Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 217841 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Margareth Christina Halim
"Penggunaan angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEi) sebagai antihipertensi dapat menyebabkan efek samping berupa batuk kering. Penelitian ini bertujuan untuk menilai risiko penggunaan ACEi, yaitu kaptopril sebagai standar dibandingkan ACEi lain terhadap kejadian batuk kering pada pasien hipertensi di RSUD Cengkareng Jakarta Barat dan RSUD Tarakan Jakarta Pusat. Desain penelitian ini adalah kohort prospektif. Kriteria inklusi adalah pasien hipertensi rawat jalan yang mendapatkan terapi obat golongan ACEi selama ≤ 3 bulan dan bersedia untuk diikutsertakan sebagai sampel dalam penelitian di RSUD Cengkareng Jakarta Barat dan RSUD Tarakan tahun 2014.
Sampel terdiri dari 54 pasien yang mendapat kaptopril dan 54 pasien yang mendapat obat ACEi bukan kaptopril yang diambil secara consecutive sampling pada bulan Januari-Juli 2014. Alat pengumpul data menggunakan wawancara terstruktur dan rekam medis pasien. Kejadian batuk kering akibat ACEi dievaluasi dengan menggunakan Algoritma Naranjo dan analisis data menggunakan uji Chi Square. Kejadian batuk kering terjadi pada 19,44% sampel. Faktor usia, jenis kelamin, suku bangsa, komorbiditas, body mass index (BMI), dosis obat, dan lama penggunaan tidak berhubungan bermakna dengan kejadian batuk kering akibat penggunaan ACEi. Tidak ada perbedaan risiko penggunaan ACEi kelompok kaptopril dibanding bukan kaptopril terhadap kejadian batuk kering.

Use of angiotensin converting enzyme inhibitors (ACEi) as an antihypertensive agent can cause side effects such as dry cough. This study aimed to evaluate the risk of ACEi administration with captopril as the standard against another ACEi on dry cough incidence in hypertensive patients from various tribes at RSUD Cengkareng West Jakarta and RSUD Tarakan Central Jakarta. The design of this study is prospective cohort. The inclusion criteria were patients who received ACEi as hypertension therapy for ≤ 3 months gathered from outpatient polyclinics and those willing to participate as sample in this study at RSUD Cengkareng West Jakarta and RSUD Tarakan Central Jakarta.
Sample consist of 54 patients who received captopril and 54 patients received non captopril ACEi, taken by consecutive sampling from January-July 2014. The data was collected using structured interviews and from medical record. Dry cough incidence due to ACEi was evaluated using Naranjo Algorithm and the data was analyzed using Chi Square test. Dry cough incidence was found in 19,44% of sample. No significant relationship of age, gender, tribe, comorbidity, body mass index (BMI), dosage, and duration of use with dry cough incidence due to the use of ACEi. Furthermore there is no difference in risk between the use of captopril group and non captopril ACEi group on dry cough incidence.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2015
T42975
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfiyyah Siti Zainab
"Pemantauan terapi obat merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional. Pemantauan terapi obat mencakup pengkajian pilihan obat, dosis cara pemberian obat, respons terapi dan rekomendasi perubahan atau alternatif terapi. Pemantauan terapi obat harus dilakukan secara berkesinambungan dan dievaluasi secara teratur pada periode tertentu agar keberhasilan ataupun kegagalan terapi dapat diketahui. Pasien yang mendapatkan terapi obat mempunyai risiko mengalami masalah terkait obat. Kompleksitas penyakit dan penggunaan obat, serta respons pasien yang sangat individual meningkatkan munculnya masalah terkait obat.
Seorang apoteker memiliki peran untuk memantau pemberian intervensi obat dalam penatalaksanaan terapi penyakit bronkopneumonia. Khususnya dalam kasus pada pasien By. D di ruang perawatan pediatric Intensive Care Unit (PICU) RSUD Tarakan Jakarta dengan diagnosa utama bronkopneumonia dan diagnosa penyerta penyakit anemia mikrositik hipokromik. Pemilihan kasus pasien By. D dalam pelaksanaan kegiatan pemantauan terapi ini merujuk pada pengevaluasian terapi bronkoneumonia di ruang perawatan pediatric Intensive Care Unit (PICU) RSUD Tarakan Jakarta.

