Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 141593 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Kementrian Kesehatan telah mengeluarkan kebijakan dan strategi untuk desentralisasi kesehatan. Pemerintah lokal harus mampu mengatur dan mengembangkan sistem kesehatan kecamatan yang diharapkan mampu memfasilitasi [erkembangan jaringan kooperasi antara NGO, asosiasi, dan bisnis. Penelitian ini juga diikuti dengan workshop untuk mengumpulkan dan membuat peraturan jejaring kooperasi. Namun cara-cara tersebut belum mampu mengumpulkan informasi mengenai sejauhmana kebijakan harus dilakukan oleh pemerintah lokal. Penelitian ini bertujuan untuk mencari tahu bagaimana cara menganalisis aktifitas jejearing kooperasi untuk mendukung perkembangan kesehatan pada tingkat pemerintah lokal. Hasil menunjukan bahwa kontribusi jejaring kooperasi untuk usaha kesehatan sudah cukup banyak dan beragam, namun hal itu membutuhkan pengembangan. Kontribusi dari sector bisnis masih rendah. Penelitian ini merekomendasikan pemerintah lokal untuk mampu memfasilitasi pengembangan dan penguatan jejearing kooperasi kesehatan. Selain itu fasilitasi pengetehuan dan kegiatan membutuhkan jalan keluar untuk mencari sumber daya aktifitas jejaring kooperasi."
BULHSR 9:4 (2006)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Setia Utami
"Masalah penyalahgunaan Napza (Narkotika, Psikotropika dan Zat adiktif lain), dalam lima tahun ini berkembang amat pesat di Indonesia khususnya di kota-kota besar. Dalam lima tahun ke depan juga akan tetap berkembang secara fluktuatif baik dari jenis zatnya maupun dampak atau komplikasi yang ditimbukannya, jumlah penderita penyalahgunaan Napza ini juga tidak akan berbeda jauh dari tahun ke tahun.
Sifat penyakit yang chronic relapsing, dan dampak luas yang ditimbulkan menyebabkan penanggulangan ini harus dilakukan secara komprehensif yang meiibatkan berbagai profesi serta instansi atau organisasi. Masalah yang penting dalam menanggulangi masalah Napza bagi setiap organisasi adalah kemampuan sumber daya manusia, tidak semua SDM yang ada di fasilitas pelayanan penanggulangan masalah Napza ini mempunyai kemampuan baik dari pengetahuan, ketrampilan maupun perilakunya tentang masalah Napza. Untuk mengatasi masalah ini salah satu alternatif pemecahan masalahnya adalah dengan mendapatkan pelatihan di bidang Napza.
Dalam suatu fasilitas pelayanan kesehatan dokter dan perawat merupakan profesi yang akan langsung berhadapan dengan pasien dan terlibat langsung dengan proses terapi. Untuk itu dituntut kemampuan yang profesional dalam memberikan pelayanan khususnya untuk penderita penyalahgunaan Napza.
Rumah Sakit Ketergantungan Obat yang merupakan fasilitas khusus melayani penderita penyalahgunaan Napza dalam tiga tahun terakhir ini sudah menyelenggarakan pelatihan bagi dokter dan perawat, hanya saga pelatihan ini hanya bersifat reaktif belum dilaksanakan sesuai dengan prosedur suatu penyelenggaraan pelatihan.
Peneletian ini bertujuan untuk melakukan identifikasi kebutuhan pelatihan di bidang Napza bagi dokter umum dan perawat, baik yang bertugas di Rumah Sakit Jiwa, Rumah Sakit Umum, RSKO maupun Puskesmas. Metode penelitian ini adalah kualitatif dengan melakukan Wawancara Mendalam (Indepth Interview) dan Diskusi Kelompok Terarah (Focus Group Discussion) melalui Tematic Analisys serta mendapat data sekunder tentang pengelolaan program Diklit di RSKO.
Dari hasil penelitian diperoleh gambaran bahwa kebutuhan pelatihan amat bergantung dari sifat dan fungsi organisasi yang bersangkutan, sedangkan untuk individu tergantung pada tugas dan pekerjaannya serta kompetensi yang diharapkan balk oleh organisasi maupun individu tersebut. Adapun materi pelatihan yang dibutuhkan untuk dokter dan perawat secara garis besar tidak banyak perbedaan, hanya luas dan kedalamannya yang berbeda. Untuk dokter materi yang diberikan harus dibedakan antara yang berfungsi sebagai pengambil keputusan, pembuat strategi penanggulangan Napza atau sebagai pelaksana.
