Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 178046 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fildzah Hilyati
"Ketuban pecah dini (KPD) menempati peringkat ke-11 dari 20 penyebab morbiditas pada ibu melahirkan di dunia. Kasus KPD di Indonesia mencapai 10% dari jumlah kelahiran dan berpotensi untuk meningkatkan morbiditas dan mortalitas neonatal. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi karakteristik sosiodemografi pasien di rumah sakit Cipto Magunkusumo (RSCM), prevalensi KPD di RSCM, serta hubungannya dengan APGAR score buruk bayi yang dilahirkan. Desain yang digunakan adalah studi potong lintang dengan menggunakan data rekam medis pasien Departemen Obstetri dan Ginekologi RSCM tahun 2011 (n=2171). Proporsi kasus KPD di RSCM diketahui sebesar 25% serta APGAR score buruk menit 1 sebesar 11% dan menit 5 sebesar 3,3%. Hasil uji Chi-square menunjukkan tidak ada perbedaan proporsi APGAR score buruk secara bermakna antara kelompok KPD dan tanpa KPD, yakni p=0,477 untuk menit 1 dan p=0,332 untuk menit 5. Disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara ibu melahirkan dengan KPD dengan APGAR score buruk menit 1 dan menit 5 bayi yang dilahirkan.

Premature rupture of membranes (PROM) is the 11th rank out of 20 most common causes of death during labor. PROM cases affect 10% labor in Indonesia and increase morbidity and mortality of neonates. The aim of this study was to achieve information about sociodemographic characteristics of obstetric patients, prevalence of PROM, and relationship between PROM and low APGAR score in RSCM in 2011. The method of this study was cross sectional using data obtained from all medical records of patients in Obsteric and Gynecology Department RSCM in 2011 (n= 2171). From this study, we obtained the proportion of PROM in RSCM in 2011 was 25% while proportion of low minute-1 APGAR score was 11% and low minute-5 APGAR score was 3,3%. Data analysis using Chi-square test showed there was no significant difference of PROM and low APGAR score in minute 1 (p=0,477) and minute 5 (p=0,332). In conclusion, there is no relationship between PROM and low APGAR score in minute 1 and minute 5 of neonates.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trivanie Sherly Elona
"Angka kematian neonatus yang tinggi dengan jumlah 19 per 1000 kelahiran hidup masih menjadi masalah di Indonesia. Cara persalinan dan evaluasi kondisi awal kehidupan bayi melalui Apgar score merupakan hal yang sangat penting untuk peningkatan pelayanan, dan kualitas kesehatan ibu dan anak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proporsi melahirkan pervaginam dan perabdominal dan mengetahui hubungan cara persalinan dengan Apgar score neonatus. Desain penelitian adalah studi potong lintang (cross-sectional) dengan data sekunder dari rekam medik pasien melahirkan di rumah sakit Cipto Mangunkusumo pada tahun 2011 (n=2238). Hasil penelitian menunjukkan bahwa persalinan perabdominal lebih sering dilakukan (54,4%) daripada persalinan pervaginam (45,5%). Apgar score menit pertama yang baik sebanyak 88,7%, dan buruk sebanyak 11,3%. Hampir seluruh Apgar score menit kelima (96,4%) memiliki jumlah nilai ≥ 7. Uji Chi-square menunjukkan tidak adanya perbedaan bermakna antara Apgar score buruk menit pertama dengan cara melahirkan (p=0,072), tetapi didapatkan perbedaan bermakna antara Apgar score buruk menit kelima dan cara melahirkan (p=0,004). Disimpulkan bahwa cara persalinan berhubungan dengan Apgar score menit kelima.