Drug therapy monitoring is a process that includes activities to ensure safe, effective and rational drug therapy. Drug therapy monitoring includes an assessment of drug choice, dose of drug administration, therapeutic response and recommendations for changes or alternatives to therapy. Drug therapy monitoring must be carried out continuously and evaluated regularly at certain periods so that the success or failure of therapy can be known. Patients receiving drug therapy are at risk of developing drug-related problems. The complexity of the disease and drug use, as well as highly individualized patient responses increase the occurrence of drug-related problems.
A pharmacist has a role to monitor the administration of drug interventions in the management of bronchopneumonia disease therapy. Especially in the case of patient By. D in the pediatric intensive care unit (PICU) of RSUD Tarakan Jakarta with a primary diagnosis of bronchopneumonia and a co-diagnosis of hypochromic microcytic anemia. The case selection of patient By. D in the implementation of this therapy monitoring activity refers to evaluating bronchoneumonia therapy in the pediatric intensive care unit (PICU) of RSUD Tarakan Jakarta.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tumundo, Debora Gebby
"Apoteker mempunyai peran penting dalam pencegahan masalah yang berkaitan dengan obat. Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien. Kanker kolorektal merupakan pertumbuhan sel tidak normal yang terjadi pada usus besar atau rektum, awal mula terjadinya kanker yaitu tumbuhnya polip secara perlahan pada lapisan kolon atau rektum. Pasien kanker stadium lanjut akan sangat rentan terjadi DRPs yang disebabkan oleh penggunaan berbagai jenis obat, termasuk terapi antineoplastik dan terapi penyakit penyerta yang lain.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi data terapi untuk menetapkan ketepatan indikasi dan dosis terapi, serta mengidentifikasi masalah interaksi obat terkait penggunaan obat pasien. Pada kasus pasien X, Drug Related Problems pada kanker kolon yang terjadi yaitu potensi interaksi obat, dimana obat 5- fluorouracil berinteraksi dengan leucovorin. Hal ini merupakan akibat dari 5- fluorouracil menginduksi antikanker dengan menghambat pembentukan sintase timidilat dan mengurangi folat, sehingga leucovorin dianjurkan diberikan 1 jam terlebih dahulu sebelum 5-fluorouracil, serta monitoring ketat efek toksisitas yang ditimbulkan dari 5-fluorouracil seperti neutropenia, trombositopenia dan diare parah.

Pharmacists have an important role in preventing drug-related problems. Drug Therapy Monitoring (PTO) is a process that includes activities to ensure safe, effective and rational drug therapy for patients. Colorectal cancer is an abnormal cell growth that occurs in the colon or rectum, the beginning of cancer is the slow growth of polyps in the lining of the colon or rectum. Advanced cancer patients will be very susceptible to DRPs caused by the use of various types of drugs, including antineoplastic therapy and other co-morbidities.
This study aims to identify therapeutic data to determine the accuracy of indications and therapeutic doses, as well as identify drug interaction problems related to patient drug use. In the case of patient X, the Drug Related Problems in colon cancer that occur are the potential for drug interactions, where the 5-fluorouracil drug interacts with leucovorin. This is a result of 5-fluorouracil inducing anticancer by inhibiting the formation of thymidylate synthase and reducing folate, so it is recommended that leucovorin be given 1 hour before 5-fluorouracil, as well as close monitoring of the toxic effects of 5-fluorouracil such as neutropenia, thrombocytopenia and severe diarrhea .
