Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 138887 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adhi Azfar Tamin
"Sejak pemerintah memberlakukan kebijakan subsidi tetap untuk bahan bakar minyak (BBM) jenis solar, harga eceran solar bergerak secara cepat dan fluktuatif. Peraturan Presiden No.191 tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM telah memberi kewenangan kepada Menteri ESDM untuk menetapkan harga dasar dan harga jual eceran BBM, sehingga hampir sebulan sekali terjadi perubahan harga eceran solar.
Tujuan tesis ini adalah untuk menganalisis dampak kebijakan subsidi tetap harga BBM jenis solar terhadap perubahan harga sembako di Indonesia, dan menganalisis terjadinya transmisi harga antara harga solar dan harga sembako.
Berdasarkan pengujian dengan pendekatan teori Asymmetric Vertical Price Transmission dan model Error Correction (ECM), didapatkan bahwa hubungan antara harga solar dan harga sembako bersifat tidak simetris, yaitu ketika harga solar naik, maka harga telur, beras dan daging ayam naik, namun ketika harga solar turun, harga telur, beras dan daging ayam tidak ikut turun. Harga telur, beras dan daging ayam terkoreksi kembali kepada keseimbangan jangka panjangnya dalam jangka waktu 2 sampai 4 bulan. Sedangkan untuk komoditi jenis gula, susu, minyak goreng dan daging sapi, pergerakan harga keempat komoditi tersebut tidak memiliki hubungan kointegrasi dengan harga solar.
Faktor yang menyebabkan transmisi harga tidak simetris ini adalah kekakuan harga jasa transportasi dan perilaku spekulan yang memiliki market power dalam struktur pasar oligopoli, baik dalam rantai supply telur, beras dan daging ayam, dimana pedagang besar memiliki bargaining yang kuat dalam penentuan harga.

Ever since the government formally issued fixed subsidy policy for diesel fuel, the price of diesel fuel has been very dynamic and volatile. Presidential Decree No.191/2014 has given authority to the Minister of Energy and Mineral Resources for setting a basic price and selling price of diesel fuel. By the policy, the retail price of diesel fuel changes every month.
The purposes of this study are (1) to analyze the impact of fixed subsidy policy for diesel fuel on basic commodities price in Indonesia, and (2) to analyze price transmission between diesel fuel price and basic commodities price.
By using theory of asymmetric vertical price transmission and Error Correction Model (ECM), it can be shown that relations between diesel fuel price and basic commodities price is asymmetrical. It means when diesel fuel price increased, the price of eggs, rice and chicken meat increased accordingly, however, when diesel fuel price decreased, the price of egg, rice and chicken meat did not decrease. The price of egg, rice and chicken meat will be corrected to its long-term equilibrium with the diesel price for 2 to 4 months. Meanwhile, the price of other basic commodities such as sugar, milk, cooking oil and beef have not cointegrated with the diesel fuel price.
The asymmetric price transmission between diesel price and some of basic commodities is caused by price rigidity of transportation, and behavior of speculators which have market power in an oligopoly market structure in the supply chain of eggs, rice and chicken meat. In this case, big traders have a strong bargaining power for pricing.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
T43677
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danny Syahril Ardiyansyah
"Penelitian ini mencoba untuk melihat dampak harga bahan bakar minyak (BBM) terhadap biaya transportasi di desa-desa di wilayah kepulauan kecil dan wilayah terluar dengan mengambil kasus kebijakan BBM satu harga periode tahun 2017-2019. Kebijakan ini memiliki tujuan untuk memberikan harga jual yang sama terhadap premium dan solar di seluruh Indonesia sehingga masyarakat tidak terbebani dengan biaya transportasi. Menggunakan pendekatan difference-in-differences (DID), penelitian ini menganalisis dampak penerapan kebijakan BBM satu harga terhadap biaya transportasi di 170 desa. Biaya transportasi digambarkan dengan biaya transportasi per kilometer menuju pusat pemerintahan. Hasilnya menunjukkan bahwa kebijakan BBM Satu Harga dapat menurunkan biaya transportasi secara signifikan di wilayah terluar, namun belum dapat menurunkan biaya transportasi di wilayah kepulauan kecil. Setelah kebijakan BBM satu harga, biaya transportasi dari kantor kepala desa/kelurahan menuju ke kantor camat di desa dengan SPBU BBM satu harga di wilayah terluar secara signifikan lebih rendah sebesar Rp10.140 per kilometer jika dibandingkan dengan desa tanpa SPBU BBM satu harga, sementara di wilayah kepulauan kecil tidak secara signifikan lebih rendah sebesar Rp11.980 per kilometer. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan berbasis harga dapat menurunkan biaya transportasi di wilayah terluar, namun perlu mempertimbangkan kondisi geografis wilayah dalam penentuan lokasi penyalur BBM Satu Harga.

