Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 193358 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Stefanus Satria Sumali
"ABSTRAK
Indeks massa tubuh (IMT) merupakan parameter seorang anak kurus, normal, gemuk ataupun obese. Kegiatan anak mempengaruhi kadar lemak tubuh karena konsumsi karbohidrat yang berlebihan tanpa disertai aktivitas yang seimbang menyebabkan penumpukan lemak sebaliknya bila energi tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan maka lemak akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut yang mengakibatkan berkurangnya kadar lemak tubuh. Demikian juga dengan distribusi tekanan plantar karena anak obese dengan aktivitas rendah, tekanan plantar lebih tinggi dibandingkan anak obese dengan aktifitas tinggi sehingga aktifitas subyek penelitian harus dihomogenisasi untuk memperoleh hasil yang akurat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan IMT (kurus, normal, gemuk dan obese) dengan lemak tubuh dan distribusi tekanan plantar saat berdiri dan berjalan pada anak usia 8-10 tahun. Metode : desain penelitian adalah observasional cross sectional / potong lintang dengan jumlah 33 anak sebagai subyek penelitian dengan lifestyle sedentary karena aktifitas mempengaruhi kadar lemak tubuh dan distribusi tekanan plantar. Penelitian dilakukan dengan mengukur kadar lemak tubuh menggunakan timbangan Tanita dan puncak tekanan (peak pressure) dengan menggunakan alat Matscan. Tekanan plantar diukur saat berdiri dan berjalan. Hasil :. Anak dengan IMT gemuk mempunyai korelasi yang kuat dengan lemak tubuh (r=0,6333) dan anak dengan IMT obese mempunyai korelasi yang sangat kuat terhadap lemak tubuh (r=0,8) sedangkan anak dengan IMT kurus juga mempunyai korelasi terhadap lemak tubuh tetapi korelasinya lemah (r=0,2582). IMT juga berhubungan dengan distribusi tekanan plantar saat berdiri dan berjalan terutama daerah midfoot sedangkan untuk anak kurus ditemukan adanya peningkatan tekanan pada daerah hindfoot sewaktu heelstrike. Kesimpulan : IMT berhubungan dengan kadar lemak tubuh dan distribusi tekanan plantar terutama pada anak dengan IMT gemuk dan obese

ABSTRACT
Body Mass Index (BMI) is a parametric to know wheather a child is underweight, normal, overweight or obese. Children activity affects fat body percentage because consumption excessive carbohydrate with less activity will increase fat deposit. In other words if the energy cannot provide children activity then fat will be used as energy and this will decrease the fat deposit. And so with the plantar pressure distribution because obese children with lower activity , their plantar pressure are higher than obese children with high activity and therefore research subjects had to be homogenized to get an accurate result. This research aims are to know the relation between BMI (underweight, normal, overweight or obese) and plantar pressure distribution during standing and walking in children with age 8-10 years old. Methode: Design of this research is cross sectional with 33 children as research subjects with lifestyle sedentary. The research was done with Tanita’s weigher to measure fat body percentage and Matscan to meassure the peak pressure during standing and walking. Result : overweight children has a stong correlation with fat body (r=0.6333) and obese chidren has a very strong correlation with fat body (r=0.8). Underweight children also has a correlation with fat body but it’s a weak correlation (r=0.2582). BMI also has correlation with plantar pressure distribution during standing and walking expecially midfoot while underweight children has an increase peak pressure at the hindfoot while Conclussion : BMI influence both fat body and plantar pressure distribution expecially in overweight and obese children"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sendhi Leonita
"Sebuah metode estimasi persentase dan distribusi lemak tubuh pada anak-anak diperlukan untuk menjadi dasar dalam penentuan program penentuan asupan makan dan aktivitas fisik dalam mengatasi masalah obesitas demi meningkatkan produktivitas dan pencapaian keterampilan pada anak-anak. Analisis regresi berganda dilakukan untuk merancang model matematika persentase lemak tubuh berbasis antropometri. Penelitian cross-sectional yang dilakukan pada 155 anak laki-laki Indonesia berusia 7-12 tahun ini menghasilkan model regresi, yang dapat digunakan untuk mengestimasi persentase lemak tubuh serta memprediksi distribusi dominan pada anak laki-laki Indonesia.

