Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 61331 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
JATI 6(1-2)2007
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Zainal Arifin Hoesein
"ABSTRAK
Perjuangan panjang tentang kekuasaan kehakiman yang babas dalam negara hukum sesuai dengan UUD 1945, terakhir disuarakan oleh Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) yang dituangkan dalam memorandum tanggal 23 Oktober 1996 yang menghendaki agar kekuasaan kehakiman di bawah satu payung, yakni Mahkamah Agung. Gagasan tersebut, sejalan dengan Pasal 24 dan 25 UUD 1945 beserta penjelasannya. Kekuasaan kehakiman yang bebas dalam perspektif negara hukum, akan berkaitan dengan beberapa faktor, di antaranya adalah segi kelcmbagaan dan segi sistem peradilannya. Dari segi kelembagaan, perlanyaan yang timbul seperti, apakah kekuasaan kehakiman yang babas harus berada pada satu payung, yakni Mahkamah Agung ? Apakah hal tersebut akan mengganggu sistem kekuasaan negara sebagaimana yang telah diatur oleh UUD 1945 dan dari segi sistem peradilannya, juga akan timbul pertanyaan, bagaimanakah sistem peradilan yang dikehendaki oleh UUD 1945 dalam mewujudkan negara hukum ? Persoalan kekuasaan kehakiman sepanjang sejarah ketatanegaraan Indonesia rnasih tetap aktual dan menjadi bahan perdebatan para pakar karena pada lembaga ini kewibawaan hukum diuji.
Kekuasaan kehakiman merupakan salah satu perwujudan dari penegasan dianutnya paham negara hukum oleh konstitusi Indonesia. Salah satu ciri negara hukum adalah adanya lembaga peradilan yang bebas dan tidak memihak, Kekuasaan kehakiman yang babas dan lidak memihak secara normatif telah diatur dalam ketiga konstitusi yang pernali berlaku di Indonesia, yakni pada UUD 1945 diatur dalam Pasal 24 ayat (I), Konstitusi RIS diatur dalarn Pasal 145 ayat (1) dan UUi) Semcntara 1950 diatur dalam Pasal 103. Dari segi substantif, ketiga konstitusi tersebut menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman itu babas dan tidak memihak. Perwujudan kekuasaan kehakiman yang bebas akan bertautan dengan kemauan politik dalam menempatkan hukum dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal ini berarti hukum dan kekuasaan senantiasa memiliki keterkaitan dan saling mempengaruhi. Dapat dipahami bahwa di satu pihak hukum dalam suatu negara hukum adalah sebagai landasan kekuasaan dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, tetapi di lain pihak hukum juga merupakan produk kekuasaan. Pemahaman terhadap hukum sebagai landasan kekuasaan, berarti segala kekuasaan negara yang lahir diatur oleh hukum dan dijalankan berdasar atas hukum, sehingga hukum ditempatkan pada posisi lebih tinggi (supremacy of law) sebagaimana yang dikehendaki oleh rumusan negara hukum. Di sisi lain, hukum juga merupakan produk kekuasaan, berarti setiap produk hukum merupakan hasil dari interaksi politik yang memerlukan adanya komitmen politik.
Kecenderungan yang akan lahir adalah, bahwa suatu produk hukum bergantung pada format politik/konfigurasi politik.Oleh karena itu, implementasi kekuasaan kehakiman yang bebas sebagaimana yang dikehendaki oleh konstitusi, tetap berkaitan dengan kemauan politik penyelenggara kekuasaan negara. Peradilan yang bebas berrnakna bahwa kekuasaan kehakiman tidak dapat diintervensi oleh kekuasaan negara lainnya dalam menjalankan fungsinya, baik sebagai lembaga penegakan hukum maupun sebagai lembaga penemuan hukum. Rumusan normatif yang demikian itu, dalam implementasinya tidak terlepas dari sisi politik dan sosial budaya yang berkembang. Hal ini berarti kekuasaan kehakiman yang babas memiliki relevansi dengan konfigurasi politik dan sosial budaya suatu negara."
