Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 72315 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ratri Athalia Putri
"ABSTRAK
Perlindungan terhadap Pencari suaka di Indonesia telah menjadi masalah bagi
Pemerintah Indonesia ia untuk beberapa tahun terakhir, Pencari suaka tunduk pada
berbagai kebijakan perlindungan hak, perlindungan ini dijabarkan dalam ketentuan
Nasional dan Internasional yang sudah Indonesia ratifikasi, Indonesia tidak
meratifikasi konvensi pengungsi, namun telah menjadi salah satu tempat transit untuk
para Pencari suaka yang mencari perlindungan di Australia, akibatnya semua orang
asing secara tidak sah yang hadir dan terdeteksi di Indonesia tunduk pada hukum
nasional yang relevan. Skripsi ini menjelaskan perlindungan hak, Yang berhak
diperoleh Pencari suaka di Indonesia. Di analisa melalui kasus pencari suaka yang di
tahan di Rumah Detensi Imigrasi di Indonesia. Indonesia tidak memiliki kerangka
hukum dalam negeri untuk melakukan perlindungan terhadap Pencari suaka dan
Pengungsi, membuat mereka rentan terhadap perampasan hak mereka. Melalui metode
penelitian hukum normatif dan metode Analisa pendekatan Yuridis Normatif dengan
cara menganalisa data kualitatif. Analisis ini menyimpulkan bahwa masalah yang
membayangi segalanya dalam kehidupan Pencari Suaka di Indonesia merupakan
dampak dari langkah-langkah keamanan perbatasan oleh Australia yang mencakup
peningkatan dalam penggunaan rumah detensi Imigrasi di Indonesia. Yang membatasi
kemampuan Pencari Suaka untuk mencapai wilayah di mana mereka dapat mengklaim
perlindungan di bawah Konvensi mengenai Status Pengungsi dan kurangnya solusi
jangka lama untuk penderitaan mereka telah membuat Pencari suaka ditahan dengan
waktu tak tentu dan menempatkan mereka pada risiko Peningkatan Pelanggaran Hak
Asasi Manusia.

ABSTRACT
The Protection of Asylum seekers in Indonesia has been a concerning Indonesia’s
Government Problem for the past several years, Asylum seekers and Refugees are
subject to a board range of rights protections, These protections are spelled out in the
provisions of National and International Instruments that Indonesia had ratified,
Indonesia is a non-signatory to the refugee convention, yet it has become one of transit
points for Asylum seekers seeking refuge in Australia, as a result all unlawfully
present foreigners detected in Indonesia are subject to the relevant domestic laws. The
thesis describes the rights protection, which entitled to Asylum seekers in Indonesia.
Analyzed through the cases of Asylum seekers who are detained in Indonesia’s
Immigration Detention center. Indonesia lacks of domestic framework for conducting
Asylum seekers and Refugees protection makes them vulnerable to the deprivation of
their Rights. Through the normative legal research method as well as Juridical
Normative analysis with the approach method of analyzing the data is qualitative data
analysis. This analysis conclude that the problem, which overshadows all else in the
lives of Asylum seekers in Indonesia is the impact of border security measures by
Australia that include increase In the use of Immigration detention in Indonesia.
Restricting the ability of Asylum Seekers to reach territory where they may claim
protection under the Convention Relating to the Status of Refugees and lack of a
durable solution to their plight left Asylum seekers detained with an Indefinite time
and puts them at Increased risk of Human Rights Violations."
2015
S58185
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggi Aribowo
"Tesis ini membahas tentang Perlindungan Hukum dan Hak Asasi Manusia Pengungsi dan Pencari Suaka dari Asia yang masuk ke Indonesia untuk transit ke negara ketiga. Indonesia yang belum meratifikasi Konvensi 1951 tentang Penanganan Pengungsi mendapatkan sejumlah permasalahan dalam menghadapi Pengungsi dan Pencari Suaka yang transit di Indonesia. Termasuk di dalamnya upaya pemenuhan Hak-Hak Asasi Pengungsi dan Pencari Suaka. Metode yang digunakan dalam penulisan adalah metode penelitian normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan, pendekatan historis, pendekatan komparatif, dan pendekatan konseptual. Dari hasil penelitian didapatkan pemahaman bahwa keengganan Indonesia untuk meratifikasi Konvensi 1951 tentang Penanganan Pengungsi menyebabkan Indonesia belum dapat menentukan sendiri status pengungsi. Sehingga harus bekerjasama dengan lembaga internasional yang fokus pada penanganan pengungsi, yaitu United Nation High Commissioner For Refugees UNHCR . Penulis juga menyarankan, Indonesia perlu melakukan ratifikasi terhadap Konvensi 1951 tentang Penanganan Pengungsi, agar dapat lebih leluasa membantu penanganan pengungsi yang transit dan hadir di Indonesia. Indonesia juga diharapkan bisa membantu semaksimal mungkin pemenuhan hak-hak asasi pengungsi dan pencari suaka yang transit di Indonesia dengan peraturan perundang-undangan yang ada.

