Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 57871 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Imam Lazuardy Putrautama
"Peran Gerakan Turki Muda sebagai peletak dasar pembentukan nasionalisme Turki. Metode yang digunakan adalah menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan pustaka, yaitu keseluruhan data yang diperoleh penulis dari studi pustaka berupa buku, artikel ilmiah, dan jurnal terkait. Benih‐benih Nasionalisme yang menyebar ke tanah Arab menyebabkan munculnya nasionalisme pada bangsa Arab. Perasaan nasionalisme ini pun dirasakan juga oleh bangsa Turki yang ingin menghidupkan kembali rasa kebanggaan atas kejayaan Imperium Utsmani dahulu yang pernah berkuasa di berbagai kawasan. Terlebih setelah kekalahan telak di Wina memunculkan gerakan-gerakan pembaharuan, khususnya Turki Muda yang lebih beriorientasi ke Barat, yaitu Nasionalisme, Konstitusional dan Sekularis. Hasil penelitian menunjukan bahwa gerakan pembaharuan Turki Muda memilki peran sangat besar dalam memunculkan dan menanamkan ide‐ide nasionalisme bangsa Turki.

This article aims to illustrate the role of Young Turk Movement as the founder of cornerstone in establishment of Turkey Nationalisme. This article used qualitative method thorugh library approachment, namely the overall of data were obtained by the author from literatures in the form of books, scientific articles, and related journals. The nationalism seeds spread into Arab land that caused emergence of Arab Nationalism. This Nationalism Feeling was also felt by Turks who wanted to revive national pride in the Ottoman Imperium's heyday in ruling several regions. Especially after a crushing defeat in Vienna led reform movements, particularly the Young Turks were more oriented to the West, namely nationalism, Constitutional and secularists. The results showed that the Young Turk reform movement has an enormous role in eliciting and instilling the ideas of nationalism Turkey.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Tia Santika
"Fokus dari penulisan karya tulis ini adalah untuk mendeskripsikan mobilisasi sumber daya manusia Gerakan Fethullah Gülen pada periode 1990-2000. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan menemukan bahwa local circles memiliki peran dalam memobilisasi sumber daya manusia melalui edukasi publik dan pelayanan langsung. Local circles adalah kelompok mentoring yang sebagian besar terdiri dari pengusaha, profesional, dan pekerja di Turki Kegiatan tersebut memberikan pemahaman akan pentingnya pelayanan (hizmet) kepada masyarakat dan mendorong adanya aksi kolektif. Pelayanan mereka terfokus dalam bidang pendidikan, media massa, dan dialog antarumat beragama.

This paper examines the mobilization of human resources within Fethullah Gülen Movement especially in the period of 1990-2000. This study uses qualitative method and finds that local circles have roles in mobilizing human resources by giving public education and direct service. Local circles are mentoring groups in which the participants are businessmen, professionals, and workers in Turkey. Local circles enable them to understand the importance of service (hizmet) to society that also pushed them to make collective action exists. Their services mainly focus on education, mass media, and interfaith dialogue.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Nasih
"Dinamika antara Islam dan nasionalisme di Turki dan Indonesia terjadi karena adanya perspektif yang mendikotomikan antara Islam dengan nasionalisme. Islam dianggap sebagai nilai-nilai yang bersumber dari Tuhan yang bersifat sakral. Sedangkan nasionalisme dianggap sebagai konsensus dan karena itu bersifat profan/sekuler, terlebih kelahirannya dipicu oleh perlawanan terhadap praktik sistem religio-politik integralisme Katholik di abad pertengahan. Pertentangan tersebut kemudian juga diberlakulam kepada seluruh agama, termasuk Islam.
Penelitian ini menggunakan pijakan teori hubungan entara agama (Islam) dengan negara yang teruraikan dalam konsepsi negara-Islam, nasionalisme-sekuler, dan nasionalisme-religius. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik analisis deskriptifanalitis. Pengumpulan data dilakukan dengan mengambil data dari sumber pustaka dan wawancara dengan bebrapa tokoh politik. Data- data tersebut kemudian dideskripsikan, sehingga menunjukkan dinamika antara Islam dan nasionalisme.