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Filadelfia
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran ethical awareness dan ethical judgment terhadap perilaku menyontek. Selain itu, penelitian ini juga melihat perbedaan perilaku menyontek antar jenis kelamin, tingkat pendidikan dan prestasi akademik. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang menggunakan alat ukur yang diadaptasi dari Moral Equity Scale untuk mengukur ethical awareness dan ethical judgment dan Alat Ukur Kecurangan Akademik, untuk mengukur perilaku menyontek mahasiswa. Penelitian ini dilakukan pada 504 mahasiswa Universitas Indonesia program sarjana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ethical judgment memiliki peran yang signifikan pada perilaku menyontek (B=.300, p < .05). Namun, ethical awareness tidak memiliki peran yang signifikan pada perilaku menyontek (B=-0.051, p > .05). Selain itu, terdapat pula perbedaan perilaku menyontek antara perempuan dan laki laki (t = -3.387, p < .05) dan juga antar tingkat pendidikan (F = 4.475, p < .05). Implikasi dari penelitian adalah sebagai langkah awal untuk menyusun langkah preventif maupun kuratif untuk mengatasi perilaku menyontek.
This research aimed to examine the role of ethical awareness and ethical judgment towards cheating behavior among students. Additionally, this research is aimed to find the differences in cheating behavior between gender, education level, and academik achievement. This research is a quantitative study that used an instrument adapted from the Moral Equity Scale to measure both ethical awareness and ethical judgment. This study also used Alat Ukur Kecurangan Akademik to measure student cheating behavior. This research was conducted on 504 undergraduate students from University of Indonesia. The results of this study indicate that ethical judgment has a significant role towards cheating behavior (B=.300, p < .05). On the other hand, ethical awareness does not have a significant role in cheating behavior (B=-0.051, p > .05). Moreover, there are differences in cheating behavior between women and men (t = -3.387, p < .05), and also between levels of education (F = 4.475, p < .05). The implication of this research is as a start to compile preventive and curative steps related to cheating behavior."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinna Safitri
"Tesis ini membahas tentang  penggunaan alat bukti kesamaan dokumen/surat oleh KPPU dalam memutus perkara Nomor 41/KPPU-L/2010 tentang Tender Pengadaan Sarana dan Prasarana Konversi Energi. Alat bukti yang digunakan oleh KPPU dalam memutus perkara ini adalah kesamaan dokumen, Alat Bukti kesamaan dokumen tersebut merupakan alat bukti petunjuk. Petunjuk dari berbagai macam alat bukti tidak mungkin dapat diperoleh hakim tanpa menggunakan suatu pemikiran tentang adanya persesuaian antara kenyataan yang satu dengan yang lain, atau antara satu kenyataan dengan tindak pidana itu sendiri. Oleh karena itu alat bukti petunjuk harus mengacu pada persesuaian antara kejadian, keadaan, perbuatan, maupun dengan tindak pidana itu sendiri. Alat bukti petunjuk hanya dikenal dalam hukum acara pidana (KUHAP) dan UU No.5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat. Pengaturan mengenai petunjuk di hukum pidana didasarkan pada prinsip bahwa hakim bersifat aktif untuk mencari keadilan,

This thesis discusses the use of document similarity evidence / letter by the Commission in deciding the case 41/KPPU-L/2010 of Tender for Procurement of Infrastructure Energy Conversion. Evidence used by the Commission in deciding the case this is the similarity of a document, the document similarity Evidence is evidence instructions. Hints of various kinds of evidence may not be obtained without the use of a judge thought about the fact that the existence of correspondence between one another, or between one reality to the offense itself. Therefore evidence should refer to the instructions of correspondence between the events, circumstances, actions, and with the crime itself. Instructions only known evidence in criminal procedural law (Criminal Procedure Code) and Act No. 5 of 1999 on the Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition. Instructions on setting the criminal law is based on the principle that judges are actively to seek justice."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joshua Hezer
"Dilema etis merupakan hal yang dialami setiap orang dalam kehidupan sehari-hari. Saat menghadapinya, pengambilan keputusan yang tidak etis dapat merugikan berbagai pihak. Salah satu hal yang berperan dalam proses pengambilan keputusan etis adalah persepsi mengenai etika yang dimiliki oleh seorang individu. Di sisi lain, nilai yang dipegang seseorang juga diduga dapat memperkuat persepsi tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan yang dimiliki social consensus dan moral judgment, serta pengaruh moderasi conformity pada hubungan tersebut.
