Ditemukan 128982 dokumen yang sesuai dengan query
Teti Hastati
"Pedagang Besar Farmasi (PBF) harus menerapkan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) dalam semua aktivitas pengelolaan obatnya sebagai upaya jaminan kualitas obat di rantai distribusi. PBF yang telah menerapkan CDOB diberikan Sertifikat CDOB oleh Badan POM melalui proses Sertifikasi CDOB. Sebagai bentuk pelayanan publik di lingkungan Badan POM, pelaksanaan Sertifikasi CDOB masih belum optimal dalam memberikan pelayanan kepada PBF. Hal tersebut dikarenakan tidak ada sistem pengawasan timeline pada pelaksanaan sertifikasi, petugas di Badan POM terbebani untuk membuat laporan di setiap tahapan sertifikasi, kurangnya integritas data dan informasi yang dihasilkan, ketidakpastian status dan waktu penyelesaian proses sertifikasi CDOB yang dialami oleh PBF pemohon, serta kurangya informasi kepada masyarakat mengenai sertifikasi CDOB. Oleh karena itu peneliti mengembangkan Sistem Informasi Sertifikasi CDOB dengan menerapkan konsep pengembangan indikator pengawasan timeline, sistem manajemen basis data dan sistem informasi berbasis web.
Dari hasil penelitian, sistem informasi yang dikembangkan dengan bahasa pemrograman PHP dan MySQL database ini dapat menghasilkan tabel pengawasan timeline yang memberikan informasi status sertifikasi serta waktu yang tersisa untuk pelaksanaan setiap tahapan sertifikasi sehingga dapat membantu perencanaan sertifikasi dan timeline pelayanan publik dapat terpantau. Selain itu, sistem informasi ini dapat menyimpan database hasil setiap tahapan sertifikasi serta otomatisasi penentuan bahwa PBF memenuhi syarat atau tidak memenuhi syarat untuk diberikan Sertifikat CDOB. Dengan sistem informasi berbasis web akan mempermudah komunikasi antara petugas di Badan POM dan PBF karena sistem dirancang secara online serta bentuk publikasi hasil sertifikasi ini dapat dimanfaatkan oleh instansi lain dan pelaku usaha kefarmasian sebagai sumber data pemilihan distributor.
Drug wholesaler must implement Good Distribution Practices (GDP) in all their drugs handling in an effort to guarantee drugs quality in their distribution chain. Those who already implement GDP will be awarded certificate by BPOM, through GDP certification process. As a public service in BPOM, this certification procedure is still not optimal in providing service to the drug wholesaler. That is because there is no timeline monitoring on the certification implementation, the officer in BPOM burdened to create reports in every step of the certification, there are lack of data and information integrity in the outcome, the uncertainty for the status and time GDP certification process will be done for the applicant, also lack of information for public about GDP certification results. Therefore, researcher developed the GDP certified information system by implement timeline monitoring indicators development concept, database management system and web-based information system. From the research, the information system developed with the PHP programming language and Mysql database will create timeline monitoring tables that will give certification status information, also time remaining for each stage of the certification so it can help certification plan, and public service timeline can be monitored. In addition the system can store every phase of the certification as well as automation determination whether a drug wholesaler eligible or not to be GDP certified. With a web-based information system, will ease communication between officers in BPOM and drug wholesaler due to its online naturality, and the publication of the results can be utilized by other agencies and pharmacies industry as a source for distributors selection to deal with."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Lili Damayanti
"Dalam rangka kemudahan berusaha dan percepatan proses perizinan, pemerintah telah melakukan simplifikasi regulasi terkait perizinan berusaha termasuk dalam bidang distribusi obat dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 dan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 10 Tahun 2021. Berdasarkan regulasi tersebut, terdapat perubahan persyaratan dalam proses sertifikasi CDOB diantaranya pemangkasan timeline proses sertifikasi CDOB baik dari pihak BPOM maupun dari pihak pelaku usaha, serta simplifikasi jenis sertifikat CDOB. