Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 233843 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yogi Muhammad Rahman
"[ABSTRAK
Perekonomian bangsa Indonesia pada dasarnya dipengaruhi oleh beberapa faktor
baik dalam skala makro maupun mikro. Kegiatan pinjam meminjam uang telah
dilakukan sejak lama dalam kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang
sebagai alat pembayaran. Bank merupakan lembaga yang menyediakan dana bagi
masyarakat yang membutuhkan, karena keberadaannya harus bermanfaat bagi
masyarakat luas, bank juga melakukan pemberian kredit modal kerja dengan
tujuanya adalah untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat khususnya
dalam usaha mikro kecil dan menengah. Oleh karena itu, Penulis bertujuan untuk
mengetahui bagaimana proses pengikatan jaminan sebagai syarat diberikannya
kredit oleh bank dan keabsahan pengikatan jaminan non fixed asset pada PT. Bank
M cabang Kota Tasikmalaya. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini bersifat deskriptif analitis dengan pendekatan yuridis normatif. Data yang
diperoleh dianalisis dengan metode kualitatif. Melalui penelitian ini, dapat
diketahui bahwa pengikatan jaminan non fixed asset dengan cara cessie
seharusnya didaftarkan pada lembaga jaminan fidusia. Keabsahan pengikatan
jaminan tersebut dianggap sah apabila tidak bertentangan dengan undang-undang
dan kaidah dalam hukum jaminan kebendaan.
ABSTRACT
Basically, Indonesia?s economic matters are influenced by many factors both in
macro and micro scale. Since money known as the medium of exchange, money
lending activities had been done by public in their daily life for years. Bank is an
institution that provides fund for those who need it. Because of its beneficial
purposes, bank also provides lending capital loan in order to increase people?s
living standards especially in micro small medium enterprises. Therefore, this
research is aimed to know the process of collateral binding as the requirement of
getting credit and the validity of non fixed asset collateral binding at PT. Bank M
Tasikmalaya. The research method is analytic descriptive with juridical normative
approach. The data collected are analyzed by qualitative method. By this research,
it can be known that non fixed asset collateral binding using cassie is supposed to
be registered to the fiduciary collateral institution. The validity of that collateral
binding is regarded oficially if it is not contradicted with the regulations and the
principle of collateral warranty law.;Basically, Indonesia?s economic matters are influenced by many factors both in
macro and micro scale. Since money known as the medium of exchange, money
lending activities had been done by public in their daily life for years. Bank is an
institution that provides fund for those who need it. Because of its beneficial
purposes, bank also provides lending capital loan in order to increase people?s
living standards especially in micro small medium enterprises. Therefore, this
research is aimed to know the process of collateral binding as the requirement of
getting credit and the validity of non fixed asset collateral binding at PT. Bank M
Tasikmalaya. The research method is analytic descriptive with juridical normative
approach. The data collected are analyzed by qualitative method. By this research,
it can be known that non fixed asset collateral binding using cassie is supposed to
be registered to the fiduciary collateral institution. The validity of that collateral
binding is regarded oficially if it is not contradicted with the regulations and the
principle of collateral warranty law.;Basically, Indonesia?s economic matters are influenced by many factors both in
macro and micro scale. Since money known as the medium of exchange, money
lending activities had been done by public in their daily life for years. Bank is an
institution that provides fund for those who need it. Because of its beneficial
purposes, bank also provides lending capital loan in order to increase people?s
living standards especially in micro small medium enterprises. Therefore, this
research is aimed to know the process of collateral binding as the requirement of
getting credit and the validity of non fixed asset collateral binding at PT. Bank M
Tasikmalaya. The research method is analytic descriptive with juridical normative
approach. The data collected are analyzed by qualitative method. By this research,
it can be known that non fixed asset collateral binding using cassie is supposed to
be registered to the fiduciary collateral institution. The validity of that collateral
binding is regarded oficially if it is not contradicted with the regulations and the
principle of collateral warranty law., Basically, Indonesia’s economic matters are influenced by many factors both in
macro and micro scale. Since money known as the medium of exchange, money
lending activities had been done by public in their daily life for years. Bank is an
institution that provides fund for those who need it. Because of its beneficial
purposes, bank also provides lending capital loan in order to increase people’s
living standards especially in micro small medium enterprises. Therefore, this
research is aimed to know the process of collateral binding as the requirement of
getting credit and the validity of non fixed asset collateral binding at PT. Bank M
Tasikmalaya. The research method is analytic descriptive with juridical normative
approach. The data collected are analyzed by qualitative method. By this research,
it can be known that non fixed asset collateral binding using cassie is supposed to
be registered to the fiduciary collateral institution. The validity of that collateral
binding is regarded oficially if it is not contradicted with the regulations and the
principle of collateral warranty law.]"