This study tries to see the impact of fuel oil (BBM) prices on transportation costs in villages in small islands and outermost regions by taking the case of the one price fuel policy for the 2017-2019 period. This policy aims to provide the same selling price for premium and diesel throughout Indonesia so that people are not burdened with transportation costs. Using the difference-in-differences (DID) approach, this study analyzes the impact of one price fuel policy implementation on transportation costs in 170 villages. Transportation costs are described by transportation costs per kilometer to the center of government. The results show that the one price fuel policy can significantly reduce transportation costs in the outermost regions, but has not been able to reduce transportation costs in small island regions. After the one price fuel policy, the transportation cost from the village head's office to the sub-district head's office in villages with one price fuel gas stations in the outer regions is significantly lower at IDR 10,140 per kilometer compared to villages without one price fuel gas stations, while in the small islands it is not significantly lower at IDR 11,980 per kilometer. The results of this study indicate that price-based policies can reduce transportation costs in the outermost regions, but it is necessary to consider the geographical conditions of the region in determining the location of one price fuel distributors."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simatupang, Thamrin Prima
"Penelitian ini ingin mengetahui dampak jangka pendek program BBM Satu Harga yang diterapkan tahun 2017 terhadap biaya transportasi di daerah tertinggal Indonesia. Penelitian ini mengobservasi 585 desa penerapan program BBM Satu Harga selama 3 tahun yaitu 2006, 2014 dan 2018 dengan total unit observasi sebanyak 1.755 desa. Dengan metode analisis Difference in Difference (DID), penelitian ini menunjukkan bahwa hingga 2018, program BBM Satu Harga berdampak signifikan pada penurunan biaya transportasi di daerah tertinggal khususnya desa-desa yang berjarak 15 km dari Stasiun Pengisian BBM Umum (SPBU) penyalur program. Terdapat dua saluran (channeling) efek program BBM Satu Harga terhadap biaya transportasi yaitu meningkatnya pasokan dan turunnya harga BBM dibandingkan sebelum program diterapkan. Penelitian ini juga menemukan bahwa desa-desa yang berjarak lebih dari 15 km dari SPBU program cukup banyak dan tidak mengalami dampak signifikan dari program. Hal ini menunjukkan bahwa banyak warga yang belum mendapatkan manfaat signifikan dari program ini.

This research wants to know the short-term impact of the One Price Fuel program implemented in 2017 on transportation costs in underdeveloped areas of Indonesia. This study observed 585 villages implementing the One Price Fuel program for 3 years, namely 2006, 2014 and 2018 with a total observation unit of 1,755 villages. With the Difference in Difference (DID) analysis method, this study shows that until 2018, the One Price Fuel program has a significant impact on reducing transportation costs in underdeveloped areas, especially villages that are 15 km from the public fuel stations (SPBU) program distributors. There are two channels of the effect of the One Price Fuel program on transportation costs, i.e the increasing in supply and decreasing in the price of fuel compared to before the program was implemented. This study also found that there were quite a lot of villages that were more than 15 km from the SPBU program and did not experience a significant impact from the program. It shows that many residents have not significant benefited from this program."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Restu Lestarianingsih
"Tahun 2007 pemerintah Indonesia melaksanakan program konversi minyak tanah menjadi LPG dengan meluncurkan LPG 3 Kg untuk rumah tangga tidak mampu dan usaha mikro. Pada pelaksanaannya, kemungkinan rumah tangga nonsasaran juga menggunakan LPG subsidi. Untuk menghindari penggunaan LPG subsidi oleh rumah tangga nonsasaran yang berimplikasi terhadap beban fiskal pemerintah, perlu pemahaman tentang perilaku rumah tangga dalam memilih LPG nonsubsidi. Pendapatan rumah tangga, harga dan ketersediaan bahan bakar menentukan pilihan jenis bahan bakar memasak rumah tangga. Namun, belum melihat hubungan tersebut dalam pemilihan antara LPG subsidi dan nonsubsidi sebagai bakar bakar memasak rumah tangga. Dengan menggunakan data Susenas Maret 2018 dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) yang berjumlah 194.062 rumah tangga Indonesia, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan pendapatan, Harga Eceran Tertinggi (HET) LPG subsidi dan kuota LPG subsidi sebagai representasi ketersediaan bahan bakar terhadap pilihan penggunaan LPG nonsubsidi di rumah tangga Indonesia tahun 2018. Menggunakan model estimasi Multinomial Logit, studi ini menemukan bahwa kenaikan pendapatan, kenaikan HET LPG subsidi, dan pengurangan kuota LPG subsidi berkorelasi dengan peningkatan peluang pemilihan LPG nonsubsidi sebagai bahan bakar memasak rumah tangga Indonesia tahun 2018. Selain itu, penelitian juga menemukan bahwa mayoritas pengguna LPG susbidi adalah rumah tangga nonmiskin.