High neonatal mortality rate 19 per 1.000 live births is one of the health problems in Indonesia. Mode of delivery, and early evaluation of neonatal condition after birth by Apgar score are important to increase the service and quality of maternal and child health. The purpose of this study was to acknowledge the proportion of vaginal and abdominal deliveries, and the relationship between mode of delivery and neonatal Apgar score. A cross-sectional study of 2,238 data from medical record was conducted to obtain sociodemographic characteristic, mode of delivery, and Apgar score at National General Hospital of Cipto Mangunkusumo. Among the data, abdominal delivery was more done than vaginal one (54,4% and 45,5%, respectively). Good first-minute Apgar score was higher (88,7%) than the bad one (11,3%). Most data showed that fifth-minute Apgar score was good (96,4%). There was relation between mode of delivery and fifth-minute Apgar score (p=0,004). Although the mode of delivery and first-minute Apgar score had no relation (p=0,072). This study showed that the mode of delivery had correlation with fifth-minute Apgar score.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hesty Lusinta
"Latar belakang. Ketuban pecah dini (KPD) merupakan komplikasi yang paling sering pada kehamilan, yang dapat berakibat terhadap kejadian sepsis neonatorum. Sepsis neonatorum masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada bayi, terutama di negara berkembang. Faktor-faktor pada ibu, pemberian antibiotik dan pemeriksaan mikrobiologi dapat mempengaruhi kejadian sepsis neonatorum pada bayi yang lahir dari ibu dengan KPD.
Metodelogi penelitian. Penelitian ini merupakan studi potong lintang terhadap pasien dengan KPD dan bayi yang dilahirkannya di RSCM, Jakarta, Indonesia periode September 2012 – Agustus 2013. Dilakukan evaluasi terhadap faktor-faktor pada ibu, pemberian antibiotik dan pemeriksaan mikrobiologi yang dapat mempengaruhi kejadian sepsis neonatorum.
Hasil. Diantara 3438 persalinan, terdapat 958 kasus KPD pada periode tersebut. Sebanyak 29 rekam medis ibu yang tidak ditemukan dan 85 dieksklusi. Dari 844 rekam medis ibu, hanya ditemukan 677 rekam medis bayi, dengan 12 gemeli sehingga total sampel yang dapat dianalisis adalah 689. Insiden KPD di RSCM adalah sebesar 24,55%. Ditemukan 146 kasus sepsis neonatorum. Pemeriksaan mikrobiologi masih belum merupakan prosedur tetap dalam penatalaksanaan pasien KPD. Antibiotik yang paling banyak digunakan untuk pasien KPD adalah ampisilinsulbaktam. Ambang waktu lama ketuban pecah yang berpotensi untuk terjadinya sepsis neonatorum adalah 12 jam. Faktor pada ibu yang berpengaruh terhadap kejadian sepsis neonatorum adalah usia kehamilan <37 minggu, infeksi intra uterin, warna ketuban yang tidak jernih, indeks cairan amnion 2,5-4,9 dan lama ketuban pecah >12 jam.
Kesimpulan. Insiden sepsis neonatorum terkait KPD di RSCM masih cukup tinggi. Perlu dibuat panduan penatalaksanaan KPD dengan memperhatikan faktor pada ibu. Pemeriksaan mikrobiologi sebaiknya dijadikan prosedur tetap dalam penatalaksanaan pasien KPD, yang dapat juga menjadi panduan dalam pemilihan antibiotik.

Background. Premature rupture of membranes (PROM) is one of the most common complications of pregnancy that has an impact on neonatal septic. Neonatal septic remains one of the main causes of neonatal mortality and morbidity, particularly in developing countries. Maternal factors, antibiotic administration and microbiology detection can influence on neonatal septic following PROM.
Methods. This cross-sectional study was performed at CM hospital, Jakarta, Indonesia from September 2012 to August 2013 to evaluate neonatal septic that were born from mother with PROM. Maternal risk, antibiotic administration, microbiology detection and its influences on neonatal septic were evaluated.
Results. Among 3438 deliveries, there were 958 cases of PROM in CM hospital during September 2012 - August 2013. Out of 958 PROM cases, 29 medical records were not found and 85 were excluded. Of the remaining 844 women, we just found 677 medical records of the babies, including 12 twin babies and leaving 689 babies eligible for analysis. The incidence rate of PROM was 24,55%. Overall, there were 146 neonatal septic cases. The microbiological examination is still not a remains procedure in the management of PROM. Ampicillin-sulbactam is the most widely used antibiotics for PROM. Prolonged rupture threshold potential for the occurrence of neonatal sepsis is 12hours. Maternal factors that influence the incidence of neonatal sepsis are gestational age <37 weeks, intrauterine infection, discolored amniotic fluid, amniotic fluid index of 2.5 to 4.9 and a long membrane rupture >12 hours.