This thesis discusses the Legal Protection and Human Rights of Refugees and Asylum Seekers from Asia who enter Indonesia for transit to third countries. Indonesia that has not ratified the Convention and Protocol Of Refugee 1951 on the Management of Refugees has received several problems facing Refugees and Asylum Seekers who transit in Indonesia. This includes efforts to fulfill the Refugees 39 and Asylum Refugees 39 Rights. The method used in writing is the normative research method with the approach of legislation, historical approach, comparative approach, and conceptual approach. From the research result, it is found that Indonesia 39 s reluctance to ratify the 1951 Convention on the Management of Refugees has made Indonesia unable to determine its own refugee status, so it must cooperate with international institutions focusing on refugee handling, United Nation High Commissioner For Refugees UNHCR . The authors also suggest that Indonesia needs to ratify the Convention and Protocol Of Refugee 1951 on the Management of Refugees, in order to more freely assist the handling of refugees who transit and present in Indonesia. Indonesia is also expected to help as much as possible the fulfillment of the basic rights of refugees and transit asylum seekers in Indonesia with existing laws and regulations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T48731
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Masinambow, Arnold A E.
"Tulisan ini berusaha memetakan pengetahuan pengungsi dan pencari suaka di Indonesia yang relatif masih jarang mendapatkan sorotan dalam studi Hubungan Internasional. Pembacaan yang melihat serta memproblematisasi bias kolonial dalam rezim pengungsi internasional serta kategorisasi dari migrasi transit dan pengungsi-pencari suaka, akan menjadi titik berangkat tulisan ini. Melalui tinjauan taksonomis terhadap 22 literatur, tulisan ini kemudian berusaha mengkontekstualisasikan dinamika pengungsi di Indonesia dengan migrasi-pengungsi secara lebih luas lewat pembacaan genealogis yang menyentuh aspek legal, multisiplistas aktor, dan (re)konseptualisasi konsep transit yang kerap disematkan kepada konteks Indonesia, sembari berusaha mengedapankan pengetahuan yang dibawa oleh pengungsi di Indonesia itu tersendiri. Penulis menemukan bagaimana di Indonesia, diskursus pengungsi, yang baru masuk ke Indonesia di periode gelombang pengungsi Indochina pada dekade 1970-an, berkelindan erat dengan pola migrasi-pengungsi internasional, utamanya lewat fractioning dan kategorisasi transit-pengungsi-pencari suaka, dan terus direproduksi dalam kerangka pengamanan hingga sekarang. Secara tataran pengetahuan, penulis menilai bahwa produksi pengetahuan di ranah akademik tentang pengungsi di Indonesia kurang lebih berada di bawah satu payung ‘kritis’ yang sama dan berusaha mengarusutamakan pengetahuan dari pengungsi di Indonesia, namun masih banyak ceruk pengetahuan yang masih bisa diisi dan dinavigasi lebih lanjut.