In 2007, the Indonesia government launched a 3 kg LPG cylinder for poor households and micro-enterprises to reduce fuels subsidies burden. In implementation, the subsidized LPG may also used by non-target households which implicated to the goverment fiscal burden. In order to avoid this, its necessary to understand households behavior on non-subsidized LPG choices. Household income, fuel price and availability determine the choice of household cooking fuel types. However, existing studies have not seen the relationship between subsidized and non-subsidized LPG as household cooking fuel. Using March 2018 National Socio-Economic Survey (Susenas) and the Ministry of Energy and Mineral Resources (KESDM) information, this study examine the relationship between income, highest subsidized LPG retail price (HRP) and subsidized LPG quota as a representative of fuel availability in Indonesian households with subsidized and non-subsidized LPG choices as cooking fuel in 2018. Multinomial Logit model estimation result found that an increase in income, an increase in subsidized LPG HRP and a decrease in subsidized LPG quotas are correlated with an increase in chances of choosing non-subsidized LPG as Indonesian cooking fuel in 2018. Furthermore, this study revealed that the largest subsidized LPG users are non-poor households."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T54757
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irfana Hardiati
"ABSTRAK
Kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia menunjukkan tren yang terus meningkat dari tahun ke tahun dan volume BBM yang paling banyak digunakan adalah Minyak Solar. Pemerintah Indonesia saat ini masih memberikan subsidi untuk BBM jenis minyak solar pada sektor tertentu. Semakin meningkatnya konsumsi BBM terutama Minyak Solar, mengakibatkan besaran subsidi yang harus dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia juga semakin besar, sehingga menjadi beban yang cukup berat bagi anggaran belanja negara. Dengan demikian, diperlukan suatu mekanisme penentuan harga Minyak Solar bersubsidi yang tepat sehingga dapat meringankan beban tersebut. Metodologi Analytic Network Process digunakan untuk memilih mekanisme penentuan harga Minyak Solar bersubsidi dari beberapa alternatif, dimana beberapa kriterianya telah disaring melalui metode Delphi. Penelitian ini melibatkan pakar yang terkait dengan penentuan kebijakan harga BBM yaitu para pejabat pada beberapa kementerian di Indonesia sebagai reponden kuesioner. Penelitian ini menghasilkan kriteria yang dipertimbangkan oleh pemerintah Indonesia dalam menentukan harga Minyak Solar bersubsidi beserta urutan prioritasnya. Hasil akhir dari penelitian ini adalah terpilihnya mekanisme Price Smoothing Using Price Stabilization Fund (PSOF) sebagai mekanisme penentuan harga Minyak Solar bersubsidi terbaik dengan nilai prioritas paling tinggi dari tiga skenario mekanisme penentuan harga dengan metode Analytic Network Process

ABSTRACT
Fuel oil demand in Indonesia shows the trend that is increasing from year to year and the most widely used is diesel oil. Nowadays Indonesian government still provide subsidies for fuel oil especially on diesel oil for certain sectors. An increase in fuel oil consumption particularly those subsidized diesel oil, resulting in the amount of the subsidy that should be delivered by the Indonesian government also bigger, so that subsidies budget for this fuel oil become a heavy burden on state budget. Thereby, we need the proper fuel oil pricing mechanism especially on diesel oil for Indonesia, so that it can relieve this burden. Analytic Network Process method has been used to select the proper subsidized diesel oil mechanism of other alternatives, which some criterias has been filtered through a Delphi method. This research has involved experts associated with the determination of fuel oil pricing policy who are the officials at some of the ministry in Indonesia as the questionnaire respondent. This research generates the criterias that must be considered by the Indonesian government in determining the price of subsidized diesel oil and the order priority. The final result from this research is "Price Smoothing Using Price Stabilization
Fund" (PSOF) was chosen as the best subsidized diesel oil pricing mechanism with the highest priority score frm three pricing mechanism scenario using Analytic Network Process method."
