Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 162720 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ratna Dewi Artati
"Latar belakang : Pubertas prekoks sentral (Central precocious puberty CPP) merupakan perkembangan karakteristik seks pubertas sebagai konsekuensi dari aktivasi prematur aksis Hipotalamus Hipofise Gonad (HHG) sebelum usia 8 tahun pada anak perempuan dan 9 tahun pada anak laki-laki. Beberapa penelitian memperlihatkan perbedaan hasil dari terapi Leuprolide Acetate (LA) untuk pasien CPP menyangkut dosis dan waktu pemberian terhadap supresi sekresi gonadotropin.
Tujuan : Untuk mengetahui efek terapi LA dengan cara pemberian yang berbeda-beda, yaitu setiap bulan dan 3 bulan terhadap supresi sekresi LH pada pasien CPP.
Metode : Meta-analisis terhadap tinjauan systematic review yang tersedia pada Cohrane library, MEDLINE, EBSCO, PROQUEST serta referensi terdaftar lainnya mengenai terapi LA untuk supresi sekresi LH pada pasien CPP. Tiga peneliti secara independen melakukan tinjauan terhadap abstrak dan naskah lengkap, masing-masing untuk menentukan kriteria inklusi dan ekstraksi data.
Hasil : Ditemukan 2 penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan dimasukkan dalam meta-analisis ini. Meta-analisis menunjukkan bahwa supresi LH bervariasi dengan berbagai dosis dan waktu pemberian LA yang berbeda. Penelitian-penelitian tersebut membandingkan terapi LA dosis 11,25 mg/3 bulan dibandingkan dengan kontrol 7,5 mg/bulan, 22,5 mg/3 bulan dibandingkan dengan kontrol 7,5 mg/bulan dan 22,5 mg/3 bulan dibandingkan dengan kontrol 11,25 mg/3 bulan.
Kesimpulan : Terapi LA 7,5 mg/bulan menghasilkan supresi kadar LH lebih besar dibandingkan 11,25 mg/3 bulan dan 22,5 mg/3 bulan; sementara terapi LA dosis 22,5 mg/3 bulan memberikan supresi yang lebih besar dibandingkan dengan dosis 11,25 mg/3 bulan.

Background : Central precocious puberty (CPP) is a characteristic development of sexual puberty as a consequence of premature activity of hypothalamic hypophyse gonadal (HHP) axis before 8 years old for girls or 9 years old for boys. Several studies have showed different results in Leuprolide Acetate (LA) therapy for CPP in terms of administration doses and time of treatment on suppression of gonadotropine secretion.
Objective : To determine the effects of different administration of LA therapy, monthly doses and every three month, on suppression of LH secretion in CPP patients.
Method : Meta-analyses of systematic review on available literature from Cochrane library, MEDLINE, EBSCO, PROQUEST and other registered reference about therapy to suppress LH secretion in CPP patients. Three researches independently conducted reviews on abstract and full-texts for inclusion criterion and data extraction, respectively.
Result : There are two studies fulfill inclusion criterion and included in the meta-analyses. Meta-analyses showed that LH suppression varies with different administration doses and time of LA. These studies compare LA therapy using 11,25 mg/3 month with control 7,5 mg/month, 22,5 mg/3 month with control 7,5 mg/month, and 22,5 mg/3 month with control 11,25 mg/3 month doses.
Conclusion : LA therapy 7,5 mg/month gives greater LH suppression compared with 11,25 mg/3 month and 22,5 mg/3 month; while LA therapy 22,5 mg/3 month provides greater suppression compared with 11,25 mg/3 month.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pita Wulansari
"Efek samping yang paling banyak dialami oleh penderita kanker prostat yang diterapi dengan agonis LHRH adalah Hot flush. Ternyata diketahui bahwa terdapat hubungan yang erat antara hot flush dengan penurunan Kualitas Hidup para penderita kanker. Bermacam terapi untuk hot flush salah satunya dengan akupunktur telinga. Adanya pelepasan ?-endorfin yang mempertahankan mekanisme negatife feedback pada produksi noradrenalin hipotalamus menyebabkan akupunktur telinga dapat meringankan gejala hot flush, dan ?-endorfin ternyata juga menghambat efek CGRP sehingga terjadi penurunan gejala hot flush. Gejala hot flush yang menurun setelah dilakukan akupunktur telinga akan dapat mengembalikan kembali kualitas hidup dari penderita kanker prostat.
Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek akupunktur telinga terhadap penurunan skor Hot Flush Diary HFD, skor Hot Flush Related Daily Interference Scale HFRDIS dan terhadap peningkatan Kualitas Hidup pada pasien kanker prostat yang diterapi dengan agonis LHRH setelah 12 kali tindakan akupunktur. Penelitian ini dilakukan secara randomized clinical trial terhadap 30 orang pasien kanker prostat yang mengalami hot flush akibat terapi LHRH. Pasien dibagi dalam 2 kelompok yaitu 15 orang sebagai kelompok yang menerima terapi akupunktur telinga kasus dan 15 orang sebagai kelompok yang menerima terapi plasebopunktur telinga kontrol.
Penilaian keberhasilan terapi menggunakan The Hot Flush Diary dan The Hot Flush Related Daily Interference Scale HFRDIS Angka keberhasilan akupunktur terhadap penurunan skor HFD dan skor HFRDIS pada pasien kanker prostat yang diterapi dengan LHRH setelah 12 kali adalah 86.7. Rerata penurunan skor HFD setelah 12 kali terapi akupunktur adalah 3.733 2.282. Sedangkan rerata penurunan skor HFRDIS setelah 12 kali terapi akupunktur adalah 35.866 13.511. Akupunktur telinga mempunyai efek menurunkan skor Hot Flush HFD dan skor Hot Flush Related Daily Interference Scale HFRDIS pada pasien kanker prostat yang diterapi dengan LHRH, berbeda bermakna dibandingkan dengan plasebopunktur p < 0.05.

Most side effects experienced by patients with prostate cancer who were treated with LHRH agonists is hot flush. It emerged that there is a close relationship between the hot flush with a reduced quality of life of cancer patients. Various therapies for hot flush one with ear acupuncture. The release of endorphin maintain negative feedback mechanism in the hypothalamus causes the production of noradrenaline ear acupuncture can relieve the symptoms of hot flush, and endorphins were also inhibit the effects of CGRP resulting in decreased symptoms of hot flush. Hot flush symptoms decreased after ear acupuncture will be able to restore back the quality of life of prostate cancer patients.
The purpose of this study was to determine the effect of ear acupuncture to decrease score Hot Flush Diary HFD, a score of Hot Flush Related Daily Interference Scale HFRDIS and to the improvement of quality of life in prostate cancer patients treated with agonist LHRH after 12 times the action of acupuncture. This research was conducted in randomized clinical trial of 30 patients prostate cancer who experience hot flush due to LHRH therapy. Patients are divided in 2 groups 15 patients as the group who received ear acupuncture therapy case and 15 patients as the group received ear placebopuncture therapy control.
Assessement of the success of therapy using the hot flush diary and Hot Flush score Related Daily Interference Scale HFRDIS. Figures for the success of acupuncture to the decline of HFD score and HFRDIS score in prostate cancer patients treated with LHRH after 12 time is 86,7. The mean of the decrease of HFD score after 12 times acupuncture treatments was 3.733 2.282. The mean of the decrease of HFRDIS score after 12 times acupuncture treatments was 35.866 13.511. Ear acupuncture has the effect of lowering HFD score and HFRDIS score in prostate cancer patients treated with LHRH, significantly different compared with placebopuncture p 0.05.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Batubara, Jose Rizal Latief
"Pubertas prekoks didefinisikan sebagai perkembangan pubertas yang timbul lebih dini. Batasan usia pubertas prekoks ini didasarkan pada awitan pubertas pada populasi normal. Beberapa kriteria yang dipertimbangkan adalah ras, jenis kelamin, kondisi nutrisi, dan secular trend. Pada perempuan, pubertas prekoks didefi nisikan sebagai perkembangan payudara yang timbul sebelum usia 8 tahun. Pada laki-laki, pubertas prekoks didefi nisikan sebagai gonadarke atau pubarke sebelum usia 9 tahun. Perjalanan klinis pubertas prekoks bervariasi, mulai dari alternating, progresif lambat, dan progresif cepat. Bentuk pubertas prekoks sentral idiopatik progresif cepat harus diterapi karena mengakibatkan penutupan epifi sis dini dan tinggi akhir pendek. Tujuan terapi adalah untuk menghentikan maturasi fi sik, mencegah menarke lebih dini dan juga memperbaiki tinggi dewasa. Gonadotropin releasing hormone analogue adalah terapi pilihan untuk pubertas prekoks sentral. GnRHa memiliki efek supresif terhadap aksis pituitari-gonad sehingga mampu mensupresi sekresi LH. Hal ini menyebabkan estradiol dan testosteron berada pada level prepubertal. Terapi menggunakan GnRHa mengurangi ukuran payudara, rambut pubis, ukuran uterus dan ovarium pada anak perempuan, serta mengurangi ukuran testis pada anak laki-laki. Gonadotropin releasing hormone analogue efektif menghambat progresi perkembangan karakteristik seks sekunder, siklus menstruasi, menghambat perkembangan usia tulang, dan memperbaiki tinggi akhir.