Universitas Indonesia, 2016
S62287
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, Hendra
"Latar Belakang. Remodeling ventrikel bermanifestasi klinis berupa perubahan ukuran, bentuk dan fungsi ventrikel. Remodeling ventrikel pasca infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMAEST) berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas. Dalam keadaan IMAEST, munculnya sirkulasi kolateral koroner (SKK) sebelum tindakan intervensi koroner perkutan primer (IKPP) memberikan tenggang waktu yang lebih lama bagi miokardium untuk mendapat aliran yang cukup sampai tindakan reperfusi dilakukan. Penelitian-penelitian terdahulu pada pasien IMAEST telah menunjukkan bahwa aliran SKK yang baik sebelum tindakan reperfusi terbukti berhubungan dengan remodeling ventrikel yang lebih baik.
Metode. Studi prospektif ini melibatkan 33 pasien IMAEST yang menjalani IKPP di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita (PJNHK) selama periode November 2012 ? April 2013. Pasien penelitian diambil secara konsekutif dan dikelompokkan menjadi grup nonkolateral (Rentrop 0 atau 1) dan grup kolateral (Rentrop 2 atau 3). Pasien menjalani pencitraan resonansi magnetik jantung (RMJ) pada minggu pertama dan minggu ke-6 pasca IMAEST.
Hasil. Dalam studi ini 29 pasien mengikuti penelitian sampai selesai. Dari analisa didapatkan nilai left ventricle end diastolic volume (LVEDV) yang lebih kecil pada grup kolateral dibandingkan dengan grup nonkolateral dengan perbedaan sebesar 23,8% (CI:6,6 - 41,1; p=0,008).
Kesimpulan. Sirkulasi kolateral koroner berperan dalam mengurangi proses remodeling ventrikel kiri fase awal pada pasien IMAEST yang menjalani tindakan IKPP yang berhasil.

Background. Ventricle remodeling manifested clinically as changes in size, shape and function of the heart. Ventricle remodeling after ST-segment elevation myocardial infarction (STEMI) is associated with morbidity and mortality rate. In STEMI patients, the presence of coronary collateral prior to primary percutaneous coronary intervention (PPCI) maintains blood flow to the myocardium. Previous studies have shown protective effect of coronary collateral in prevent worsening ventricle remodeling.
Method. This prospective study consists of 33 STEMI patients who underwent PPCI between November 2012 until April 2013 at National Cardiovascular Center Harapan Kita (NCCHK) Jakarta. The patients were taken consecutively and grouped into noncollateral group (Rentrop 0 or 1) and collateral group (Rentrop 2 or 3). The patients underwent cardiac magnetic resonance evaluation in the first and sixth week after onset of STEMI.
Results. Twenty nine patients completed this study. Coronary collateral were associated with better early left ventricle remodeling, with smaller left ventricle end-diastolic volume (LVEDV) in collateral group compared to noncollateral group, with a difference of 23,8% (CI: 6,6 ? 41,1; p=0,008).
Conclusion. Coronary collateral circulation in STEMI was proved to prevent adverse early left ventricle remodeling.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Yohana Lintang Mayasari
"Klausul cross collateral dan cross default adalah klausul yang lazim digunakan dalam dunia perbankan apabila terdapat satu atau dua debitor yang memiliki beberapa fasilitas kredit pada suatu kreditor, atau mempunyai beberapa kreditor yang memberikan fasilitas kredit kepada debitor. Sebagai notaris hendaknya mengetahui bagaimana penerapan pembuatan akta perjanjian kredit cross collateral dan cross default dan bagaimanakah tanggung jawab notaris terhadap pembuatan akta klausul cross collateral dan cross default. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, jenis data yang dikumpulkan adalah data sekunder, alat pengumpulan data berupa studi dokumen, metode analisis data adalah kualitatif, bentuk laporan penelitian deskriptif eksplanatoris.