2015
T44480
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andin Nurita Sofiana
"ABSTRAK
Kebijakan subsidi erat kaitannya dengan harga minyak dikarenakan keputusan
dalam kebijakan subsidi minyak tergantung pada fluktuasi harga minyak dunia.
Penelitian ini mencoba menganalisis hubungan antara guncangan harga minyak
dengan variabel - variabel ekonomi makro termasuk faktor fiskal di Indonesia
tahun 1990 sampai dengan 2013. Penggunaan SVARX, Structural Autoregression
Model dengan penambahan variabel eksogen, menciptakan kemungkinan untuk
menganalisis interaksi dinamis antara variabel – variabel yang diestimasi. Analisis
impulse response menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi, dalam hal ini GDP
riil, merespon positif terhadap guncangan harga minyak dalam jangka pendek.
Pertumbuhan ekonomi merespon secara negatif terhadap guncangan harga minyak
pada kuartal keenam. Selain itu, otoritas fiskal dan moneter merespon guncangan
harga minyak dengan meningkatkan subsidi pemerintah dan tingkat bunga. Dalam
hal ini, respon dari pemerintah dengan melindungi perekonomian Indonesia dari
guncangan harga minyak melalui kebijakan fiskal dan moneter dinilai cukup
efektif. Di sisi lain, belanja pemerintah memberikan respon yang positif terhadap
guncangan subsidi minyak. Sementara itu, tingkat inflasi membutuhkan time lag
untuk merespon guncangan subsidi minyak dan memberikan respon positif setelah
kuartal kedua, GDP riil merespon secara positif terhadap guncangan subsidi
minyak. Hal ini berarti bahwa kebijakan subsidi mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi secara positif meskipun harus dibiayai dengan menggunakan belanja
pemerintah yang tinggi.

ABSTRACT
There is a close relationship between oil price and subsidy spending since
decision in subsidy policy depends on the fluctuation of oil prices. This study
explores the relationship between oil price shocks and macroeconomic variables
including fiscal factors in Indonesia during 1990 – 2013. The use of Structural
Vector Autoregression Model with exogenous variables (SVARX) creates the
possibility to capture dynamic interactions between estimated variables. Impulse
response analysis shows that economic growth represented by real GDP responds
positively to oil price shocks in the short run. Negative response of economic
growth to oil price shocks appears after six quarters. Furthermore, fiscal and
monetary authorities respond to oil price shocks by increasing government
subsidy and interest rate. In this case, response from government by protecting
Indonesian economy from oil price shocks through fiscal and monetary policy
could be effective in the short run. On the other hand, government spending
responds positively to oil subsidy shocks. While inflation rate needs time lag in
order to respond oil subsidy shocks and responds positively after second quarter,
real GDP (in percentage change) responds directly and positively to oil subsidy
shocks. It could mean that subsidy policy temporarily affects economic growth
although it should be paid using high government expenditure."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T43193
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ariful Romadhon
