Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 159492 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Aksi tindakan bisnis pencampuran bahan makanan dan atau minuman dengan campuran bahan berbahaya formalin adalah kejahatan sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Pangan, Undang-Undang Kesehatan, dan penerapkan peraturan Nomor 1168/Menkes/PER/X/1999. Kejahatan ini dipidana dengan pidana penjara selama 5 (lima) tahun atau denda sebesar USD $ 600,000,000.00 (enam ratus juta rupiah). Demikian juga, dapat dilakukan tuntutan terhadap badan usaha yang melakukan tindak pidana tersebut dengan instrumen Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen."
JLI 8:1 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Sekretariat Jenderal DPR RI, 2016
R 641.3 IND p
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Soefiendra Soedarman
"Skripsi ini membahas mengenai pemberian informasi pada produk pangan impor berbahasa asing ditinjau dari Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Penelitian dimaksudkan untuk membahas pemberian informasi dalam Bahasa Indonesia pada produk pangan impor sebagaimana yang telah diwajibkan dalam peraturan perundang-undangan. Pencantuman label dalam Bahasa Indonesia merupakan upaya dalam memberikan kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen dalam mengkonsumsi suatu produk. Pada kenyataannya, kewajiban untuk mencantumkan label dalam Bahasa Indonesia masih tidak dilaksanakan oleh beberapa pengusaha, terutama untuk produk pangan impor. Informasi dalam Bahasa Indonesia pada label pangan merupakan hak dari setiap konsumen, akan tetapi masih banyak konsumen yang tidak mengetahui akan haknya tersebut. Hasil penelitian ini menyarankan untuk dilakukannya sosialisasi terhadap hak-hak konsumen yang telah disebutkan dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, pengawasan BPOM secara post market harus lebih ditingkatkan untuk menjamin dilaksanakannya kewajiban pelaku usaha mencantumkan label dalam Bahasa Indonesia, dan perlu ditingkatkannya peran Lembaga Swadaya Masyarakat dalam memberikan perlindungan kepada konsumen.

This thesis discussed the provision of information on food product imports of foreign language in terms of the Law No. 8 / 1999 on Consumer Protection. The research is intended to discuss the provision of information in Indonesian languange on imported food products as it has been required in the legislation or law. Inclusion of a label in Bahasa Indonesian is an effort to provide comfort, security, and safety of consumers in consuming a product. In fact, the obligation to include labels in Indonesian languange is still not implemented by some producers, particularly for imported food products. The information in Indonesian languange on food labels is the right of every consumer, but still many consumers who do not know their rights . this thesis suggest to do socialization of the rights of consumers who have been mentioned in law for consumers protection, BPOM supervisions in post marker way must be improved to guarentee that producer do the obligation to include label in indonesian languange, and must increase the influance from NGOs to give more protection in consumers protection."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S25322
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Dirjen Peraturan Perundang-Undangan Departemen Hukum dan HAM RI, 2007
347.066 IND u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Haryo Prasetio Harsono
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1984
S21611
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
E.M. Alfalesa
"Perkembangan dunia kesehatan yang semakin cepat membuat sebagian dari pelaku usaha mengabaikan kepentingan-kepentingan dari konsumen. Apoteker selaku pelaku usaha tidak jarang mengabaikan kode etik yang mengakibatkan kerugian pada konsumen. Usaha pemerintah dalam menegakkan perlindungan konsumen dirasakan belum maksimal sehingga membuat konsumen bingung ketika kepentingannya dilanggar mereka harus melakukan apa. Malpraktik yang dilakukan oleh tenaga kesehatan, masih sangat sulit untuk dibuktikan. Hal tersebut dikarenakan, pasien selaku konsumen, masih berada pada pihak yang lemah. Adanya Undang-Undang Kesehatan dan Undang-Perlindungan Konsumen dirasakan masih belum dapat melindungi pasien selaku konsumen. Upaya ganti rugi sebagai bentuk pertanggungjawaban dari tenaga kesehatan yang melakukan malpraktik juga masih sangat jarang dirasakan oleh pasien yang dirugikan.

