Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 154352 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lintuuran, Rivo Mario Warouw
"Latar Belakang: Belum ada hubungan konsisten antara kadar seng dalam serum dengan gangguan fungsi eksekutif pada anak dengan GPPH. Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi perbedaan rerata kadar seng dalam serum pada anak GPPH dengan gangguan fungsi eksekutif, tanpa gangguan fungsi eksekutif and anak non GPPH, dan korelasi antara kadar seng dalam serum dengan fungsi eksekutif pada anak GPPH.
Metode: Penelitian ini adalah studi potong-lintang dengan kontrol. Sembilan puluh anak dari dua Sekolah Dasar di Jakarta diambil secara acak sebagai subjek penelitian yang dibagi dalam 30 anak GPPH dengan gangguan fungsi eksekutif, 30 anak GPPH tanpa gangguan fungsi eksekutif, dan 30 anak non GPPH. Kadar seng dalam serum diperiksa dengan metode Inductively Coupled Plasma-Mass Spectrophotometry. Fungsi eksekutif didapatkan melalui pemeriksaan BRIEF versi bahasa Indonesia. Analisis data menggunakan SPPS for Windows versi 20.
Hasil: Dari seluruh subjek penelitian, 75% mengalami defisiensi seng. Ditemukan 60% anak GPPH dengan gangguan fungsi eksekutif memiliki kadar seng tidak normal. Rerata serum seng pada anak GPPH dengan gangguan fungsi eksekutif adalah 59.40 g/dL, pada anak GPPH tanpa gangguan fungsi eksekutif adalah 55.36 g/dL, dan pada anak non GPPH adalah 52.93 g/dL. Tidak ada perbedaan bermakna pada rerata serum seng antara tiga kelompok (p = 0.119). Korelasi antara kadar seng pada anak GPPH dengan fungsi eksekutif adalah r=0.128.
Kesimpulan: Kadar seng dalam serum tidak berhubungan secara langsung dengan gangguan fungsi eksekutif, namun diduga berhubungan dengan gejala klinis GPPH. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui lebih jelas hubungan antara seng dalam serum dengan fungsi eksekutif pada anak dengan GPPH.

Background: It was assumed that there might be association between serum zinc level and executive function in children with ADHD. This study aimed to identify mean differences between serum zinc in ADHD children with executive dysfunction, without executive dysfunction, and non ADHD children, and to find correlation between serum zinc level and executive function in children with ADHD.
Method: This was a cross-sectional study with control group. Ninety children from two elementary schools in Jakarta were randomly selected as research subjects. They were categorized into ADHD children with executive dysfunction (n=30), ADHD children without executive dysfunction (n=30), and non ADHD children (n=30). Serum zinc was analyzed using Inductively Coupled Plasma-Mass Spectrophotometry method. Executive function was examined using BRIEF-Indonesian version. Data was analyzed using SPSS 20 for Windows.
Result: Seventy five percent of research subjects experinced zinc deficiency. Meanwhile, 60% of children with ADHD suffered from zinc deficiency. There was no significant difference in mean serum zinc between ADHD children with executive dysfunction, without executive dysfunction, and non ADHD children (59.40 g/dL vs. 55.36 g/dL vs. 52.93 g/dL, p=0.119). The coefficient correlation between serum zinc level and executive function in ADHD children was 0,128.
Conclusion: Serum zinc level might not associate directly with executive dysfunction, however it might link with clinical symptoms of ADHD. Further study needs to be done in order to obtain a more clear understanding of serum zinc and executive function in children with ADHD.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ridwan El Muhaimin
"Latar Belakang : Gangguan Pemusatan Perhatian/ Hiperaktivitas (GPPH) merupakan gangguan psikiatrik yang sering dijumpai dan diduga terkait dengan gangguan fungsi eksekutif serta defisiensi mikronutrien salah satunya zat besi (feritin). Feritin diperkirakan terkait dengan fungsi eksekutif pada GPPH dalam aktivitasnya pada sistem dopaminergik.
Tujuan : Mengetahui hubungan antara kadar feritin dalam serum dan fungsi eksekutif pada anak dengan GPPH.