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui implementasi kebijakan sertifikasi CDOB sebagai standar perizinan berusaha di Indonesia. Penelitian dilakukan menggunakan pendekatan kualitatif dengan data primer diperoleh melalui wawancara mendalam dan data sekunder diperoleh melalui telaah dokumen. Penelitian menggunakan teori analisis kebijakan Van Meter dan Van Horn dengan variabel ukuran dan tujuan kebijakan, sumber daya, karakteristik badan pelaksana, komunikasi antar organisasi, disposisi pelaksana, serta lingkungan ekonomi, sosial dan politik yang mempengaruhi implementasi kebijakan. Hasil penelitian adalah bahwa ukuran dan tujuan kebijakan serta disposisi pelaksana telah jelas dan dipahami namun masih terkendala pada aspek sumber daya (anggaran), komunikasi, dan karakteristik badan pelaksana dalam hal keterbatasan SDM dan fasilitas khususnya di instansi pemerintah, serta lingkungan ekonomi, sosial dan politik turut berpengaruh pada implementasi kebijakan sertifikasi CDOB sebagai standar perizinan berusaha. Kesimpulan dari penelitian ini adalah implementasi kebijakan sertifikasi CDOB sebagai standar perizinan berusaha belum berjalan secara optimal karena masih terdapat perubahan kebijakan yang belum diimplementasikan yaitu terkait simplifikasi jenis sertifikast CDOB. Rekomendasi dari penelitian ini adalah pengawalan terhadap revisi Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2017 tentang PNBP di BPOM, memperluas sosialisasi kebijakan sertifikasi CDOB agar lebih merata, melakukan monitoring dan evaluasi proses integrasi yang telah berjalan, serta meningkatkan koordinasi lintas sektor agar proses implementasi kebijakan sertifikasi CDOB sebagai standar perizinan berusaha dapat berjalan secara optimal.
In the context of facilitating doing business and accelerating the licensing process, the government has simplified regulations related to business licensing, including in the field of drug distribution by issuing Government Regulation Number 5 of 2021 and BPOM Number 10 of 2021. Based on these regulations, there are changes to the requirements in the GDP certification process included trimming the timeline for the GDP certification process both from the BPOM and from the business actors, as well as simplification of the types of GDP certificates. This research is to find out the implementation of the GDP certification policy as a business licensing standard in Indonesia. The research was conducted using a qualitative approach with primary data obtained through in-depth interviews and secondary data obtained through document review. This study uses the theory of policy analysis by Van Meter and Van Horn with the variables of policy size and objectives, resources, characteristics of implementing agencies, inter-organizational communication, executor dispositions, as well as the economic, social and political environment that influences policy implementation. The results of the study are that the size and objectives of the policy as well as the disposition of the executors are clear and understood but are still constrained in the aspects of resources (budget), communication, and the characteristics of implementing agencies in terms of limited human resources and facilities, especially in government agencies, as well as the economic, social and political environment also influences the implementation of the GDP certification policy as a business licensing standard. The conclusion of this study is that the implementation of the GDP certification policy as a business licensing standard has not run optimally because there are still policy changes that have not been implemented, namely related to simplification of the types of GDP certificates. The recommendations from this study are escorting the revision of Government Regulation Number 32 of 2017 concerning PNBP at BPOM, expanding the dissemination of GDP certification policies to make it more equitable, monitoring and evaluating the ongoing integration process, and increasing coordination across sectors so that the process of implementing GDP certification policies as a business licensing standard can run optimally."
Depok:
2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Tita Nursjafrida
"Tesis ini membahas gambaran pelaksanaan proses sertifikasi CPKB di Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan teknik wawancara mendalam dan penelusuran dokumen. Hasil penelitian menyarankan agar dilakukan penambahan SDM di Seksi Sertifikasi Kosmetik sehingga dapat dibedakan antara SDM yang melayani sertifikasi CPKB dan Surat Keteangan Impor serta dilakukan pengembangan dan evaluasi SDM yang melaksanakan proses sertifikasi CPKB. Selain itu merevisi prosedur kerja sertifikasi CPKB dengan melakukan evaluasi tahapan proses sertifikasi sehingga diketahui waktu yang dibutuhkan dari setiap tahapan.