A method of estimating percentage and distribution of body fat at boys is required to become a basic in designing dietary and physical activity program in order to overcome obesity problem which can increase children’s productivity and skill attainment. Multiple regression analysis was conducted to design mathematical model of body fat percentage based on anthropometry. This cross-sectional study which has a total of 155 boys aged 7 to 12 years old obtained regression model, that can be used to estimate body fat percentage and predict dominant distribution of body fat at Indonesian boys.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S46540
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maggie Nathania
"Latar Belakang: Pegawai kantor dengan obesitas memiliki risiko tinggi mengalami diabetes melitus (DM) tipe 2. Pemeriksaan sensitivitas insulin jarang dilakukan karena kendala teknis dan biaya. Berbagai studi sebelumnya menunjukkan adanya hubungan negatif antara massa lemak tubuh dengan HOMA-IR, namun hasil penelitian di Indonesia menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Indeks TyG disebut sebagai penanda resistensi insulin yang lebih akurat jika dibandingkan dengan HOMA-IR pada populasi Asia. Belum ada penelitian yang menilai hubungan massa lemak tubuh dengan Indeks TyG di Indonesia.
Metode: Studi potong lintang dilakukan pada 89 pekerja kantor dengan obesitas (IMT ≥25 kg/m2) tanpa riwayat DM di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, pada bulan Agustus hingga Oktober tahun 2022. Dilakukan pengambilan data demografis (usia, jenis kelamin, riwayat DM, kebiasaan merokok), antropometri, analisis asupan menggunakan 24-hour food recall 3x24 jam, serta penilaian tingkat aktivitas fisik berdasarkan Global Physical Activity Questionnaire Score. Pengukuran persentase lemak tubuh total dan massa lemak viseral menggunakan multi-frequency bioelectrical impedance analysis (BIA) SECA mBCA-525. Sensitivitas insulin dinilai menggunakan kadar HOMA-IR dan Indeks TyG serum. Analisis korelasi menggunakan uji Spearman dan dilakukan analisis multivariat untuk menilai faktor-faktor yang paling berhubungan dengan sensitivitas insulin.
Hasil: Didapatkan sebanyak 89 subjek dengan proporsi perempuan:laki-laki sekitar 2:1, median usia 40 (21-59) tahun, dan mayoritas memiliki tingkat aktivitas sedang, tidak memiliki riwayat DM pada keluarga, tidak merokok, serta memiliki persentase kecukupan asupan melebihi kebutuhan energi individual dengan persentase makronutrien masih masuk dalam rentang normal. Korelasi persentase lemak tubuh total dengan HOMA-IR menunjukkan korelasi positif lemah yang bermakna (r=0,262, p=0,013). Korelasi massa lemak viseral dengan Indeks TyG menunjukkan korelasi positif lemah yang bermakna (r=0,234, p=0,027). Hasil korelasi persentase lemak tubuh total dengan indeks TyG dan korelasi massa lemak viseral dengan HOMA-IR menunjukkan hasil yang tidak signifikan secara statistik. Persentase lemak tubuh total tidak berhubungan signifikan dengan HOMA-IR setelah disesuaikan dengan variabel jenis kelamin, tingkat aktivitas fisik, indeks massa tubuh, lemak viseral, trigliserida, HDL, lingkar pinggang, dan persentase asupan karbohidrat. Massa lemak viseral tidak berhubungan signifikan dengan Indeks TyG setelah disesuaikan dengan variabel usia, jenis kelamin, lemak viseral, persentase asupan protein, dan HDL.
Kesimpulan: Didapatkan korelasi positif lemah antara persentase lemak tubuh total dengan HOMA-IR dan korelasi positif lemah antara massa lemak viseral dengan Indeks TyG pada pegawai kantor obesitas di RSUPN Cipto Mangkunsumo.

