyed by the Court in its consideration that the Public Prosecutor was not authorized to file a PK in a criminal case had become constitutional and justified according to law since the issuance of the Prosecutor's Law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Kekuasaan dalam negara harus dibatasi karena hanya dengan pembatasan, karakter kekuasaan Power tends to corrupt and absolut power corrupt absolutely dapat dikurangi. Dalam bangunan negara, hubungan lembaga-lembaga negara dalam konsep trias politika harus dalam posisi setara dan saling melakukan kontrol checks and balances. Hanya dengan prinsip kesetaraan dan saling kontrol prinsip negara hukum yang demokratis dapat ditegakan. Tulisan ini mencoba menguraikan kedudukan, fungsi dan peran MK dalam sistem Hukum dan Politik Indonesia."
342 JTRA 11:3 (2006)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
A. Benny Sabdo Nugroho
"Tesis ini bertujuan untuk menganalisis implikasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35/PUU-XI/2013 terhadap hak budget Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Tesis ini membahas bagaimana implikasi putusan MK Nomor 35/PUU-XI/2013 terhadap hak budget dan fungsi anggaran DPR, dan bagaimana mereposisi hak budget DPR berdasarkan dengan putusan MK Nomor 35/PUU-XI/2013 sebagaimana diamanatkan Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan teori keuangan negara menurut Rene Stourm. Penelitian yang menggunakan pendekatan hukum normatif ini mengungkapkan wewenang DPR dalam memberikan persetujuan terhadap Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dibatasi hanya sampai pada unit organisasi, fungsi, dan program. DPR memiliki hak budget sebagai hak yang mutlak dalam bentuk menerima atau menolak Rancangan APBN yang diajukan pemerintah. DPR sebagai representasi kedaulatan rakyat memiliki hak budget dan hak pengawasan. Oleh karena itu, persetujuan DPR terhadap alokasi anggaran lainnya diserahkan kepada pemerintah untuk menjamin terselenggaranya pemerintahan dan pembangunan untuk mencapai tujuan bernegara

This thesis aims to analyze judgment the Constitutional Court Number 35/PUU-XI/2013 to reposition the right budget the House of Representatives. The thesis discussed how implication judgment the Constitutional Court Number 35/PUU-XI/2013 to reposition the right budget and function budget the House of Representatives, and how to reposition the right budget the House of Representatives based on the judgement the Constitution Court mandated article 23 paragraph 1 the Constitution of the Republic of Indonesia of 1945 and the theory of state budget according to Rene Stourm. This thesis uses normative legal approach. The thesis expresses authority the House of Representatives to provide approval to state budget restricted only up to organizational unit, function, and program. The House of Representatives has the right budget as a right absolute in the form of accept or reject a state budget proposed the government. The House of Representatives as representation sovereignty the people has the right budget and the right supervision. Hence, approval the House of Representatives to budget allocation other submitted to the government to guarantee the implementation of government and development to achieve a purpose state. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>