Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 85977 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Engkos Kosidin
"ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan dengan latar belakang bahwa sampai dengan saat ini masalah penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di Indonesia menjadi ancaman yang sangat serius terhadap ketahanan nasional sebuah bangsa dan negara, sehingga diperlukan strategi penanganan yang tepat dan proporsional dengan berbagai pendekatan yang meliputi aspek pencegahan, treatment dan rehabilitasi serta penegakan hukum yang konsisten.
Penjara atau lembaga pemasyarakatan sebagai bagian dari system penegakan hukum yang diperuntukan melakukan pembinaan terhadap para narapidana, ternyata belum mampu memberikan kontribusi yang optimal terhadap penurunan angka prevalensi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di Indonesia, bahkan kerasnya penegakan hukum terhadap tindak pidana narkoba, namun tidak proporsional dalam aplikasinya, hanya mampu memenjarakan para terpidana narkoba yang akhirnya berimplikasi pada penuhnya sebagian besar lembaga pemasyarakatan di Indonesia dewasa ini, namun dalam pemenjaraan yang dikemas dengan konsep pemasyarakatan tersebut belum diikuti dengan pola pembinaan yang tepat terutama terhadap para pengguna dan pecandu narkoba di dalam lembaga pemasyarakatan.
Berdasarkan penelitian ini bahwa, penjara/lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Cibinong sejak 5 tahun terakhir telah terjadi mengalami peningkatan tingkat hunian narapidana terutama tindak pidana narkoba, namun dalam pembinaannya belum menerapkan pemisahan narapidana narkoba yang terdiri dari pengguna/pecandu, bandar, pengedar, kurir, sehingga sulit menerapkan metode treatment dan rehabilitasi yang tepat bagi narapidana pengguna/ pecandu narkoba karena sejak awal penjara tersebut tidak dipersipakan sebagai penjara/lapas khusus narkotika, disamping hal tersebut factor sumber daya manusia, sarana dan prasarana, fasilitas layanan kesehatan, system pengamanan, menjadi factor penghambat dalam pelaksanaan treatment dan rehabilitasi narapidana pecandu narkoba di lapas kelas II A Cibinong.

ABSTRACT
This research was conducted with the background that up to now the problem of abuse and illicit drug trafficking in Indonesia into a very serious threat to the national security of a nation and state, so we need appropriate treatment strategies and proportionate to the variety of approaches that include aspects of prevention, treatment and rehabilitation and consistent law enforcement.
Prisons or correctional institutions as part of a law enforcement system that is intended to provide guidance to the inmates, it has not been able to provide an optimal contribution to the reduction in the prevalence of abuse and illicit drug trafficking in Indonesia, even the rigors of law enforcement against drugs a criminal offense, but disproportionate in application, only capable of imprisoning drug criminals who ultimately has implications for the full majority of prisons in Indonesia today, but in imprisonment which is packed with the popularization of the concept has not been followed by appropriate development patterns, especially for users and drug addicts in prisons.
Based on this study that, prisons / correctional institutions Class II A Cibinong since the last 5 years there has been a increase occupancy rates, especially the crime of drug convicts, but the coaching has not implemented the separation of inmates drugs consisting of user / addict, airports, dealers, couriers, making it difficult to apply the method appropriate treatment and rehabilitation for inmates users / drug addicts since the beginning of the prison do not dipersipakan as a prison / correctional special narcotics, in addition to this factor of human resources, facilities and infrastructure, health care facilities, system security, a factor obstacle in the implementation of treatment and rehabilitation of drug addicts in prison inmates class II A Cibinong.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuli Astuti
"Penelitian ini dilakukan dengan latar belakang meningkatnya kasus tindak pidana dan penyalahgunaan narkotika yang di lapas. Lapas sebagai tempat pemidanaan berfungsi untuk melaksanakan program pembinaan terhadap para narapidana, dimana melalui program yang dijalankan diharapkan narapidana yang bersangkutan setelah kembali ke masyarakat dapat menjadi warga yang berguna di masyarakat. Pada penelitian ini, peneliti mengamati proses pelaksanaan rehabilitasi dan kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan rehabilitasi di Lapas Khusus Narkotika Klas IIA Jakarta. Selanjutnya dalam upaya menggali informasi yang lengkap tentang topik penelitian ini, maka peneliti melakukan wawancara kepada pihak informan yang dilakukan metode snow ball sampling. Informan yang dijadikan narasumber antara lain narapidana, petugas lapas dan DirjenPas. Dari hasil penelitian, peneliti menemukan bahwa Lapas Khusus Narkotika Kelas IIA Jakarta tidak ada bedanya dengan lapas umum. Lapas Khusus Narkotika Kelas IIA Jakarta hanya melaksanakan rehabilitasi sosial terhadap narapidana, karena keterbatasan sarana prasarana, petugas, program layanan dan biaya. Rehabilitasi narkotika harus dilaksanakaan secara komprehensif melalui beberapa tahapan yaitu rehabilitasi medis, rehabilitasi sosial dan pascarehabilitasi. Sebagai lapas yang memiliki kekhususan, Lapas Khusus Narkotika Kelas IIA Jakarta belum mempersiapkan perencanaan untuk ruang perawatan detoksifikasi, asesmen, konseling ,vokasional dan SDM. Hal ini tentunya menghambat proses pemulihan napi dari ketergantungan narkotika, karena dalam menjalankan tugas dan fungsi dalam pembinaan napi narkotika, sarana prasarana dan petugas tidak memiliki kompetensi dibidang tersebut. Dalam penelitian ini diharapkan agar lapas dapat bekerjasama dengan instansi terkait dalam perencanaan mulai dari persiapan sarana prasarana, program, anggaran dan SDM dalam pelaksanaan rehabilitasi narkotika terhadap narapidana.