Metode : Desain penelitian ini adalah potong lintang memakai data sekunder, membandingkan rerata kadar feritin dalam serum 22 anak GPPH dengan gangguan fungsi eksekutif , 22 anak GPPH tanpa fungsi eksekutif, dan 22 anak Sehat yang berusia 6-12 tahun. Uji Kruskal Wallis digunakan untuk mengetahui perbedaan yang bermakna diantara ketiga kelompok tersebut dan uji analisis Mann-Whitney digunakan untuk mengetahui perbedaan bermakna pada kelompok anak GPPH. Penegakkan diagnosis GPPH memakai Mini-International Neuropsychiatric Interview-kid (MINI KID), Gangguan Fungsi Eksekutif ditentukan dengan Behavior Rating Inventory of Executive Function versi Bahasa Indonesia (BRIEF-BI).
Hasil : Nilai rerata feritin dalam serum sebesar 48,4 ng/mL pada kelompok anak GPPH tanpa gangguan fungsi eksekutif, sebesar 43,5 ng/mL pada kelompok anak GPPH dengan gangguan fungsi eksekutif, serta sebesar 44,0 ng/mL pada kelompok anak sehat. Dari uji Kruskal Wallis Tidak didapatkan perbedaan bermakna antara rerata kadar feritin pada kelompok anak GPPH tanpa gangguan fungsi eksekutif, kelompok anak GPPH dengan gangguan fungsi eksekutif, dan kelompok anak sehat (p > 0,05). Tidak didapatkan perbedaan yang signifikan juga antar kelompok GPPH dengan uji Mann-Whitney (p >0,05).
Kesimpulan : Pada penelitian ini tidak didapatkan adanya perbedaan rerata kadar feritin dalam serum antara GPPH dengan gangguan fungsi eksekutif, GPPH tanpa gangguan fungsi eksekutif, dan anak Sehat yang secara statistik signifikan. Diperlukan studi lebih lanjut untuk melihat peran feritin pada aktivitas dopaminergik otak pada anak GPPH.

Background : Attention Deficit/ Hiperactivity Disorders (ADHD) is a common psychiatric disorder and associated with impaired executive function as well as one of micronutrient deficiencies such iron (ferritin). It has been suggested that ferritin was associated with executive function in ADHD trough activity on the dopaminergic system.
Objectives : To find the relationship between ferritin serum levels and executive function in children with ADHD.
Methods : This study is cross-sectional using secondary data, comparing the mean levels of ferritin serum in 22 ADHD children with impaired executive function, 22 ADHD children with normal executive functions, and 22 healthy children aged 6-12 years. Kruskal Wallis test was performed to determine significant differences among the three groups and Mann-Whitney test analysis test was performed to determine significant differences between ADHD group. The diagnosis of ADHD was diagnosed by MINI KID, while executive function were assessed with BRIEF-Indonesian version.
Results : Mean values obtained in ferritin serum was 48.4 ng / mL in ADHD children with normal executive function, 43.5 ng / mL in ADHD children with impaired executive function, and 44.0 ng / mL in healthy children . With Kruskal Wallis test analysis, there were no significant differences between ferritin serum levels in the group of ADHD children with normal executive function, ADHD children with impaired executive function, and a group of healthy children (p > 0.05). There were also no significant differences between ADHD group with mann-Whitney test analysis (p >0.05).
Conclusions : In this study, there has been found no statistical significant differences in ferritin serum levels between ADHD with impaired executive function, ADHD with normal executive function, and healthy children. Further study is needed to look at the role of ferritin in dopaminergic activity within the brain of ADHD children.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Artanti Putri Widiantoro
"Prevalensi anak dengan GPPH mencapai 10,12% dari total populasi anak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara bedtime routine dan gangguan tidur pada anak dengan GPPH, identifikasi bedtime routine tidur pada anak dengan GPPH, serta gangguan tidur yang mereka alami. Penelitian ini dilakukan pada bulan September – Desember 2024 secara daring menggunakan teknik purposif sampling dengan mengisi kuesioner dalam bentuk Google form yang disebarluaskan melalui media sosial dan di beberapa sekolah luar biasa (SLB). Responden dalam penelitian adalah orang tua yang memiliki anak dengan GPPH usia 4 – 10 tahun (n = 83). Mayoritas anak pada penelitian ini adalah laki – laki (67,5%), berusia prasekolah (50,6%), dan mengikuti terapi GPPH (69,9%). Didapatkan hubungan yang signifikan antara bedtime routine dan gangguan tidur pada anak GPPH (ρ = -0,332; p = 0,002).