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Familia Maya Sari
"Diare merupakan gejala umum dari infeksi saluran cerna yang disebabkan oleh berbagai macam patogen, diantaranya bakteri, virus dan protozoa. Diare biasanya terjadi karena kurangnya air minum yang bersih, sanitasi dan kebersihan yang kurang baik, dan status gizi yang buruk. Pada kasus diare penanganan berfokus pada penyebab, mengganti kehilangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang penting untuk mencegah terjadinya hipovolemia, hal ini dapat dilakukan dengan memberikan dengan melalui oral dengan (seperti, pedialite atau oralit) atau terapi parenteral. Pengobatan pada kondisi pasien seperti ini memerlukan penanganan khusus, dimana peran Apoteker adalah memantau pemberian terapi obat yang diberikan oleh dokter agar efek terapeutik tercapai. Proses pemantauan terapi obat merupakan proses yang panjang dan komprehensif yang harus dilakukan secara berkesinambungani. Pada tugas khusus ini membahas mengenai pemantauan terapi obat pasien pediatri yang memiliki diagnosa diare dan syok hipovolemik untuk dapat melihat proses pengobatan terapi yang digunakan.

Diarrhea is a common symptom of gastrointestinal infections caused by various pathogens, including bacteria, viruses and protozoa. Diarrhea usually occurs due to a lack of clean drinking water, poor sanitation and hygiene, and poor nutritional status. In cases of diarrhea, treatment focuses on the cause, replacing fluid and electrolyte losses is important to prevent hypovolemia. This can be done by administering it orally (such as pedialite or ORS) or parenteral therapy. Treatment of patient conditions like this requires special treatment, where the pharmacist's role is to monitor the administration of drug therapy given by the doctor so that the therapeutic effect is achieved. The process of monitoring drug therapy is a long and comprehensive process that must be carried out continuously. This special assignment discusses monitoring drug therapy for pediatric patients diagnosed with diarrhea and hypovolemic shock to be able to see the therapeutic treatment process used."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Saila Salsabila
"Identifikasi mengenai pemilihan Cefazolin sebagai antibiotik profilaksis pasien bedah ortopedi yang diterapkan di RSUD Tarakan Jakarta penting dilakukan untuk mengetahui pemberian antibiotik profilaksis yang telah diterapkan merupakan pilihan yang tepat atau terdapat alternatif antibiotik lain yang lebih baik dibandingkan Cefazolin jika dilihat dari tatalaksana umum yang berlaku. Perbandingan antara penerapan yang telah dilakukan RSUD Tarakan Jakarta dengan tatalaksana yang berlaku dilakukan agar apoteker dapat memahami alur pemberian antibiotik profilaksis yang tepat pada pasien bedah ortopedi. Pengamatan dilakukan secara retrospektif pada salah satu pasien di Gedung A lantai 4 unit OK Sentral lalu dilanjutkan saat pasien telah pindah kembali ke ruang rawat inap di Gedung A lantai 1 unit IGD RSUD Tarakan Jakarta. Kajian ini menggunakan data sekunder berupa daftar pemakaian obat pasien. Hasil pengamatan yang diperoleh diketahui bahwa penggunaan antibiotik profilaksis Cefazolin dari hasil observasi tanggal 22 Juni 2022 di unit OK Sentral RSUD Tarakan Jakarta pada pasien Ny. Y dengan diagnosis fraktur femur merupakan pilihan yang tepat. Hal ini dilihat dari perbandingannya dengan tatalaksana yang tercantum dalam ASHP. Selanjutnya, waktu pemberian antibiotik profilaksis Cefazolin 30-60 menit sebelum operasi dan dosis pemberian antibiotik profilaksis Cefazolin sebesar 2 gram pada pasien bedah ortopedi Ny. Y yaitu di RSUD Tarakan Jakarta telah sesuai dan tidak bertentangan dengan tatalaksana ASHP dimana untuk operasi bedah ortopedi diberikan Cefazolin dosis 2-3 gram untuk pasien dewasa dan waktu pemberian <60 menit sebelum operasi.