Notaris dalam penerapan perjanjian cross collateral dan cross default dapat membuat 3 tiga akta yaitu akta perjanjian kredit, akta penjaminan, akta cross collateral dan cross default, tanggung jawab notaris dalam pembuatan akta perjanjian kredit klausula cross collateral dan cross default didasarkan pada pasal 15 2 huruf e dan pasal 16 1 huruf a UUJN yaitu memberikan penyuluhan hukum terkait klausula-klausula didalam perjanjian dan membuat akta dengan bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum sehingga meminimalisir gugatan di kemudian hari. Bagi notaris diharapkan dapat menjalankan profesinya sesuai dengan UUJN dan Kode Etik, bagi kreditur untuk selalu melaksanakan prinsip kehati-hatian dalam perbankan, bagi debitur untuk terlebihdahulu memahami isi perjanjian didalam akta setelah itu menandatanganinya.

Cross collateral and cross default clauses are commonly used clauses in the banking world where there are one or two debtors with multiple credit facilities to a creditor, or have multiple creditors who provide credit facilities to debtors. The notary should know how the implementation in making cross collateral and cross default clause deed credit agreements and how is the responsibility of the notary in making of cross collateral and cross default clause deed credit agreements. The research method used is normative juridical, the type of data collected is secondary data, data collection tool in the form of document study, data analysis method is qualitative, explanatory descriptive research report form.
Notary in the application of cross collateral and cross default agreement can make 3 three that is deeds of credit agreements, deed of guarantee, cross collateral and cross default deeds. notary responsibility in making credit agreement agreement of cross collateral and cross default clause based on article 15 2 letter e and article 16 1 letter a constitution of notary is to provide legal counseling related clauses in the agreement and make the deed carefully so as to minimize the lawsuit in the future. The notary is expected to carry out his profession in accordance with constitution of notary and Code of Conduct, for creditors to always implement the prudential principles in banking, for the debtor to first understand the contents of the agreement in the deed before sign it.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T49504
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Mulyadi
"Prinsip cross collateral merupakan suatu keadaan di mana debitur mengikatkan jaminan yang sama dalam dua fasilitas kredit atau lebih. Penerapan prinsip ini memberikan kemudahan bagi debitur yang memiliki nilai jaminan yang cukup untuk mendapatkan dua atau lebih fasilitas kredit dari kreditur. Untuk dapat melaksanakan prinsip ini dalam hal eksekusi jaminan terhadap debitur yang wanprestasi maka diperlukan prinsip cross default yaitu suatu kondisi dimana debitur terhadap fasilitas-fasilitas tersebut berjanji untuk saling mengikat dalam keadaan lalai. Debitur dikategorikan default pada kondisi ini hanya dengan syarat bahwa salah satu fasilitas kredit tersebut telah berada dalam keadaan default.
Permasalahan yang akan dibahas yaitu : penerapan cross collateral dan cross default dalam perjanjian line facility pembiayaan musyarakah pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk dan efektifitas cross collateral dan cross default sebagai upaya mencegah perjanjian line facility pembiayaan musyarakah bermasalah pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk.
Metode Penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah yuridis normatif. Teknik pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan dan wawancara serta data diolah secara kualitatif. Prinsip cross collateral dan cross default ini tidak hanya diterapkan pada perbankan konvensional namun juga pada perbankan syariah, salah satunya yaitu pada Bank Muamalat Indonesia. Pada Bank Muamalat Indonesia penerapan cross collateral dan cross default sering digunakan pada pembiayaan muyarakah yang bersifat line facility dengan tujuan modal kerja dengan debitur one obligor.

The principle of cross collateral is a state in which the debtor binds the same security into two or more credit facilities. The application of this principle renders ease for debtors who have enough collateral value to obtain two or more credit facilities from creditors. In order to implement this principle in the case of the execution of collateral against a debtor in default, the implementation will require the cross default principle which is a condition where the debtor toward these facilities agrees to bind to each other in a state of neglect. A debtor is categorized as in default under this condition only on the condition that one of the credit facilities has been in a state of default.