The thesis discusses the implementation of certification process of GMP Cosmetics in The Directorate Inspection and Certification of Traditional Medicines, Cosmetics and Complement Product. This research is a qualitative research by an interview and document investigation. The result of the research suggests to add human resources in the section of cosmetics certification in order to be able to differenciate between the human resources which is in charge of GMP Cosmetics certification service and import letter as well as development and evaluation of human resources which implements GMP Cosmetics certification process. Besides that, to revise the working procedure of GMP Cosmetics certification by evaluating the certification process so that the time needed in each phase is known."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
T41302
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library
Qinthara Alifya Pramatiara
"Kesenjangan atau Gap merupakan suatu ketidakseimbangan, perbedaan, atau ketidaksimetrisan antara suatu hal terhadap hal yang lain. Pada proses distribusi oleh Pedagang Besar Farmasi (PBF) harus berkaca pada CDOB sehingga seluruh aspeknya diharapkan sesuai dengan pedoman tersebut. Kesenjangan dapat terjadi pada proses ini ketika pelaksanaan teknis yang terjadi di lapangan memiliki sedikit banyak perbedaan dengan yang tercantum dalam pedoman. Oleh karena itu, perlu dilakukan Gap assessment sebagai alat penilaian untuk mengevaluasi proses distribusi tersebut. Tugas khusus ini disusun dengan melakukan proses pengamatan atau observasi pada proses pelaksanaan distribusi di PT. Enseval Putera Megatrading (EPM) Cabang Jakarta 1 terhadap penerapan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). Selanjutnya, dilakukan penilaian terhadap kesesuaian penerapan atau implementasi CDOB berdasarkan daftar aspek penerapan CDOB. Bedasarkan daftar periksa yang digunakan, terdapat 121 aspek detail terkait CDOB pada proses distribusi oleh PT EPM Cabang Jakarta 1 yang perlu dinilai kesesuaian dengan yang terlaksana. Namun, terdapat 6 aspek yang tidak terpenuhi. Semua aspek yang tidak sesuai dengan ketentuan diharapkan dapat dibuat aksi perbaikan dan pencegahannya.
A gap is an imbalance, difference, or asymmetry between one thing and another. The distribution process by Pharmaceutical Wholesalers (PBF) must reflect on CDOB so that all aspects are expected to comply with these guidelines. Gaps can occur in this process when the technical implementation that occurs in the field is more or less different from what is stated in the guidelines. Therefore, it is necessary to carry out a Gap assessment as an assessment tool to evaluate the distribution process. This special task is prepared by carrying out an observation process or observations on the distribution implementation process at PT. Enseval Putera Megatrading (EPM) Jakarta Branch 1 regarding the implementation of Good Distribution Practice (GDP). Next, an assessment is carried out on the suitability of the application or implementation of GDP based on the list of GDP implementation aspects. Based on the checklist used, there are 121 detailed aspects related to GDP in the distribution process by PT EPM Jakarta Branch 1 which need to be assessed for suitability with what is being implemented. However, 6 aspects are not fulfilled. It is hoped that all aspects that are not by the provisions can be taken to corrective and preventive actions"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Indra Irsandi Johan
"Dalam melaksanakan fungsinya, pedagang besar farmasi (PBF) harus mengimplementasikan pedoman teknis cara distribusi obat yang baik (CDOB), yang bertujuan untuk memastikan penyaluran dilakukan sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan. CDOB merupakan standar yang sangat penting dalam upaya mempertahankan mutu dan integritas distribusi obat di setiap rantai distribusi mulai dari industri farmasi hingga fasilitas pelayanan kefarmasian. Dengan demikian, pengawasan pasca pemasaran dalam kerangka penerapan CDOB dimaksudkan untuk memastikan bahwa mutu, khasiat, dan keamanan obat di sepanjang jalur distribusi tetap dipertahankan sesuai dengan karakteristik pada saat obat dimaksud disetujui untuk beredar. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati dan memahami kesesuaian penerapan CDOB di Kimia Farma Trading & Distribution cabang Jakarta 2 pada periode 03 Juli – 14 Juli 2023. Pelaksanaan dilakukan dengan studi observasi atau pengamatan langsung di lapangan. Hasil dari pengamatan yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa Kimia Farma Trading & Distribution cabang Jakarta 2 pada periode 3 Juli – 14 Juli 2023 telah menerapkan CDOB sesuai dengan persyaratan yang berlaku.