Identification regarding the choice of Cefazolin as a prophylactic antibiotic for orthopedic surgery patients applied at the Tarakan Hospital Jakarta, is important to determine whether the prophylactic antibiotic that has been applied is the right choice or there are other antibiotic alternatives that are better than Cefazolin if seen from the general guideline that applied. A comparison between the implementation carried out by the Tarakan District Hospital in Jakarta and the existing guideline was carried out so that apothecary could understand the appropriate way of administering prophylactic antibiotics to orthopedic surgery patients. Observations were carried out retrospectively on one of the patients in Building A, 4th floor, OK Sentral unit, then continued when the patient had moved back to the inpatient room in Building A, 1st floor, ER unit, Tarakan Hospital Jakarta. This study uses secondary data in the form of a list of patient medication use. The results of the observations obtained revealed that the use of the prophylactic antibiotic Cefazolin from the results of observations on June 22 2022 in the Central OK unit of the Tarakan Regional Hospital, Jakarta in the patient Mrs. Y with a diagnosis of femur fracture is the right choice. This can be seen from the comparison with the management listed in ASHP. Furthermore, the time for giving Cefazolin prophylactic antibiotics is 30-60 minutes before surgery and the dose of Cefazolin prophylactic antibiotics is 2 grams for orthopedic surgery patients, Mrs. Y at Tarakan Regional Hospital Jakarta is appropriate and does not conflict with ASHP guidelines where for orthopedic surgery, a dose of 2-3 grams of Cefazolin is given for adult patients and the administration time is <60 minutes before surgery"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Faridlatul Hasanah
"Penggunaan obat golongan statin (penghambat hidroksimetil glutaril-CoA reduktase) sebagai terapi lini pertama pada hiperkolesterolemia dapat menyebabkan terjadinya beberapa reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD). Tujuan penelitian ini adalah menilai risiko penggunaan obat golongan statin terhadap kejadian ROTD pada pasien hiperkolesterolemia di Instalasi Rawat Jalan RSUD Pasar Rebo, Jakarta.
Penelitian dilakukan dengan metode kohort prospektif pada pasien yang menggunakan atorvastatin dan simvastatin. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner, data sekunder diperoleh melalui rekam medis dan resep yang diterima oleh pasien. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan chi-square dan regresi logistik.
Dari penelitian diketahui bahwa ROTD terjadi pada 38.20% pasien yang menggunakan obat golongan statin, kejadian ROTD terbesar adalah gangguan sistem pencernaan (35.45%) dan gangguan sistem saraf (23.64%). Sedangkan ROTD pada otot dan hati masing-masing sebesar 2.73%.
Pasien yang menggunakan simvastatin memiliki risiko relatif mengalami ROTD lebih besar jika dibandingkan dengan pasien yang menggunakan atorvastatin (RR: 6.439; CI: 2.963-13.992). Variabel perancu yang secara signifikan mempengaruhi kejadian ROTD adalah aktivitas fisik. Pasien yang mengalami ROTD memiliki risiko relatif lebih besar mengalami putus obat daripada pasien yang tidak mengalami ROTD (RR: 2.554; CI: 1.724- 3.754).

The use derivate of statin (hydroxymethylglutaryl-CoA reductase inhibitors) for management of hypercholesterolemia can cause advers drug reactions (ADR). The purpose of this study was to assess the risk of the use of statins on the incidence of ADR in hypercholesterolemic patients in the Outpatient Installation in RSUD Pasar Rebo, Jakarta.
This study was conducted using a prospective cohort to the patients using atorvastatin and simvastatin, the data obtained by interview with questionnaires, medical records, and patient prescriptions. The data collected analyzed using chi-square and logistic regression.
ADR occurred in 38.20% patients who treated with statins, the most often ADR experienced by patient are gastrointestinal disorder (35.45%) and nerve system disorder (23.64%). Muscle and liver disorder experienced by 2.73% patients respectively.
The patients using simvastatin have a greater risk of experiencing ADR compared to atorvastatin (RR: 6.439; CI: 2.963-13.992). Physical activity is the confounding variable significantly influence the incidence of ADR. Patients who experience ADR had a greater risk for experiencing drug withdrawal than patients who did not experience ADR (RR: 2.554; CI: 1.724- 3.754).