Background: Obese office workers have a high risk of developing type 2 diabetes mellitus (DM). Insulin sensitivity tests are rarely performed due to technical and cost constraints. Previous studies have shown a negative relationship between body fat mass and HOMA-IR. However, the results of research in Indonesia have shown inconsistent results. No study has assessed the relationship between body fat mass and the TyG index in Indonesia. In contrast, some research showed that The TyG index is a more accurate marker of insulin resistance in Asian populations.
Methods: A cross-sectional study was conducted on 89 office workers with obesity (BMI ≥25 kg/m2) without a history of DM at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, on August-October 2022. Demographic data were collected (age, gender, history of DM, smoking habits), anthropometry, analysis of energy intake and macronutrients using a 3- days 24-hour food recall, as well as an assessment of the level of physical activity based on the Global Physical Activity Questionnaire Score. The total body fat percentage and visceral fat mass were measured using a multi-frequency bioelectrical impedance analysis (BIA) SECA mBCA-525. Insulin sensitivity was assessed using HOMA-IR levels and serum TyG Index. Correlation analysis used the Spearman test, and multivariate analysis was performed to assess the factors most related to insulin sensitivity.
Results: There were 89 subjects with a proportion of women: men around 2:1, the median age was 40 (21-59) years, and the majority had moderate activity levels, had no family history of DM, did not smoke, and had intakes exceeding individual energy needs with the percentage of macronutrients within normal range. The total body fat percentage correlation with HOMA-IR showed a significant positive correlation with weak strength (r=0.262, p=0.013). The correlation of visceral fat mass with the TyG index showed a significant positive correlation with weak strength (r=0.234, p=0.027). The results of the correlation of total body fat percentage with the TyG index and the correlation of visceral fat mass with HOMA-IR showed results that were not statistically significant. The total body fat percentage was not significantly related to HOMA-IR after adjusting for variables such as gender, level of physical activity, body mass index, visceral fat, triglycerides, HDL, waist circumference, and percentage of carbohydrate intake. Visceral fat mass did not have a significant relationship with the TyG index after adjusting for age, sex, visceral fat, percentage of protein intake, and HDL.
Conclusion: A weak positive correlation was found between the percentage of total body fat and HOMA-IR and a weak positive correlation between visceral fat mass and the TyG index in obese office workers at Cipto Mangkunsumo General Hospital.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rabia
"ABSTRAK
Akumulasi lipid berlebihan dapat menyebabkan disfungsi jaringan adiposa putih yang selanjutnya mengakibatkan timbulnya kondisi inflamasi derajat ringan. Latihan fisik merupakan pendekatan untuk menginduksi proses beiging pada adiposa putih, yang dapat dimediasi melalui irisin, sehingga dapat mencegah disfungsi jaringan adiposa putih. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pengaruh akut dan kronik antara latihan fisik intensitas tinggi intermiten dan latihan fisik intensitas sedang kontinyu terhadap perubahan kadar irisin serum, adiposa, dan otot rangka pada tikus yang diinduksi diet tinggi lemak. Penelitian ini menggunakan desain eksperimental in vivo pada 24 ekor tikus Sprague-Dawley Jantan, yang diacak ke dalam 6 kelompok, yaitu 1 kelompok kontrol normal KN , 2 kelompok normal yang diberi latihan fisik formula 1 NF1 , 3 kelompok normal yang diberi latihan fisik formula 2 NF2 , 4 kelompok kontrol diet tinggi lemak KD , 5 kelompok diet tinggi lemak yang diberi latihan fisik formula 1 DF1 , dan 6 kelompok diet tinggi lemak yang diberi latihan fisik formula 2 DF2 . Latihan fisik intensitas tinggi intermiten akut lebih efektif dalam meningkatkan kadar irisin serum. Ditinjau dari pengaruh kronik, kedua formula latihan fisik tidak meningkatkan kadar irisin darah dan kadar irisin otot rangka, akan tetapi latihan fisik intensitas tinggi intermiten efektif dalam meningkatkan kadar irisin adiposa pada tikus diet tinggi lemak.