The prevalence of children with ADHD is 10.12% of the total population. This study aims to analyze the relationship between bedtime routines and sleep disorders in children with ADHD, identify bedtime routines in children with ADHD, and identify the sleep disorders they experience. The research was conducted from September to December 2024 online using purposive sampling. Data collection involved questionnaires distributed via Google Forms through social media and at several special education schools. Respondents were parents of children with ADHD aged 4–10 years (n = 83). The majority of children in this study were male (67.5%), preschool-aged (50.6%), and undergoing ADHD therapy (69.9%). A significant relationship was found between bedtime routines and sleep disorders in children with ADHD (ρ = -0.332; p = 0.002)."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rininta Mardiani
"Latar Belakang: Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) merupakan salah satu gangguan jiwa pada anak, dengan tiga gejala utama yaitu kesulitan memusatkan perhatian, hiperaktivitas dan impulsivitas. Hingga saat ini, belum dapat disimpulkan penyebab pasti terjadinya GPPH, namun dari berbagai penelitian menunjukkan berkaitan dengan nutrisi yaitu adanya defisiensi seng.
Tujuan: Mengetahui perbedaan rerata antara kadar seng dalam serum pada anak dengan GPPH dibandingkan dengan kelompok kontrol anak sehat, serta mengetahui hubungan antara rerata kadar seng dalam serum dengan gejala klinis pada anak dengan GPPH.
Metodologi: Desain penelitian ini adalah potong lintang. Kontrol adalah anak sehat. Penelitian dilakukan di SDN 01 Pagi KampungMelayu, Jakarta Timur, pada bulan Mei – Juni 2013. Jumlah sampel yang dibutuhkan pada masing-masing kelompok yaitu anak dengan GPPH dibandingkan dengan anak sehat, sebesar 42.
Hasil: Didapatkan rerata kadar seng dalam serum untuk kelompok anak GPPH sebesar 52,50 µg/L dan kadar seng dalam serum untuk kelompok anak sehat sebesar 51,50 µg/L. Tidak ada perbedaan rerata yang bermakna antara kedua kelompok. Tidak ada hubungan bermakna antara kadar seng dalam darah dengan gejala klinis GPPH.
Simpulan: Tidak didapatkan perbedaan bermakna rerata kadar seng dalam darah pada kelompok anak GPPH dibandingkan anak yang sehat, dan tidak didapatkan hubungan bermakna kadar seng dalam darah pada anak GPPH dengan gejala klinis GPPH.

Background: ADHD is a disorder commonly met at children with attention deficiency, hyperactivity, and impulsivity as prominent symptoms. Up until now, the definite causal of ADHD remains unclear, but some studies showed its correlation to zinc deficiency.
Objective: This study aimed to acknowledge the discrepancy between serum zinc level mean of ADHD children group and healthy children control group and the correlation between serum zinc level and clinical symptoms on ADHD children.
Methods: The study designed used cross sectional with control is healthy children. The study was conducted at SDN 01 Pagi Kampung Melayu, East Jakarta, Mei - June 2013. The number needed for each sample group was 42.
Result: The result showed serum zinc level mean was 52,50 µg/L in ADHD children group and 51,50 µg/L in healthy children group. There is no significant difference between them. There is no significant difference between serum zinc level mean and ADHD clinical symptoms.