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
T42984
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hariyona Fitrin
"Prevalensi Ketuban Pecah Dini (KPD) di dunia sekitar 5,0%-10,0%. Namun KPD merupakan salah satu komplikasi kehamilan yang dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas baik pada bayi maupun ibu. Salah satu faktor yang diduga berperan dalam terjadinya KPD adalah Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada kehamilan. Penelitian sebelumnya memperlihatkan adanya hubungan ISK pada ibu hamil terhadap kejadian persalinan dengan KPD, namun perlu dilakukan penelitian pada populasi berbeda seperti di RSUD Cengkareng Jakarta Barat. Oleh karena itu, dilakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh ISK pada ibu hamil dengan kejadian KPD di RSUD Cengkareng. Penelitian ini menggunakan desain kasus kontrol dengan menggunakan data sekunder dari status rekam medis ibu melahirkan periode Januari-Desember 2023. Hasil analisis bivariat diperoleh nilai OR 3,08 (95%CI: 1,73-5,53 dan p=0,000) sebelum dikontrol dengan variabel kovariat. Setelah dilakukan analisis multivariat diperoleh model akhir pengaruh ISK dengan persalinan KPD dengan mengendalikan faktor jumlah kehamilan, riwayat abortus, dan riwayat SC di peroleh nilai OR 2,43 (95%CI: 1,36-4,34 dan p=0,003. Kesimpulan, ISK pada ibu hamil berisiko 2,43 kali untuk mengalami persalinan dengan KPD setelah dikontrol dengan variabel jumlah kehamilan, riwayat abortus, dan riwayat SC.

The prevalence of Premature Rupture of Membranes (PROM) in the world is around 5.0%-10%. However, PROM is one of the complications of pregnancy that can cause morbidity and mortality in both infants and mothers. One factor that is thought to play a role in the occurrence of PROM is Urinary Tract Infection (UTI) in pregnancy. Previous studies have shown a relationship between UTI in pregnant women and the incidence of labor with PROM, but research needs to be done in different populations such as at Cengkareng Hospital, West Jakarta. Therefore, a study was conducted with the aim to determine the effect of Urinary Tract Infection (UTI) in pregnant women with the incidence of Premature Rupture of Membranes (PROM) at Cengkareng Hospital. This study used a case control design using secondary data from the medical record status of mothers giving birth in the period January-December 2023. The results of the study on bivariate analysis of the influence of UTI with PROM labor obtained (OR: 3.08; 95%CI: 1.73-5.53 and p=0.000) before controlling with covariate variabels. After multivariate analysis, the final model of the influence of UTI with PROM labor by controlling the factors of gestational age, number of pregnancies, abortion, and history of SC was obtained (OR: 2,43; 95%CI: 1,36-4,34 and p=0,003). In conclusion, UTI in pregnant women has a risk of 2,43 times to experience labor with PROM after controlling for the variabels of number of pregnancies, history of abortion, and history of SC."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Audrew Johnson Budianto
"Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Berdasarkan Global TB Report 2018, Indonesia mencatat 842.000 kasus TB baru pada tahun 2017, dengan kematian akibat TB mencapai 116.400. Pemantauan Terapi Obat (PTO) adalah suatu kegiatan berkesinambungan yang bertujuan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif, dan rasional. PTO meliputi evaluasi pemilihan obat, dosis, cara pemberian, respons terapi, Resolusi Outcome Terapi Obat (ROTD), serta merekomendasikan perubahan terapi bila diperlukan. Di RSUD Tarakan Jakarta, PTO dilaksanakan pada pasien dengan tuberkulosis paru, diabetes melitus, dan dispepsia. Proses PTO dimulai dengan seleksi pasien berdasarkan diagnosis, obat yang diresepkan, serta lama perawatan, diikuti dengan pengumpulan data rekam medis. Analisis dilakukan menggunakan metode Hepler dan Strand. Hasil analisis menunjukkan bahwa pengobatan pasien sebagian besar sudah tepat indikasi dan tidak menimbulkan interaksi obat yang merugikan. Namun, terdapat beberapa indikasi yang tidak diterapi seperti hipoalbuminemia dan anemia mikrositik, serta pemilihan antibiotik yang kurang tepat berdasarkan hasil kultur laboratorium.