ABSTRACT
Excessive lipid accumulation may cause dysfunction of white adipose tissue, which resulted in low grade inflammation. Physical exercise is an approach to induce beiging process in white adipose tissue, mediated by irisin, thus may prevent adipose tissue dysfunction. This study was aimed to compare the acute and chronic effects of high intensity intermittent and moderate intensity continuous exercise to serum, adipose, and skeletal muscle irisin levels in high fat diet fed rats. This study design was in vivo experimental using 24 male Sprague Dawley rats, randomly assigned to 6 groups 1 normal control group NC , 2 group fed with normal diet and exercise formula 1 NF1 , 3 group fed with normal diet and exercise formula 2 NF2 , 4 high fat diet control group HC , 5 group fed with high fat diet and exercise formula 1 HF1 , and 6 group fed with high fat diet and exercise formula 2 HF2 . High intensity intermittent exercise may acutely elevate serum irisin level. Both physical exercise formula could not increase serum irisin and skeletal muscle irisin levels chronically, however high intensity intermittent exercise effectively induced an increase of adipose irisin level in high fat diet fed rats."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58899
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maretha Primariayu
"Insulin-like growth factor (IGF)-1 adalah salah satu hormon yang berperan pada pertumbuhan remaja perempuan. Kadarnya akan meningkat pada masa pubertas dan mulai menurun saat akhir pubertas. Kadar IGF-1 yang tinggi saat dewasa berhubungan dengan kejadian kanker payudara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara IGF-1 dengan indeks massa tubuh (IMT) pada remaja perempuan usia 13-15 tahun di Jakarta. Studi potong lintang ini dilakukan sejak bulan April?Mei 2016 dengan menggunakan data primer dari serum darah tersimpan berupa kadar IGF-1 yang diperiksa dengan metode ELISA dan data sekunder dari penelitian berjudul ?Faktor Determinan Kadar Estradiol, IGF-1, dan Menarche Dini pada Remaja Putri Usia 13?15 tahun di Jakarta: Studi Epidemiologi Gizi Terkait Faktor Risiko Kanker Payudara? berupa data antropometri, asupan makanan, dan aktivitas fisik dari 178 subjek yang didapat dengan metode total population sampling. Indeks massa tubuh pada remaja perempuan usia 13?15 tahun diukur dengan menggunakan kurva WHO 2007 dan CDC 2000. Tidak didapatkan korelasi antara IGF-1 dengan IMT pada remaja perempuan, namun terdapat kecenderungan nilai IGF-1 akan meningkat pada status gizi overweight dan menurun pada obesitas. Hendaknya para remaja perempuan menjaga status gizi dengan menjaga pola makan, memilih jenis makanan yang tepat dan seimbang, serta meningkatkan aktivitas fisik.

The insulin-like growth factor (IGF)-1 is one of hormone that plays a role in the growth of adolescent girls. Its level will rise at puberty and begin to decline at the end of puberty. High IGF-1 levels in adult associated with the incidence of breast cancer. This study aimed to determine the correlation between IGF-1 and body mass index (BMI) in 13-15-years-old girls in Jakarta. This cross-sectional study was conducted in April-May 2016 by using primary data from stored blood serum to measure IGF-1 level byELISA method and secondary data from a study entitled "Determinant Factors of Levels of Estradiol, IGF-1, and Early Menarche in Adolescents Girls Aged 13-15 in Jakarta: Nutritional Epidemiology Study Related to Breast Cancer Risk Factors" such as anthropometric data, dietary intake, and physical activity were obtained from 178 subjects with a total population sampling method. Body mass index in girls aged 13-15 years were measured using WHO 2007 and CDC 2000 curves. There were no correlation between IGF-1 with a BMI in adolescent girls, however, there is a tendency value of IGF-1 will increase in overweight and decrease in obesity. Thus adolescent girls should maintain their nutritional status by maintain a diet, choose the right and balanced foods, as well as increased physical activity.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuzulvia Damayanty
"Penelitian dengan desain studi cross-sectional dilakukan pada bulan April-Mei 2013. Penelitian di Kementerian Perindustrian RI melibatkan 122 pegawai. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan lingkar pinggang sebagai indikator obesitas sentral. Variabel dependen pada studi ini ialah obesitas sentral berdasarkan pengukuran lingkar pinggang. Variabel independen ialah jenis kelamin, umur, pendidikan terakhir, pengetahuan gizi, riwayat genetik, Indeks Massa Tubuh (IMT), persen lemak tubuh, kebiasaan merokok, aktivitas fisik dan asupan gizi (energi, protein, lemak, dan karbohidrat). Data dikumpulkan melalui pengukuran lingkar pinggang, persen lemak tubuh, antropometri, kuesioner, dan wawancara asupan makanan 2x24 jam. Analisis bivariat, didapatkan hubungan yang signifikan antara umur, Indeks Massa Tubuh (IMT), persen lemak tubuh, asupan energi, protein, lemak, dan karbohidrat. Perbedaan yang signifikan juga ditunjukkan antara jenis kelamin dan kebiasaan merokok dengan lingkar pinggang. Para pegawai diharapkan mulai mengontrol asupan makanan dan gaya hidup.