Pada penelitian ini diperoleh identifikasi kebutuhan materi pelatihan untuk dokter umum dan perawat antara lain ; Komunikasi yang terapeuitk, masalah Napza secara keseluruhan, diagnosis dan assesment bidang psikiatri, psikologi klinis dan abnormal, sosiologi, manajemen pelayanan kesehatan, konseling, penanggulangan kondisi emergensi, penanggulangan komplikasi medik, pengetahuan tentang model-model terapi dan rehabilitasi. Masih banyak materi lain yang seharusnya diketahui oleh dokter dan perawat seperti masalah hukum, prevensi dan deteksi dini serta pemeriksaan laboratorium.
Penyelenggaraan pelatihan untuk dokter dan perawat yang telah dilaksanakan oleh Diklit RSKO sebagian materinya sudah tercakup dalam identifikasi kebutuhan pelatihan tersebut. Hanya dari proses perencanaan sampai evaluasi yang seharusnya dilakukan belum seluruhnya terprogram dengan baik, hal ini disebabkan karena Diklit RSKO hanya bersifat reaktif dalam pelaksanaan pelatihan. Untuk itu perlu dilakukan perbaikan manajemen pelatihan agar mutu pelatihan dapat dipertanggung jawabkan, perlu ada kerja sama dengan institusi pendidikan, instansi kesehatan dan organisasi lain seperti LSM dan sebagainya yang mempunyai kaitan dengan penanggulangan masalah Napza. Dalam kerja sama tersebut sebaiknya dibuat suatu modul-modul pelatihan di bidang Napza yang terstandarisasi untuk tingkat Nasional.
Dalam penelitian ini diperoleh gambaran tentang fungsi dan peran RSKO dalam bidang pendidikan dan pelatihan, tampaknya hampir semua informan setuju bahwa RSKO harus menjadi pusat pendidikan, pelatihan, informasi dan pengembangan Iptek di bidang Napza bagi seluruh pusat-pusat pelayanan kesehatan seperti R.S Jiwa, R.S Umum, Puskesmas maupun R.S Khusus lain. Hal ini merupakan suatu peluang bagi RSKO dan sesuai dengan Visi yang dimiliki yaitu sebagai Pusat Rujukan Nasional, harapan ini tentunya berpulang kepada RSKO kembali untuk dapat mempersiapkan diri dan mengembangkan kemampuan baik dari SDM, sarana dan prasarana serta komitmen yang tinggi untuk berubah.

Identification of Drugs Treatment Training for General Practioner and Nurses at Drugs Dependence Hospital Education and Training ProgramIn Indonesia ellicit drugs problems is rapidly increasing since the last five years, especially in its big cities. Based on predicted number, the problem for five years will also remain fluctuatively increased due to introduction of new subnstances, side effects and new complication resulted from new subtances.
Further, drugs addict population will be not be drastically different fro year to year.
Chronic Relapsing disease of drugs addiction and its widw impact to society, caused the need of interaction and elaboration of multiple proffesion, instances and organization to handled the problems. It that matter human resources has become important factor of every drugs prevention services and facilities.
Recently, it is showed that not every facilities represent good knwledges, skills and attitudes of its human resources toward handling the drugs addiction matter. Therefore, to improve that condition, it is suggested that those facilities encourages theirs human resources to participate on drugs addiction training.
Doctors and nurses, which are the two most involved proffesion in handling drugs addict pateient, are required to have high skills on performing their profesion. Within the last 3 years, Drugs Dependence Hospital as a drug addiction special facility, has performing for doctors and nurses. However, these were reactive programs only which have not been performed based on adequate training procedure.
Objective of this thesis is to perform a study to identify doctors and nurses training requirement for Mental Health Hospital, Drugs Dependence Hospital, General Hospital and Puskesmas. This study used a qulitative methodology which performed which performed with indepth interview and focus group discussion tematic analysis supported with secondary data from Drug Dependence Hospital education anad training program elaboration.
This study showed that training requirement is depend highly on function and characteristic of every organization, while each individu within the organization depend on his job description and individual competency_ There arae no differences between doctors and nurses training program, however, doctors materials need to be classified into decission making, prevention strategy and execution position.
This study also indetified doctors and nurses training materials requirement such as ; Therapeutic communicatioan, overall problems solving, psychiatric diagnosis and assesment, clinical ang abnormal psychology, sociology, health services management, councelling, emegency condition, medical complication, education on every therapy models and rehabilitation, law enforcement, prevention, early detection, iaboratorium examination and other significant topics.