Conclusion. The incidence of PROM related neonatal septic in CM hospital is still high. The management of PROM guidelines needs to be made by taking maternal factors into account. The microbiological examination should be a remains procedure in the management of PROM, which can also provide guidance in the selection of antibiotics.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Umar
"Anemia merupakan masalah yang sering ditemukan pada ibu hamil, terutama di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan anemia pada ibu melahirkan dengan APGAR score bayi yang dilahirkannya pada pasien ibu hamil di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2011. Metode penelitian yang dipakai adalah cross-sectional; data diambil dari rekam medis ibu seluruh ibu melahirkan di RSCM pada tahun 2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 28,7% ibu melahirkan di RSCM menderita anemia berdasarkan kriteria anemia pada ibu hamil menurut World Health Organization (WHO). Sedangkan persentase bayi dengan APGAR score yang buruk untuk menit ke-1 dan ke-5 masing-masing adalah 11,5% dan 3,6%. Uji chi-square menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna (p>0.05) proporsi bayi dengan APGAR score buruk antara kelompok ibu anemia dengan tidak anemia, baik menit ke-1 maupun menit ke-5. Disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara anemia pada ibu dengan APGAR score baik menit pertama maupun menit kelima.

Anemia is a worldwide problem, including Indonesia, especially in pregnant women because of high prevalence among them. The goal of this study was to know the relationship between maternal anemia and APGAR score among Cipto Mangunkusumo Hospital`s patients in 2011. The study design was cross-sectional; data was gathered from all medical record of women whom give birth in Cipto Mangunkusumo Hospital (RSCM) in 2011. From the study it was known that 28,7% of pregnant women in RSCM was anemic, according to the criterion of maternal anemia from WHO. Total numbers of baby born with poor APGAR score were 11,5% for the 1st minute and 3,6% for the 5th minute. Result of chi square test showed that there was not significant different in proportion of poor APGAR score between group of maternal with anemia and without anemia (p>0.05). In conclusion, Maternal anemia has not significant relation with the APGAR score both for the 1st minute and 5th minute.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Berli Kusuma
"Kelahiran preterm merupakan penyebab utama kematian bayi di bawah lima tahun. Penyebabnya multifaktorial dan salah satu faktor yang diperkirakan berhubungan dengan kelahiran preterm adalah ketuban pecah dini. Kebanyakan ibu hamil dengan ketuban pecah dini akan bersalin secara spontan dalam beberapa hari, namun sebagian kecil dapat bertahan sampai beberapa minggu atau bulan. Oleh karena perbedaan tersebut, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui ada tidaknya hubungan ketuban pecah dini dengan kelahiran preterm.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi kelahiran preterm dan hubungannya dengan ketuban pecah dini di RSCM tahun 2011. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional. Data diambil di RSCM dari rekam medik pasien Departemen Obstetri dan Ginekologi RSCM sepanjang tahun 2011. Dari 2185 (jumlah sampel minimal 96 subjek) data pasien yang memenuhi kriteria inklusi, diketahui prevalensi kelahiran preterm di RSCM pada tahun 2011 adalah sebesar 26,8%. Terdapat hubungan antara kelahiran preterm dan ketuban pecah dini di RSCM pada tahun 2011 (p=0,003).

Preterm birth is the most common cause of death among child under five years old. This condition is multifactorial. Premature rupture of membrane often associated with preterm birth. Most of pregnant woman with premature rupture of membrane will birth the baby spontaneously. However, some of them will remain pregnant untill some weeks or months. Because of that difference, it is important to do further studies to discover the association of preterm birth and premature rupture of membrane.
