Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 55063 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Afandi Satya Kurniawan
"Permasalahan wujūd secara ontologis menduduki posisi yang utama sebelum beranjak pada permasalahan epistemologi hingga aksiologi. Sebab, pemahaman mengenai wujūd membentuk sebuah titik pandang alam (worldview), yang mendasari pemahaman dalam mengabstraksikan segala realitas yang ditemukan. Sebagai pendiri mazhab Isyrāqiyyah (mazhab Iluminasi), yang merupakan sintesa antara tradisi rasional-diskursif Peripatetik dengan tradisi gnostik-intuitif tasawuf, Suhrawardī mendasarkan filsafatnya pada cahaya. Pembahasan mengenai wujūd mengantar pada pembahasan mengenai wujūd materi maupun wujūd imateri, yang sebagian besar merupakan kritik terhadap Peripatetik. Suhrawardī mampu menunjukkan keunggulan filsafatnya atas Peripatetik. Skripsi ini membahas mengenai cakupan (dimensi) wujūd di dalam mazhab Ḥikmat al-Isyrāq Suhrawardī, pengertian mazhab Ḥikmat al-Isyrāq, beserta sejarah kehidupan Suhrawardī.

The problem of "being" ontologically takes the main place among epistemological or axiological problems. This is because the understanding of "being" results a "worldview" which underlies an understanding in terms of abstracting all of the realities found. As the founder of the sect of Illumination (which is a synthesis of the rational-discursive Peripatetic tradition and gnostic-intuitive Sufism tradition), Suhrawardī serves the "lights" as the basis of his philosophy. Discussions of "being" leads to discussions of material and immaterial "being" which is mostly a treatise critique on the Peripatetic. In this case, Suhrawardī is able to demonstrate his superiority over the Peripatetic philosophy. This paper discusses on the scope of "being" in Suhrawardī's thought in "Ḥikmat al-Isyrāq" comprehensions of "Ḥikmat al-Isyrāq" sect, and the history of Suhrawardī's life.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
S60085
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Sunandari
"Secara umum, pemikiran para filsuf muslim merupakan sintesa sistematis antara ajaran-ajaran Islam, Aristotelianisme dan Neo-Platonisme yang dipelopori oleh al-Kindi, al-Farabi, Ibn Sina dan Ibn Rusyd. Namun, sejak serangan yang dilakukan oleh al-Ghazali melalui Tahafut al-Falasifat, pemikiran filsafat di dunia Islam Barat, Sunni, mengalami pergantian suasana dari alam filosofis ke mistis, tasawwuf. Sedangkan di dunia Islam belahan Timur, Syi'i, pemikiran filsafat dan mistis tetap eksis berkembang bahkan keduanya saling melengkapi.
Harmonisasi yang sempurna dapat ditemui pada tokoh Suhrawardi yang bergelar Syaikh al-Isyraq. Suhrawardi memandang dirinya sebagai penyatu kembali apa yang disebutnya al-hikmar al-laduniyyat (kebijaksanaan Ilahi) dan al-hikmat al-'atigat (kebijaksanaan kuno), dengan menggabungkan dua metode yang telah mapan, yaitu metode diskursif filosofis yang diwakili oleh Aristotelianisme dan metode dzawq mistis, yang diwakili oleh Platonisme, ke dalam satu metode komprehensif yang bersifat teosofis.