Penelitian ini menemukan bahwa dinamika antara Islam dan nasionalisme di Turki dan Indonesia terjadi dalam organisasi-organisasi masyarakat sipil, partai- partai politik, dan lembaga-lembaga negara/pemerintahan. Dinamika di dalam salah satu institusi berpengaruh Inepada yang lain. Karakter nasionalisme Turki awalnya terbangun berdasarkan prinsip sekularisme laicisme. Dinamika antara Islam dan nasionalisme menyebabkan konvergensi antara keduanya tanpa mengubah konstitusi negara dan melahirkan paradigma baru nasionalisme dengan karakter sekularisme non-laicisme dalam praktik. Bentuk konvergensi antara Islam dan nasionalisme di Turki belum stabil karena sikap politik kalangan Islam belum didasarkan pada landasan teologis (theological statement), melainkan karena penimbangan-penimbangan politik (political statement) untuk menghindari tekanan kekuatan pro-sekularisme.
Sedangkan karakter nasionalisme di Indonesia adalah nasionalisme-religius, karena konstitusi dan dasar negara (Pancasila) secara tegas memberikan ruang yang cukup kepada agama. Hanya saja, praktik politik represif rezim Orde Baru dalam periode politik dekade 1980-an terhadap kalangan Islam menghidupkan paradigma politik yang mendikotomikan antara Islam dengan nasionalisme. Umat Islam dicurigai memiliki cita-cita untuk mengembalikan Islam sebagai dasar formal dalam praktik politik-keagamaan. Tekanan rezim menyebabkan sebagian kalangan Islam mengkonstruksi pandangan teologis baru tentang konvergensi antara Islam dan nasionalisme yang berpengaruh kepada penerimaan mayoritas kalangan politik Islam di Indonesia kepada Pancasila berdasarkan pada pandangan teologis (theological statement), bukan sekedar politis (political statement).
Implikasi teoritis penelitian ini adalah hubungan antara Islam dengan negara terjadi, negara-Islam dan nasionaIisme-sekuIer tidak berlaku, dan nasionalisme religius semakin menguat. Konsepsi nasionalisme-religius menempatkan agama (Islam) sebagai landasan moral dan etika dalam kehidupan politik kenegaraan.

The dynamics between Islam and nationalism in Turkey and Indonesia is due to a dispute between the Islamic view with nationalism. Islam is considered as the values that stem lion: God that is sacred. While nationalism is considered as a consensus and because it is profane / secular, first birth was triggered by the opposition to the practice of integralisrn religio-political system in the medieval Catholic. Conflicts are then also applied to all religions, including Islam.
This research uses theoretical framework of the relation between religion (Islam) with the state described in the conception of state-Islam, nationalism, secular, and nationalist-religious. This study uses qualitative methode with analytical descriptive analysis techniques. Data collection was conducted by collecting data from literature sources and interviews with some political figures. These data are then described, thus showing the dynamics between Islam and Nationalism.
This study found that the dynamic between Islam and nationalism in turkey and Indonesia occurred in in the civil society organizations, political parties, and the institutions of stare / government. Dynamics in one institution inlluent to another. Turkish nationalism awoke Erst character based on the principle of laicisme secularism. The dynamics between Islam and nationalism lcd to convergence between the two withoutchanging the state constitution andgave birth to anew paradigm of nationalism with the character of non-laicisrn secularism in practice. Form of convergence between Islam and nationalism in Turkey is not stable because of political attitudes among muslims are not based on theological foundation (theological statement), but because of political considerations (political statement) to avoid the pressureoftlre pro-secular forces.
