Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 28 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aries Mawarni Putri
"Tesis ini membahas mengenai konsep dan potensi penerbitan Surat Berharga Syariah Negara investor Diaspora dengan ketentuan peraturan yang ada di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah penelitian ini hukum yuridis normatif. Secara umum, jumlah Diaspora Indonesia cukup besar dalam hal dihitung dari kuantitasnya yaitu kurang lebih 9.000.000 (sembilan juta) Diaspora, oleh karenanya dapat dikatakan bahwa potensi penerbitan Surat Berharga Syariah Negara Diaspora berbanding lurus dengan hal tersebut. Namun demikian, meskipun jumlah Diaspora tersebut besar secara kualitas, namun demikian hal tersebut tidak tercermin dari kualitasya karena terdapat hambatan-hambatan yang menyebabkan kemampuan Diaspora Indonesia masih belum dapat dimanfaatkan secara maksimal. Lebih lanjut, selain mengkaji potensi penerbitannya, dilakukan pula analisis atas konsep dari Surat Berharga Syariah Negara Diaspora agar tercipta instrumen pembiayaan yang berkelanjutan. Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan, penulis menyimpulkan bahwa pembiayaan yang bersumber dari investor Diaspora Indonesia memiliki potensi yang besar namun demikian masih terdapat beberapa faktor yang menghambat hal tersebut. Oleh karenanya, masih diperlukan langkah-langkah lebih lanjut agar penerbitan Surat Berharga Syariah Negara Diaspora menjadi sumber pendanaan yang menjanjikan bagi Indonesia. Selain itu, konsep penerbitan Surat Berharga Syariah Negara Diaspora dapat menggunakan Surat Berharga Syariah Negara seri Sukuk Negara Indonesia sebagai dasar konsepnya karena sama-sama diterbitkan di luar negara Indonesia.

The thesis discusses the concept and potential of issuing Government Islamic Securities with Diaspora investors with existing regulations in Indonesia. The method used in writing this thesis is normative law research. In general, the number of Indonesian Diaspora is quite large in terms of its quantity, which is approximately 9,000,000 (nine milion) Diaspora, therefore it can be said that the potential for issuance of Diaspora Government Islamic Securities is directly proportional to this. However, even though the number of Diaspora is large in terms of quality, this is not reflected in the quality because there are obstacles that cause the ability of the Indonesian Diaspora to still not be fully utilized. Furthermore, apart from assessing the potential for issuance, an analysis was also carried out on the concept of Diaspora Government Islamic Securities in order to create a sustainable financing instrument. Based on the research conducted by the authors, the authors conclude that financing sourced from Indonesian Diaspora investors has great potential, however, there are still several factors that hinder this. Therefore, further steps are still needed so that the issuance of Diaspora Government Islamic Securities becomes a promising source of funding for Indonesia. In addition, the concept of issuing Diaspora Government Islamic Securities can use the Sukuk Negara Indonesia (SNI) series of Indonesian Government Islamic Securities as the basis for the concept because they are both issued outside the country of Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arundati Shinta
"ABSTRAK
Tujuan kajian ini adalah membahas tentang keengganan diaspora Indonesia untuk berpartisipasi dalam Pemilu. pada Pemilu 2014, hanya sekitar 30% diaspora yang aktif dalam Pemilu. padahal diaspora itu adalah orang Indonesia yang masih memegang paspor Indonesia secara sah. mereka juga mempunyai kontribusi nyata
dalam pembangunan Indonesia baik secara sosial, ekonomi maupun budaya. mereka juga cenderung terlibat dalam politik identitas, karena diaspora Indonesia cenderung terbentuk berdasarkan suku, agama, dan profesi. keengganan berpartisipasi dalam Pemilu tersebut menunjukkan bahwa pemahaman tentang konsep Wawasan Nusantara masih rendah. kajian ini membahas tentang hambatan dari diaspora untuk berpartisipasi dalam Pemilu serta saran-saran untuk mengatasinya."