Precocious puberty is defi ned as pubertal development which occurs too early. The age limit in this term is based on the onset of puberty in normal population. Some points have to be taken into account, such as ethnicity, gender, nutritional conditions, and secular trends. In girls, precocious puberty is defi ned by breast development occured before 8 years old. In boys, precocious puberty is defi ned as gonadarche or pubarche before 9 years of age. The clinical course of precocious puberty varies widely, ranging from alternating, slowly progressive, and rapidly progressive form. The rapidly progressive forms of idiopathic central precocious puberty need to be treated because it may result in early epiphyseal closure and short fi nal height, and also pyschosocial problems in the affected children and the family. The aims of treatment are to arrest physical maturation, prevent early menarche, and also improve adult height combined with normal body proportions. Gonadotropin releasing hormone analogue is the treatment of choice for central precocious puberty. Gonadotropin releasing horomone analogue has suppressive effect on the pituitarygonadal axis, therefore it suppresses LH secretion. This leads to the return of estradiol and testosterone to prepubertal levels. Treatment using gonadotropin releasing horomone analogue is shown to reduce breast size, pubic hair, ovarian and uterine size in girls, and decrease testicular size in boys. Gonadotropin releasing hormone analogue is effective in halting progression of secondary sexual characteristics development, presenting menstrual cycle, slowing bone-age advancement, and also improving final height."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dio Adrian Wisnu Adji
"Pendahuluan: Beta thalassemia mayor merupakan salah satu penyakit genetik yang mengharuskan penderitanya mendapatkan transfusi rutin seumur hidup untuk menunjang fungsi darah yang hilang. Transfusi yang dilakukan memiliki efek samping berupa peningkatan kadar besi dalam tubuh pasien (hemokromatosis) yang dapat menimbulkan berbagai komplikasi, salah satunya penurunan produksi hormon gonadotropin yang berujung pada keterlambatan pubertas. Terapi kelasi dapat dilakukan untuk menurunkan kadar besi dalam tubuh pasien dalam rangka mencegah terjadinya komplikasi, akan tetapi masalah kepatuhan dapat menghalangi keberhasilan terapi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kepatuhan terapi kelasi besi pada pasien beta thalassemia mayor dengan kadar hormon LH.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dengan data kepatuhan terapi kelasi diukur menggunakan Morisky Medication Adherence Scale 8 (MMAS-8) dan data laboratorium (kadar LH) diperoleh dari rekam medis. Subjek penelitian merupakan pasien dengan beta thalassemia mayor di Pusat Kesehatan Ibu dan Anak Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Kiara PKIA RSCM Kiara yang memiliki data laboratorium berupa kadar LH. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan uji Mann-Whitney, Kruskal Wallis, dan Spearman.
Hasil: Dari 39 sampel yang valid, 84,6% subjek memiliki tingkat kepatuhan rendah. Sebanyak 28,2% subjek memiliki kadar LH di bawah batar normal. Tidak ditemukan hubungan signifikan anatara tingkat kepatuhan terapi kelasi dengan kadar LH pada subjek (p = 0,151, n = 39).