The aim of this study is to determine the prevalence of preterm birth and its association to premature rupture of membrane in Cipto Mangunkusumo Hospital in the year of 2011. Using a cross-sectional design, the data was collected from the medical record in Obstetric and Gynecology Department in the year of 2011. From 2185 (minimum sample 96 subject) data that comply the inclusion criteria, this study revealed that the prevalence of preterm birth in Cipto Mangunkusumo Hospital in the year of 2011 is 26,8%. There is an association between preterm birth and premature rupture of membrane in Cipto Mangunkusumo Hospital in 2011 (p=0.003).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Istiani
"Skor Apgar digunakan untuk menilai secara cepat kondisi bayi yang baru lahir. Skor Apgar yang rendah berhubungan dengan prognosis yang buruk pada bayi. Salah satu faktor yang dianggap sebagai faktor risiko prognosis buruk pada bayi adalah usia kehamilan. Oleh karena itu, dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara usia kehamilan dengan skor Apgar buruk bayi. Desain penelitian ini adalah cross-sectional. Data adalah data sekunder dari rekam medis seluruh pasien melahirkan di rumah sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) tahun 2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bayi preterm (usia kehamilan <37 minggu) memiliki skor Apgar menit 1 buruk sebesar 25% dan skor Apgar menit 5 buruk sebesar 9,5%. Analisis uji Chi-Squre menunjukkan adanya perbedaan proporsi skor Apgar buruk antara usia kehamilan preterm dan aterm secara bermakna (p<0.01). Rasio prevalensi usia kehamilan preterm terhadap aterm pada menit pertama dan kelima adalah 4.2 dan 9.6. Disimpulkan bahwa skor Apgar berhubungan dengan usia kehamilan. Usia kehamilan preterm berisiko lebih tinggi terhadap skor Apgar buruk bayi baru lahir dibandingkan usia kehamilan aterm.

Apgar score is used as a quick tool to assess newborn condition. Low Apgar score has relation with poor prognosis in newborn. Gestational age is considered as one of the risk factor for poor prognosis in newborn. This study aimed to determine the relation between gestational age and low Apgar score. The study design was cross-sectional using secondary data taken from medical records of all labor patients at Cipto Mangunkusumo Hospital (RSCM) in 2011. This study found that 25% of preterm newborn (<37 weeks gestational age) had low 1-minute Apgar score and 9,5% had low 5-minute Apgar score. Based on Chi-Square test, there was a significant difference in proportion of low Apgar score between preterm and aterm gestational age. The prevalence ratio for 1-minute and 5-minute Apgar score consecutively are 4,2 and 9,6. In summary, there was relation between gestational age and Apgar score at RSCM in 2011. Preterm newborn had higher risk of having low Apgar score compare to the aterm newborn.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasudungan, Wicensius Parulian
"Preeklampsia berat (PEB) berefek negatif pada ibu dan bayi. Pada ibu, terdapat angka kematian maternal yang tinggi akibat PEB, sedangkan pada bayi, salah satu masalah yang serius ialah penurunan skor Apgar ketika bayi lahir. Masih sedikit penelitian yang menunjukkan hubungan antara kondisi preeklampsia pada ibu dengan kondisi bayi pada saat dilahirkan.
Oleh karena itu, dilakukan penelitian untuk mengetahui PEB dan hubungannya dengan skor Apgar bayi sebagai indikator kondisi fisiologis bayi ketika lahir. Desain penelitian yang digunakan adalah desain cross-sectional dengan menggunakan data sekunder berupa rekam medis pasien ibu hamil di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2011 (n=2223).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi PEB adalah 16,3%. Rerata skor Apgar bayi pada menit ke-5 adalah 8,1 (SD 1,7). Pasien dengan PEB memiliki risiko 1,67 kali lebih besar (95% CI 1,61—1,72) daripada pasien tanpa PEB untuk memiliki bayi dengan skor Apgar yang rendah. Dengan uji Chi-square diketahui bahwa terdapat perbedaan signifikan proporsi bayi dengan skor Apgar. Terdapat hubungan yang signifikan antara skor Apgar dan prevalensi PEB di RSCM pada tahun 2011 (p<0,0001).

Severe preeclampsia contributed negative effects to both maternal and neonatal problems. It contributed to the high prevalence of maternal death and a serious neonatal outcome which is the depressed Apgar score. There were still few researches exploring the relationship between severe preeclampsia and neonatal outcomes.