Jakarta: Biro humas settama lemhanas RI, 2019
JKL 37 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Padel Muhamad Rallie Rivaldy
"Sejak 9/11, persoalan identitas dan pemaknaan rumah (home) pada masyarakat Muslim global menjadi salah satu isu yang banyak dikaji para sarjana. Terlebih, dengan munculnya fenomena Negara Islam Irak dan Syam, prasangka terhadap Muslim sebagai kelompok yang identik terorisme menjadi arus utama dalam sebagian masyarakat Barat yang Islamofobik. Dengan menggunakan teori identitas Hall (1990), Hasrat Merumah (Homing Desire) oleh Brah (1996), dan Yang Tak Akrab (Unhomely) oleh Bhabha (1992, 1994), analisis tekstual melalui pembacaan dekat ini mengkaji bagaimana komunitas diaspora Muslim Pakistan membentuk identitas seiring pemaknaan mereka atas rumah dalam dua novel. Hasil analisis menunjukkan baik Home Fire maupun Exit West merepresentasikan kemajemukan dalam pembentukan identitas dan pemaknaan rumah pada diaspora Muslim. Kemudian, melalui representasi-representasi ini, kedua novel memproblematisasi istilah radikalisme, mengaburkan oposisi biner Timur/Barat, menekankan pengetahuan (knowledge) tentang keanekaan dalam dunia Islam, dan menawarkan zona kontak transkultural inklusif sebagai gagasan berbangsa.

Since the wake of 9/11, identity proposition and the meaning of home toward global Muslim societies become one of prominent issues among scholars. Moreover, with the rising of Islamic State of Iraq and Levant phenomenon, prejudice toward Muslim as group that is synonymous with terrorism become mainstream on partial Islamophobic Western societies. Drawing upon Halls theory of identity (1990), Brahs Homing Desire (1996), dan Bhabhas Unhomely (1992, 1994), this close-textual analysis investigates how Pakistani Muslim diasporic community construct their identities and the meaning of home within two novels. Research findings show both Home Fire and Exit West represent heterogeneity within home and identity construction of Muslim diaspora. Then, through these representations, both novels problematize the notion of radicalism, blurring East/West binarism, underscore knowledge on multifariousness within Islamic world, and offer inclusive transcultural contact zone as the concept of nation.

"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
T53679
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fandra Febriand
"Penelitian ini tentang representasi identitas diaspora Tionghoa dalam dua film, yaitu The Journey (Malaysia) dan Ngenest (Indonesia). Peran diaspora Tionghoa sejak awal kehadiran film di kedua negara (akhir 1920-an) sangat signifikan. Akan tetapi, sejak periode akhir 1960-an hingga tahun 2000, peran itu dan tema ketionghoaan berkurang sangat drastis akibat dari kebijakan politik kedua negara terhadap diaspora Tionghoa. Baru setelah tahun 2000-an, seiring perubahan politik di Indonesia dan ketersediaan teknologi dalam pembuatan film di Malaysia, film bertema ketionghoaan kembali hadir di kedua negara. The Journey (2014) dan Ngenest (2015) diproduksi pada era setelah tahun 2010-an, dan disutradarai oleh diaspora Tionghoa. Menggunakan metode kualitatif, penelitian ini melakukan analisis mendalam terhadap unsur-unsur pembentuk kedua film, yaitu unsur naratif dan unsur sinematik. Konsep representasi dan identitas dari Stuart Hall digunakan sebagai kerangka teoritis dalam penelitian ini untuk memahami representasi identitas diaspora Tionghoa dalam kedua film dari dua negara ini.