This article seeks to map the knowledge of refugees and asylum seekers in Indonesia, which, relatively speaking, has not been thoroughly investigated by International Relations-adjacent scholarship. An outlook that problematizes colonial biases on international refugee regime, as well as the categorization of transit migration and refugee-asylum seeker, will be central to this reading. Departing from taxonomic appraisal of 22 accredited-literatures, this article aims to contextualize the dynamics of refugees in Indonesia within the broader scope of migration-refugee studies through a genealogical reading that encompasses legal aspects, multiplicity of actors, and the (re)conceptualization of the transit concept oft-attributed to the Indonesian context, whilst trying to posit decentralized knowledge coming from refugees themselves. This author postulates that in Indonesia, discourses (and the language) of refugees, which predominantly emerged during the influx of Indochinese refugees in the 1970s, were/are heavily intertwined with the patterns of international migration-refugees, primarily through fractioning and categorization-labelling of transit-refugees-asylum seekers, and continues to be reproduced under securitized framework and language to this day. Insofar knowledge production on academia level, this author remarks that knowledge production of refugees in Indonesia virtually falls under a similar 'critical' umbrella, which seeks to prioritize knowledge from refugees in Indonesia, whilst acknowledging a plethora of knowledge gaps that can be probed and inquired further."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Violin Janey Hewis
"Studi literatur ini dilatarbelakangi oleh peran Indonesia yang menjadi negara transit bagi pengungsi dan pencari suaka meskipun tidak meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951 dan Protokol 1967. Dihadapi dengan perpindahan secara paksa, ketidakpastian hukum dari negara penerima, dan keterbatasan pemenuhan haknya, para pengungsi dan pencari suaka yang tinggal di Indonesia pun mengalami kerentanan. Urgensi dilakukannya studi literatur ini ialah untuk menganalisis peran, potensi, dan hambatan kewirausahaan sosial untuk bisa diterapkan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan mereka. Studi literatur ini dilaksanakan pada tahun 2022 dengan metode penelitian non reaktif (unobtrusive) dan jenis tinjauan pustaka tinjauan konteks dan tinjauan integratif. Peneliti melaksanakan penelusuran terhadap sejumlah literatur mengenai kewirausahaan sosial di Indonesia, penanganan dan regulasi mengenai pengungsi dan pencari suaka di Indonesia, pelaksanaan kewirausahaan sosial yang melibatkan pengungsi asing di Indonesia dan negara lainnya, serta penelitian mengenai respons masyarakat terhadap keberadaan pengungsi asing dan pencari suaka. Melalui studi literatur ini, peneliti mendapati bahwa kewirausahaan sosial berperan dalam memberikan dampak positif secara material dan non material bagi pengungsi dan pencari suaka. Peneliti juga menemukan beberapa faktor yang mendukung implementasi kewirausahaan bagi pengungsi dan pencari suaka di Indonesia, yakni modal yang dimiliki pengungsi berupa keterampilan yang dapat ditingkatkan melalui pelatihan dan pemberdayaan, respons positif dari masyarakat lokal terhadap gagasan pengungsi untuk berwirausaha, upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan isu pengungsi, keberadaan ruang secara informal bagi pengungsi untuk merintis usaha, model kewirausahaan sosial NPO (Non-Profit Organization) yang bisa diterapkan, serta model pemberian hak bekerja secara terbatas yang bisa dipertimbangkan secara nasional. Namun, peneliti juga mengidentifikasi adanya beberapa faktor yang berpotensi untuk menghambat implimentasi tersebut, yakni hambatan keterbatasan modal finansial yang dimiliki pengungsi, kesulitan berbahasa Indonesia yang dialami pengungsi, miskonsepsi dan kesadaran yang rendah akan isu pengungsi oleh masyarakat lokal, dan larangan bagi pengungsi dan pencari suaka untuk bekerja secara formal. Hasil studi literatur ini diharapkan dapat berkontribusi dalam kajian kewirausahaan sosial pada mata kuliah Dimensi Sosial Ekonomi bagi Kesejahteraan Sosial pada program studi Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP UI, dalam konteks fenomena keberadaan pengungsi dan pencari suaka di Indonesia.