The issues that are to be discussed are : the application of cross collateral and cross default in a musharaka financing line facility agreement with PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk and the effectiveness of cross collateral and cross default as an effort to prevent problems found in a musharaka financing line facility agreement at PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk.
The research method used in this paper is the normative juridicial method. The data collection techniques used are literature study and interviews, and also the data obtained is qualitively processed. The principles of cross collateral and cross default are not only applicable to conventional banking, but also in Islamic banking, one of which is the banking practice of Bank Muamalat Indonesia. The application of cross collateral and cross default at Bank Muamalat Indonesia is often used in its musharaka financing line facilities with the objective of working capital facility with a one obligor debtor.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45599
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Hardie
"ABSTRAK
Bentuk pembiayaan menggunakan aset sebagai jaminan di masyarakat umum dikenal
sebagai gadai, sedangkan di dalam keuangan konvensional dikenal sebagai
REPO, serta dikenal sebagai rahn di keuangan syariah. Keberadaan saham sebagai
salah satu instrumen surat berharga yang bersifat likuid, dapat dimanfaatkan sebagai
alternatif jaminan pada akad rahn, sebagaimana sudah digunakan juga di lembaga
keuangan konvensional. Potensi penggunaan saham sebagai jaminan diharapkan
dapat meningkatkan nilai pembiayaan menggunakan gadai rahn pada perbankan
syariah. Indikator nilai pembiayaan menunjukkan bahwa pembiayaan perbankan
syariah hanya di bawah 2% dibandingkan dengan kapitalisasi pasar saham-saham
JII pada haircut 50%. Berdasarkan simulasi penurunan harga saham, penentuan
nilai saham menggunakan haircut pada sisi kreditur bisa menjadi pilihan untuk
menentukan nilai pembiayaan dan pengendali risiko atas penurunan harga saham
serta bisa dikombinasikan dengan jangka waktu pinjaman. Ditahannya saham sebagai
jaminan selama masa pinjaman, juga tidak berpengaruh terhadap likuiditas
saham karena volume tertinggi dalam proses penyelesaian Transaksi Bursa adalah
kurang dari 10% dari saham yang dimiliki publik, sehingga ruang bagi jaminan
saham masih terbuka.

ABSTRAK
Financing scheme using asset as collateral is commonly known as pawn, REPO in
conventional finance, and known as rahn in sharia finance. Stock as one of financial
instrument could be utilized as an alternative for collateral in rahn, as it has been
widely used in conventional finance. Potential of usage of stock as collateral might
be used to increase financing value through rahn in Islamic banks. Financing value
indicator shows that Islamic banks financing value is only 2% compared to JII?s
stocks market capitalization using 50% haircut. According to stock price declination
simulation, stock pricing using haircut for creditor could be used as an option
for financing as well as to reduce risk over stock price declination, and it could be
combined with loan period as well. Blocked stocks as collateral within loan period
is not significantly affect stock liquidity, since the highest volume of settlement process
is less then 10% over publicly owned stocks, so there is space for stocks to be
collateralized"
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Munazir
"Bank sangat berkepentingan terhadap Iangkah-langkah pengamanan terhadap kredit yang disalurkan. Disadari bahwa kredit bermasalah membawa implikasi terhadap biaya yang akan muncul , di karenakan biaya yang berkaitan dengan pengawasan, penagihan, maupun penyelamatan kredit membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan akan mempengaruhi tingkat kesehatan dan keuntungan bank. Dalam hal debitur cidera janji, Surat Kuasa untuk menjual semestinya bisa digunakan kreditur untuk menjual hak atas agunan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan urnurn serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut untuk mengkover utang debitur. Pengaturan kuasa menjual diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan , UU No.10 Tahun 1998 Tentang perubahan atas Undangundang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan, . Meskipun telah dengan tegas diatur dalam berbagai peraturan namun dalam pelaksanaannya kreditor mengalami kendala untuk menjual atas dasar kuasa menjual, karena memungkinkan debitor