This report is written based on increase of crime and drug abuse in prisons. The prison as a place of punishment serves to implement improving our inmates, which in the programs expected convict who concerned after returning into their community could be useful citizens in their community. In this study, the researchers observed the process of implementation of rehabilitation and the obstacles faced in the implementation of rehabilitation in Prison as Specially for Narcotic class IIA Jakarta. Furthermore, in an effort to dig up the complete information about the topic of this research, the researchers conducted interviews to the informants by snow ball sampling method. Informants who were made by the speakers were prisoners, prison officers and Director General. For the results of the research, researchers found that a Prison Specially Narcotic class IIA Jakarta it makes no difference to the common prison. The Prison for Narcotic class IIA Jakarta only carry out for social rehabilitation to convict due to limited facilities and infrastructure, officers, service programs and fees. Narcotics rehabilitation must be implemented comprehensively through several phases namely medical rehabilitation, social rehabilitation and post rehabilitation. As a specific prisons, it has not prepared the planning for treatment room detoxification, assessment, counseling, vocational and human resources rooms. This certainly impeded the process restoring process of prisoners from drug dependence, because their duty and function for developing convict narcotic, facilities and infrastructures and officials did not have competence in that field. In this study, it is expected that prisons can be cooperate with related agencies in planning from preparation of infrastructure, programs, budget and human resources in the implementation narcotic to convict."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2017
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Debbi Rezza
"ABSTRAK
Tidak ada yang ingin dilahirkan sebagai seorang pecandu. Namun, faktor-faktor yang menyebabkan adiksi sering kali berada di luar kontrol individu. Faktor tersebut beberapa diantaranya adalah kepribadian, pengalaman tidak menyenangkan di masa kecil, dan tidak adanya tujuan dalam hidup. Belum adanya bukti empiris, khususnya di Indonesia, menjadi dasar dilakukannya penelitian ini. Sebanyak 68 pengguna narkoba berusia dewasa yang pernah mencoba sabu diminta mengisi DAST-20, BFI-44 atau BFI-10, ACE-10, PIL-T, dan data kontrol lainnya. Hasil uji logistic regression menemukan bahwa neuroticism, lama penggunaan, dan jenis zat yang paling sering digunakan dapat memprediksi kemungkinan seorang pengguna narkoba mengalami adiksi.

ABSTRACT
No one ever wanted to be born as a drug addict. Unfortunately, many of addiction predictors are out of individual ability to control. Some of the predictors are personality traits, adverse childhood experience, and purpose in life. The lack of empirical result towards this case in Indonesia became the urgency to do this research. There were 68 adult aged drug users whom ever used methamphetamine filled out the DAST 20, BFI 44 or BFI 10, ACE 10, PIL T, and other control data. Logistic regression analysis found out that neuroticism, length of usage, and most used substance type predict the increasing risk of drug users to be addicted."
2017
S67284
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lambertus Somar
Jakarta: Grasindo, 2001
362.293 LAM k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Lambertus Somar
Jakarta: Grasindo, 2001
362.293 LAM k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Ni`Ma Hayati
"Fungsi keluarga merupakan salah satu hal yang penting dalam proses pemulihan pecandu NAPZA. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi gambaran pemenuhan fungsi keluarga terhadap anggota keluarga yang menjalani proses rehabilitasi NAPZA di RSKO. Desain penelitian ini adalah deskriptif dari 25 pasien yang menjalani rehabilitasi rawat inap di RSKO dengan teknik total sampling. Hasil penelitian mengidentifikasi pemenuhan fungsi keluarga; 72 % pada fungsi afektif, 64% pada fungsi ekonomi, 60% pada fungsi pemeliharaan kesehatan, 64% pada fungsi reproduksi, dan 48% pada fungsi sosialisasi. Secara umum, 60% responden terpenuhi fungsi keluarganya. Tenaga kesehatan, khususnya perawat, di unit rehabilitasi RSKO diharapkan dapat mengoptimalkan program-program yang mendukung interaksi antara pasien dengan keluarganya agar fungsi keluarga tetap terpenuhi selama proses rehabilitasi.