This literature study is prompted by the role of Indonesia as a transit country for refugees and asylum seekers despite being a non-signatory country to the 1951 Refugee Convention and the 1967 Protocol. Faced with forced displacement, legal uncertainty from their country of asylum, and limited fulfillment of their rights, refugees and asylum seekers living in Indonesia experience vulnerability. The urgency of this study is to analyze the the role, potential, and barriers of social entrepreneurship to be implemented in order to improve their well-being. This literature is conducted in 2022 with a nonreactive (unobtrusive) research method that combines context review and integrative review. The author reviews a number of literatures regarding social entrepreneurship in Indonesia, refugee management and policies in Indonesia, the implementation of social entrepreneurship involving refugees in Indonesia and other countries, as well as research papers on community responses to the presence of foreigners and asylum seekers. In this literature study, the author finds that social entrepreneurship plays a role in providing material and non-material positive impacts on refugees and asylum seekers. The author also finds that there are several factors that support the implementation of social enterpreneurship for refugees and asylum seekers in Indonesia, namely the capital owned by refugees in the form of skills that can be improved through empowerment programs, positive responses from local communities to the idea of entrepreneurship for refugees, efforts to increase public awareness of refugee issues, the existence of an informal space for refugees to start a business, an NPO (Non-Profit Organization) social entrepreneurship model that can be applied, as well as a models that allow limited work rights for refugees that can be considered to be applied nationally. However, this research also finds several factors that might hinder the implementation, namely the limitations of the financial capital owned by refugees, difficulties in speaking Indonesian experienced by refugees, misconceptions and low awareness of refugee issues by local communities, and prohibitions for refugees and refugees asylum to work formally. The findings of this literature study are expected to contribute to the study of social entrepreneurship in the Socio-Economic Dimensions for Social Welfare course in the Social Welfare study program of the Faculty of Social and Political Sciences University of Indonesia, in the context of the phenomenon of the existence of refugees and asylum seekers in Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sidabutar, Melisa
"ABSTRAK
Negara Australia merupakan salah satu negara tujuan para pencari suaka di dunia. Dikarenakan kesulitan yang dihadapi pencari suaka ketika meninggalkan negaranya contoh negaranya dalam keadaan perang, dan lain-lain, kebanyakan diantara mereka tidak memiliki dokumen sehingga harus menempuh jalur laut secara ilegal demi mencapai negara Australia. Pada Juli 2013, dengan terpilihnya Kevin Rudd sebagai Perdana Menteri Australia, kebijakan baru penanganan pencari suaka diterapkan melalui kerja sama bilateral dengan Papua Nugini yang disebut dengan Regional Resettlement Arrangement 2013. Yang pada dasarnya bahwa semua orang yang menuju Australia secara ilegal termasuk pencari suaka akan dikirim dan diproses klaim suakanya di Papua Nugini. Disamping sebagai bentuk penolakan terhadap pencari suaka, kebijakan ini juga dianggap tidak mempertimbangkan pemenuhan hak-hak pencari suaka di Papua Nugini mengingat negara tersebut bukanlah negara yang memiliki kapasitas yang memadai dan pengalaman yang cukup untuk menangani pencari suaka. Sehingga permasalahan hukum timbul dan diteliti dalam tesis ini yaitu apakah kebijakan ini sesuai dengan hukum internasional dan bagaimana dampak yang ditimbulkannya terhadap negara-negara di Asia Tenggara sebagai jalur lintas dan juga dihubungkan dengan tanggung jawab kolektif penanganan pencari suaka oleh negara tujuan suaka, negara lintas suaka, dan negara asal pencari suaka.
Adapun metodologi penelitian yang dipergunakan dalam penelitian tesis ini adalah metode induktif dengan pendekatan perundang-undangan. Pendekatan undang-undang dilakukan dengan menelaah konvensi internasional, dan berbagai instrumen hukum lainnya yang berkaitan dengan isu hukum yang diteliti.
Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa kebijakan imigrasi Australia dalam pengiriman pencari suaka ke Papua Nugini bertentangan dengan prinsip non-refoulment dan memberikan dampak buruk bagi negara-negara Asia Tenggara. Akan tetapi dikaitkan dengan konsep tanggung jawab dan kedaulatan negara, Australia sebagai entitas negara memiliki hak dan kapasitas dalam menetapkan segala kebijakan internalnya. Sehingga sebagai saran hasil analisis, penulis memberikan alternatif yaitu untuk mengevaluasi kembali kebijakan ini dan menyarankan penanganan secara kolektif oleh seluruh pihak terkait yaitu Australia sebagai negara tujuan suaka, negara asal pencari suaka, negara transit, serta UNHCR dan IOM sebagai inter-governmental organizations.

ABSTRACT
Australia is one of the asylum seekers?s destinations in the world. Due to the difficulties faced by the asylum seekers prior they fled their country of origin for instance the country is at war, etc, most of them do not have the proper documents to travel legally but ilegally by sea. In July 2013, as Kevin Rudd has been elected as Australian Prime Minister, the new policy in the processing of asylum seekers also has recently implemented by the Government of Australia and the Government of Papua New Guinea which then called as Regional Resettlement Arrangement 2013. The policy itself basically says that the persons including asylum seekers travel irregularly by sea to Australia are entitled to be transferred and assessed in Papua New Guinea. In addition to a refusal action of the access to asylum seekers, the policy also does not consider the human rights aspect of asylum seekers in Papua New Guinea as the host country, which in the other side; Papua New Guinea is not a quite stable with sufficient capacity and adequate experiences country to meet the needs of asylum seekers. Here, the writer raises the following legal questions; whether this Australian Immigration policy is accordance with the international law and how it impacts the South East countries as the countries of transit and if it is linked to the collective responsibility by the country of asylum, country of transit, and country of origin of the asylum seekers.