While the character of nationalism in Indonesia is a religious nationalism, because the constitution and the basic state (Pancasila) expressly provides enough space for religion. Only, a repressive political practices ofthe New Order regime in the period of the 1980s politics of Islamic political paradigm that contradict switch between Islam and nationalism. Muslims suspected of having to mtore the ideals of lslam as a formal basis in-state political practices. Pressure caused some of the Islamic regime to construct a new theological view about the convergence between Islam and nationalism, which had affected the acceptance among the majority of political Islam in Indonesia to Pancasila are based on theological view (theological statement), not merely political (political statement).
Theoretical implications of this research is the relationship between Islam and the state occurs, the state-Islamic and secular-nationalism does not apply, and religious nationalism intensified. The conception of religious nationalism puts religion (Islam) as the foundation of morals and ethics in the political life of state.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
D915
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Firman Maulana Noor
"Tesis ini membahas perkembangan gerakan partai Adelet ve Kalkinma Partisi (AKP) di Turki. AKP merupakan partai yang memiliki akar sejarah panjang dari gerakan politik Islam di Turki dan mampu memenangi tiga kali pemilihan umum nasional tahun 2002, 2007, dan 2011. Sedangkan Turki adalah negara yang menerapkan sekularisme dan menjadikannya sebagai ideologi negara. Ideologi tersebut mendapat pengawalan yang begitu ketat dari militer. Hal itu mengakibatkan Partai Politik berbasis Islam di Turki, seperti AKP membutuhkan perjuangan dan strategi yang matang dalam gerakan perkembangannya.
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode studi kasus. Tesis ini menggunakan teori gerakan sosial yang berpijak pada tiga faktor pembahasan, yaitu struktur kesempatan politik, mobilisasi sumber daya, dan proses pembingkaian.
Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa perkembangan gerakan politik AKP sangat ditentutan oleh transformasi gerakan politik Islam di Turki. Transformasi tersebut terefleksikan pada penerimaan partai AKP atas gagasan Demokrasi Liberal, Ekonomi Pasar Bebas, Hak Asasi Manusia, dan Plularisme. Penerimaan ini tidak hanya dalam tataran ide, tetapi juga dalam aksi gerakan partai AKP.

The Focus of this study is The Development of Adelet ve Kalkinma Partisi (AKP) in Turkey. AKP is a party that has long historical roots of Islamic political movements in Turkey, and it was able to win three national elections in 2002, 2007, 2011. While Turkey is a secular state and implement it as the state ideology. The Turkish military perceived itself as the guardian of secularism. consequently, Islamic-based political party in Turkey, such as the AKP requires careful strategy of its struggle and development.
This research is qualitative case study method. This thesis uses social movement theory rests on three factors discussion, namely the political opportunity structure, resource mobilization, and framing processes.
The results of this study stated that the development of AKP is determined by the transformation of the Islamic political movement in Turkey. The transformation reflected the AKP acceptance of the idea of liberal democracy, free market economy, human rights, and plularism. This acceptance not only at the level of ideas, but also in action AKP of movement.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gagah Sri Bintang Nuswantara
"Kegagalan liberalisasi perdagangan internasional di tingkat multilateral di bawah rezim World Trade Organization (WTO) mendorong pesatnya pertumbuhan perjanjian perdagangan bilateral dalam bentuk perjanjian perdagangan bebas (free trade agreements). Pembentukan FTA ini secara eksponensial didominasi oleh negara-negara G-20, yang salah satunya adalah Turki. Memasuki tahun 2010-an, Turki memasuki kawasan Asia Pasifik- secara khusus Asia Tenggara- yang bukan merupakan pasar utama Turki dan membentuk Perjanjian Perdagangan Bebas dengan Malaysia sebagai FTA pertama Turki di antara negara-negara Islam di Asia Pasifik. Oleh karena itu, penulis menangkat pertanyaan penelitian berupa: Mengapa Turki membentuk Perjanjian Perdagangan Bebas dengan Malaysia tahun 2014? Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan alasan Turki memilih Malaysia sebagai negara pertama di kawasan Asia Tenggara yang dijadikan mitra FTA. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan menggunakan konsep ide, persepsi, dan institusi domestik dalam perdagangan internasional dari Aggarwal dan Lee, penulis menemukan beberapa faktor yang mendorong Turki untuk membentuk FTA dengan Malaysia seperti adanya faktor Islam, motivasi untuk melanjutkan transformasi ekonomi, dan pergeseran sektoral dalam kebijakan luar negeri Turki, dorongan kelompok bisnis domestik, serta pengaruh institusi domestik Turki.