Kesimpulan: Tidak ada hubungan signifikan antara kepatuhan terapi kelasi besi dengan penurunan kadar LH."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Budi Fakhirah
"Gangguan keseimbangan hormonal dapat menyebabkan infertilitas pada pria, salah satunya adalah Hipogonadisme. Hipogonadisme ditandai dengan abnormalitas kadar hormon testosteron yang dapat mengganggu proses spermatogenesis. Kuda laut ( Hippocampus spp.) merupakan sumber daya kelautan yang digunakan sebagai pengobatan tradisional di wilayah asia untuk mengatasi infertilitas pada pria. Hippocampus comes merupakan salah satu spesies kuda laut yang memiliki habitat di perairan Indonesia, namun belum banyak penelitian yang meneliti pengaruh spesies kuda laut ini terhadap biomarker terkait infertilitas pria, terutama kadar Luteinizing Hormone sebagai hormon gonadotropin yang menstimulasi sekresi hormon testosteron, serta kajian histologi testikuler mengenai indeks meiosis dan indeks sel Sertoli. Induksi Depot Medroksiprogesteron asetat (DMPA) dapat mengganggu aksis hipotalamus-pituitari-gonad yang menyebabkan turunnya sekresi hormon gonadotropin serta hormon testosteron sehingga mempengaruhi proliferasi dan maturasi sel spermatogenik. Dua puluh delapan tikus jantan Sprague Dawley  diinduksikan DMPA 1,25 mg/kgBB pada minggu ke- 0 dan 12, kemudian dibagi menjadi empat kelompok, yaitu kontrol negatif (CMC Na 1%), dosis ekstrak 150 mg/kgBB, 225 mg/kgBB, dan 300 mg/kgBB. Parameter kadar LH tikus dianalisis menggunakan Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA), sedangkan parameter indeks meiosis dan indeks sel Sertoli dianalisis melalui pemeriksaan histologi pewarnaan H&E. Hasil menunjukkan bahwa ketiga varian dosis tidak menghasilkan perbedaan yang bermakna antar kelompok pada ketiga parameter, namun cenderung mengalami peningkatan pada dosis 300 mg/kgBB setelah 18 minggu perlakuan.

Hormonal imbalances can lead to male infertility, one of which is hypogonadism. Hypogonadism is characterized by abnormal levels of testosterone hormone that can disrupt the process of spermatogenesis. Seahorses (Hippocampus spp.) are marine resources used in traditional medicine in Asia to address male infertility. Hippocampus comes is one of the seahorse species that inhabits the waters of Indonesia, but there have been few studies examining the effects of this seahorse species on biomarkers related to male infertility, especially the levels of Luteinizing Hormone as a gonadotropin hormone that stimulates testosterone secretion as well as histological studies of testicular meiotic index and Sertoli cell index. Induction of Depot Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) can disrupt the hypothalamic-pituitary-gonadal axis, leading to a decrease in the secretion of gonadotropin hormones and testosterone, thus affecting the proliferation and maturation of spermatogenic cells. Twenty-eight male Sprague Dawley rats were induced with 1.25 mg/kg body weight of DMPA in weeks 0 and 12, then divided into four groups: negative control (CMC Na 1%), extract dose of 150 mg/kg BW, 225 mg/kg BW, and 300 mg/kg BW. The levels of LH in the rats were analyzed using Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA), while the meiotic index and Sertoli cell index parameters were analyzed through histological examination using H&E staining. The results showed that the three dose variants did not produce significant differences between groups in all three parameters, but tended to increase at a dose of 300 mg/kg body weight after 18 weeks of treatment."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agustini Utari
"[Latar belakang. Hiperplasia Adrenal Kongenital (HAK) merupakan kelainan
autosomal resesif yang mengganggu pembentukan sintesis kortisol sehingga
membutuhkan terapi glukokortikoid seumur hidup. Terdapat kontroversi efek
pemberian glukokortikoid pada anak HAK terhadap BMD.
Tujuan. Mengetahui efek pemberian glukokortikoid terhadap BMD pada anak
dengan HAK
Metode. Systematic review dan meta-analisis dari literatur yang ada seperti
Cohrane library, MEDLINE, EBSCO, PROQUEST, dan database teregistrasi
lainnya dilakukan untuk mencari penelitian yang terkait BMD pada HAK. Dua
peneliti secara independen melakukan review terhadap abstrak sesuai kriteria
inklusi dan naskah lengkap untuk ekstraksi data.
Hasil. Terdapat 9 penelitian yang sesuai kriteria systematic review dan 4
penelitian masuk ke dalam meta-analisis. Hasil meta-analisis menunjukkan tidak
terdapat perbedaan mean difference Whole BMD Z-Score dan Lumbar spine BMD
Z-Score antara anak HAK yang mendapatkan terapi glukokortikoid dibandingkan
dengan kontrol anak normal (berturut-turut p=0.57, 95% CI, -0.46-0.84 dan p =
0,86 ;CI 95%, -2,3 – 1,94)
Kesimpulan. Whole BMD dan Lumbar spine BMD Z-Score pada anak HAK yang mendapatkan glukokortikoid tidak berbeda dengan anak normal. , Background : Congenital Adrenal Hyperplasia (CAH) is an autosomal
recessive disorders characterized by impared cortisol synthesis which is need
glucocorticoid for long life treatment. There was conflicting results regarding
effect of glucocorticoid treatment on bone mineral density (BMD) in CAH
patients.