Pulmonary tuberculosis is an infectious disease caused by Mycobacterium tuberculosis. According to the Global TB Report 2018, Indonesia reported 842,000 new TB cases in 2017, with TB-related deaths reaching 116,400. Drug Therapy Monitoring (DTM) is a continuous activity aimed at ensuring safe, effective, and rational drug therapy. DTM includes the evaluation of drug selection, dosage, administration method, therapeutic response, Drug Therapy Outcome (DTO), and recommending therapy modifications if necessary. At RSUD Tarakan Jakarta, DTM is conducted for patients with pulmonary tuberculosis, diabetes mellitus, and dyspepsia. The DTM process begins with patient selection based on diagnosis, prescribed medications, and length of treatment, followed by collecting medical record data. Analysis is carried out using the Hepler and Strand method. The results of the analysis indicate that most patient treatments were appropriate for their indications and did not result in harmful drug interactions. However, there were some untreated indications such as hypoalbuminemia and microcytic anemia, as well as suboptimal antibiotic selection based on laboratory culture results.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Gultom, Doddy F P
"ABSTRAK
Latar belakang: Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Neonatal merupakan tolak ukur untuk menilai keberhasilan pemeriksaan kesehatan terhadap ibu hamil disuatu negara. Setiap tiga menit, dimanapun di Indonesia, satu anak balita meninggal dunia. Selain itu setiap jam, satu perempuan meninggal dunia ketika melahirkan atau karena sebab yang berhubungan dengan kehamilan. Sistem rujukan adalah salah satu yang mempengaruhi keadaan di atas. Rujukan yang terlambat dan penanganan yang tidak tepat dapat menghasilkan luaran yang buruk. RSUD Tarakan, Jakarta Pusat merupakan salah satu RS rujukan propinsi.Tujuan: : Untuk menganalisa serta mendapatkan informasi mendalam terhadap luaran maternal dan neonatal dari kasus rujukan dibandingkan dengan kasus bukan rujukan Rancangan penelitian: Metode penelitian gabungan mixed methods . Populasi penelitian adalah pasien rujukan dan bukan rujukan yang dilakukan seksio sesarea di RSUD Tarakan Jakarta Pusat mulai Oktober 2015 hingga September 2016 Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat dengan chi square test. Kajian Kualitatif mengenai kejadian morbiditas maternal dan kematian neonatal serta upaya menurunkannya terhadap subyek terkait. Kajian kualitatif dilakukan dengan metode indepth interview dan dilakukan analisis secara deskriptif, disajikan dalam bentuk narasi.Hasil : Sejak Oktober 2015 sampai September 2016, terdapat 440 kasus yang memenuhi kriteria, yang terdiri dari 220 kasus rujukan dan 220 kasus bukan rujukan didapatkan hasil pada luaran ibu yaitu adanya hubungan yang bermakna secara statistika pada pendidikan yang rendah dengan nilai p value 0,00 < a, sementara umur ibu, penghasilan tetap, paritas, dan indikasi seksio sesarea tidak memiliki hubungan yang bermakna secara statistika dengan kasus rujukan,Adanya hubungan bermakna kasus infeksi terhadap kasus rujukan p value 0,032.Lama perawatan lebih panjang pada kasus rujukan p value < ? sedangkan pada luaran neonatus, tidak didapatkan hubungan yang bermakna secara statistika antara APGAR 1 menit dan 5 menit terhadap kasus rujukan dan bukan rujukan dan kematian neonatus tidak memiliki hubungan yang bermakna secara statistika dengan kasus rujukan. Terdapat beberapa kasus kematian neonatal.Hasil kajian kualitatif menunjukkan bahwa kematian maternal dan neonatal dipengaruhi berbagai faktor seperti keterlambatan rujukan, terutama keterlambatan pertama, rendahnya tingkat pendidikan ibu, rendahnya tingkat pendapatan keluarga..Kesimpulan: Infeksi maternal lebih tinggi pada kasus-kasus rujukan. Angka infeksi dipengaruhi oleh pendidikan pasien dan infeksi menyebabkan lama perawatan memanjang. Asfiksia neonatal pada menit pertama lebih tinggi pada kasus-kasus rujukan. Sistim rujukan sudah baik namun perlu evaluasi dan perbaikan secara berkala.