Conclusion: There is no significant difference between serum zinc level mean in ADHD children group and healthy children group, and there is no significant correlation between ADHD children serum zinc level and ADHD clinical symptoms.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Theodorus Tuahta Syalom
"Latar belakang: GPPH merupakan neurodevelopmental disorder dengan prevalensi dan tingkat disabilitas tertinggi pada kelompok anak dan remaja. Kondisi ini umumnya ditatalaksana dengan menggunakan metilfenidat untuk meningkatkan derajat fungsionalitas pada aspek fisik, psikis, maupun sosial. Meskipun demikian, penggunaan metilfenidat secara kronis (≥1 tahun) dinilai berpotensi menimbulkan efek samping berupa peningkatan gejala ansietas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan durasi penggunaan metilfenidat dengan tingkat ansietas pada anak dan remaja dengan GPPH di RSCM, serta variabel luar yang dapat berhubungan dengan tingkat ansietas pada subjek penelitian.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dan dilakukan pada 64 anak dan remaja berusia 7 – 17 tahun dengan GPPH di RSCM (32 subjek pada masing-masing kelompok dengan durasi penggunaan metilfenidat < 1 tahun dan ≥1 tahun). Penelitian dilakukan dengan menggunakan lembar data responden yang dikonfirmasi dengan rekam medis elektronik pasien untuk mengetahui durasi penggunaan metilfenidat serta variabel luar yang dapat mempengaruhi tingkat ansietas pada subjek (jenis kelamin, tatalaksana nonfarmakologi, tingkat pendidikan, tipe GPPH, derajat keparahan GPPH) serta kuesioner tervalidasi CSAS-C yang telah dimodifikasi untuk menilai tingkat ansietas subjek. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji Mann-Whitney untuk menilai hubungan antara variabel durasi penggunaan metilfenidat dengan tingkat ansietas. Analisis hubungan antara variabel luar dengan tingkat ansietas dilakukan dengan uji Mann-Whitney (variabel jenis kelamin, variabel tatalaksana nonfarmakologi), uji Kruskal-Wallis (variabel tingkat pendidikan, variabel tipe GPPH) dan uji korelasi Spearman (variabel derajat keparahan GPPH).
Hasil: Sebagian besar subjek memiliki jenis kelamin laki-laki (78,1%) dengan median usia 10 tahun (7 – 17 tahun), rerata usia diagnosis 7 ± 3,04 tahun, tipe diagnosis GPPH-NOS (46.9%), dan mendapatkan tatalaksana nonfarmakologi berupa konseling (100%) dan psikoterapi (98,4%). Hasil uji Kolmogorov-Smirnov terhadap tingkat ansietas dibandingkan dengan faktor durasi penggunaan metilfenidat menunjukkan distribusi tidak normal (p<0,05), dengan median 26 (20 – 50). Variabel luar yang berhubungan dengan tingkat ansietas pada subjek adalah tipe diagnosis GPPH (p = 0,021). Hasil uji Mann-Whitney menunjukkan hubungan yang tidak signifikan antara durasi penggunaan metilfenidat dan tingkat ansietas pada subjek (p = 0,814).
Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara durasi penggunaan metilfenidat dengan tingkat ansietas pada anak dan remaja dengan GPPH di RSCM.

Introduction: ADHD is a neurodevelopmental disorder with the highest prevalence and disability level among children and adolescents. It is usually treated with methylphenidate to increase the degree of functionality in physical, psychological, and social aspects. However, chronic methylphenidate treatment (≥1 year) is considered to have a potential side effect of increasing anxiety levels. Therefore, this study aims to determine the association between the duration of methylphenidate treatment and anxiety levels in children and adolescents with ADHD and the associations between other extraneous variables and anxiety levels of the samples.
Method: This study used a cross-sectional design and was conducted on 64 children and adolescents aged 7-17 years old with ADHD that were treated with methylphenidate in RSCM. Equal 32 subjects were included in each group based on the duration of methylphenidate treatment (< 1 and ≥1 year of duration). This study used a respondent data sheet, confirmed with the patient’s EMR, to gain information regarding the duration of methylphenidate treatment and other extraneous variables which potentially affect anxiety levels of the samples (gender, nonpharmacological treatments, level of education, ADHD subtypes, severity of the ADHD). This study used a validated questionnaire (modified CSAS-C) to evaluate the anxiety levels of the samples. Data analysis was conducted using the Mann-Whitney test to evaluate the association between the duration of methylphenidate treatment and anxiety levels. Associations between extraneous variables and anxiety levels in samples were also analyzed using the Mann-Whitney test for gender & nonpharmacological treatments variables, Kruskal-Wallis test for the level of education & ADHD subtypes variables, and the Spearman correlation test for severity of the ADHD variable.