In carrying out its function, pharmaceutical wholesale traders (PBF) must implement the technical guidelines for Good Distribution Practices (CDOB), which aim to ensure that distribution is carried out in accordance with established requirements. CDOB is a very important standard in maintaining the quality and integrity of drug distribution in every distribution chain from the pharmaceutical industry to pharmaceutical service facilities. Therefore, post-marketing supervision within the framework of implementing CDOB is intended to ensure that the quality, efficacy, and safety of drugs along the distribution chain are maintained in accordance with the characteristics when the drug was approved for circulation. This study aims to observe and understand the suitability of CDOB implementation at Kimia Farma Trading & Distribution Branch Jakarta 2 from July 3 to July 14, 2023. The implementation was conducted through observation studies or direct field observations. Based on the observations conducted, it can be concluded that Kimia Farma Trading & Distribution Branch Jakarta 2 during the period of July 3 to July 14, 2023, has implemented CDOB in accordance with applicable requirements."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Ricky
"Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) adalah metode distribusi dan/atau penyediaan obat yang bertujuan untuk memastikan kualitas selama jalur distribusi/suplai sesuai dengan persyaratannya dan tujuan penggunaannya (BPOM, 2019). PT. Masiva Guna merupakan perusahaan yang bergerak dalam perdagangan, khususnya dalam distribusi obat dan alat kesehatan, dan telah bersertifikasi CDOB. Oleh karena itu, dalam proses distribusinya, mereka harus mengikuti pedoman CDOB. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode observasional, deskriptif, dan evaluatif. Observasi dilakukan dengan mengamati objek penelitian secara langsung, deskripsi dilakukan dengan menggambarkan penerapan CDOB di Pusat Distribusi Farmasi (PDF), dan evaluasi dilakukan dengan membandingkan kesesuaian antara objek penelitian dan pedoman CDOB. Berdasarkan hasil penelitian, implementasi Praktek Distribusi Obat yang Baik (CDOB), khususnya pada aspek bangunan dan peralatan di PT. Masiva Guna, sesuai dengan Pedoman Teknis untuk Praktek Distribusi Obat yang Baik yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Nomor 9 tahun 2019.
Good Distribution Practice (GDP) is a method of drug distribution and/or supply aimed at ensuring quality throughout the distribution/supply chain in accordance with its requirements and intended use (BPOM, 2019). PT. Masiva Guna is a company engaged in trading, specifically in the distribution of drugs and medical devices, and has been certified for GDP. Therefore, in the distribution process, they must follow GDP guidelines. This research was conducted using observational, descriptive, and evaluative methods. Observations were made by directly observing the research object, description was done by describing the implementation of GDP at the Pharmaceutical Distribution Center (PDC), and evaluation was carried out by comparing the conformity between the research object and GDP guidelines. Based on the research results, the implementation of Good Distribution Practice (GDP), especially in terms of building and equipment aspects at PT. Masiva Guna, is in accordance with the Technical Guidelines for Good Distribution Practice for Drugs issued by the National Agency of Drug and Food Control (BPOM) No. 9 of 2019."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Sekti Prameswari Susilo
"Obat maupun bahan obat yang disalurkan ke pelanggan harus dipastikan tidak berubah mutu atau rusak. Dalam pelaksanaannya, Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang bertindak sebagai penyalur, harus mengacu pada pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). CDOB diatur dalam Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Nomor 9 Tahun 2019 dan Peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2020 yang bertujuan untuk memastikan mutu sepanjang jalur distribusi atau penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui penerapan CDOB di KFTD Cabang Surakarta dalam aspek pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran produk. Dalam penelitian ini, data yang telah diperoleh dilakukan proses pemilihan dan pemusatan perhatian pada topik atau penyederhanaan. Hasil pemusatan data kemudian dibandingkan dengan pedoman CDOB khusus aspek pengadaan, penyimpanan dan penyaluran, untuk mengetahui kesesuaian antara kegiatan rantai distribusi yang dilakukan oleh KFTD Cabang Surakarta dengan pedoman dalam CDOB. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, KFTD Cabang Surakarta telah menerapkan rantai distribusi yang sesuai dengan pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) mulai dari proses pengadaan, penerimaan, penyimpanan dan penyaluran produk dari prinsipal kepada pelanggan atau konsumen.