Dengan ajaran teosofinya, Suhrawardi mampu membangun suatu cabang aliran yang baru dalam tradisi filsafat Islam, sehingga wajar jika digelari pendiri filsafat iluminasi. Pada tataran ontologis, Suhrawardi menawarkan suatu temuan baru dengan memperkenalkan istilah-istilah tersendiri dalam mengungkapkan seluruh pemikirannya. Melalui terminologi cahaya, Suhrawardi menumbangkan teori emanasi akal sepuluh yang menjadi acuan umum hampir seluruh filsuf Muslim dan menawarkan suatu bentuk baru dengan menggunakan istilah cahaya dan tidak membatasi jumlah pancarannya. Inilah iluminasionisme, suatu pancaran cahaya yang berasal dari Nur al-Anwdr membentuk suatu bangunan utuh yang merupakan kesatuan penyinaran yang disebut wahdat al-Isyraq. Sementara dalam tataran epistemologis, Suhrawardi mampu menunjukkan kelemahan metode pengetahuan diskursif filosofis dan mempelopori munculnya metode baru yaitu 'ilmu hudhuri (knowledge by presence)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
T10930
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Robby Hani Dwiki Putra
"Artikel ini bertujuan untuk menguatkan konsepsi demokrasi agonistik Mouffe dengan menjejakkan ontologi dari dimensi politikal secara posfondasional. Demokrasi agonistik yang dicanangkan oleh Chantal Mouffe menjadi oponen utama dari demokrasi deliberatif. Mouffe menuduh para pemikir demokrasi liberal, baik dari Rawlsian atau Habermasian, luput dalam melihat dimensi politik (political) yang otonom. Hal ini dikarenakan kerangka demokrasi liberalisme melucuti politik dengan menyeretnya ke ranah perdebatan antara ekonomi atau moralitas. Gagasan politik yang dipahami Mouffe adalah dimensi antagonistik yang selalu ada saat bermasyarakat. Dimensi antagonistik adalah kemungkinan akan terjadinya gesekan sosial dalam bentuk kekerasan. Maka, artikel ini bertujuan untuk memberikan refleksi filosofis terhadap definisi politik yang diajukan oleh Mouffe. Refleksi filosofis ini berupa pemeriksaan koherensi antara konsep-konsep dasar demokrasi agonistik Mouffe. Artikel ini menemukan bahwa gagasan Mouffe atas dimensi politik yang berkelaluan (ever-present) di dalam sosial merupakan penunjang kuat, dan bahkan boleh dikatakan inti dari, praktik demokrasi. Meski demikian, solusi praktikal yang ditawarkan ini mempunyai kelemahan secara teoritis: 1) Kontribusi agonisme dalam mendalami kembali apa yang dimaksud dengan politikal, 2) kritik melihat demokrasi agonistik hanya sebagai komitmen etiko- politis dan sebagai sekadar teori normativitas, 3) dimensi ontologi politik yang tidak kuat dan tumpang tindih dengan ekonomi, moralitas, atau rasionalitas. Maka dari itu, artikel ini akan berargumen bahwa ontologi dari demokrasi agonistik Mouffe harus dijejakkan secara posfondasional untuk menjawab keraguan dari para skeptis.

This article aims to strengthen Mouffe's conception of agonistic democracy by putting the political dimension in postfoundationalism ontology. The agonistic democracy that is advocated by Chantal Mouffe to be the main opponent of deliberative democracy. Mouffe argues liberal democratic thinkers, whether from Ralwsian or Habermasian, of missing the point to see the political dimension as autonomous field. This is due to the liberalism demoractic framework strips political out its dimension into matter of economics or morality. The political idea that Mouffe has in mind is an ever-present antagonistic dimension whenever society comes into play. Then, antagonistic dimension is a possibility of social friction manifested as violence. Thus, this article aims to provide a philosophical reflection on the definition of political proposed by Mouffe. This philosophical reflection takes the form of an examination of coherency between the basic concepts of Mouffe's agonistic democracy. This article finds that the idea Mouffe on the ever-present political dimension in society is a strong foundation, and one might even say the essence of, democratic practice. However, this practical solution has theoretical weaknesses: 1) Re- examining the contribution from agonism on what it means by political, 2) critics see agonistic democracy only as an ethico-political commitment and as a mere theory of normativy, 3) the dimension of political ontology is not strong enough in itself and overlaps with economics, morality, or rationality. Therefore, this article will argue that ontology of Mouffe's agonistic democracy should be based on postfoundational to answer its doubts."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Heidegger, Martin
New York: State University of New York Press, 1996
111 HEI b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Foni Agus Setiawan
"Sebuah sistem berbasis ontologi saat ini dapat melakukan penalaran logis melalui Web Ontology Language - Description Logic (OWL-DL). Namun untuk melakukan penalaran probabilistik, sistem tersebut harus menggunakan basis pengetahuan terpisah, pemrosesan terpisah, atau aplikasi pihak ketiga. Studi-studi terdahulu seperti BayesOWL, MEBN/PR-OWL, dan OntoBayes utamanya berfokus kepada bagaimana merepresentasikan informasi probabilistik dalam ontologi dan melakukan penalaran terhadapnya. Pendekatan-pendekatan tersebut tidak cocok bagi sistem-sistem yang telah memiliki basis pengetahuan ontologi dan Bayesian network (BN) yang telah berjalan/operasional karena pengguna harus menulis ulang informasi probabilistik yang terkandung dalam BN ke dalam ontologi.