The objective of this study was to know the prevalence of severe preeclampsia at Cipto Mangunkusumo Hospital in 2011 and its relationship with Apgar score as indicator of physiological condition of neonates at birth. The design of this study was cross-sectional which used medical records of patients at Cipto Mangunkusumo Hospital in 2011 as samples (n=2223).
The result of this study showed that the prevalence of severe preeclampsia at Cipto Mangunkusumo Hospital in 2011 was 16,3%. The mean of Apgar score at the 5th minute of neonates in Cipto Mangunkusumo Hospital in 2011 was 8,1 (SD 1,7). Patients with severe preeclampsia had 1,67 times higher risk (95% CI 1,61—1,72) than patients without severe preeclampsia to have neonates with depressed Apgar score. There was a significant association between prevalence of severe preeclampsia at Cipto Mangunkusumo Hospital in 2011 and Apgar score (p<0,0001).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Fauzi Suskhan
"Latar belakang: Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya kantung ketuban sebelum persalinan. KPD dapat menyebabkan komplikasi yang dapat mengancam nyawa baik bagi ibu maupun bayi. Penelitian ini akan memberikan gambaran yang faktual, sistematis, dan terbaru mengenai fakta terkait kejadian ketuban pecah dini di RSCM dengan karakteristik demografi yang diselidiki. Metode: Penelitian observasional deskriptif ini mengggunakan desain potong lintang. Populasi penelitian adalah Ibu hamil yang bersalin di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta selama periode Agustus hingga Desember 2021 dengan besar sampel sebanyak 80 subjek yang dalam rekam medis terdiagnosis mengalami ketuban pecah dini, diambil dengan teknik purposive sampling. Hasil: Pada penelitian ini didapatkan umur pasien diantara 16—46 tahun dengan rata-rata 29.4541 6.559. Lama pendidikan formal yang ditempuh mayoritas pasien maupun pasangannya, yakni 7 – 12 tahun baik pasien (60%) maupun pasangannya (72.5%). Jenis pekerjaan pasien didominasi oleh yang tidak bekerja (62.5%) sedangkan untuk pasangan didominasi oleh karyawan swasta (52.5%). Alamat asal tempat tinggal pasien yang memiliki persentase terbesar berasal dari Jakarta Timur (33.8%). Sebagian besar pasien multigravida (63.7%), tetapi hampir setengahnya nullipara (46.3%), dan hampir seluruh pasien tidak memiliki riwayat KPD sebelumnya (96.3%). Kesimpulan: Mayoritas pasien KPD pada penelitian ini memiliki ciri-ciri: lulusan SMA/sederajat (48.8%), tidak bekerja (62.5%), bertempat tinggal di Kota Jakarta Timur (27%), multigravida (63.7%), nullipara (46.3%), dan tidak memiliki riwayat KPD (96.3%).

Introduction: Premature rupture of membrane (PROM) is defined as the rupture of the amniotic sac before the onset of labor. PROM may cause complications that threaten the mother's and her baby's lives. This research will give factual, systematic, and newest information on the case of premature rupture of membrane at RSCM. Methods: This cross-sectional study used a descriptive observational approach. The population are pregnant women that gave birth at RSCM from August to December 2021. Total of 80 samples was obtained using purposive sampling from secondary data in the medical records that were diagnosed with premature rupture of membrane. Result: In this study, the patient's age was between 16 and 46 years with an average of 29.4541 ± 6.559. The length of formal education taken by the majority of patients and their partners is 7-12 years, both patients (60%) and their partners (72.5%). The type of jobs of patients is dominated by those who do not work (62.5%) while for couples it is dominated by private employees (52.5%). The patient's residence address which has the largest percentage comes from East Jakarta (33.8%). Most of the patients were multigravida (63.7%), but almost half were nulliparous (46.3%), and almost all patients had no previous history of PROM (96.3%). Conclusion: The majority of PROM patients in this study had the following characteristics: high school graduates/equivalent (48.8%), not working (62.5%), residing in East Jakarta City (27%), multigravida (63.7%), nullipara (46.3%), and had no history of PROM (96.3%)"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gregorius Tanamas
"Latar Belakang : WHO melaporkan angka persalinan preterm mencapai 15 juta persalinan dan menyumbang kematian neonataus hingga 1 juta kasus. Berbagai faktor yang berhubungan dengan kematian neonatus terkait ketuban pecah dini sudah banyak diteliti, namun hubungannya terhadap kematian neonatus belum konsisten di berbagai literature. Peneliti ingin meneliti hubungan faktor-faktor tersebut di RSCM.