Drugs and medicinal ingredients distributed to customers must be ensured that their quality has not changed or been damaged. In its implementation, Pharmaceutical Wholesalers (PBF) who act as distributors, must refer to the guidelines for Good Drug Distribution Methods (CDOB). CDOB is regulated by the Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Regulation Number 9 of 2019 and BPOM Regulation Number 6 of 2020 which aims to ensure quality along the distribution or distribution channel according to the requirements and intended use. The purpose of this study is to determine the application of CDOB in KFTD Surakarta Branch in the aspects of product procurement, storage, and distribution. In this study, the data that has been obtained is carried out by selecting and focusing on the topic or simplification. The results of data concentration were then compared with the CDOB guidelines specifically for aspects of procurement, storage, and distribution, to find out the suitability between the distribution chain activities carried out by the Surakarta Branch of KFTD and the guidelines in the CDOB. Based on the research that has been done, KFTD Surakarta Branch has implemented a distribution chain per the guidelines for Good Drug Distribution (CDOB) starting from the procurement, receipt, storage, and distribution of products from principals to customers or consumers."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Andini Nadya Putri
"Kegiatan penyaluran sediaan farmasi merupakan bagian penting dalam upaya memastikan akses obat yang merata. Pedagang Besar Farmasi (PBF) memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga mutu obat dari awal pengadaan hingga obat tersalurkan. Sesuai dengan Peraturan BPOM Nomor 6 tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB), PBF harus memastikan bahwa proses distribusi memenuhi standar yang ditetapkan. Namun, pelaksanaan CDOB sering kali mengalami kendala, terbukti dari berbagai pelanggaran yang ditemukan BPOM pada tahun 2017 salah satunya adalah ditemukan adanya gudang atau bangunan yang tidak memenuhi persyaratan. Tugas khusus ini dilakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi penerapan aspek bangunan dan peralatan di PT Anugrah Argon Medica (AAM) Cabang Tangerang melalui metode observasi langsung dan wawancara dengan apoteker serta tim quality. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa PT AAM Cabang Tangerang telah menerapkan aspek bangunan dan peralatan sesuai dengan pedoman teknis CDOB. Semua aspek yang diamati, termasuk bangunan, suhu dan lingkungan, peralatan sistem komputer, validasi, dan kualifikasi telah memenuhi standar yang ditetapkan CDOB.
The distribution of pharmaceutical preparations is an essential component of ensuring equitable access to medicines. Pharmaceutical Wholesalers (PBFs) bear a significant responsibility for maintaining drug quality from procurement to distribution. According to BPOM Regulation Number 6 of 2020 concerning the Technical Guidelines for Good Distribution Practices (CDOB), PBFs must ensure that the distribution process meets established standards. However, CDOB implementation often faces challenges, as evidenced by various violations found by BPOM in 2017, including non-compliant warehouses or buildings. This special project aims to evaluate the implementation of building and equipment aspects at PT Anugrah Argon Medica (AAM) Tangerang Branch using a direct observation method and interviews with pharmacists and the quality team. The evaluation results indicate that PT AAM Tangerang Branch has implemented building and equipment aspects in accordance with the CDOB technical guidelines. All observed aspects, including buildings, temperature and environment, computer system equipment, validation, and qualification, have met the standards set by CDOB."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Nur Mulzimatus Syarifah
"Fasilitas distribusi merupakan sarana yang digunakan untuk mendistribusikan atau menyalurkan sediaan farmasi yang terdiri dari Pedagang Besar Farmasi dan Instalasi Sediaan Farmasi. Pedagang Besar Farmasi (PBF) merupakan perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Standar kefarmasian pada sarana distribusi sediaan farmasi adalah Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). CDOB merupakan suatu kegiatan atau cara distribusi/penyaluran obat dan/atau bahan obat yang bertujuan untuk memastikan mutu sepanjang jalur distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaan. Di dalam CDOB tahun 2020, terdapat 12 Bab yang mengatur terkait prinsip-prinsip CDOB. Observasi dan wawancara terkait kegiatan implementasi CDOB dilakukan di PT. Anugrah Argon Medica (AAM) Cabang Jakarta 2. Berdasarkan hasil observasi langsung terhadap kondisi gudang dan dokumentasi serta wawancara kepada QS dan tim, AAM Cabang Jakarta 2 telah melakukan implementasi aspek-aspek yang diatur dalam Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) baik untuk obat lainnya dan CCP.