Temuan dari penelitian ini adalah bahwa kedua film sama-sama merepsentasikan hal- hal berikut, namun dengan cara yang berbeda, yaitu: 1) tradisi adalah bagian dari penanda identitas diaspora Tionghoa; 2) dinamika identitas yaitu berupa tegangan antara tradisi dengan modernitas (The Journey) dan antara ketionghoaan dengan pandangan diskriminatif terhadapnya (Ngenest); 3) ketidakadaan relasi dengan Tiongkok sebagai negara secara politis. Representasi identitas diaspora Tionghoa di dalam kedua film sangat berbeda karena tidak terlepas dari perbedaan sosial, budaya, dan politik identitas terhadap diaspora Tionghoa di kedua negara tersebut. Masing-masing tokoh utama dalam kedua film merepresentasikan bagaimana identitas diaspora Tionghoa berada dalam kondisi “being” dan “becoming” dalam konteks konsep identitas dari Stuart Hall, yaitu identitas adalah a matter of “becoming” as well as of “being”.

This research is about the representation of the Chinese diaspora‟s identity in two different films, The Journey (Malaysia) and Ngenest (Indonesia). Since the late 1920s, when the cinema has just started to be introduced in both countries, the contributions of the Chinese diaspora has been very significant. However, from the late 1960s to 2000, there has been a decline in the participation of the Chinese diaspora in the cinema which results in the decline of Chinese-themed films. This phenomenon was a result of the two countries' political policies towards the Chinese diaspora. It was only after the 2000s, along with political changes in Indonesia and the availability of technology in filmmaking in Malaysia, that Chinese-themed films returned to both countries. The Journey (2014) and Ngenest (2015) were produced in the post-2010s era, and were directed by the Chinese diaspora. Using qualitative methods, this research conducts an in-depth analysis of the elements of the two films, which are the narrative elements and cinematic elements. Stuart Hall's concept of representation and identity was used as a theoretical framework to understand the representation of Chinese diaspora identity in the two films from these two countries.
The findings of this study are that both films represent the followings: 1) tradition is part of the identity marker of the Chinese diaspora; 2) the dynamics of identity in the form of tension between tradition and modernity (The Journey) and between Chinese and discriminatory views against it (Ngenest); 3) the absence of relations with China as a country politically. However, there were differences in how those things were represented. The different representations were related with the differences in terms of social, cultural, and identity politics of the Chinese diaspora in both countries. Using Stuart Hall‟s concept of identity, it can be seen that each of the main characters in both films represents how the identity of the Chinese diaspora is in a state of "being" and "becoming".
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Yuannita Aprilandini
"Tesis ini mencoba untuk mengangkat komunitas peranakan muslim India-Pakistan sebagai salah satu komunitas diasporik di Indonesia. Mereka memiliki tradisi kebudayaan, aktivitas ekonomi, kelompok sosial dan organisasi yang membuatnya berbeda dengan penduduk lokal. Hal tersebut menjadi menarik disebabkan konteks masyarakat Indonesia yang bersifat multikultural. Komunitas ini juga memiliki simbol, norma serta nilai-nilai kebudayaan yang diwarisi dari para leluhur yang masih tetap mereka pertahankan sampai saat ini. Pada masa kolonialisme Belanda komunitas ini dikenal dengan sebutan golongan timur asing yang berprofesi sebagai pedagang kelas menengah di dalam struktur masyarakat Indonesia. Sehingga, kondisi ini membuat mereka terpisah dan berjarak dengan penduduk lokal (pribumi). Dinamika komunitas dapat terlihat melalui organisasi, konstruksi dan rekonstruksi identitas etnik serta jaringan sosial yang terbentuk. Jaringan sosial tersebut termasuk di dalamnya komunitas virtual berbasis etnis pada generasi ketiga komunitas peranakan muslim India-Pakistan kelas menengah terdidik. Fenomena ini selanjutnya memberikan warna baru dalam pembentukan rasa primordialisme, nasionalisme serta perubahan persepsi mengenai etnisitas, konsepsi perempuan dan ideologi gender. Pada akhirnya kebudayaan didefinisikan sebagai suatu proses kosntruksi dan rekonstruksi sosial yang disebabkan oleh kebertahanan sekaligus negosiasi antara nilai-nilai leluhur dari India, nilai-nilai lokal Indonesia sekaligus nilai-nilai modernisasi Barat.