Hasil analisis terhadap 86 karyawan umum menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan pada hubungan antara social consensus dan moral judgment. Namun, hasil analisis untuk moderasi menunjukan conformity tidak memoderasi hubungan tersebut. Hasil penelitian ini memiliki implikasi saran pada perusahaan untuk membangun budaya etis sehingga dapat meningkatkan perilaku etis. Penelitian ini juga menambah pengetahuan mengenai hubungan social consensus dan moral judgment, serta pengaruh conformity dalam pengambilan keputusan etis pada karyawan secara umum.

People deal with ethical dilemma in everyday life. In dealing with ethical dilemma, unethical decision making could damage various parties. One of the leading role in ethical decision making process is the perception regarding ethic within a person. Moreover, personal value is also expected to strengthen ethical perception. This study intended to discover the relationship between social consensus and individuals moral judgment, and the moderation effect of conformity.
86 employees participated in the study and showed a positive and significant relationship between social consensus and individuals moral judgment. However, the moderation analysis result did not show that conformity could serve as a moderator in the relationship. The result had suggestion implication for companies to build a culture of ethic to increase ethical decision making. Furthermore, it also added up the knowledge about relationship between social consensus and individuals moral judgment, and the influence of conformity in ethical decision making on employees.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vanindra
"Kehidupan bermasyarakat senantiasa diatur oleh sebuah sistem etika yang dianut secara kolektif oleh anggotanya. Pada masyarakat Islam fundamental Indonesia, perempuan muslim, terutama yang berhijab, memiliki tanggung jawab yang lebih besar dalam menjalankan sistem etika yang ada. Ini berkaitan dengan kepercayaan kolektif masyarakat bahwa ritual penggunaan hijab adalah hal yang sakral. Oleh karena itu, kesucian hijab harus dijaga dengan baik. Adanya kepercayaan ini menyebabkan kecanggungan saat mencampurkan hijab dengan kesenian dalam konteks selain ibadah. Kecanggungan sangat berat dirasakan oleh Hijab Cosplayer yang mencampurkan hijab dengan hobi mereka. Hijab Cosplayer kerap kali mengalami penolakan dari masyarakat karena dianggap telah menistakan hijab dengan melakukan cosplay. Pemahaman ini lah yang ingin didobrak oleh komunitas Hijab Cosplay Gallery melalui kode etik yang dianut oleh anggotanya. Kode etik ini kemudian menjadi sebuah norma yang diemban oleh Hijab Cosplayer sebagai bentuk komitmen terhadap Tuhan juga pembuktian akan kesalehan mereka. Tulisan ini akan berfokus pada kode etik Hijab Cosplayer dan bagaimana ia dijaga dan dijalankan dalam komunitas imajiner melalui kesadaran kolektif kelompok. Melalui tulisan ini, saya berharap dapat memberikan perhatian yang lebih terhadap komunitas Hijab Cosplayer dan religiusitas dalam dunia modern.

The life of a society is bounded by the existence of an ethical system that is collectively believed and internalized by the members. In Indonesian Fundamentalist Muslim society, Muslim women, especially those who wear the hijab, carry a greater responsibility in doing said system. It is connected to how society’s collective belief, that the ritual of wearing a hijab is sacred. Therefore, the hijab’s pureness needs to be protected at all costs. This belief then caused awkwardness when mixing the hijab with art in a non-sacred context. This awkwardness is felt more by the Hijab Cosplayers who mix the hijab with their hobby. They are often subjected to rejection from Muslim society because it is believed that they have committed blasphemy towards the hijab by doing cosplay. Hijab Cosplay Gallery then tries to breach said beliefs using the code of ethics that is held collectively by its members. This code of ethics was later internalized by Hijab Cosplayer as some kind of a norm among them as a form of commitment to God and proof of their faith. This writing focuses on Hijab Cosplayer’s code of ethics and how it is preserved by an imagined community through the community members' collective consciousness. Through this writing, I am hoping to shed more light on the Hijab Cosplayer community and religiosity in modern world.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kristanto
"Direksi dalam melakukan pengurusan Perseroan dengan mengambil tindakantindakan dan keputusan bisnis dapat menimbulkan kerugian bagi Perseroan. Berdasarkan doktrin Business Judgment Rule, Direksi dianggap tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan akibat keputusan bisnis yang diambil direksi. Penelitian ini untuk menganalisa lebih dalam pemahaman mengenai doktrin Business Judgment Rule dan keterkaitannya dengan pasal 97 ayat (5) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Berdasarkan bentuknya, tipologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksplanatoris dan preskriptif, dimana peneliti mencoba untuk memahami doktrin Business Judgment Rule dan mencari keberadaan doktrin ini di dalam hukum perusahaan di Indonesia, di samping itu peneliti mencoba untuk melihat dampak yang mungkin timbul apabila doktrin Business Judgment Rule diterapkan di Indonesia.