Objective. To determine the effect of glucocorticoid treatment on BMD in
children with CAH.
Method. We performed systematic review and meta-analysis of existing literature
using Cohrane library, MEDLINE, EBSCO, PROQUEST, and other database to
identify studies of BMD and CAH. Two authors reviewed independently abtracts
for inclusion and read full- text artices to extract data.
Result. There was 9 studies met eligibility criteria for systematic review and 4
studies included in to meta-analysis. Meta-analysis showed there was no
significant mean difference Whole BMD Z-Score and Lumbar spine BMD ZScore
between children with CAH who treated with glucocorticoid compared to
normal healthy child (p=0.57, 95% CI, -0.46-0.84 and p = 0,86 ;CI 95%, -2,3 –
1,94, respectively)
Conclusion. Whole BMD and Lumbar spine BMD Z-Score in children with CAH treated with glucocorticoid is similar with normal children. ]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dheeva Noorshintaningsih
"Usia subur merupakan usia yang paling penting dalam reproduksi perempuan. Usia subur berkisar 15 tahun hingga 46 tahun. Usia memiliki pengaruh terhadap sekresi GnRH, pada saat perempuan menempuh dekade ketiga dan keempat folikel akan mengalami penurunan sehingga sekresi GnRH juga akan terpengaruh, namun menjelang menopause sekresi GnRH akan meningkat karena folikel sudah tidak ada lagi dan tidak akan yang memberikan umpan balik negatif kepada GnRH, maka itu sekresi GnRH pada orang menopause tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan kadar LH berdasarkan perempuan dengan usia subur yang mengalami gangguan menstruasi. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional analitik, dalam penelitian ini terdapat 74 perempuan usia subur (15-45 tahun) yang mengalami gangguan menstruasi yang terlibat. Data pada penelitian didapatkan dengan menggunakan data sekunder yang berasal dari hasil pemeriksaan laboratorium dan kuesioner SCL-90 pada penelitian ?Peranan Adiponektin terhadap Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) dan Hubungannya dengan Faktor Genetik, Endokrin, dan Metabolik?. Data pada penelitian ini dianalisis dengan menggunakan program SPSS for Windows versi 17.0 dengan analisis chi-square. Berdasarkan analisis, didapatkan hasil bahwa proporsi usia dibawah 30 tahun yang memiliki kadar LH yang tergolong normal lebih tinggi dibandingkan dengan proporsi usia dibawah 30 tahun yang mempunyai kadar LH abnormal yaitu masing-masing nilainya 60,9% dan 39,1%. Perbedaan proporsi tersebut secara statistic bermakna dengan P sama dengan 0,009. Sementara, tidak terdapat perbedaan bermakna kadar LH pada aktivitas fisik, status gizi, gejala gangguan mental emosional, serta status SOPK perempuan dengan gangguan menstruasi. Dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa usia memiliki peran dalam perbedaan kadar LH pada perempuan dengan gangguan menstruasi.