The selected methodology of writing the thesis is inductive methodology with the appropriate legal approach. The approach is done by conducting the research of a number international convention, and some other relevant legal instruments.
The result of the analysis comes up with the answers that Australian Immigration policy in transferring asylum seekers to Papua New Guinea is breach of the non-refoulment principle and it truly impacts the South East Country region in the negative effects. However, linked to the state responsibility and sovereignity, Australia as an independent entity has its own competence and capacity to freely determine its national policy. Therefore, as an advise of the research outcome, the writer gives the alternative way which is to immediately evaluate the policy and proposes the collective responsibility concept by all the parties such Australia as the country asylum, country of origin, country of transit, UNHCR, and IOM as the relevant inter-governmental organizations.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42557
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reyra Dewanti Kumala Raden
"Indonesia sebagai negara bukan anggota dari Konvensi Tahun 1951 tentang Status Pengungsi (Konvensi Pengungsi) sering kali disalahkan atas ketidakmampuannya dalam pemenuhan hak pendidikan pencari suaka anak dan pengungsi anak. Posisi hukum suatu negara terhadap suatu konvensi merupakan landasan dari terbentuknya kewajiban negara tersebut atas ketentuan yang terdapat didalamnya. Adanya keikutsertaan Indonesia di dalam konvensi hak asasi manusia lainnya menyebabkan ketidakpastian atas standarisasi pemenuhan hak pendidikan anak berdasarkan statusnya sebagai pencari suaka maupun pengungsi. Maka, berdasarkan masalah ini, peneliti melakukan penelitian berdasarkan metode penelitian hukum normatif kualitatif melalui studi kepustakaan. Selanjutnya penemuan atas penelitian bahwa dalam hal kewajiban negara bukan pihak dalam Konvensi Pengungsi terhadap hak pendidikan anak, terdapat 2 kewajiban yaitu penerimaan berdasarkan non-refoulement dan penghormatan atas hak asasi manusia yang keduanya merupakan bagian dari hukum adat internasional. Sebagaimana hasil penelitian, seharusnya komunitas internasional membantu secara aktif upaya pemenuhan hak pendidikan pencari suaka anak dan pengungsi anak melalui kontribusi nyata baik secara langsung maupun tidak langsung dan bukannya menuntut pemenuhan hak tersebut secara sepihak kepada negara-negara bukan pihak, yang dalam hal ini salah satunya adalah Indonesia.

Indonesia as a non-party to the 1951 Convention on the Status of Refugees (the Refugee Convention) is often blamed for its inability to fulfill the educational rights of child asylum seekers and child refugees. The legal position of a country towards a convention is the basis for the formation of the country's obligations for the provisions contained therein. The existence of Indonesia's participation in another human rights conventions causes uncertainty over the standardization of the fulfillment of children's education rights based on their status as asylum seekers or refugees. Therefore, based on this problem, the researcher conducts research based on qualitative normative legal research methods through literature study. Furthermore, the findings from the research show that in terms of the obligations of a country that is not a party to the Refugee Convention towards  children's education rights, there are 2 obligations, namely acceptance based on non-refoulement and respect for human rights, both of which are parts of international customary law. As the research results, the international community should actively assist efforts to fulfill the educational rights of child asylum seekers and child refugees through real contributions, either directly or indirectly, instead of demanding the fulfillment of these rights unilaterally to non-parties, which in this case is Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rohaida Nordin
"Unaccompanied minor asylum seekers are vulnerable and thus, provided special international law protections. However, in reality, they are being mistreated as illegal immigrants and on the receiving end of ethnic violence, discrimination, restrictions in enjoyment of their rights duly recognised by international human rights law. This article identifies legislative, policy and support mechanisms which encompass the minimum UMAS guardianship standards at international law and which are evidence-based from best practice models for the provision of guardians for UMAS internationally. It presents situation of UMAS in relation to human rights violations with emphasis on the legal framework and practices in Australia and five ASEAN State Members. This article also highlights the various stands taken by various countries providing better legal framework and practices regarding the terms for protection and enforcement of human rights for UMAS. Finally, this article provides recommendations for Australia and ASEAN Member States to adopt in order to realise the international human rights of UMAS with respect to guardianship.