Drug Dependence Hospital education and training program for doctors and nurses has covered some of those materials. However, the training program was not performed with an overall training procedure, due to its reactive nature of the program. Therefore, it is required to improve the management of program to enchanced the overall quality of the program, also elaboration with educational institution, health institution an other related institution to derive a standardized natioanals training modules.
This study also showed Drug Dependence Hospital roles on education and training program, on which most opinion can be concluded that the hospital need to be center of development for education and training, information and science technology center for other drugs addiction facilities such as Mental Health Hospital, General Ghospital, Puskesmas and others facilities. This is an opportunity for Drug Dependence Hospital to achieve its vision as a Natioanal Refferal Center. However, it is also depend on Drug Dependence Hospital preparation and effort to improve its human resources, facilities and its total commitment to improve."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T9545
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Pusat Penelitian, Data dan Informasi Badan Narkotika Nasional, 2020
362.29186 POT
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Self-medication is the mostly effort to coped health complaint, therefore to drug consume decrease unsuitable, it needed safety socialization to self-medication. The study was take to analyze the effect of drug counseling to self-medication increase in Banyumas regency. In addition to analyze the method effectiveness used in drug counseling to self-medication act. The instrument research used questionnaires in this study and purposive sampling used to took the sample. The respondents were 192 residents whom live in Banyumas regency. The type of research quasi-experimental with non-equivalent control group pretest and posttest research design. The data then analyzed by dependent-sampel t-test to find the effect of counseling to self-medication behavior in α = 0.05. While to find the effectiveness of between discussion group and lecture method by leaflet used independen-sampel t-test in α = 0.05. The results showed there significant different between before and after drug counseling by discussion goup and lecture method used leaflet media, able to self-medication attitude improved such as knowledge and attitude about self-medication (P= 0.000), also it can to know both of methods as effective as to self-medication attitude which showed P=0.05. It’s mean both of drug counseling methods used as effective as to self-medication attitude improvement.
"
BULHSR 9:4 (2006)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Munro, E.A.
Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985
361.06 MUN p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Penyandang tuna netra adalah orang yang mengalami gangguan dan kelainan dalam indera penglihatan.Kondisi ini menjadikan penyandang tuna netra,mengalami berbagai macam masalah ,baik secara langsung maupun tidak langsung yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi perkembangan pribadi dan sosial termasuk dalam karier pekerjaannya
"
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Tritana Gondhoyoewono
"ABSTRAK
Penelitian Bimbingan dan Konseling di perguruan tinggi di Indonesia telah banyak dilakukan, tetapi penelitian tentang keefektifan pendekatan konseling, selama ini masih belum banyak dilakukan. Penelitian ini mencoba untuk meneliti efektivitas layanan konseling khususnya terhadap dua pendekatan yaitu layanan konseling dengan pendekatan sugestif dan layanan konseling dengan pendekatan persuasif.
Kelompok sampel pada penelitian ini terdiri atas 20 mahasiswa yang memperoleh layanan konseling dengan pendekatan sugestif, 20 mahasiswa yang memperoleh layanan konseling dengan pendekatan persuasif, 20 mahasiswa sebagai kelompok kontrol tidak mendapat layanan konseling.
Populasi penelitian ialah mahasiswa Akademi Akuntansi Trisakti semester 3 tahun ajaran 1990/1991 yang IPK-nya kurang dari 2,0; dan sampel ditentukan dengan randomisasi.
Ada tiga hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini. Pertama: peningkatan prestasi belajar mahasiswa yang mendapatkan layanan konseling dengan pendekatan sugestif secara signifikan lebih tinggi daripada peningkatan prestasi belajar mahasiswa yang tidak mendapatkan layanan konseling. Kedua: peningkatan prestasi belajar mahasiswa yang mendapatkan layanan konseling dengan pendekatan persuasif secara signifikan lebih tinggi daripada peningkatan prestasi belajar mahasiswa yang tidak mendapatkan layanan konseling. Ketiga: peningkatan prestasi belajar mahasiswa yang mendapatkan layanan konseling dengan pendekatan sugestif secara signifikan berbeda daripada peningkatan prestasi belajar mahasiswa yang mendapatkan layanan konseling dengan pendekatan persuasif.
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan: a). layanan konseling dengan pendekatan sugestif dapat meningkatkan prestasi belajar mahasiwa, b). layanan konseling dengan pendekatan persuasif dapat meningkatkan prestasi belajar mahasiswa, c). tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pendekatan sugestif dan pendekatan persuasif dalam hubungannya dengan peningkatan prestasi belajar mahasiswa.