Metode : Penelitian ini adalah kohort retrospektif menggunakan rekam medis ibu dan neonatus yang mengalami kasus ketuban pecah dini preterm (<37 minggu) dari tahun 2013-2017 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Luaran neonatus yang dinilai adalah nilai APGAR menit ke-1 dan ke-5, Respiratory Distress Syndrome, sepsis neonatorum, dan kematian neonatus. Data dianalisis secara univariat dan multivariat.
Hasil : Terdapat 1336 kasus ketuban pecah dini preterm dalam periode 5 tahun, namun hanya 891 kasus yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Faktor utama yang terkait morbiditas dan mortalitas neonatus dengan kasus ketuban pecah dini adalah usia kehamilan, dimana usia <28 minggu memiliki RR 18.8, IK 95%12.9-27.3; p=<0.01 dan berat badan lahir <1000 gr memiliki RR 34.1, IK 95%11.1-104.5; p=<0.01. Sepsis secara klinis meningkat risiko kematian neonatus RR 8.1, IK 95%5.2-12.8; p=<0.01.
Kesimpulan : Usia kehamilan yang semakin muda dan berat badan lahir yang semakin rendah meningkatkan risiko morbiditas dan kematian neonatus

Background :  WHO reported the rate of preterm labor are 15 million cases and contributed to 1 million neonatal death. Factors contributed to neonatal death in preterm premature rupture of membrane has been reported in many literatures, however the results are inconsistent. The Authors want to analyze factors contributing to neonatal death in RSCM
Method : This is a retrospective cohort using medical records of both mother and neonatal of preterm premature rupture of membrane from 2013-2017 in RSCM. Neonatal outcome analyzed in this study are minute-1 and minute-5 APGAR, respiratory distress syndrome, neonatal sepsis, and neonatal death. Data was analyzed with univariate and multivariate analysis.
Result : There was 1336 cases of preterm premature rupture of membrane during 5 years period. However, only 891 cases analyzed in this study. Main factors contributed to morbidity and mortality in preterm premature rupture of membrane are gestational age and birth weight, which gestational age <28 weeks has RR 18.8, IK 95%12.9-27.3; p=<0.01 and birth body weight <1000 gr has RR 34.1, IK 95%11.1-104.5; p=<0.01. Clinically sepsis increases neonatal mortality RR 8.1, IK 95%5.2-12.8; p=<0.01.
Conclusion : Younger gestational age and lower birth weight increase the risk of neonatal morbidity and mortality."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angga Wiratama Lokeswara
"Latar belakang: Menurut data WHO, sebanyak 15 juta bayi di dunia dilahirkan kurang bulan setiap tahunnya, dan Indonesia menduduki peringkat ke-5 di dunia. Salah satu komplikasi pada bayi kurang bulan yang sering terjadi adalah sepsis. Sepsis Neonatorum Awitan Dini (SNAD) merupakan infeksi sistemik pada bayi pada usia kurang dari 72 jam yang seringkali disebabkan oleh transmisi patogen secara vertikal sebelum atau saat proses kelahiran. Strategi utama dalam penanggulangan kejadian SNAD bergantung pada identifikasi faktor risiko, termasuk ketuban pecah berkepanjangan. Namun, sampai saat ini masih belum ada kesepakatan terkait ambang batas waktu ketuban pecah yang meningkatkan risiko kejadian SNAD secara signifikan pada populasi bayi kurang bulan.