Directors in managing a Company, while take actions and business decisions may cause losses to the Company. Under the Business Judgment Rule doctrine, Directors are assumed not to be responsible for any losses of the Company due to business decisions of the directors. This research analysises deeper and further in understanding the Business Judgment Rule doctrine and their relation to Article 97 paragraph (5) Limited Company Act. Based on its form, the typology used in this study is explanatory and prescriptive research, where researchers try to understand the doctrine of the Business Judgment Rule and look for the existence of this doctrine in the company law in Indonesia, in addition, the researchers tried to see the impact that may arise if the Business Judgment Rule is applied in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27500
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Nugroho
"Tesis ini membahas tentang pelaksanaan prinsip Business Judgment Rule bagi PT Jasa Raharja dalam penyelesaian keterlambatan penyetoran Iuran Wajib Pesawat Udara oleh Perusahaan Penerbangan akibat adanya Pandemi COVID-19 dengan pokok permasalahan pertama yaitu, bagaimanakah pengaturan Prinsip Business Judgment Rule yang dapat diberlakukan oleh PT Jasa Raharja berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Anggaran Dasar Perusahaan? Kedua, bagaimanakah penerapan Prinsip Business Judgment Rule bagi Direksi PT Jasa Raharja dalam pengambilan keputusan atas penyelesaian keterlambatan penyetoran Iuran Wajib Pesawat Udara oleh Perusahaan Penerbangan serta pemberian Biaya Kontribusi pada saat Pandemi COVID-19?, dan yang ketiga, kendala dan permasalahan apa saja yang dapat menghambat penerapan Prinsip Business Judgment Rule bagi Direksi PT Jasa Raharja dalam pengambilan keputusan tersebut, dan upaya-apaya yang perlu dilakukan untuk mengatasinya?. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengaturan ketentuan prinsip Business Judgment Rule oleh PT Jasa Raharja berpedoman pada UU No.40/2007 dan Anggaran Dasar Perusahaan. Selajutnya Direksi PT Jasa Raharja dapat menerapkan prinsip Business Judgment Rule dalam memberi keputusan penyelesaian keterlambatan penyetoran Iuran Wajib Pesawat Udara oleh Perusahaan Penerbangan dengan tetap memberikan Biaya Kontribusi yang didasarkan pada justifikasi dan dasar pertimbangan tertentu. Hasil penelitian ini juga menunjukan berbagai kendala dan permasalahan yang dihadapi serta uapaya yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan dimaksud. Saran dari penelitian ini adalah agar pelaksanaan prisnip Business Judgment Rule dilaksanakan secara konprehensif dan penuh tanggung jawab.