The failure of international trade liberalization at the multilateral level under the World Trade Organization (WTO) regime has encouraged the rapid growth of bilateral trade agreements in the form of free trade agreements. The formation of this FTA is exponentially dominated by G-20 countries, one of which is Turkey. Entering the 2010s, Turkey joined the Asia Pacific region - specifically Southeast Asia - which is not the primary market of Turkey and formed a Free Trade Agreement with Malaysia as Turkey's first FTA in the Muslim world in the Asia-Pasific region. This study aims to explain why Turkey chose Malaysia as the first country in Southeast Asia to become an FTA partner. Using the concept of ideas, perceptions, and domestic institutions in international trade from Aggarwal and Lee, the author finds several factors that encourage Turkey to form an FTA with Malaysia, such as Islamic factors, motivation to continue the economic transformation, and sectoral shifts in Turkey's foreign policy, and the lobby by domestic business groups, as well as the influence of Turkish domestic institutions."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Chairani Zamira Adam
"Republik Turki, yang lahir di atas puing-puing Kekhalifahan Turki Ottoman, dibangun melalui nasionalisme yang tidak hanya berseberangan dengan pendahulunya, tetapi juga mengandung daya hancur terhadap struktur kekhalifahan sekaligus daya bangun bagi karakter bangsa Turki yang baru. Penelitian ini meninjau kembali bagaimana nasionalisme di Turki, yang sering dianggap bertolak belakang dengan nilai-nilai kekhalifahan, ternyata merupakan sintesis dari ingatan kejayaan masa kekhalifahan, nilai-nilai Islam, dan semangat nasionalisme Barat. Dengan metode studi pustaka, penelitian ini mengkaji berbagai sumber literatur untuk memaparkan dinamika kemunculan dan perkembangan nasionalisme di wilayah Turki Ottoman era Tanzimat, hingga perannya dalam membentuk identitas Republik Turki. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nasionalisme Turki tidak sekadar menjadi pemutus kontinuitas kekhalifahan, tetapi juga menjadi fondasi bagi pembentukan identitas Turki modern yang tetap mencerminkan warisan sejarah dan nilai-nilai keislaman.

The Republic of Turkey, born on the ruins of the Ottoman Caliphate, was built through nationalism that was not only at odds with its predecessors, but also contained a destructive force against the structure of the Caliphate as well as a constructive force for the character of the new Turkish nation. This study reviews how nationalism in Turkey, which is often considered to be at odds with the values of the Caliphate, is in fact a synthesis of the memory of the glory of the Caliphate, Islamic values, and the spirit of Western nationalism. Using the library study method, this study examines various sources of literature to explain the dynamics of the emergence and development of nationalism in the Ottoman Turkish region during the Tanzimat era, to its role in shaping the identity of the Republic of Turkey. The results of this study show that Turkish nationalism is not only a breaker of the continuity of the Caliphate, but also a foundation for the formation of a modern Turkish identity that still reflects the historical heritage and Islamic values."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2025
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Chairani Zamira Adam
"Republik Turki, yang lahir di atas puing-puing Kekhalifahan Turki Ottoman, dibangun melalui nasionalisme yang tidak hanya berseberangan dengan pendahulunya, tetapi juga mengandung daya hancur terhadap struktur kekhalifahan sekaligus daya bangun bagi karakter bangsa Turki yang baru. Penelitian ini meninjau kembali bagaimana nasionalisme di Turki, yang sering dianggap bertolak belakang dengan nilai-nilai kekhalifahan, ternyata merupakan sintesis dari ingatan kejayaan masa kekhalifahan, nilai-nilai Islam, dan semangat nasionalisme Barat. Dengan metode studi pustaka, penelitian ini mengkaji berbagai sumber literatur untuk memaparkan dinamika kemunculan dan perkembangan nasionalisme di wilayah Turki Ottoman era Tanzimat, hingga perannya dalam membentuk identitas Republik Turki. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nasionalisme Turki tidak sekadar menjadi pemutus kontinuitas kekhalifahan, tetapi juga menjadi fondasi bagi pembentukan identitas Turki modern yang tetap mencerminkan warisan sejarah dan nilai-nilai keislaman.