The purpose of this study is to provide an insight of the moslem Indo-Pakistani peranakan community as one of the members of diasporic communities in Indonesia. This community has severalcultural traditions, economic structures and also social groupings that make them unique in the multicultural Indonesian society. Symbols, norms and cultural values inherited from their ancestors since the beginning of the century of their first arrival in this country make for a unique ethnic identity. Duringthe Dutch colonial period, the Indo-Pakistani community was segregated from the local ethnic groups, having been regarded as ?foreign Orientals? by the colonial government, and also due to their social function as economic middlemen. The dynamic of this community can be seen from the organizations, construction and reconstruction of ethnic identity, and also their social networking. This networking included the construction of ethnic-based virtual community among the third generation educated middle class Peranakans. This brings a new form of primordial sentiment, construction of nationalism and changes in their way of thinking about their ethnicity, conception of women and gender ideology. In the end culture can be defined as a social construction and reconstruction caused by their resistance and negotiating process through cultural brokers, in order to face cultural heritage (from the Indian subcontinent), negotiate with local values (from the indigenous Indonesian peoples) and also modern values (from the West)."
2009
T26151
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Liria Tjahaja
"Disertasi ini membahas tentang bagaimana di tengah arus perubahan zaman (globalisasi), komunitas orang Tionghoa diaspora yang merupakan umat Katolik di Gereja Toasebio tetap menyelenggarakan tradisi ritual makan bersama (jùcān) untuk membangun dan mempererat ikatan guānxì sebagai strategi pemertahanan identitas yang berperan menjaga kelangsungan hidup komunitasnya. Di samping itu, akan dijelaskan pula bagaimana Gereja Katolik menggunakan prinsip guānxì sebagai salah satu sarana/pintu masuk dalam menjalankan karya misinya yang semakin kontekstual di kalangan umatnya yang berlatar belakang etnis Tionghoa dan hidup di tengah masyarakat urban.
Kasus orang Tionghoa Katolik di Toasebio menunjukkan bahwa dalam strategi pemertahanan identitasnya, nilai-nilai budaya Tionghoa digunakan sebagai sarana dan pedoman untuk meredefinisikan keberadaan komunitas etnis Tionghoa di tengah-tengah masyarakat yang terus berubah. Pemahaman nilai-nilai budaya yang dianut bersama sebagai komunitas etnis, menjadi elemen penting yang menyatukan orang-orang Tionghoa diaspora di Toasebio.
Dalam konteks guānxì, memori dan kesadaran kolektif akan nilai nilai kebudayaan bersama tersebut selalu dihadirkan dan dikonstruksi dalam berbagai simbol kebudayaan yang terwujud melalui ruang/tempat tertentu (place), bahasa, aktivitas dan benda-benda yang secara representatif mencerminkan identitas dari komunitas yang ada.
Seluruh strategi pemertahanan identitas yang diupayakan oleh komunitas Tionghoa diaspora di Toasebio hanya mungkin terwujud karena Gereja Katolik mau bersikap akomodatif , terbuka untuk mengadakan dialog kebudayaan serta mampu menciptakan suatu kondisi ataupun habitus yang nyaman bagi umatnya yang berlatar belakang etnis Tionghoa. Sikap Gereja tersebut juga dapat menjadi strategi pemertahanan identitas Gereja dalam mendukung misinya di tengah kehidupan masyarakat modern Metode penelitian etnografi yang digunakan dalam disertasi ini memilih aktivitas ritual makan bersama (?jùcān? ) sebagai entry point untuk mengungkapkan berbagai realitas sosial yang menjadi fokus dari kajian disertasi.