This thesis discusses the implementation of the Business Judgment Rule principle for PT Jasa Raharja in resolving the delay in depositing the Aircraft Mandatory Contribution by the Airline Company due to the COVID-19 Pandemic with the first main problem, namely, how to regulate and apply the Business Judgment Rule principle that can be implemented by PT Jasa Raharja based on Act 40/2007 concerning Limited Liability Companies and the Company's Articles of Association? Second, how is the application of the Principles of Business Judgment Rule for the Directors of PT Jasa Raharja in making decisions on the settlement of delays in depositing Obligatory Premium of Passenger Planes by Airline Companies and providing Contribution Fees during the COVID-19 Pandemic? hinder the implementation of the Business Judgment Rule for the Board of Directors of PT Jasa Raharja in making these decisions, and what efforts need to be made to overcome them?. The method used in this study is a normative juridical research method using secondary data. The results of this study indicate that the regulation of the provisions of the Business Judgment Rule by PT Jasa Raharja is guided by Act 40/2007 and the Company's Articles of Association. Furthermore, the Board of Directors of PT Jasa Raharja may apply the Business Judgment Rule principle in making decisions on the settlement of delays in depositing Obligatory Premium of Passenger Planes by Airline Companies while still providing Contribution Fees based on certain justifications and considerations. The results of this study also show the various obstacles and problems faced and the efforts made to overcome these problems. The suggestion from this research is that the implementation of the Business Judgment Rule is carried out in a comprehensive and responsible manner."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vicky Darmawan A.P.
"Tesis ini membahas terkait prinsip business judgement rule yang akan memberi perlindungan hukum pimpinan/direksi Operator Investasi Pemerintah dalam pelaksanaan Investasi Pemerintah. Investasi Pemerintah merupakan hal yang baru yang diterapkan di Indonesia berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 63 tahun 2019 tentang Investasi Pemerintah (PP No. 63/2019), yang secara operasional dilaksanakan oleh Operator Investasi Pemerintah (OIP). Dalam menjalankan Investasi Pemerintah, OIP berpotensi menghadapi risiko investasi. untuk melindungi pimpinan/direksi OIP dari pertanggungjawaban hukum atas kerugian tersebut, PP No.63/2019 mengadopsi prinsip business judgement rule. Namun di kalangan aparat penegak hukum maupun hakim prinsip ini tidak sepenuhnya diterapkan. Hal tersebut dapat menghambat tugas OIP dalam melaksanakan tugas Investasi Pemerintah, karena dibayangi ketakutan pertanggungjawaban hukum jika terjadi kerugian. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, dimana Penulis melakukan penelaahan terhadap bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan dan putusan hakim. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa secara normatif PP No.63/2019 yang mengadopsi prinsip business judgement rule seharusnya mampu memberi perlindungan hukum bagi pimpinan/direksi OIP. Penulis menyarankan agar perlindungan hukum tersebut lebih optimal, maka perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut: 1) mengatur Investasi Pemerintah dalam bentuk undang-undang; 2) menegaskan dalam regulasi bahwa Investasi Pemerintah masuk ke dalam ranah keuangan privat (untuk mencegah aparat penegak hukum mudah mengkaitkan kerugian investasi dengan kerugian keuangan negara);  dan 3) mensosialisasikan business judgement rule di kalangan aparat penegak hukum dan hakim agar memiliki kesamaan pemahaman.

This thesis discusses the principles of business judgment rule that will provide legal protection for the leaders/directors of Government Investment Operators in the implementation of Government Investments. Government Investment is a new thing implemented in Indonesia based on Government Regulation Number 63 of 2019 concerning Government Investment (Government Regulation No. 63/2019), which is operationally implemented by Government Investment Operators. In carrying out Government Investment, Government Investment Operators faces investment risk. In order to protect the Government Investment Operators leaders/directors from legal liability for these losses, Government Regulation No. 63/2019 applies the business judgment rule principle. However, among law enforcement officers and judges this principle has not been fully implemented. This can hinder Government Investment Operators 's task in carrying out Government Investment duties, because it is overshadowed by the fear of legal liability in the event of a loss. This study uses a normative juridical method, where the author reviews the primary legal materials in the form of statutory regulations and judges' decisions. From this research, it can be said that normatively Government Regulation No. 63/2019 which applies the business judgment rule principle should be able to provide legal protection for Government Investment Operators leaders/directors. The author suggests that the legal protection is more optimal, it is necessary to do the following things: 1) regulate Government Investment in the form of a law; 2) it is stated in the financial regulations that Government Investment enters the private sphere (to prevent law enforcement officers from easily linking investment losses with state financial losses); and 3) socializing the business judgment rule among law enforcement officers and judges in order to have a common understanding."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>