Tesis ini ditutup dengan saran-saran praktis bagi instansi terkait khususnya Koordinator Perguruan Tinggi Swasta Wilayah III, Akademi Akuntansi Trisakti serta peneliti lain yang berminat melakukan penelitian sejenis.
"
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Roy Tulus Martin
"Didalam pelaksanaan pembinaan dewasa ini yang mana menganut prinsip community-based treatment, telah ditentukan program-program yang seharusnya dilaksanakan. Mengenal community-based treatment, berdasarkan sistem pemasyarakatan mengandung dua aspek dalam proses pembinaan. Aspek pembinaan yang institusional yang berlangsung didalam lingkungan bangunan-bangunan tempat penampungan pelanggar-pelanggar hukum dan aspek pembinaan yang non institusional yang berlangsung di tengah-tengah masyarakat. Konsep kepenjaraan - yang lama telah ditinggalkan dan beralih kepada pandangan yang lebih humanis yang semata-mata demi perbaikan diri pribadi seorang narapidana. Mereka diberikan pembinaan, agar kelak bila bebas nantinya mempunyai suatu kapasitas tenentu untuk bisa berintegrasi kembali ditengah-tengah masyarakat. Mereka yang dipidana, hukumannya sangat beragam. Jangka waktu pembinaan memainkan peranan penting didalam pelaksanaan pembinaan. Hal ini bisa menjadi suatu masalah bagi pengaplikasian dari community-based treatment (CBT).
Tidak semua narapidana akhirnya bisa mendapatkan keseluruhan program-program pembinaan tersebut, khususnya yang dihukum satu tahun kebawah. Keadaan yang menjadi awal dari semua permasalahan ini harus bisa dicarikan jalan keluarnya. Memang sejak masuk ke dalam penjara, para narapidana telah diberikan program pembinaan, tetapi hanya sebagian saja, sehingga disebut, hanya berorientasi saja kepada CBT. Padahal konsep CBT harus bisa benar-benar dijalankan sebagai tujuan reintegrasi. Didalam kenyataannya fasilitas yang ada, lebih banyak digunakan oleh mereka yang dihukum satu tahun keatas. Peraturan perundang-undangan sangat jelas sekali untuk pidana 1 (satu) tahun lebih, tetapi lemah untuk hukuman kurang dari 1 tahun. Para narapidana memiliki berbagai macam tipikal yang akan menjadi masalah, ketika mereka menerima pembinaan yang ada.

The treatment implementation for under one-year sentence Inmates. Nowadays, in implementing the treatment programs which is have a community-base treatment principle. that has been determined the programs which supposed to be implemented. Recognizing the community-based treatment, based-on its community system consist two aspects in treatment process. The institutional treatment aspect which is exist in the environment includes the shelters that placing the law-offenders and non-institutional treatment aspects which is exist in the community itself. The old / conventional correctional concept had been left and moving to humane point of view for improving an inmate personality. They have given treatment programs, so if they are being free someday, they will have a capacity to reintegrate in society. They, who has been sentenced, owning the variety of sentence. The period/term of treatment played an important role in implementing the treatment programs. This, can be a problem for the community-based treatment application.
Finally, not all the inmates has got its overall treatment programs, especially those who being under one year sentence. The condition has become the beginning of all this problems which should be solved. Thus, since they have been sentenced, the inmates had given a treatment programs. but they don't get all the treatment programs, so called, its only a CBT concept. Meanwhile, the CBT concept should be really to be implemented as a purpose of reintegration. In fact, the existing facility, has been used by they whose being above one year sentence. Although the procedure has been really clear for over one year sentenced but it's really weak/become a problem for unless of one year sentence. The inmates also have a character which is becoming a problem, when they has received an existing treatment programs. The function of treatment is to rehabilitate and to increasing the capacity. As an organization, correctional institution also have a barriers in reaching their objectives/goals, basically in terms of the official staffs. The above problems/things which is to identify as a problems- that starting in the sentence process (vonis) until the supervision and the treatment, finally should be looking for the right solution.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15233
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cintavhati Poerwoto
"Bimbingan dan Konseling merupakan hal yang relatif baru di Perguruan Tinggi di Indonesia, dan hingga kini belum banyak dilaksanakan sebagaimana mestinya oleh berbagai Perguruan Tinggi, meskipun penataran-penataran mengenai Bimbingan dan Konseling sudah banyak dilaksanakan tahap demi tahap bagi dosen-dosen yang umumnya juga menjadi Pembimbing Akademik. Dengan lain perkataan Bimbingan dan Konseling belum membudaya di kalangan Perguruan Tinggi Negeri maupun Swasta.