This dissertation describes about how in the midst of changing times (globalization), communities of the Chinese diaspora who are Catholics at the Toasebio Church, keep organizing the ritual tradition of eating together (jùcān) to build guānxì, a strategy of identity maintenance which is useful in maintaining the continuity of the community life. Moreover, this dissertation would also explain how the Catholic Church uses the principle of guānxì as one means or entrance for the contextual mission of the church among his people who have Chinese descent and live in urban society.
The case of the Chinese Catholic Toasebio shows that in the strategy of identity maintenance, Chinese cultural values are used as means and guidelines to redefine the existence of the Chinese ethnic community in the midst of a society that continues changing. The understanding of cultural values of the group as an ethnic community, becomes an essential element that unites the Chinese diaspora in Toasebio.
In the context of guānxì, memory and collective consciousness associated with cultural values of community is always presented and constructed through a variety of cultural symbols which are embodied in a specific space or place, language, activities and objects which representatively mirror the identity of the community The strategy of identity maintenance used by the community of Chinese diaspora in Toasebio is only possible because the Catholic Church is willing to be accommodative andto open a dialogue of culture and is able to create a condition or habitus that is comfortable for his people who haveChinese descent. Thus, the Church?s attitude can also be astrategy of identity maintenance of the Church in supporting its mission in the life of modernsociety. This dissertation applies ethnographic methods and chooses the ritual activity of eating together ("jùcān") as an entry point to reveal a variety of social reality which becomes the focus of this research dissertation."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
D2172
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Baihaqy
"Penelitian ini membahas tentang Tari Dabke di Palestina. Dabke adalah tarian yang berasal dari masyarakat Arab Levantine dan banyak dimainkan di kawasan Mediterania, khususnya Palestina. Dabke bukan sekadar tradisi budaya semata, Dabke di Palestina memiliki banyak makna mulai dari persatuan, nilai-nilai sosial, dan bahkan bentuk perlawanan yang terkandung dalam setiap gerakannya. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan latar belakang dan makna dari Dabke serta dampaknya terhadap Palestina di masyarakat internasional. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, peneliti menggunakan dua landasan teori : tradisi dan semiotika. Penelitian kualitatif, analisis, dan deskriptif yang menggunakan pendekatan studi pustaka didapatkan dari observasi buku, jurnal, artikel, website, dan analisis video yang berkaitan dengan Dabke. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Dabke adalah tarian yang memiliki banyak makna atau multi ekspresi mulai dari segi denotatif, konotatif, dan mitos atau ideologi. Dabke juga telah dikenal di masyarakat internasional, hal ini disebabkan oleh masyarakat Palestina yang berdiaspora dan banyak mendirikan komunitas Dabke. Sampai saat ini Dabke berhasil menarik atensi masyarakat internasional untuk sedikit demi sedikit mengenal kebudayaan Palestina.

This paper discusses the Dabke Dance in Palestine. Dabke is a dance originates from the Levantine Arab community and is widely played in the Mediterranean region, especially Palestine. Dabke is not just a mere cultural tradition, it’s movement have many meanings ranging from unity, social values, and even forms of resistance. This study aims to explain the background and the meaning of the Dabke and its impact on Palestine in the international community. To achieve this goal, the researcher uses two theoretical foundations: tradition and semiotics. Qualitative, analytical, and descriptive research that uses a literature study approach is obtained from observations of books, journals, articles, websites, and video analysis related to Dabke. The results of this study indicate that the Dabke is a dance that has many meanings or multi expressions starting from denotative, connotative, and mythical or ideological perspective. Dabke has also been known in the international community because the Palestinian who have a diaspora and founded many Dabke community. Until today, Dabke has managed to attract the attention of the international community to gradually get to know Palestinian culture."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Asriyani Puspita Dewi
"ABSTRAK
Fokus dari tesis ini adalah mengenai diaspora Indonesia dan tuntutan mereka untuk mendapatkan dwikewarganegaraan Indonesia. Tujuan dari tulisan ini adalah untuk mengetahui apakah tuntutan tersebut telah menjadi agenda kebijakan, tindak lanjut apa yang telah dilakukan oleh pemerintah, apa saja kendala yang ada dan bagaimana mengatasi kendala-kendala tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif deskriptif dan data dikumpulkan dengan cara wawancara mendalam. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah tuntutan dwikewarganegaraan telah menjadi agenda kebijakan karena telah memenuhi tahap-tahap yang ada dalam penyusunan agenda yaitu masalah privat, masalah publik, isu kebijakan, dan agenda kebijakan (agenda pemerintah).