"Penelitian ini menganalisis dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan Kompensasi Bantuan Langsung Tunai (BLT) terhadap kemiskinan di Indonesia. menggunakan simulasi kemiskinan dengan metode Modifikasi Garis Kemiskinan dan Modifikasi Pengeluaran dengan memanfaatkan indikator-indikator pendahulu angka kemiskinan/leading indicators. Berdasarkan hasil simulasi, ditemukan bahwa pemberian kompensasi BLT BBM dapat menekan angka kemiskinan dibandingkan tanpa adanya kompensasi. Pada skema tanpa adanya kompensasi, angka kemiskinan yang akan terjadi pada September 2022 diprediksi sebesar 10,36 persen (mengalami kenaikan 0,82 persen dibandingkan Maret 2022). Pada skema yang dilakukan oleh pemerintah (kompensasi diberikan kepada penerima Program Keluarga Harapan (PKH) atau penerima program Bantuan Langsung Tunai (BPNT), maka kemiskinan diperkirakan sebesar 9,56 persen (mengalami kenaikan sebesar 0,02 persen dibandingkan Maret 2022). Pemberian kompensasi dapat menjadi solusi jangka pendek untuk mempertahankan daya beli masyarakat miskin dan masyarakat rentan miskin saat terjadinya shock ekonomi. Akan tetapi, ditemukan bahwa masih tingginya persentase rumah tangga yang berada pada kelompok dengan 10 persen pengeluaran per kapita terendah (desil 1) yang tidak tercakup ke dalam sasaran penerima manfaat (exclusion of error), yaitu sebesar 55,35 persen dan hanya 44,65 persen rumah tangga yang menerima manfaat program. Temuan utama dalam penelitian ini adalah bahwa pemberian program bantuan kepada rumah tangga yang lebih tepat sasaran akan jauh lebih efektif dan efisien dalam menekan angka kemiskinan dibandingkan dengan melakukan perluasan cakupan bantuan kepada rumah tangga penerima Program Indonesia Pintar (PIP) ataupun menambah nominal bantuan. Skema pemberian bantuan yang mengarah pada rumah tangga yang lebih tepat tidak hanya menghasilkan angka kemiskinan yang lebih rendah, tetapi juga menghasilkan indeks kedalaman kemiskinan, indeks keparahan kemiskinan, dan gini ratio yang lebih rendah dibandingkan skema lainnya. Exclusion error pada desil 1 dapat dikurangi dengan melakukan perbaikan, pembaruan, dan integrasi basis data terpadu dikombinasikan dengan data pendukung lainnya dengan melihat karakteristik kerawanan sosial yang dimiliki oleh rumah tangga miskin. Basis data penerima bantuan yang lebih akurat akan berperan sangat penting dalam tahap perencanaan program dan keberhasilan pengentasan kemiskinan. Berdasarkan hasil analisis inferensial menggunakan regresi logistik ordinal, kecenderungan rumah tangga yang menerima Kompensasi BLT BBM untuk berada dalam kemiskinan dibandingkan menjadi rentan miskin dan tidak miskin semakin besar seiring dilakukannya minimalisasi exclusion error menjadi 25 persen dan 15 persen. Ini menjadi pembahasan dan temuan yang menarik. Hal ini tidak berarti bahwa pemberian Kompensasi BLT BBM akan membuat rumah tangga menjadi jatuh ke dalam kemiskinan. Akan tetapi justru sebaliknya, kecenderungan yang semakin besar menandakan bahwa kompensasi BLT BBM semakin menjangkau kelompok rumah tangga miskin yang berada pada desil terendah. Adanya pemotongan besaran bantuan sosial juga dapat berdampak buruk bagi pemulihan daya beli masyarakat miskin dan rentan miskin yang membuat angka kemiskinan menjadi lebih tinggi. Terakhir namun tidak kalah penting adalah menjaga stabilitas harga barang dan jasa, khususnya kebutuhan pokok agar tidak terlalu tinggi sehingga daya beli masyarakat tidak semakin menurun.