Secara ideal, setiap fakultas mempunyai wadah Bimbingan dan Konseling yang dikelola dan dilaksanakan oleh tenaga-tenaga yang profesional - dalam hal ini psikolog-psikolog. Tetapi karena tenaga profesional tersebut tidak mencukupi, maka diadakan penataran-penataran mengenai Bimbingan dan Konseling dengan harapan agar para dosen yang menjadi konselor fakultas dan pembimbing akademik dapat melaksanakan tugas mereka dengan baik.
Sangat ideal pula bahwa Bimbingan dan Konseling yang ada di fakultas-fakultas merupakan bawahan dari suatu Badan Bimbingan dan Konseling yang ada di tingkat universitas, dan yang benar-benar dikelola oleh tenaga-tenaga profesional seperti para psikolog dan psikiater, sehingga masalah-masalah yang tidak dapat dituntaskan di tingkat fakultas dapat diacu ke tingkat universitas. Di samping itu para dosen petugas konselor dan para pembimbing akademik dapat mempunyai kesempatan untuk berkonsultasi kepada tenaga profesional tersebut. Dengan demikian koordinasi antara-Bimbingan dan Konseling di tingkat fakultas dan di tingkat universitas tetap terpelihara.
Bimbingan dan konseling di Perguruan Tinggi jelas merupakan kegiatan yang sangat dibutuhkan setelah sistem pengajaran menjadi sistem kredit semester, yang mengharuskan mahasiswa menyusun dan merencanakan sendiri program pengambilan kreditnya.setiap semester seefektif mungkin."
Depok: Universitas Indonesia, 1994
Makalah-4
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Teszy Mira Ekakusuma
"Dalam menghadapi masa transformasi karena perubahan sistem manajemen sumber daya manusia yang terjadi di PT X, dibutuhkan suatu forum komunikasi berbentuk konseling. Manajer lini sebagai pemimpin tingkat pertama diharapkan dapat berperan sebagai konselor yang melakukan mediasi antara kebijakan perusahaan dengan kebutuhan karyawan.
Kondisi yang terjadi saat ini ternyata fungsi konseling pada manajer lini belum optimal. Hal ini dikarenakan belum semua manajer lini memiliki kemampuan yang mendukung terlaksananya konseling di unitnya masing-masing. Oleh karena itu, perusahaan mengadakan Workshop Counseling.
Disebut Workshop, karena yang dituju adalah kesiapan psikologis para manajer lini untuk memberi konseling dan pengalaman mencoba menjadi konselor yang baik melalui role play. Workshop Counseling ini rencananya akan dilakukan pula pada berbagai Divisi PT X selama menghadapi perubahan sistem manajemen. Mengingat cukup pentingnya Workshop Counseling bagi perusahaan dalam menghadapi perubahan ini, maka perlu adanya umpan balik untuk mengetahui keefektifan Workshop Counseling ini bagi peserta. Proses untuk memperoleh umpan balik dilakukan melalui suatu bentuk evaluasi terhadap workshop. Evaluasi pelatihan (dalam kegiatan ini berupa workshop) dilakukan untuk mendapatkan umpan balik dari peserta serta membantu perusahaan dalam memutuskan kebijakan-kebijakan yang akan diambil untuk memperbaiki pelatihan tersebut (Kirkpatrick, 1998).
Karena belum terdapat bentuk evaluasi terhadap Workshop Counseling yang mencakup semua hal yang berkaitan dengan performansi workshop dan efektivitas workshop bagi peserta di lingkungan kerja, maka penulis berencana membuat rancangan evaluasi Workshop Counseling.
Rancangan evaluasi Workshop Counseling ini akan mencakup 3 (tiga) level evaluasi dari Kirkpatrick (1998), yaitu level reaction, learning dan behavior. Ketiga level ini termanifestasi dalam 6 (enam) format evaluasi yang bentuk dan waktu pelaksanaannya berbeda-beda, yaitu Format Penilaian Pelaksanaan Workshop Counseling Pre test, Post test, Action Plan I, Action Plan II dan Evaluasi B. Seluruh format ini ditujukan untuk peserta workshop kecuali format Evaluasi B yang diberikan kepada konseli dari konseling yang dilakukan oleh peserta workshop."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>