The Republic of Turkey, born on the ruins of the Ottoman Caliphate, was built through nationalism that was not only at odds with its predecessors, but also contained a destructive force against the structure of the Caliphate as well as a constructive force for the character of the new Turkish nation. This study reviews how nationalism in Turkey, which is often considered to be at odds with the values of the Caliphate, is in fact a synthesis of the memory of the glory of the Caliphate, Islamic values, and the spirit of Western nationalism. Using the library study method, this study examines various sources of literature to explain the dynamics of the emergence and development of nationalism in the Ottoman Turkish region during the Tanzimat era, to its role in shaping the identity of the Republic of Turkey. The results of this study show that Turkish nationalism is not only a breaker of the continuity of the Caliphate, but also a foundation for the formation of a modern Turkish identity that still reflects the historical heritage and Islamic values."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2025
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Aldo Dzuhryansyah
"Pembaharuan yang dilakukan oleh negara Turki berkaitan dengan sejarah peradaban Islam, peradaban Barat, serta sekularisasi yang mempengaruhinya. Kegemilangan serta kemunduran Khilafah Usmani sendiri disebabkan oleh perkembangan peradaban dan paham yang semakin modern, sehingga menghasilkan sebuah pembaharuan negara Turki ke dalam peradaban yang lebih modern. Penelitian pustaka ini adalah penelitian kualitatif dengan merujuk pada buku kesejarahan dan peradaban. Hasil penelitian ini untuk memberikan pencerdasan kepada para cendekiawan muslim, orang-orang Islam dan para intelektual pada umumnya bahwa keruntuhan Khilfah Turki Utsmani bukan hanya karena kekalahannya dalam perang Dunia I akan tetapi juga karena Peradaban barat yang berpengaruh besar pada peradaban Islam di dalam Kekhalifahan Turki Usmani.

The renewal carried out by Turkey relating to the country of Islamic civilization, history of Western civilization, secularization that affected it. Now, as well as the decline of Ottoman Caliphate itself was caused by the development of civilization and understand an increasingly modern, resulting in a renewal of the State of Turkey into a more modern civilizations. This library is a research of qualitative research by referring to historical books and civilization. The results of this research to give more information to muslim scholars, Islamic people and intellectuals in General that the collapse of Ottoman Turkey Khilfah not only because of its defeat in World War I but also because of the influence of Western civilization on Islamic civilization in Turkey Ottoman Caliphate.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Herri Cahyadi
"ABSTRAK
Buzan dan Waever dalam Regions and Powers: The Structure of International
Security menjelaskan posisi Turki sebagai insulator bagi regional security
complex (RSC) Eropa, Middle Eastern dan Kaukasus. Insulator adalah sebuah
kawasan yang berada di antara dua atau lebih RSC yang memiliki karakter pasif
dan tidak dapat menyatukan dua RSC dalam satu arena strategis keamanan.
Dinamika Turki masa AKP (2002-2011) ternyata tidak lagi relevan dengan status
insulator. Perubahan orientasi dari Barat ke Timur merupakan salah satu indikasi
bagaimana Turki mencoba ?keluar? dari status tersebut. Perubahan orientasi ini
terkarakterisasi dengan agresivitas peran Turki di regional MERSC, khususnya
dalam isu keamanan, dan perekonomian yang terus membaik.