Penelitian ini mengusulkan konsep pemaduan Bayesian network ke dalam ontologi dan sebaliknya yang menyediakan solusi penalaran logis dan probabilistik secara simultan tanpa harus menulis ulang informasi probabilistik yang terkandung dalam BN ke dalam ontologi. Metode yang digunakan adalah dengan cara menentukan aturan transformasi lalu mengembangkan morpher/transformer berdasarkan aturan dan algoritma dalam sebuah kerangka kerja untuk melakukan penalaran logis dan probabilistik secara simultan. Kerangka kerja tersebut kemudian diuji dengan validasi logis, validasi empiris, dan penilaian pakar (expert judgement) untuk membuktikan validitasnya.
Hasil validasi logis menunjukkan bahwa algoritma-algoritma transformasi yang diusulkan terbukti valid dan memenuhi kriteria time complexity dan decidability. Hasil validasi empiris menunjukkan bahwa kerangka kerja yang dibangun terbukti mampu mentransformasikan informasi yang terkandung dalam basis pengetahuan Bayesian network ke dalam ontologi dan demikian pula sebaliknya. Adapun hasil penilaian pakar memperkuat hasil validasi empiris yang dilakukan terhadap kasus-kasus uji yang diambil. Hasil berbagai pengujian tersebut menunjukkan bahwa kerangka kerja yang diusulkan terbukti mampu menyelesaikan permasalahan yang membutuhkan kesatuan penalaran logis dan probabilistik dalam sebuah sistem pengetahuan berbasis ontologi.

An ontology-based system can currently logically reason through the Web Ontology Language Description Logic (OWL-DL). To perform probabilistic reasoning, the system must use a separate knowledge base, separate processing, or third-party applications. Previous studies such as BayesOWL, MEBN/PR-OWL, and OntoBayes mainly focus on how to represent probabilistic information in ontologies and perform reasoning through them. These approaches are not suitable for systems that already have running ontologies and Bayesian network (BN) knowledge bases because users must rewrite the probabilistic information contained in a BN into an ontology.
This study proposes the concept of integrating BN into ontology and vice versa which provides simultaneous logical and probabilistic reasoning solution without having to rewrite probabilistic information contained in BN into ontology. The method used is by determining the rules of transformation and then develop a morpher/transformer based on the rules and the algorithms in the form of a framework for simultaneous logical and probabilistic reasoning. The framework is then tested by using logical validation, empirical validation, and expert judgement to prove its validity. The logical validation results show that the transformation algorithms are proven valid and meet the criteria of time complexity and decidability.
The results of empirical validation indicate that the built framework has been proven capable of transforming information contained in the Bayesian networks knowledge base into ontology and vice versa. The results of expert judgement strengthen the results of empirical validation conducted on the test cases taken. The results of these tests indicate that the proposed framework is proven to solve problems that require the unity of logical and probabilistic reasoning in an ontology-based knowledge system.
"
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2019
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Edward o wilson has defined consilience as a strong reductionist program in science. This paper proposes an ontological approach to consilience, which allows for an emergentist interpretation...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"A recurring topic of Theodor W. Adorno's work in the 1950s and 60s is his critique of Martin Heidegger's philosophy. In a number of books and articles Adorno criticizes without let up Heidegger's "ontology"...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"E-Learning content being a barrier for e-learning is no longer true on today's Internet. The current concerns are how to effectively annotate and organize the available content (both textual and non texrual) to facilitate effective sharing, reusability and customization. In this paper, we explain a component - oriented approach to organize content in an ontology. we also illustrate our-3tier e-learning content management architecture and relevant interfaces. We use a simple yet intuitive example to succussfully demonstrate the current working prototype which is capable of compiling personalized course materials. The e - learning system explainedt here used the said ontology."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Bakker, Anton
Yogyakarta: Kanisius , 1992
111 BAK o
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Spalding, K.J.
Oxford: Basil Blackwell, 1931
100 SPA t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>