Result: The majority of the samples were male (78,1%) with a median age of 10 years (7 – 17), average diagnosis age of 7 ± 3,04 years, predominantly ADHD-NOS subtypes, and were majorly treated with counseling (100%) and psychotherapy (98,4%). Kolmogorov-Smirnov test for anxiety levels showed that the data is not normally distributed (p<0,05), with a median score of 26 (20 – 50). An extraneous variable that was significantly associated with anxiety levels of the samples is the ADHD subtypes (p = 0,021). The Mann-Whitney test showed no significant association between the duration of methylphenidate treatment and anxiety levels in the samples.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Citra Fitri Agustina
"Latar Belakang : Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) merupakan
gangguan psikiatrik paling sering dijumpai pada anak, dengan prevalensi 26,2 % di Jakarta.
Berbagai penelitian menyatakan patofisiologi GPPH terkait dengan aktivitas dopaminergik,
yang diduga dipengaruhi oleh serum feritin.
Tujuan: Mengetahui hubungan kadar feritin dengan gejala klinis GPPH serta mengetahui
adakah perbedaan kadar feritin pada anak GPPH dan bukan GPPH
Metode: Desain penelitian ini adalah potong lintang, membandingkan 47 anak GPPH dan 47
anak sehat sebagai kontrol yang berusia 7-12 tahun (rerata usia 9,09± 1,29). Uji korelasi
Spearman digunakan untuk mengetahui hubungan kadar feritin dengan gejala klinis GPPH.
Pemeriksaan serum feritin menggunakan metode Electrochemiluminescent ImmunoAssay
(ECLIA). Diagnosis GPPH ditegakkan dengan MINI KID sedangkan gejala klinis GPPH
dinilai berdasarkan SPPAHI.
Hasil : Tidak didapatkan hubungan bermakna antara kadar feritin dengan gejala klinis GPPH,
koefisien korelasi 0,108 (p>0,05). Rerata kadar feritin anak GPPH adalah 38,7 ng/mL
(median), yang tidak berbeda bermakna dengan kontrol (median 28 ng/mL).
Kesimpulan: Pada penelitian ini, tidak terbukti adanya hubungan antara feritin dengan gejala
klinis GPPH. Masih diperlukan studi lebih lanjut untuk melihat peran feritin melalui dopamin
pada GPPH.

Background : Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) is the most common
psychiatric disorder in children with prevalence of 26,2% in Jakarta. Various studies have
acknowledged the pathophysiology of ADHD in relation to dopaminergic activity possibly
influenced by serum ferritin
Objectives: To find relationship between ferritin level with clinical symptomsof ADHD, and
to identify any difference in ferritin level in children with and without ADHD.
Methods: This study is cross sectional by design, comparing 47 ADHD children and 47
healthy controls aged 7-12 years old (mean age 9.09 ± 1,29). Spearman test was performed to
find correlation between ferritin level and clinical symptoms of ADHD. Serum ferritin was
examined using Electrochemiluminescent ImmunoAssay (ECLIA) method. ADHD was
diagnosed by MINI KID while clinical symptoms of ADHD were assessed with SPPAHI.
Results : No signification correlation was found between ferritin level and clinical symptoms
of ADHD, coefficient correlation 0,108 (p> 0,05). Mean ferritin level of ADHD children was
38,7 ng/mL (median) and was not significant in comparison to control group (median 28
ng/mL)
Conclusions: In this study, ferritin has been found to have no correlation with clinical
symptoms of ADHD. Further study needs to be performed to identity ferritin role through
dopamine in ADHD
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Allysa Soraya Safitri
"Tingginya screen time anak telah meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai dampak negatif dari screen time. Beberapa penelitian mengasosiasikan gejala gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH) dengan screen time berlebih. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara screen time dengan gejala GPPH pada anak. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dan kuesioner Skala Penilaian Perilaku Anak Hiperaktivitas Indonesia (SPPAHI) yang diisi oleh orang tua dengan latar belakang pendidikan minimal SMP atau sederajat. Kuesioner disebarkan ke seluruh murid SD Negeri Beji 1 Depok dan didapatkan total 227 data, data yang ada lalu dipilih secara acak dan didapatkan 95 data untuk dianalisis.