ABSTRACT
The focus of this thesis is about Indonesian diaspora and their demand to get dual citizenship of Indonesia. The purpose of this study is to acknowledge whether the demand has become a policy agenda, what did government do to follow up their demand, what kind of obstacle that exist and how to overcome it. This research is qualitative descriptive interpretative and the data were collected by means of deep interview. Conclusion of this research is the demand of dual citizenship has already become an policy agenda due to the step in agenda setting process has passed through. The steps are private problem, public problem, policy issue, and policy agenda (governmental agenda)."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lale Garjita Kusumaring Puji
"Tulisan ini akan mengisi celah dengan membahas irisan dari konsep proses me- rumah, diaspora Jawa Tengah, dan pelaku usaha kuliner bakso. Keterkaitan ketiga konsep ini, peneliti sebut sebagai budaya me-rumah. Diaspora Jawa Tengah membawa budaya mereka —salah satunya adalah kuliner— ke tanah rantau dengan tujuan mencari lahan usaha baru untuk menstabilkan perekonomian keluarga. Salah satu kota tujuan dari diaspora Jawa Tengah pelaku usaha kuliner bakso adalah Kota Mataram.
Di daerah tujuan mereka, diaspora melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap rumah yang dipengaruhi oleh aktivitas keseharian serta budaya yang mereka bawa dari daerah asal. Pengamatan pada ranah privat berupa rumah membuat pendekatan etnografi yang dilakukan terhadap diaspora perlu melalui penyesuaian. Etnografi yang dipraktikkan adalah etnografi berbasis kunjungan dengan jangka waktu pendek namun intensif. Untuk menjaga kualitas kedalaman datanya, peneliti mengkombinasikan wawancara semi- terstruktur, tur rumah yang dipandu oleh informan, dan pemetaan aktivitas keseharian secara partisipatif.
Melalui penelitian ini, diketahui budaya yang masih dilakukan oleh diaspora dan meruang di hunian mereka sangat berkaitan erat dengan etos kerja dan bidang usaha yang dibawa. Ruang kuliner diaspora yang terbentuk tidak hanya berperan dalam kegiatan ekonomi, namun juga dalam kegiatan sosial, yaitu berupa area jualan yang berupa gerobak, area makan pelanggan, halaman, dan dapur.

This article diccusses the process of home-making by the Central Javanese diaspora through their meatball culinary activity. They bring culture from their homeland which is culinary to their destination for increasing their economic condition. The City of Mataram, West Nusa Tenggara is one of the favorite destinations, since the motorbike grand prix race in Mandalika.
The diaspora adjusts their homes according to their daily activities and the culture from their homeland. The housing culture observation took place within their private realm resulting adjustments in the ethnographic data collection methods, which is called visit-based ethnography, with a short but intensive period of time. The researcher combined semi-structured interviews, house tours guided by informants, and participatory mapping of daily activities to maintain the quality of the depth of the data.
This research identifies that culture plays a pivotal role in the housing adjustment of the diasporas and performed by them shows their great work ethic and their field of business. The diaspora culinary space within their home does not only play a role in economic activities, but also in social activities, namely in the form of rombong or product-loaded cart, customer dining area, courtyards and kitchens.
"
Depok: 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>