ABSTRACT
Background Maternal Mortlity Rate MMR and Neonatal Death Rate NDR are indicators to measure performance of antenatal care for countries. Every three minutes in Indonesia, One children under five died and every hour one women died during delivery or any cause related to pregnancy. Refferal system is one of factors contributing to those condition. Delay in referral system and unproper management may lead into poor outcomes. RSUD Tarakan, Jakarta Pusat is one of province referral hospital.Objective To analyze and to obtain information due to the maternal and neonatal outcomes of referred cases compare to non referred cases.Design of study Mixed methods. The study of population was referred and non referred patients who underwent caesarean section from October 2015 until September 2016 at RSUD Tarakan Jakarta Pusat. The exposed group was those who was referred cases while the control was those who was not referred. Data were analyzed by univariat analysis,bivariat analysis with chi square test .Qualitative study was done by the method of indepht interview and were analyzed by descriptive analysis and presented in narration.Results From Oktober 2015 to September, 2016, there were 440 cases meeting the eligibility criteria, consisting of 220 referred cases and 220 controls indicates in mother outcome there is statistical significance low education with P value 0,00 a. In terms of age, parity, education, income, and caesarean section indication were no statistically significance to reffered cases .Infection cases significance to reffered cases p value 0,032. Prolonged Length of stay to reffferd cases P value . In order to Neonatal Outcome there is no statistically significance to 1 minute APGAR and 5 minutes APGAR scores with P value . There are several neonatal mortality were found. Qualitative research indicate that Maternal and neonatal mortality infuenced of delayed refferal, lower education, lower family income Conclusion Maternal infection was higher in the referred cases. Rate of infection was influenced by patient education and infection caused prolonged hospital stay. The rate of first minute asphyxia was higher in the referred cases. Refferal system already in good track but need periodic evaluation and improvement Keywords Referral cases, caesarean section, maternal infection, neonatal aasphyxia and neonatal death"
2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Nusaiba
"Diabetes mellitus tipe 2 sering kali diikuti dengan komplikasi penyakit seperti hipertensi, gangguan kardiovakular dan gangguan pernafasan seperti bronkopneumonia. Pemantauan terapi obat yang tepat sangat penting untuk mengoptimalkan pengobatan dan mencegah kemungkinan terjadinya efek samping obat yang merugikan. Data diperoleh dari rekam medis dan kondisi pasien. Data yang dikumpulkan meliputi informasi status klinis pasien, riwayat pengobatan, dosis obat, dan parameter klinis seperti tanda vital dan hasil laboratorium. Hasil analisis data terapi obat pasien dan drug related problem pasien masih terdapat DRP tidak tepat dosis, yaitu obat yang diberikan kurang dari dosis yang dianjurkan yaitu primperan dan dosis berlebih dari yang dianjurkan yaitu omeprazole. Pemantauan terapi obat pada pasien diabetes mellitus tipe II dengan hipertensi dan bronkopneumonia masih perlu ditingkatkan, dengan cara meningkatkan pemantauan terapi obat yang lebih efektif, diharapkan pasien dapat mendapatkan manfaat yang maksimal dan terhindar dari risiko komplikasi yang serius.

Type 2 diabetes mellitus is often accompanied by complications such as hypertension, cardiovascular disorders, and respiratory disorders such as bronchopneumonia. Appropriate drug therapy monitoring is crucial to optimize treatment and prevent potential adverse drug effects. Data were obtained from medical records and patient conditions. The collected data included information on patients' clinical status, treatment history, drug doses, and clinical parameters such as vital signs and laboratory results. The analysis of patient drug therapy data and drug-related problems revealed inappropriate dosing-related issues, specifically underdosing of primperan and overdosing of omeprazole. Monitoring of drug therapy in patients with type 2 diabetes mellitus, hypertension, and bronchopneumonia needs improvement by enhancing more effective drug therapy monitoring. It is expected that with improved drug therapy monitoring, patients can obtain maximum benefits and avoid serious complications."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>