This study analyzes the impact of fuel price raising and Direct Cash Assistance (BLT BBM) compensation on poverty in Indonesia using poverty simulation with the Poverty Line Modification and Expenditure Modification methods by utilizing leading indicators. Based on the simulation results, it was found that the BLT BBM compensation program can reduce the poverty rate compared to without BBM compensation. In the no compensation scheme, the poverty rate in September 2022 is predicted to be 10.36 percent (an increase of 0.82 percent compared to March 2022). In the scheme implemented by the government (compensation is given to recipients of the Family Hope Program (PKH) or recipients of the Direct Cash Transfer (BPNT) program), poverty is estimated at 9.56 percent (an increase of 0.02 percent compared to March 2022). Compensation programs can be a short-term solution to restore the purchasing power of the poor and the vulnerable poor during an economic shock. However, it was found that a high percentage of households in the lowest 10 percent of per capita expenditure (decile 1) were not included in the target beneficiaries (exclusion of error) at 55.35 percent and only 44.65 percent of households received program benefits. The main finding in this study is that providing assistance programs to more targeted households will be much more effective and efficient in reducing poverty than expanding the coverage of assistance to households receiving the Indonesia Smart Program (PIP) or increasing the amount of assistance. Schemes that target more appropriate households not only result in lower poverty rates, but also lower poverty depth index, poverty severity index, and gini ratio compared to other schemes. Exclusion error in decile 1 can be reduced by improving, updating, and integrating the integrated database combined with other supporting data by looking at the social vulnerability characteristics of poor households. A more accurate database of beneficiaries will play a very important role in the program planning stage and the success of poverty alleviation. Based on the results of the inferential analysis using ordinal logistic regression, the tendency of households receiving BLT BBM Compensation to be in poverty compared to being vulnerable to poverty and not being poor increases as the exclusion error is minimized to 25 percent and 15 percent. This is an interesting discussion and finding. This does not mean that the BLT BBM compensation will make households fall into poverty. On the contrary, the increasing trend indicates that BLT BBM compensation is increasingly reaching poor households in the lowest decile. A cut in the amount of social assistance can also have an adverse impact on the recovery of the purchasing power of the poor and vulnerable poor, which makes the poverty rate higher. Last but not least, it is important to maintain the stability of the prices of goods and services, especially basic needs, so that the purchasing power of the community does not decline further."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lestari Kurniawati
"ABSTRAK
Pemerintah membuat kebijakan penurunan subsidi BBM karena subsidi BBM telah menjadi beban berat bagi APBN, dinilai tidak tepat sasaran, dan merusak lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak kebijakan penurunan subsidi BBM dengan pemberian kompensasi berupa cash transfer dan non-cash transfer terhadap perekonomian, distribusi pendapatan rumah tangga, dan tingkat emisi CO2. Penelitian ini menggunakan SNSE Indonesia tahun 2008 sebagai alat analisisnya. Hasil simulasi penelitian menunjukkan bahwa kebijakan penurunan subsidi BBM dengan kompensasi berupa pemberian cash transfer berdampak lebih baik terhadap perbaikan tingkat ketimpangan distribusi pendapatan rumah tangga Indonesia dibanding dengan kompensasi non-cash transfer. Sedangkan hasil simulasi kebijakan penurunan subsidi BBM dengan kompensasi non-cash transfer menunjukkan bahwa kompensasi yang dialokasikan pada sektor yang terkait langsung dengan produk BBM bersubsidi (sektor angkutan darat) berdampak lebih baik dibanding pengalokasian pada sektor yang tidak terkait langsung dengan produk BBM bersubsidi (sektor konstruksi), baik dalam nilai perubahan PDB, total pendapatan rumah tangga, maupun perbaikan ketimpangan distribusi pendapatan rumah tangga. Namun alokasi kompensasi pada sektor angkutan darat berdampak pada peningkatan jumlah emisi CO2. Sementara itu, jika dilakukan kebijakan penurunan subsidi BBM satu jenis tertentu dengan tetap memberikan subsidi untuk dua jenis BBM lainnya, maka penurunan subsidi BBM jenis solar dinilai lebih efektif untuk menurunkan tingkat emisi CO2 dan menurunkan angka ketimpangan distribusi pendapatan.