This cross sectional study was held in April-Mei 2013 comprised 122 employee at Ministry of Industry. The objective of study was to determine the association of some risk factors in waist circumference as an abdominal obesity indicator. Dependent variables of this study was abdominal obesity that was measured by waist circumference and the independent variable consist of sex, age, aducational background, nutritional knowledge, genetic history, Body Mass Index (BMI), Body Fat Percentage (BFP), smoking status, physical activity, and nutrient intake (intake of energy, protein, fat, and carbohydrate). Data were collected through waist measurement, Body Fat Percentage, anthropometry, questionnaires, and food models as supporting tools for 2x24 hours food recall. Bivariate analyses showed that age, BMI, BFP, intake of energy, protein, fat, and carbohydrate were correlated with a statistically significant in was circumference. Meanwhile, this study also indicated a significant difference between the sex and smoking status with circumference. It is suggested to employees to start controlling food intake and lifestyle."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S52982
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ira Andriani
"Kebugaran dengan fleksibilitas rendah dapat berkontribusi pada timbulnya cedera akut. Posisi yang dimodifikasi and-reach test, yang merupakan tes yang paling banyak digunakan untuk mengukur hamstring dan backflexibility yang lebih rendah, dilakukan untuk mengukur kelenturan kebugaran dari para penari mahasiswa tingkat tinggi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan hubungan antara BMI, persentase lemak tubuh, aktivitas fisik, aktivitas peregangan, asupan kualitas tidur, energi dan makronutrien dengan kebugaran fleksibel Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan total sampel 160. Kebugaran fleksibilitas rata-rata dengan metode tes duduk dan jangkauan yang dimodifikasi dalam penelitian ini adalah 31,70 ± 6,70 cm. Hasil analisis bivariat menunjukkan hubungan yang signifikan antara aktivitas peregangan dengan kebugaran fleksibel (nilai p 0,001). Selain itu, aktivitas fisik, aktivitas peregangan, kualitas tidur, dan asupan protein memiliki hubungan positif dengan kebugaran fleksibilitas. Sementara itu, BMI, persentase lemak tubuh, asupan energi, asupan karbohidrat, dan asupan lemak memiliki hubungan negatif dengan kebugaran fleksibilitas.