tidak bersedia mengosongkan obyek hak tanggungan atau menolak untuk menyerah-kan obyek hak tanggungan. Hal ini menjadi lain jika penjualan obyek hak tanggungan tersebut didasarkan penetapan pengadilan negeri yang mempunyai kekuatan eksekusi sebagaimana dimaksud oleh pasal 224 HIR. Efektivitas suatu surat kuasa untuk mengalihkan hak atas agunan yang dijadikan obyek jaminan mempunyai kekuatan hukum, jika tidak ada bantahan, namun jika ada bantahan dari pihak lawan, maka surat pengaduan utang tersebut tidak mempunyai sifat sebagai akta notariil melainkan akta di bawah tangan biasa , sehingga tidak mempunyai kekuasan eksekusi sebagaimana putusan pengadilan meskipun di dalamnya terdapat irah-hirah kalimat "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa". Dalam pelaksanaan terdapat kesulitan melakukan parate eksekusi berdasarkan kuasa menjual obyek Hak Tanggungan. Kesulitan tersebut timbui karena secara yuridis tidak ada kepastian hukum atas isi perjanjian yang dilakukan maupun karena dalam fakta sosial sexing mendapat hambatan dari pihak debitur sebagai pemilik obyek jaminan . Dengan demikian tidak mendorong perputaran roda ekonomi yang membutuhkan gerakan yang cepat dan tepat.

Bank has very high interest with security stages in terms of distributed credit. It is recognized that stagnant credit will bring about implication against arising costs, in which costs/expenses having relations with control, collection and recovery of credit requiring so many costs and will influence health and profitable levels of bank. In the event that debtor fails to perform indeed, the attorney or the authorization to sale may be used by creditor through his authorization to sale surety right via public auction as well as to settle debt thereof for covering debt. The regulation on authorization to sale is provided with Commercial Code, Laws No.4 year on Surety Right, Laws No.10 year 1998 on Amendment of Law No.7 year 1992 regarding banking. Although in some regulation had been set out strictly, but, in its implementation the creditor has obstacles to sale based on his authorization to sale, because possibly, the debtor is not willing to vacant the object of his surety right or even to reject it. It will be different provided that sales of such surety right object based on judgment of District Court who has execution power as meant within Article 224 HIR. Effectiveness of attorney to transfer surety right as insured object which has legal power, provided that any claim had not been filed, but, if it is filed then, such bond have not characteristic as notary deed but under the hand solely, so that, it has not execution power as court's judgment although the words of "For sake of justice under God Almighty' had been stated therein. To implement it there is trouble in realizing execution by attorney or authorization to sale Surety Right object. It is caused by juridical no legal certainty stated within content of agreement because frequently, in social facts there is obstacles from debtor as owner of such surety object. Hence, it had not stimulated economic cycles to grow rapidly and precisely."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19896
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afifah Afiyani Y
"Skripsi ini membahas tentang peranan collateral manager dalam pembiayaan resi gudang dan analisis putusan hakim yang menyatakan Collateral manager dalam suatu pembiayaan resi gudang dalam skema Collateral management agreement
memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan gugatan perlawanan. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian hukum normatif. Hasil penelitian ini adalah
bahwa collateral manager dalam suatu pembiayaan resi gudang memiliki peranan yang krusial. Baik dalam skema collateral management agreement (CMA) maupun berdasarkan UU Sistem Resi Gudang, Collateral manager memiliki peranan untuk menerbitkan resi gudang, menjamin keamanan dan keutuhan barang yang disimpan, memberikan proteksi risiko kepada pemilik barang, memudahkan pemilik barang memperoleh kredit. Collateral manager dalam Putusan No.
2239/K/Pdt/2014 seharusnya tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan gugatan perlawanan. Hakim dalam memutuskan perkara terkait wewenang collateral manager tidak mempertimbangkan perjanjian yang dibuat oleh para
pihak maupun peraturan perundang-undangan mengenani wewenang collateral manager. Padahal, collateral manager hanya diberikan wewenang untuk melakukan pengurusan terkait komoditas yang berada di kekuasaannya.