Hasil analisis Chi-Square menunjukkan adanya hubungan yang bermakna secara statistik antara screen time dengan gejala GPPH pada anak (p = 0,035). Anak dengan screen time berlebih memiliki peluang mengalami GPPH 3,1 kali lebih tinggi dibandingkan anak dengan screen time tidak berlebih (IK 95% = 1,051-9,174). Oleh karena itu, perlu dilakukan pembatasan screen time untuk menurunkan peluang terjadinya GPPH pada anak.

High level of screen time among children has raised public awareness about its negative impact. Some studies associate attention deficit and hyperactivity disorder (ADHD) with excessive amount of screen time. The objective of this research is to analyze the association between screen time and ADHD symptoms in children. A cross sectional study was used for this research along with SPPAHI questionnaire, which was filled by parents with a minimum educational background of junior high school. The questionnaire was distributed to all students of SD Negeri Beji 1 Depok and a total of 227 data were collected, 95 data were selected randomly and used as sample for data analysis.
These data were analyzed using Chi-square test and showed a significant relationship between screen time and ADHD symptoms in children (p = 0.035). Children with excessive amount of screen time are 3.1 times more likely to develop ADHD than children who do not have excessive amount of screen time (95% CI = 1.051-9.174). Therefore, screen time limitation is needed to reduce the odds of developing ADHD in children.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteraan Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A.A. Ngurah Agung Wigantara
"Latar belakang: Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktif (GPPH) adalah gangguan neurobehavioral yang ditandai dengan gejala kurangnya perhatian, sifat hiperaktif, dan impulsif. GPPH dikenal sebagai kelainan psikiatri yang paling sering dideraita oleh anak-anak. GPPH dapat berlanjut menjadi gangguan lain dan dapat juga mengganggu perkembangan anak. Dikarenakna alas an yang telah tersebut, mengetahui apa saja factor pendukung dan hubungannya terhadap prevalensi ADHD menjadi penting.
Metode: Penelitian ini merupakan penilitan cross sectional yang dilakukan di tiga sekolah dasar di Jakarta. Data didapat melalui kuisioner yang diberikan pada subyek dan orang tua subyek. Kemudian data dianalisis menggunakan program SPSS 19 dan metode chi-square dan fischer test.
Hasil: Berdasarkan hasil studi analisis deteksi dini didapatkan 69,6% anak dengan GPPH. Terdapat 4 faktor yang telah teranalisa dan hanya ayah merokok yang memberikan hasil yang signifikan(p=0,029).
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara ayah merokok dengan anak GPPH dan prevalensi GPPH di Jakarta cukup tinggi(69,6%).

Background: Attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD) define as disorder of neurobehaviour which has symptom of inattention, impulsivity and hyperactivity. This disorder is renown as the most psychiatric problem for children. ADHD can lead to several disturbances that will affect growth development. For all the reason that have been stated, it is necessary to understand the contributing factors of ADHD and the relationship with its prevalence as well.
Method: The study uses cross sectional design and it is conducted in three elementary schools in Jakarta. The data was obtained by a questionnaire with some and give n to subjects and parent subjects. Then the data will be analysed using SPSS 19 with several test like chi-square and fischer test.
Results: Based on the analysis of early detection, it is found that 69,6% of all children have ADHD. There are 4 factors that have been analysed but only paternal smoking that give significant result(p= 0,029).