Tujuan: (1) Mengetahui sebaran subjek penelitian berdasarkan karakteristik jenis kelamin, usia gestasi, usia ibu, berat lahir dan metode persalinan. (2) Mengetahui sebaran subjek penelitian berdasaran gejala klinis dan hasil pemeriksaan kultur. (3) Mengetahui hubungan antara waktu ketuban pecah dengan kejadian SNAD pada ambang batas waktu 24 jam, 18 jam dan 12 jam di RSCM.
Metode penelitian: Sebuah studi kasus-kontrol dilakukan pada populasi bayi kurang bulan yang lahir di RSCM dari tahun 2016-2017. Subjek dibagi menjadi 2 kelompok: (1) kelompok kasus yang mengalami SNAD; dan (2) kelompok kontrol yang tidak mengalami SNAD; dipilih secara simple random sampling. Jumlah total subjek pada penelitian ini adalah 154 bayi kurang bulan (77 kasus dan 77 kontrol). Pengambilan data dilakukan pada Januari-Agustus 2018 dengan melihat rekam medis subjek penelitian, dilanjutkan dengan analisis bivariat menggunakan uji Chi Squared dan analisis multivariat menggunakan regresi logistik.
Hasil penelitian: Semua karakteristik tidak memiliki perbedaan yang bermakna, kecuali usia gestasi (p=0,012) dan berat lahir (p=0,02). Gejala klinis yang paling sering ditemukan dan memiliki hubungan yang bermakna adalah sesak napas (63,0%; p<0,001) dan instabilitas suhu (40,9%; p<0,001).
Kesimpulan: Terdapat hubungan yang signifikan antara waktu ketuban pecah dengan kejadian SNAD pada bayi kurang bulan di RSCM pada ambang batas waktu 12 jam, 18 jam dan 24 jam. Ketuban pecah lebih dari 12, 18 dan 24 jam meningkatkan risiko SNAD pada bayi kurang bulan 2,3 kali lipat, dan ketuban pecah lebih dari  12 jam meningkatkan risiko 2,9 kali lipat setelah adjustment.

Introduction: According to WHO, 15 million babies are born premature annually, and  Indonesia ranks 5th worldwide. One of the most frequent complications in preterm infants is sepsis. Early onset neonatal sepsis (EONS) is defined as the systemic infection in infants less than 72 hours old which is often caused by vertical transmission of pathogens before or during labour. With the current lack of consensus in the definition of neonatal sepsis, identification risk factors, including prolonged premature preterm rupture of membranes (ROM), becomes the main strategy. Unfortunately, there is also currently lack of worldwide agreement in the threshold of duration of ROM which significantly increases the risk of EONS in preterm infants.
Objectives: (1) To determine the distribution of subjects based on selected characteristics: gender, gestational age, maternal age, birth weight and mode of delivery. (2) To determine the distribution of subjects based on clinical symptoms and bacterial culture examination. (3) To determine the association between the duration of ROM and the incidence of EONS in preterm infants, at the thresholds of 24 hours, 18 hours and 12 hours, in RSCM.
Methods: A case-control study was done on preterm infants born in RSCM in 2016-2017. The subjects were divided into 2 groups: (1) the case group for preterm infants who had EONS; and (2) the control group for preterm infants who did not have EONS; each selected by simple random sampling. The total number of subjects in the study was 154 preterm infants (77 in the case group and 77 in the control group). Data collection from the medical records of the subjects was performed in January-August 2018, followed by bivariate analysis using Chi Square Test and  multivariate analysis using logistic regression.
Result: Characteristics had insignificant differences, except gestational age (p=0,012) and birth weight (p=0,02). The clinical symptoms which were most frequent and had significant associations with EONS were respiratory instability (63,0%, p<0,001) and temperature instability (40,9%, p<0,001).
Conclusion. There is a significant association between the duration of ROM at 12, 18 and 24 hours, and the incidence of EONS in preterm infants, especially at duration of more than 12 hours. Prolonged PPROM for 12, 18, and 24 hours increases the risk of EONS in preterm infants 2.3 times (unadjusted) and PPROM for 12 hours increases the risk of EONS in preterm infants 2.9 times after adjustment for other factors.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>