The focus of this study is the analysis of the court's decision which states that Collateral Manager involved in Collateral Management Agremeent has a legal standing to file a claim for resistance. This research was conducted using the normative legal research method. The results of this study are that in a warehouse receipt financing, collateral manager plays an important role. Both in the collateral management agreement (CMA) scheme and under the Warehouse Receipt System Act. Collateral manager has the role to issue warehouse receipts, guarantee the safety and integrity of the goods stored, provide risk protection to the owner of the goods, and facilitate the owner of the goods obtain credit. Role of collateral manager is related to the management of goods stored in the warehouse. Collateral manager in Decision No. 2239 / K / Pdt / 2014 should not have a legal standing to file a claim for resistance, because matters relating to litigation is not the authority of the collateral manager. The judge in deciding cases related to collateral manager's authority does not consider the agreements made by the parties nor the laws and regulations concerning the collateral manager's authority. In fact, the collateral manager is only given the authority to make arrangements related to
commodities in its control."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Algy Belamy Deseandre
"Rumah adalah kebutuhan primer bagi sebagian besar keluarga, baik yang tinggal di pedesaan maupun di perkotaan yang merupakan suatu kebutuhan primer. Pemenuhan kebutuhan primer tersebut, tidak dapat dipenuhi oleh semua orang untuk membeli secara tunai. Oleh karena itu, diperlukan suatu lembaga keuangan untuk memberikan bantuan dana dalam bentuk penyaluran kredit terutama dalam Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peranan Notaris dalam hal pembuatan akta yang berkaitan dengan jual beli dengan pembiayaan Bank pada Bank CIMB Niaga di kota Bandar Lampung dan bagaimana pengawasan pihak Bank dalam proses pencairan dana. Dalam perkreditan, Notaris tidak boleh menolak membuat aktaakta yang diperlukan kecuali ada alasan-alasan yang mendasar. Dalam membuat akta perjanjian jual beli, Notaris harus memperhatikan peraturan dan norma yang berlaku.
Peranan Notaris dalam proses jual beli diantaranya membuat akta pengikatan jual beli, penerbitan covernote untuk pihak Bank. Akta-akta tersebut akan menjadi alat bukti dalam proses peralihan hak atas objek jual beli. Perihal adanya kekeliruan identitas para penghadap yang tercantum dalam akta, Bank sengaja maupun tidak sengaja, maka terjadilah suatu kekeliruan atau penipuan, yang dapat menimbulkan tidak sahnya akta Notaris sebagai akta otentik.

House represent primary requirement for most family, both for living in rural and also in urban which representing primary requirement. Accomplishment of primary requirement, cannot fulfill by everybody to buy cash. Therefore, needed an monetary institute to give fund aid in the form channeling of credit especially in House Ownership Credit (KPR).
This study aims to determine how the role of Notaries in the deed relating to the sale and purchase with bank financing at Bank CIMB Niaga in the city of Bandar Lampung, and how the supervision of the Bank in the disbursement process. In lending, Notaries may not refuse to make the necessary certificates unless there are fundamental reasons. In making the deed of sale and purchase agreement, the Notary must pay attention to rules and norms.