Conclusion: There is relationship between paternal smoking with ADHD patient and prevalence of ADHD in Jakarta is quite high(69,6%).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Emanuella Gideon
"[Kemampuan untuk mempertahankan perhatian merupakan masalah bagi anak dengan gangguan atensi dan hiperaktivitas. Latihan pemusatan perhatian dengan latihan fisik mampu meningkatkan rentang perhatian pada anak dengan gangguan atensi dan hiperaktivitas serta efeknya cenderung bertahan lama. Sedangkan intervensi dengan kegiatan membaca juga terbukti mampu meningkatkan rentang perhatian namun efeknya cenderung menghilang setelah intervensi tidak diberikan lagi. Penelitian ini menggunakan desain penelitian eksperimen (N=15), yang bertujuan untuk membandingkan efektivitas latihan fisik dan kegiatan membaca dalam meningkatkan rentang perhatian pada anak dengan gangguan atensi dan hiperaktivitas. Peningkatan rentang perhatian diukur
ketika anak membaca dengan teknik observasi menggunakan perhitungan waktu dalam detik. Penelitian ini juga menggunakan pengukuran gejala gangguan atensi dan hiperaktivitas dengan alat ukur Vanderbilt ADHD Rating Scale.;The ability to maintain attention is a problem for children with attention and hyperactivity disorder. Attention exercise with physical exercise can increase attention span in children with attention and hyperactivity disorder, and the effects
of these intervention was durable. While attention exercise with reading activity can also increase attention span, but the effect tends to disappear after the intervention was not continue. This research used an experimental design (N = 15), which aims to compare the effectiveness of physical exercise and reading activitiy to increase attention span in children with attention and hyperactivity disorder. The attention span is measured when the children read by observation
techniques using a calculation time in seconds. This study also use the
measurement of attention and hyperactivity symptoms with Vanderbilt ADHD Rating Scale., The ability to maintain attention is a problem for children with attention
and hyperactivity disorder. Attention exercise with physical exercise can increase
attention span in children with attention and hyperactivity disorder, and the effects
of these intervention was durable. While attention exercise with reading activity
can also increase attention span, but the effect tends to disappear after the
intervention was not continue. This research used an experimental design (N =
15), which aims to compare the effectiveness of physical exercise and reading
activitiy to increase attention span in children with attention and hyperactivity
disorder. The attention span is measured when the children read by observation
techniques using a calculation time in seconds. This study also use the
measurement of attention and hyperactivity symptoms with Vanderbilt ADHD
Rating Scale.]"
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
T44154
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jason Anthony Wibowo
"Pengetahuan / pemahaman, persepsi, dan sikap dokter umum yang baik terhadap Gangguan Pemusatan Perhatian / Hiperaktivitas (GPPH) merupakan suatu nilai tambah bagi mereka. Hal ini dikarenakan dokter umum yang bekerja pada pusat layanan primer berperan dalam diagnosis dan penanganan awal pasien dengan GPPH. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan / pemahaman, persepsi, dan sikap terhadap GPPH diantara dokter umum di Jakarta, serta hubungannya dengan lama pengalaman praktik mereka.
Penelitian menggunakan rancangan potong lintang. Sampel adalah 384 dokter umum di Jakarta yang dipilih dengan metode uji acak sederhana. Data diperoleh dari kuisioner yang sudah diuji validitas dan reliabilitasnya (Pearson alpha >0.25; Cronbach’s alpha >0.7). Data yang didapat dianalisis dengan piranti lunak SPSS versi 20 untuk Macintosh.
Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar subjek penelitian mempunyai tingkat pengetahuan / pemahaman (54.9%), persepsi (58.1%), dan sikap (60.7%) terhadap GPPH yang rendah dan sangat rendah, dan adanya hubungan yang signifikan secara statistik dengan lama pengalaman praktik. Disimpukan bahwa diperlukan adanya edukasi lebih lanjut mengenai GPPH kepada dokter umum di Jakarta terlepas dari pengalaman praktik yang dimiliki.

A good knowledge / understanding, perception, and attitude among general practitioners towards Attention – Deficit / Hyperactivity Disorder (ADHD) is an own privilege. This is because general practitioners who work in primary health care have the role in early diagnosis and management of ADHD patients. This research has the objectives to know the level of knowledge / understanding, perception, and attitude towards ADHD among general practitioners in Jakarta, and to identify the association to their length of practice experience.
This research used cross-sectional design. The samples were 384 general practitioners in Jakarta who were selected through simple random sampling method. Data obtained from questionnaires that have been tested for its validity and reliability (Pearson alpha >0.25; Cronbach’s alpha >0.7), and were analyzed utilizing SPSS software 20th version for Macintosh.
The result showed that majority of the research subjects were have poor and very poor levels of knowledge / understanding (54.9%), perception (58.1%), and attitude (60.7%) towards ADHD, and there was a significant association with the length of practice experience statistically. Overall, further education regarding to ADHD is required to general practitioners in Jakarta regardless of their practice experience.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>