Fitness with low flexibility can contribute to acute injury. Modified position and-reach test, which is the most widely used test to measure hamstring and lower backflexibility, was carried out to measure the flexibility of fitness of high-level student dancers. The purpose of this study was to determine the relationship between BMI, body fat percentage, activity physical activity, stretching activity, intake of sleep quality, energy and macronutrients with flexible fitness This study used a cross sectional design with a total sample of 160. Fitness average flexibility with the sitting test method and the modified range in this study was 31.70 ± 6.70 The results of the bivariate analysis showed a significant relationship between stretching activity and flexible fitness (p value 0.001). In addition, physical activity, stretching activity, sleep quality, and protein intake have a positive relationship with fitness flexibility. Meanwhile, BMI, body fat percentage, energy intake, carbohydrate intake, and fat intake have a negative relationship with fitness flexibility.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Beta Sindiana Dewi
"Persen lemak tubuh (PLT) merupakan salah satu indeks yang digunakan untuk menilai status gizi, namun pengukuran PLT tidak mudah dilakukan terkait dengan alat pengukuran yang mahal dan jarang dimiliki. Oleh karena itu, diperlukan adanya metode alternatif yang dapat digunakan sebagai prediktor PLT. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui model PLT(BIA) pada remaja berdasarkan indeks massa tubuh (IMT), usia, dan jenis kelamin. Desain penelitian ini adalah cross sectional dengan sampel penelitian sebanyak 47 laki-laki dan 46 perempuan yang merupakan siswa SMAI Al-Azhar 1 yang berusia 14-18 tahun pada bulan April 2015.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa IMT memiliki korelasi yang sangat kuat dengan PLT(BIA) (r = 0,774), serta perbedaan yang bermakna antara jenis kelamin dan PLT(BIA) (p = 0,027). Model prediksi yang didapatkan untuk laki-laki adalah : PLT(BIA) = 1,8 (IMT) - 22,5, dan untuk perempuan : PLT(BIA) = 1,8 (IMT) - 13,6. Untuk memvalidasi penggunaan IMT sebagai prediktor PLT, disarankan agar dilakukan penelitian lanjutan untuk dengan variabel yang lebih spesifik dan pengukuran yang lebih akurat.

Body fat percentage (%BF) is one of the indexes to determine nutritional status, but actual body fat measurement is often difficult to conduct according to expensive facilities and limited access. Thus, researchers are encouraged to find alternative methods to predict actual %BF. The purpose of this study was to find a formula referred to the correlation of %BF(BIA) with body mass index (BMI), sex, and age. This is a cross sectional study with total of 47 men and 46 women aged 14 ? 18 years participated in this study which was held in April 2015.
The result of this study shown a very strong correlation between %BF(BIA) and BMI of adolescents (r = 0,774), and significant association between sex and %BF(BIA) (p = 0,027). Multiple regression analysis has done and it generated a formula to predict adolescents? body fat percentage in this population: %BF(BIA) = 1,8 (BMI) - 22,5 for men, and %BF(BIA) = 1,8 (BMI) ? 13,6 for women. Nevertheless, further research with more specific variable and more accurate measurements."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
S60416
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfiyyah Rizqy
"Latar belakang: Menarke merupakan peristiwa menstruasi pertama yang mencerminkan berbagai aspek kesehatan. Usia menarke remaja putri di Indonesia mengalami penurunan akibat berbagai faktor. Peneliti bertujuan ingin mengonfirmasi lebih lanjut hubungan usia menarke dengan indeks massa tubuh (IMT), aktivitas fisik, dan konsumsi teh.
Metode: Penelitian ini merupakan studi cross-sectional pada 84 remaja putri berusia 9-15 tahun di Kota dan Kabupaten Tegal, yang mengalami menarke dalam satu tahun terakhir. Data usia menarke dan aktivitas fisik diambil menggunakan kuesioner yang diisi berdasarkan ingatan remaja putri. IMT dihitung berdasarkan berat badan serta tinggi badan yang diukur mandiri atau oleh peneliti. Data konsumsi teh diambil menggunakan metode wawancara.
Hasil: Median usia menarke dari penelitian adalah 11.42 tahun dengan usia menarke tercepat, yaitu 9 tahun dan usia menarke paling lambat 13.83 tahun. Tidak ditemukan adanya hubungan signifikan antara IMT dengan usia menarke (p = 0.291), aktivitas fisik dengan usia menarke (p = 0.241), dan konsumsi teh dengan usia menarke (p = 0.758). Uji korelasi menunjukkan korelasi negatif yang tidak signifikan antara IMT dengan usia menarke (r = -0.058; p = 0.602) dan korelasi positif yang tidak signfikan antara konsumsi teh dengan usia menarke (r = 0.005; p = 0.975)
Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara IMT, aktivitas fisik, dan konsumsi teh dengan usia menarke pada remaja putri di Kota dan Kabupaten Tegal

Introduction: Menarche is the first menstrual event that reflects various aspects of health. The menarche age for adolescent girls in Indonesia has decreased due to various factors. Researchers aimed to further confirm the relationship between menarche age and Body Mass Index (BMI), physical activity, and tea consumption
Method: This study was a cross-sectional study on 84 adolescent girls aged 9-15 years in the City and District of Tegal, who experienced menarche in the past year. Data on the menarche age and physical activity were taken using a questionnaire that was filled out based on the memories of adolescent girls. BMI was calculated based on weight and height measured independently or by researchers. Tea consumption data was taken using the interview method.