Distribution facilities are facilities used to distribute or distribute pharmaceutical preparations consisting of Pharmaceutical Wholesalers and Pharmaceutical Dosage Installations. Pharmaceutical Wholesaler (PBF) is a company in the form of a legal entity that has a license for the procurement, storage, distribution of drugs and/or drug ingredients in large quantities in accordance with the provisions of laws and regulations. Pharmaceutical standards in pharmaceutical preparation distribution facilities are Good Distribution Practice (CDOB). CDOB is an activity or method of distribution/distribution of drugs and/or medicinal materials that aims to ensure quality along the distribution/distribution channel according to the requirements and purpose of use. In the CDOB in 2020, there are 12 Chapters that regulate the principles of CDOB. Observations and interviews related to CDOB implementation activities were conducted at PT. Anugrah Argon Medica (AAM) Jakarta Branch 2. Based on direct observations of warehouse conditions and documentation and interviews with QS and the team, AAM Jakarta Branch 2 has implemented aspects regulated in the Technical Guidelines for Good Drug Distribution Methods (CDOB) for both other drugs and CCP."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Nur Tyas Ayunda
"Pendistribusian obat harus mempertahankan sistem mutu yang mencakup tanggung jawab, proses, dan langkah manajemen risiko terkait dengan kegiatan yang dilaksanakan. Mempertahankan sistem mutu dengan melengkapi fasilitas yang menjamin mutu obat selama proses distribusi. Menjaga sistem mutu adalah tanggung jawab dari penanggung jawab fasilitas distribusi, dan membutuhkan partisipasi aktif serta harus didukung oleh komitmen manajemen puncak. Dalam suatu PBF harus mempunyai penanggung jawab untuk tiap fasilitas distribusi, yang memiliki wewenang dan tanggung jawab yang telah ditetapkan untuk memastikan bahwa sistem mutu disusun, diterapkan, dan dipertahankan. Maka dari itu PBF harus mempunyai struktur organisasi yang ditunjuk langsung oleh manajemen puncak untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab sesuai tugasnya untuk menjamin sistem mutu pendistribusian obat. Menjalankan pendistribusian obat/bahan obat yang baik membutuhkan personil untuk menjalankannya. Semua personil perlu memahami CDOB, memahami tanggung jawab sesuai tugasnya, dan memperbaiki penyimpangan dalam sistem mutu. Semua personil dalam PBF harus memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan dalam CDOB dengan mengikuti pelatihan dan memiliki kompetensi sebelum menjalannkan tugasnya. Persolnil dalam mendistribusikan obat harus menjaga kebersihan dan menjaga kesehatan dalam menjalankan proses pendistribusian untuk menjamin mutu obat/bahan obat.
Drug distribution must responsibilities, processes and risk management steps related to the activities carried out. Maintaining a quality system by equipping facilities that guarantee the quality of medicines during the distribution process. Maintaining the quality system is the responsibility of the person in charge of the distribution facility, and requires active participation and must be supported by top management commitment. A PBF must have a person in charge for each distribution facility, who has the authority and responsibility that has been determined to ensure that a quality system is developed, implemented and maintained. Therefore, PBF must have an organizational structure appointed directly by top management to carry out duties and responsibilities as instructed to ensure a quality system for drug distribution. A good distribution of medicines/medicinal ingredients requires personnel to carry it out. Everyone needs to understand CDOB, understand responsibilities at the highest level, and correct deviations in the quality system. All personnel in the PBF must meet the qualifications required in the CDOB by following training and having competency before carrying out it. Personnel in distributing medicines must maintain cleanliness and maintain health in carrying out the distribution process to ensure the quality of medicines/medicinal ingredients."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library