Pencari suaka di bawah umur (Unaccompanied Minor Asylum Seekers (UMAS)) berada dalam keadaan rentan dan karenanya mendapat perlindungan hukum internasional khusus. Namun demikian, atas dasar ras, mereka seringkali diperlakukan sebagai imigran ilegal di banyak dan menjadi korban tindak kekerasan, diskriminasi dan hambatan menerima hak-hak mereka sebagaimana yang telah dijamin dalam hukum hak asasi manusia internasional. Artikel ini mengidentifikasi peraturan legislatif, mekanisme kebijakan dan dukungan, yang memenuhi standar minimum perwalian dalam hukum internasional dan yang terbukti menjadi model praktik terbaik terkait peraturan perwalian UMAS secara internasional. Artikel ini juga menjelaskan situasi yang dialami UMAS dalam kaitannya dengan pelanggaran hak asasi manusia dengan penekanan pada kerangka hukum dan praktik di Australia dan lima negara ASEAN. Selain itu, artikel ini juga menyoroti pandangan negara-negara dalam menyediakan kerangka hukum dan pelaksanaan yang lebih baik terkait persyaratan perlindungan dan penegakan hukum hak asasi manusia bagi UMAS. Pada bagian akhir, artikel ini memberikan rekomendasi bagi Australia dan negara anggota ASEAN untuk mengakui hak asasi manusia internasional UMAS terkait perwalian."
Depok: Faculty of Law University of Indonesia, 2015
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmad Syafaat Habibi
"Pemenuhan akses keadilan melalui pemberian bantuan hukum merupakan hak asasi yang dimiliki oleh setiap orang termasuk pengungsi dan pencari suaka. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum telah mengamanatkan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Namun pemberian bantuan hukum kepada pengungsi dan pencari suaka pada kenyataannya tidak pernah dilaksanakan sesuai dengan UUD NRI Tahun 1945, UU HAM, dan UU Bantuan Hukum. Padahal keadilan memiliki sifat kesamaan atau kesetaraan yang mana hal tersebut merupakan hak asasi manusia yang tidak dapat dihilangkan dengan alasan ras, warna kulit, kebangsaan, bahasa, agama, dan status kewarganegaraan. Kehilangan status kewarganegaraan bukan berarti akan menghilangkan hak asasi manusianya.

Fulfilling access to justice through the provision of legal aid is a human right that is owned by everyone, including refugees and asylum seekers. The Constitution of Republic Indonesia, Law Number 39 of 1999 on Human Rights, and Law Number 16 of 2011 on Legal Aid have mandated that everyone has the right to recognition, guarantees, protection and legal certainty that is just and equal treatment before the law. However, the provision of legal aid to refugees and asylum seekers has in fact never been implemented in accordance with the Constitution of Republic Indonesia, the Human Rights Law and the Legal Aid Law. In fact, justice has the nature of equality or similarity, which is a human right that cannot be eliminated on the grounds of race, color, nationality, language, religion and citizenship status. Losing his citizenship status does not mean that he will lose his human rights."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Dina Amalia
"Setelah Perang Dingin berakhir, karakter tata kelola perlindungan pengungsi secara global berubah. Pengungsi lebih dilihat sebagai ancaman dan direspon dengan kebijakan yang restriktif oleh negara-negara tujuan. Berangkat dari kesenjangan literatur mengenai isu migrasi dari perspektif negara transit, penelitian ini menelaah wacana perlindungan pengungsi yang bergulir di kalangan aktor-aktor kunci dengan agensi yang dapat memengaruhi dinamika tata kelola yang berlangsung. Penelitian ini menemukan adanya kontestasi wacana dengan narasi-narasi yang didominasi aktor-aktor tertentu. Narasi tersebut adalah tentang istilah transit sebagai metafora dan mengarah pada preferensi perlindungan pengungsi yang sauvinistik. Wacana perlindungan pengungsi yang membuat penanganan pengungsi mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan ini kemudian terkait dengan kelanggengan power aktor negara sebagai aktor sentral dalam tata kelola yang berlangsung.

In the post-cold war era, global governance on refugee protection has changed. Refugee is merely seen as a threat and responded by restrictive policies in destination countries. Starting from literature gap on migration from transit country perspective, this research seeks to analyze how discourse on refugee protection evolves among key actors whose agency could influence ongoing governance on this issue in Indonesia. This research finds that discourse contestation takes place along with dominated narrations from certain actors. Those narrations are about transit term as a metaphor and tendency to take chauvinistic form of protection as preference. This discourse on refugee protection that makes refugee management neglect humanity values is related to state actor?s hegemony as central actor in this global governance.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S64427
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>