Abstract
In Regions and Powers: The Structure of International Security, Buzan and
Waever explain that Turkey is an insulator between Europe, Middle Eastern, and
Caucasus regional security complexes. Insulator is a term that used to describe a
regional between two or more RSCs which has been occupied by one state. The
state must be weak, passive and cannot bring those RSCs together in one strategic
security arena. According to Turkey?s internal and external dynamic by 2002-
2001 or AKP?s period, insulator concept does not relevant anymore to figure out
Turkey?s position and status. Changing in Turkey?s foreign policy which is being
turned to East poses a challenge to that status. Turkey?s trying to get out of
insulator state. This changing is characterized by Turkey?s aggressivity role in
MERSC, especially in security issue and emerging economic."
2012
T30495
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Heinnest Ezra Hartono
"Penelitian ini membahas fenomena politik sekuritisasi Turki terhadap laju migrasi pada tahun 2016 dengan menggunakan pendekatan Kompleksitas Keamanan Regional. Pada tahun tersebut, Turki menjadi fokus perhatian dunia karena menjadi jalur utama bagi ribuan pengungsi yang melarikan diri dari konflik di Timur Tengah, Afrika Utara, dan wilayah sekitarnya. Dalam menghadapi tantangan migrasi besar ini, pemerintah Turki mengambil langkah-langkah yang semakin bersifat sekuritisasi, dengan menekankan ancaman keamanan yang dihadapi oleh negara dan masyarakatnya. Pendekatan Kompleksitas Keamanan Regional digunakan untuk menganalisis interaksi dinamis antara berbagai aktor, termasuk pemerintah Turki, Uni Eropa, serta faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi kebijakan migrasi Turki. Turki, sebagai negara yang secara geografis berbatasan dengan Uni Eropa, melakukan kerja sama dalam bentuk “EU-Turkey Statement” dalam upaya yang sama untuk menekan regulasi dan laju pengungsi yang ilegal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa upaya mencapai keamanan Turki terlihat dari keberanian pemerintahnya dalam mengkritik UE dalam beberapa tahun terakhir, tetapi itu semua mungkin akan berubah dengan cara yang lebih kohesif sehingga kedua belah pihak diharapkan mencapai kondisi keamanan yang stabil selama migrasi pengungsi terus berlangsung. Pemahaman terhadap kompleksitas keamanan regional menjadi penting dalam merumuskan kebijakan migrasi yang holistik dan berkelanjutan. Dengan demikian, penelitian ini memberikan kontribusi penting dalam memahami dinamika politik sekuritisasi migrasi, terutama dalam konteks Turki dan kawasan sekitarnya.

Using a Regional Security Complexity approach, this research discusses the political phenomenon of Turkey’s securitization of migration rates in 2016. That year, Turkey became the focus of world attention because it was the main route for thousands of refugees fleeing conflicts in the Middle East, North Africa and surrounding areas. In facing this major migration challenge, the Turkish government is taking increasingly securitizing steps, emphasizing the security threats faced by the country and its society. The Regional Security Complexity Approach is used to analyze the dynamic interactions between various actors, including the Turkish government, the European Union, as well as internal and external factors that influence Turkey migration policy. Turkey, as a country that geographically borders the European Union, is collaborating in the form of the "EU-Turkey Statement" in the same effort to suppress regulations and the rate of illegal refugees. The research results show that Turkey’s efforts to achieve security can be seen from the government's boldness in criticizing the EU in recent years, but that may all change in a more cohesive way so that both parties are expected to achieve stable security conditions as long as refugee migration continues. Understanding the complexity of regional security is important in formulating holistic and sustainable migration policies. Thus, this research makes an important contribution to understanding the political dynamics of migration securitization, especially in the context of Turkey and the surrounding region."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>