ABSTRACT
Fuel subsidides create a heavy burden for state budget, not effective as poor social protection and creating environmental problem. Fuel subsidies which are not well targeted tend to widen income distribution gap. This study aims to analyze the impact of fuel subsidies removal and cash transfer policies to Indonesian economy, household income distribution, and the level of CO2 emission. This study using Social Accounting Matrix Indonesia for the year of 2008 as a tool of analysis. As the results, fuel subsidy removal decreases income distribution inequality and GDP. Overall, fuel subsidy removal decreases CO2 emission, except for fuel compensation allocated in land transportation which increases the CO2 emission. This study also found that cash transfer as compensation gives better effect to the household income distribution compared with non-cash transfer compensation. Another finding was that subsidy removal with sector targeted policy gives better impact for the sector which had direct relation to the fuel subsidy sector than the sector indirect related. This study also identifies that the impact of the certain types of fuel subsidy removal differ each other. The subsidy removal for diesel affects on decreases of income distribution inequality and CO2 emission better than gasoline and kerosene subsidy removal.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
T35721;T35721
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anton Budi Prananto
"ABSTRAK
Peningkatan kebutuhan domestik, peningkatan harga Bahan Bakar Minyak BBM di tingkat internasional, dan harga BBM jenis tertentu yang tetap, meningkatkan beban belanja subsidi BBM dalam APBN. Subsidi BBM yang berlebihan menimbulkan dampak negatif, sehingga perlu dilakukan upaya reformasi subsidi BBM jenis tertentu, salah satunya adalah kebijakan pengalihan alokasi anggaran subsidi BBM jenis tertentu melalui peningkatan harga BBM bersubsidi. Studi ini bertujuan menghitung potensi beban belanja subsidi yang dapat diturunkan/dialihkan dari upaya perbaikan kebijakan subsidi BBM dan memperkirakan dampak dari pengalihan alokasi anggaran subsidi BBM terhadap perekonomian nasional, baik terhadap output, pertumbuhan ekonomi, pendapatan masyarakat, maupun tenaga kerja. Hasil studi menunjukkan bahwa, pada tahun 2012, setiap 1 persen pengalihan alokasi anggaran subsidi BBM jenis tertentu, maka harga BBM bersubsidi akan meningkat sebesar 0,6 persen secara rata-rata, dan konsumsi BBM bersubsidi akan menurun sebesar 0,06 persen. Dengan menggunakan analisis Tabel Input-Output I-O Indonesia tahun 2012 yang di-update dengan metode RAS dari Tabel IO Indonesia tahun 2008, menunjukan bahwa pengalihan alokasi anggaran subsidi BBM pada tahun 2012 yang menurunkan konsumsi BBM sebesar 6 persen dan apabilat dialokasikan ke bidang infrastruktur, sektor industri non migas atau sektor pertanian, ternyata mampu meningkatkan output, nilai tambah atau PDB, pendapatan masyarakat, dan lapangan kerja dalam perekonomian nasional. Output perekonomian dan pendapatan rumah tangga nasional akan maksimal apabila pengalihan alokasi anggaran subsidi BBM tersebut dialokasikan untuk investasi di bidang infrastruktur. Nilai tambah bruto PDB dan penyerapan tenaga kerja akan maksimal jika pengalihan alokasi anggaran subsidi BBM dilakukan untuk investasi di sektor pertanian. Sedangkan investasi di sektor industri non migas dari pengalihan alokasi anggeran subsidi BBM tidak dapat mengoptimalkan dampaknya terhadap perekonomian nasional.
ABSTRACT
The increase in domestic demand, increase in international prices of fuel oil and fixed price of certain types of subsidized fuel, causing the increase of national budget APBN expenditure in certain types of fuel subsidy. Excessive fuel subsidies has a negative impact, so it is necessary to reforms several fuel subsidy, one of the policy is saving certain types of fuel subsidy through increased prices of subsidized fuel. This study aims to calculate the potential cost of subsidy that can be derived reallocate from the fuel subsidy policy reform and estimate the impact of the fuel subsidy savings to the national economy, both on output, economic growth, incomes, and employment. The study shows that in 2012 every 1 percent r reallocations in certain types of fuel subsidy, the subsidized fuel prices will increase by 0,6 percent on average, and the consumption of subsidized fuel will decrease by 0,06 percent. By using analysis Input Output I O Table of Indonesia in 2012 which is updated with the RAS method from I O Table of Indonesia in 2008, it shows that 100 percent reallocations in fuel subsidies in 2012 that lowered fuel consumption by 6 percent and the savings are allocated to the infrastructure sector, non oil industrial sector or the agricultural sector, was able to increase output, value added or GDP, incomes, and employment in the national economy. Economic output and household national income would be maximized if the fuel subsidy savings allocated for investment in infrastructure. Gross Domestic Product GDP and employment would be maximized if the fuel subsidy savings allocated for investment in the agricultural sector. While investment in non oil sector of the allocated fuel subsidy savings cannot optimize its impact on the national economy."
2013
T47082
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>