Reproductive age is the most important phase in women?s reproductive cycle. In most women the reproductive age is around 15-46 years old. Age has influence on GnRH secretion, when women take the third and fourth decades of follicles will decrease so the secretion of GnRH may also be affected, but the menopause GnRH secretion will increase as the follicle is no longer there and that will not give negative feedback to GnRH, the GnRH secretion was higher in the menopause. This study aimed to compare the levels of LH by women of reproductive age, especially in women with menstrual disorders. The study design is cross-sectional analytic involving 74 women of childbearing age (15-45 years) who experience menstrual disorders. The study was conducted using secondary data derived from the results of laboratory tests and the SCL-90 questionnaire of study titled "The Role of Adiponection to polycystic ovary syndrome (PCOS) and Its Relationship to Genetic Factors, Endocrine and Metabolic". Data analysis was performed with SPSS for Windows version 17.0 using chi-square analysis. Based on the analysis, showed that the proportion aged under 30 years who have a relatively normal LH levels higher than the proportion aged under 30 years who have abnormal levels of LH values ​​respectively 60.9% and 39.1%. The difference was statistically significant proportion of the P equals 0.009. Meanwhile, there were no significant differences in the levels of LH in physical activity, nutritional status, symptoms of mental, emotional, as well as the status of PCOS women with menstrual disorders. It can be concluded that there are differences in the role of age in LH levels in women with menstrual disorders."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Nabhila Artenia Kezia Finelly
"Latar Belakang: Penyakit periodontal tidak hanya mempengaruhi kesehatan mulut, tetapi juga berkontribusi pada berbagai gangguan sistemik termasuk hiperlipidemia yang merupakan salah satu faktor risiko utama dari penyakit kardiovaskular. Mekanisme inflamasi yang mendasari penyakit periodontal diyakini dapat memengaruhi metabolisme lipid, sehingga memperburuk profil lipid pasien. Perawatan periodontal non-bedah telah diusulkan sebagai intervensi potensial untuk dapat mengurangi peradangan sistemik dan memperbaiki profil lipid pada beberbagai studi, tetepi hasil penelitian sebelumnya menunjukkan temuan yang tidak konsisten. Tujuan: Mengetahui pengaruh perawatan periodontal non-bedah pada pasien dengan hiperlipidemia dan periodontitis terhadap kadar biomarker pro-inflamasi TNF-α, IL-1β, IL-6, dan CRP serta profil lipid. Metode: Pencarian studi melalui basis data elektronik menggunakan pedoman Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta Analysis (PRISMA). Studi yang sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi, kemudian dinilai risiko biasnya. Selanjutnya, dilakukan meta-analisis. Hasil: Sintesis kualitatif menunjukkan adanya hasil yang signifikan terhadap pengaruh perawatan periodontal non-bedah pada penurunan kadar TNF-α, IL-1β, dan IL-6 pasca perawatan, tetapi tidak ditemukan adanya penurunan kadar yang signifikan pada biomarker CRP dan profil lipid pasca perawatan. Meta-analisis sebelum dan sesudah perawatan periodontal non-bedah menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan secara statistik pada kadar IL-6 dengan perbedaan rerata -0,74 pg/mL (95% CI:[-0.90;-0.57], p<0,00001) dan kadar TC dengan perbedaan rerata -36,19 (95% CI: [-61,00; - 11,38], p = 0,004) serta tidak terdapat pengaruh signifikan terhadap kadar HDL dengan perbedaan rerata 0,12 (95% CI: [-2,28; 2,52], p = 0,92). Kesimpulan: Perawatan periodontal non-bedah pada pasien dengan hiperlipidemia dan periodontitis menunjukkan pengaruh yang signifikan pada kadar TNF-α, IL-1β, dan IL-6, tetapi kadar CRP dan profil lipid tidak menunjukkan padanya pengaruh yang signifikan pasca perawatan pada pasien dengan hipelipidemia dan periodontitis.

Background: Periodontal disease not only affects oral health but also contributes to a variety of systemic disorders including hyperlipidemia which is one of the major risk factors for cardiovascular disease. The inflammatory mechanisms underlying periodontal disease are believed to affect lipid metabolism, thereby worsening the lipid profile of patients. Non-surgical periodontal treatment has been proposed as a potential intervention to reduce systemic inflammation and improve lipid profiles in various studies, despite previous findings showing inconsistent findings. Objective: To determine the effect of non-surgical periodontal treatment in patients with hyperlipidemia and periodontitis on the levels of pro-inflammatory biomarkers, TNF-α, IL-1β, IL-6, and CRP as well as lipid profile. Methods: Study searches were conducted through electronic databases using the Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta Analysis (PRISMA) guidelines. Studies that meet the inclusion and exclusion criteria