The development of world health that was faster to make some of the actors ignore the business interests of consumers. Pharmacist as the business was not uncommon to ignore the code of conduct that resulted in losses to consumers. Government efforts in enforcing consumer protection have not felt so create maximum consumer interests are confused what they have to do. Malpractice conducted by health personnel, are very difficult to prove. It is cause, as the patient consumer, are still on the weak side. There is an act of the health and consumer protection still has not felt able to protect patients as consumers. Efforts as a form of compensation from the responsibility of health workers who perform malpractice are still very rarely felt by the injured patient.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S24892
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Deki Pariadi
"Abstrak
E-commerce mulai berkembang secara signifikan ketika internet mulai diperkenalkan. Dengan internet, transaksi perdagangan tidak lagi melihat batas-batas wilayah negara. Banyaknya kemudahan dalam mengakses internet membuat konsumen e-commerce meningkat, beberapa alasannya antara lain, adalah praktis, kemudahan sistem pembayaran, efisiensi waktu dan banyaknya harga promo yang menarik dari pelaku usaha online. Namun dibalik segala kemudahan dan keuntungan yang ditawarkan, timbul pula kekhawatiran akan tanggung jawab perusahaan online kepada konsumen e-commerce mengingat begitu banyaknya perusahaan online. Undang-Undang No 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan (UU Perdagangan) dan UU No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU Perlindungan Konsumen) merupakan acuan bagi setiap pelaku usaha dalam melakukan transaksi perdagangan, baik perdagangan konvensional maupun perdagangan melalui online atau e-commerce. Pelaksanaan transaksi e-commerce yang berkembang pesat harus diimbangi dengan adanya pengawasan yang tegas dari Pemerintash dalam setiap implementasinya"
Depok: Badan Penerbit FHUI, 2018
340 JHP 48:3 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Rizki
"Lahirnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban membawa perubahan baru dalam pemulihan hak-hak korban, khususnya mengenai pemberian kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi bagi korban pelanggaran HAM yang berat, terutama Pasal 7 ayat (3) UU No.13 Tahun 2006 yang kemudian diatur lebih lanjut dalam PP No.44 Tahun 2008. Pengaturan mengenai kompensasi ini sebelumnya telah diatur pula oleh Undang-Undang No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, terutama Pasal 35 UU No.26 Tahun 2000 serta diatur lebih lanjut dalam PP No.3 Tahun 2002. Proses peradilan terhadap perkara pelanggaran HAM yang berat selama ini dilakukan dengan menggunakan UU No.26 Tahun 2000 dan UU No.8 Tahun 1981.
Skripsi ini mengkaji bagaimanakah mekanisme pemberian kompensasi bagi korban pelanggaran HAM yang berat menurut UU No.26 Tahun 2000 dan PP No.3 Tahun 2002 sebagai peraturan pelaksananya serta menurut UU No.13 Tahun 2006 dan PP No.44 Tahun 2008 sebagai peraturan yang terbaru. Skripsi ini juga akan mengkaji bagaimanakah pelaksanaan pemberian kompensasi dalam kasus pelanggaran HAM berat yang telah berkekuatan hukum tetap.
Skripsi ini menggunakan metode penelitian kepustakaan ditambah dengan wawancara dengan narasumber. Dengan adanya ketentuan pemberian kompensasi yang dilakukan secara bertahap, maka akan menghambat pemulihan hak-hak korban terhadap kapan pelaksanaan putusan kompensasi ini akan dijalankan. Berdasarkan uraian dalam skripsi ini ternyata banyak persoalan yuridis yang membuat proses pemberian kompensasi tidak dapat diterapkan secara cepat, tepat dan layak demi perlindungan hak-hak korban.
Problem-problem tersebut muncul karena tidak jelasnya pengaturan mengenai kompensasi serta tidak adanya itikad baik dari negara untuk memulihkan hak-hak korban pelanggaran HAM yang berat. Pelaksanaan pemberian kompensasi bagi korban dalam kasus Timor-Timur, Tanjung Priok dan Abepura ternyata tidak satupun yang memberikan kompensasi bagi korban pelanggaran HAM berat di Indonesia, walaupun berbagai upaya hukum telah ditempuh hingga sampai pada putusan yang telah berkekuatan hukum tetap."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S22408
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>