Result: The median menarche age from the study was 11.42 years with the fastest being 9 years old and the latest being 13.83 years old at the latest. There was no significant relationship between BMI and menarche age (p = 0.291), physical activity with menarche age (p = 0.241), and tea consumption with menarche age (p = 0.758). Correlation test showed an insignificant negative correlation between BMI and menarche age (r = -0.058; p = 0.602) and an insignificant positive correlation between tea consumption and menarche age (r = 0.005; p = 0.975)
Conclusion: There is no relationship between BMI, physical activity, and tea consumption with menarche age in adolescent girls in the City and District of Tegal
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachelya Nurfirdausi Islamah
"Latar belakang: Usia menarke remaja putri di Indonesia semakin lama terjadi semakin awal. Hal ini dapat meningkatkan kecenderungan terjadinya pernikahan dini dan juga berbagai risiko kesehatan. Beberapa hal yang dapat memengaruhi usia terjadinya menarke di antaranya aktivitas fisik, indeks massa tubuh (IMT), dan nutrisi. Kebiasaan mengonsumsi sayuran dan buah-buahan dapat memperlambat usia menarke karena rendahnya energi yang terkandung dan mengakibatkan penurunan IMT. Kebiasaan mengonsumsi sayuran dari penduduk Kabupaten Bandung dapat berpengaruh pada IMT dan juga usia menarke. Karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan antara usia menarke dengan IMT, aktivitas fisik, dan konsumsi sayuran.
Metode: Menggunakan data primer yang diambil melalui kuesioner daring dan wawancara 24-hour recall kepada sampel kriteria inklusi. Sampel penelitian merupakan siswi SD dan SMP di Kabupaten Bandung yang telah mengalami menstruasi selama 13 bulan ke belakang. Data yang didapat kemudian dianalisis menggunakan uji Kruskal Wallis dan Uji Chi Square.
Hasil: Didapatkan total 52 sampel penelitian. Dari uji statistik Kruskal Wallis, tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari usia menarke antara ketiga kelompok IMT (p=0,71), aktivitas fisik (p=0,251), maupun konsumsi sayuran (p=0,753).
Kesimpulan: Tidak ditemukan adanya hubungan antara usia menarke dengan IMT, aktivitas fisik, dan konsumsi sayur. Tidak juga ditemukan adanya hubungan antara konsumsi sayur dan IMT.

Background: The age of menarche for adolescent girls in Indonesia is getting earlier. This can increase the tendency of early marriage and various health risks. Several things can affect the age at which menarche occurs, including physical activity, body mass index (BMI), and nutrition. The habit of consuming vegetables and fruits can slow down the age of menarche because of the low energy content which decrease BMI. This habit of consuming vegetables from the residents of Bandung District can affect BMI and also menarche age. This study aimed to find the relationship between menarche age and BMI, physical activity, and consumption of vegetables.
Methods: Primary data was taken through online questionnaires and 24-hour recall interviews. The research sample was elementary and junior high school students in Bandung District who had experienced menarche for the past 13 months. Data was analyzed using Kruskal Wallis test and Chi Square test.
Results: A total of 52 research samples were obtained. From the Kruskal Wallis statistical test, there was no significant difference in menarche age between the three groups of BMI (p=0.71), physical activity (p= 0.251), and vegetable consumption (p=0.753).
Conclusion: There was no relationship between menarche age and BMI, physical activity, and vegetable consumption. There was also no relationship between vegetable consumption and BMI.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>