are then assessed for bias risk. Next, a meta-analysis was carried out. Results: Qualitative synthesis showed significant results on the effect of non-surgical periodontal treatment on the reduction of TNF-α, IL-1β, and IL-6 levels after treatment, but no significant reduction in CRP and lipid profile was found after treatment. Meta-analyses before and after non-surgical periodontal treatment showed a statistically significant effect on IL-6 levels with a mean difference of -0.74 pg/mL (95% CI:[-0.90;-0.57], p<0.00001) and TC levels with a mean difference of -36.19 (95% CI: [-61.00; - 11.38], p = 0.004). There is no significant effect on HDL levels with a mean difference of 0.12 (95% CI: [-2.28; 2.52], p = 0.92). Conclusions: Non-surgical periodontal treatment in patients with hyperlipidemia and periodontitis showed a significant effect on TNF-α, IL-1β, and IL-6 levels, but CRP levels and lipid profiles did not show a significant post-treatment effect on patients with hyperlipidemia and periodontitis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Addina
"Latar Belakang: Sejalan dengan kemajuan terapi agresif kanker, angka kesintasan hidup pasien kanker juga meningkat. Namun, peningkatan kesintasan hidup ini tidak berjalan paralel dengan peningkatan kualitas hidup, khususnya fungsi reproduksi. Sebanyak 68 survivor kanker usia reproduksi pasca kemoterapi atau radiasi menderita amenorrhea, pengurangan cadangan ovarium dan kegagalan ovarium dini. Namun, apakah fungsi reproduksi pasien kanker usia reproduksi sebelum mendapat terapi memang sudah menurun, masih terus diperdebatkan. Saat ini, salah satu untuk menilai fungsi reproduksi adalah dengan mengukur cadangan ovarium. Sedangkan, parameter terbaik untuk mengukur cadangan ovarium adalah dengan pengukuran kadar serum Anti Mullerian Hormone AMH . Selain mendapatkan prediksi cadangan ovarium, kadar AMH juga dapat digunakan untuk mengetahui usia biologis seseorang, dimana fungsi reproduksi lebih dipengaruhi oleh usia biologis. Tujuan: Mengetahui cadangan ovarium pasien kanker usia reproduksi sebelum mendapat terapi Metode: Penelitian potong lintang, dilakukan di tiga tempat, Poliklinik Ginekologi, Poliklinik Hematologi Onkologi - Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUPN Cipto Mangunkusumo, dan Poliklinik Ginekologi dan Unit Rawat Inap RS Kanker Dharmais, pada bulan Juni 2015 hingga Desember 2017. Sebanyak 88 subyek penelitian, terdiri dari 44 pasien kanker usia reproduksi sebelum mendapat terapi dan 44 pasien non-kanker berhasil direkruit pada penelitian ini. Pada subyek penelitian dilakukan pengambilan serum darah dan kemudian diperiksakan kadar AMH-nya. Hasil: Dari 88 subyek penelitian yang berhasil dikumpulkan. Rerata usia pada kedua kelompok didapatkan sama, yaitu 28 tahun. Kadar AMH kelompok kanker sebelum mendapat terapi didapatkan lebih rendah dibanding kelompok non kanker, yaitu 1.11 0.08-4.65 ng/ml vs 3.99 1.19-8.7 ; p: Background:.

In line with advance cancer therapy, survival rate of cancer patients is also increase. Unfortunately, this condition doesn rsquo;t run parallel with increase quality of life, especially reproductive function. Sixty-six per cent cancer survivors in reproductive age suffered from amenorrhea, premature ovarian failure and decreased ovarian reserved, after cancer therapy. But, does ovarian reserve in cancer patient already decreased before treatment, still being debated. Nowadays, the best parameter to measure ovarian reserve is by measuring serum Anti Mullerian Hormone AMH . Therefore, we can also predict biological age, that is more crucial to assess reproductive function. Objective:To study whether AMH level in cancer patient in reproductive age is already decreased before cancer therapy.Method:This cross-sectional study was conducted in Gynecology Policlinic, Hematology-Oncology Policlinik Departement of Internal Medicine Cipto Mangunkusumo Hospital and Dharmais Hospital, from June 2015 to December 2017. We enrolled 88 subjects, consist of 44 cancer patients in reproductive age before cancer treatment and 44 non-cancer patients. Blood serum was collected and level of AMH was measured.Results:The median age in both groups were 28 years. AMH level in the cancer group patients before cancer treatment were found significantly lower than the non-cancer group, 1.11 0.08-4.65 ng / ml vs 3.99 1.19- 8.7 ; p: "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T57608
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danny Darmawan
"Latar belakang: Asma merupakan penyakit ditandai peradangan saluran napas kronik. Satu dari tiga kasus tidak memberikan respon adekuat. Modalitas alternatif terapi  asma adalah magnesium inhalasi. Inhalasi magnesium memiliki efek samping sistemik minimal. Oleh karena itu, peran magnesium inhalasi perlu diteliti lebih lan
Tujuan: Penelitian bertujuan untuk mengetahui efektivitas dan keamanan pemberian magnesium inhalasi pada pasien dewasa mengalami  asma akut.