Notary role in the process of buying and selling them to make the deed binding sale and purchase, publishing covernote to the Bank. Acts will be evidence in the transition process right to purchase the object. Mistake concerning the identity of the penghadap listed in the deed, the Bank intentionally or unintentionally, then there was a mistake or fraud, which can cause it unlawful for an authentic deed notary deed.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30080
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Soetamto
"Untuk keperluan operasional, BMG menetapkan satuan waktu 10 hari yang disebut dasarian. Dasarian yang disusun BMG tidak selalu 10 hari, karena setiap bulan selalu habis dibagi menjadi 3 dasarian. Pada sekitar awal 1970 mulai dikembangkan data bumi yang diukur dari berbagai cara, terutama dari penginderaan jauh. Data seperti ini disebut reanalysis data, dua diantaranya suhu muka laut dan curah hujan. Data suhu muka laut dari penginderaan jauh sudah secara Internasional dinyatakan handal untuk berbagai keperluan, sedang data curah hujan dari penginderaan jauh dianggap dapat dipercaya ( reliable ) untuk keperluan penelitian, jika untuk operasional harus diverfikasi dengan data pengamatan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data reanalisis dari TRMM ( Tropical Rainfall Measurement Mission), yang diverifikasi dengan data pengamatan 12 lokasi di Jawa Timur, hasilnya data TRMM berkorelasi cukup kuat dengan data pengamatan. Dari hasil penelitian, curah hujan di Jawa Timurberkorelasi dengan suhu muka laut di perairan Indonesia dengan pola : berkorelasi positif dengan perairan sebelah timur - selatan Indonesia dan berkorelasi negatif dengan suhu muka laut perairan sebelah utara - barat Indonesia."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2007
T39151
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Willy
"Tulisan ini menganalisis bagaimana akibat hukum tidak didaftarkannya Hak Tanggungan sebagaimana yang dimuat dalam Perjanjian Kredit Nomor 16 yang membebankan hak tanggungan sebagai jaminan dan kedudukan Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang dijadikan sebagai jaminan oleh debitor Nona EF dan akibat hukumnya bagi Bank ABC sebagai kreditor. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Pemberian jaminan hak tanggungan merupakan syarat penting dari sebuah perjanjian Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) untuk melindungi kepentingan Bank. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah sebagai instrumen hukum nasional yang mengatur mengenai Hak Tanggungan menyebut pengikatan jaminan tersebut sebagai langkah terpenting, karena pendaftaran hak tanggungan merupakan syarat mutlak lahirnya dari hak tanggungan. Namun dalam praktiknya terdapat perjanjian kredit yang tidak diikuti dengan pembuatan Surat Kuasa Memberikan Hak Tanggungan (SKMHT) dan/atau Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang kemudian didaftarkan ke kantor pertanahan setempat untuk dikeluarkan sertipikat hak tanggungan dan dituliskan hak tanggungannya dalam buku tanah hak tanggungan. Tidak didaftarkannya hak tanggungan, berarti hak tanggungan belum lahir dan menyebabkan kedudukan bank hanya sebagai kreditor konkuren yang tidak memegang jaminan kebendaan. Selain itu, dalam perkembangannya, praktik penggunaan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) sebagai dasar peralihan hak atas tanah yang digunakan sebagai jaminan hak tanggungan dalam perjanjian kredit sering terjadi. Hak yang timbul dari PPJB adalah hak perorangan, bukan hak kebendaan sehingga belum terjadi peralihan hak sampai dilakukan Akta Jual Beli (AJB), maka debitor belum memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan hukum seperti pemberian hak tanggungan sebagai jaminan kepada Bank untuk kreditnya dan bank tidak mempunyai hak untuk didahulukan dari kreditor lain atas penjualan jaminan.

This article examines the legal implications arising from the failure to register mortgage rights, as stipulated in Credit Agreement Number 16, where mortgage rights serves as collateral. The validity of the Sale and Purchase Agreement used as collateral by debitor, Miss EF and its legal ramifications for Bank ABC as a creditor are assessed using normative juridical research methods. The provision of mortgage rights as collateral is a crucial aspect of credit agreements to safeguard the interests of the Bank. Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, serving as the national legal framework for mortgage rights, deems the registration of collateral as the pivotal step. Registration is an absolute prerequisite for the validity of mortgage rights. However, certain credit agreements lack a subsequent creation of a Power of Attorney to Grant Mortgage Rights (SKMHT) and/or a Deed of Granting Mortgage Rights (APHT). These omissions, if not rectified through registration at the local land office to issue a Mortgage Rights certificate, mean the Mortgage Rights remains unestablished. Consequently, the bank assumes a position solely as a unsecured creditor without tangible collateral. Furthermore, in practice, the use of a Sale and Purchase Agreement (PPJB) as the foundation for transferring land rights to be utilized as collateral for mortgage rights in credit agreements is prevalent. The rights arising from the PPJB are individual, not material, until the execution of the Deed of Sale and Purchase (AJB). Consequently, debtors lack the authority to take legal actions such as granting mortgage rights as collateral to the Bank for credit, and the bank does not possess the right to prioritize over other creditors in collateral sales. This dual lapse underscores potential legal consequences for both parties involved in credit agreements."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>