Metode: Penelusuran literatur dilakukan dua peneliti independen melalui: PubMed/ MEDLINE, Google Scholar, ProQuest, dan Cochrane dengan kata kunci “magnesium inhalasi” dan “serangan asma” dalam bahasa Inggris dan Indonesia. Pencarian manual dan snowballing dilakukan di portal data nasional. Studi yang dimasukkan adalah uji acak terkontrol mengenai perbandingan magnesium inhalasi dengan terapi standar pada serangan asma akut. Penilaian efektivitas berdasarkan parameter readmisi, tanda vital, perbaikan klinis, serta fungsi paru, sedangkan keamanan berdasarkan parameter efek samping. Protokol telaah sistematis didaftarkan pada PROSPERO.
Hasil: Lima artikel diikutsertakan dalam telaah sistematis. Dua artikel diikut-sertakan menilai aspek  readmisi. Tiga studi  menilai hubungan magnesium terhadap tanda vital pasien. Dua studi menilai tingkat keparahan penyakit dan perbaikan klinis. Studi menunjukkan tidak terdapat hubungan bermakna pemberian magnesium inhalasi pada aspek readmisi pasien (RR 1; IK 95% 0.92 - 1,08; p= 0,96), dan saturasi oksigen (MD  1,82; IK 95%: -0.89 - 4.53; p= 0.19). Ada penurunan bermakna laju napas pasien  (MD -1,72; IK 95% -3,1 -0.35; p= 0.01), dan perbaikan gejala pada pasien  (RR 0.29; IK95% 0.18 - 0.47; p <0.001). Ada peningkatan bermakna efek samping pasien magnesium inhalasi (HR 1.56; IK 95% 1.05 – 2.32; p= 0.32). Efek samping relatif ringan  berupa hipotensi dan rasa mual. 
Kesimpulan: Magnesium inhalasi memperbaiki  klinis pasien asma terutama gejala, laju napas, dan fungsi paru.  Magnesium inhalasi dikatakan aman jika diberikan pada pasien, namun hati-hati penggunaan pada pasien hipotensi.

Background:  Asthma is a disease characterized by chronic airway inflammation. Asthma occurs to many people worldwide. One third of asthmatic case did not respond adequately to standard therapy (Short Acting Beta Agonist, Anticholinergic, Corticosteroid). One of alternative treatment of asthma is inhaled magnesium.  Theoretically, inhaled magnesium is thought to have less systemic side effect and could act directly to respiratory tract. However, the role of inhaled magnesium therapy is not established yet.
Objective: This review is made to evaluate the effectiveness and safety of nebulized magnesium in adult with acute asthma attack.
Methods: Literature search was conducted by two independent investigators through online databases: PubMed/MEDLINE, Cochrane, ProQuest, and Google scholar using the keywords “inhaled magnesium” and “asthma” in English and Indonesian. Manual searches and snowballing were carried out through national data portals and medical faculty e-libraries. Journal articles included in this study are randomized controlled trials that observed inhaled magnesium in adult with acute asthma attack. All the protocol of this systematic review has been registered in PROSPERO.
Result: There are five articles included in this review. Two of them evaluate the effect of magnesium in term of readmission, three of the studies measures effect of magnesium in vital sign, and two of them evaluate the effect of magnesium in term of severity of asthma There is no significant difference in readmission rate and oxygen saturation in magnesium group compared to control (RR 1; 95% CI 0.92 to 1,08; p= 0,96 and MD 1,82; 95% CI -0.89 to 4.53; p= 0.19, respectively). There is significant reduction of respiratory rate and clinical severity in magnesium (MD -1,72; 95% CI   -3,1 to 0.35; p= 0.01, RR 0.29; 95% CI 0.18 to 0.47; p <0.001, respectively). There was a higher risk of side effect in magnesium group (HR 1.56; 95%CI 1.05 to 2.32; p= 0.03). However, the side effect is relatively mild such as hypotension and nausea.
Conclusion: Inhaled magnesium improves clinical outcome for patient with asthma attack especially lung function, improvement of clinical outcome, and lung function. Moreover, Inhaled magnesium is considered safe to be given to asthmatic patient. However, the inhaled magnesium is given with caution in patient with hypotension.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>