Functioning of family is the one important thing in the recovery process of drug addicts. This study aims to identify the description of the functioning of the family against family members undergoing drug rehabilitation in RSKO. This study design is descriptive of the 25 patients undergoing inpatient rehabilitation in RSKO with total sampling technique. Results of the study identify the functioning of the family; 72% on affective function, 64% in the functioning of the economy, 60% on health care function, 64% of the reproductive function, and 48% in the socialization function. In general, 60% of respondents met the family function. Health workers, particularly nurses, in rehabilitation unit of RSKO is expected to optimize the programs that support the interaction between patients with their families in order to keep the family functioning during the rehabilitation process.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
S55603
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sahusilawane, Elvina Katerin
"Latar Belakang. Penyalahgunaan zat merupakan masalah global yang berkembang dengan angka kekambuhan yang cukup tinggi. Undang undang no 35 tahun 2009 mewajibkan semua penyalahguna zat untuk mengikuti rehabilitasi, namun terdapat perbedaan pendapat terkait efektifitas terapi berdasarkan keinginan untuk mengikuti rehabilitasi. Faktor yang turut berperan dalam keberhasilan rehabilitasi adalah tingkat kesiapan untuk berubah yang terlihat dari motivasinya. Implikasi UU no 35 dapat dilihat melalui perbedaan tingkat motivasi dan hubungannya dengan karakteristik serta mekanisme koping dari individu yang telah menjalani rehabilitasi berdasarkan keinginannya. Metode. Potong lintang melibatkan 100 orang penyalahguna zat yang telah mengikuti rehabilitasi selama periode bulan Juli-September 2014 di Balai Besar Rehabilitasi BNN. Pengukuran tingkat motivasi dengan instrumen University of Rhode Island Change Assessment Scale (URICA) dan mekanisme koping diukur dengan instrumen Brief-Coping Orientation to Problem Experienced (Brief-COPE). Hasil. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada tingkat motivasi antara penyalahguna zat yang mengikuti rehabilitasi secara sukarela dengan yang tidak sukarela setelah mengikuti proses terapi rehabilitasi. Terdapat hubungan antara tingkat motivasi dengan mekanisme koping (nilai p 0.001). Mekanisme koping yang digunakan pada subyek dalam penelitian berupa emotion-focus koping dan skor mekanisme koping yang terbanyak pada tingkat sedang. Simpulan. Tidak terdapat perbedaan tingkat motivasi pada penyalahguna zat yang telah menjalani rehabilitasi berdasarkan keinginan.
Background. Substance abuse is a growing global problem at a fairly high recurrence rate. Indonesia narcotics law no 35 in 2009 requires compulsory treatment for people with drug dependence, nevertheless there are many differences in opinions regarding the effectiveness of therapy based on the willingness to participate. Factors that contribute to the outcomes of rehabilitation s the readiness to change seen by motivation. The implications of the Law No. 35 can be seen through motivational level differences and its relationship with the characteristics and coping mechanisms of substance abusers who have undergone a rehabilitation based on the willingness to be rehabilitated. Method. A crosssectional involving 100 substance abusers who have undergone a rehabilitation program during the period July-September 2014 at BNN rehabilitation center. Motivation level measurement by University of Rhode Island Change Assessment Scale (URICA) instrument and coping mechanism by Brief-Coping Orientation to Problems Experienced (Brief-COPE) instrument. Result. There is no significant differences of motivational level between voluntary and compulsary substance abuser. There is a relationship between the level of motivation with coping mechanisms (p-value 0.001). Coping mechanisms used by the subject is emotionfocused coping with the highest score is at moderate level. Conclusion.There is no difference of motivational level among substance abusers who have undergone a rehabilitation program based on the willingness."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yohanes Dias Sanyoto
"Penanggulangan peredaran narkoba bagi narapidana atau tahanan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Narkotika Jakarta sangatlah berbeda dengan strategi pada umumnya. Selain sebagai tempat pemidanaan di lembaga pemasyarakatan ini juga dilaksanakana kegiatan pembinaan. Akan tetapi pola pembinaan yang relatif sama tersebut tidak bisa diberlakukan untuk semua kasus pemidanaan, karena ada beberapa kasus yang memerlukan penanganan secara spesifik. Demikian halnya penanganan narapidana tindak pidana narkotika dan psikotropika, dimana untuk tindak pidana tersebut penanganannya memerlukan treatmen tertentu yang lebih ke arah pemulihan perilaku dari ketergantungan narkotika dan psikotropika.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana penanggulangan peredaran narkoba di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Narkotika Jakarta serta faktor-faktor yang menjadi kendala dalam penanggulangan peredaran narkoba di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Narkotika Jakarta.
Metode penelitian yang digunakan dalam tesis ini merupakan penelitian deskriptif analisis, yaitu penelitian yang memberikan data atau gambaran secara analisis, kasus-kasus yang terjadi, dan melakukan wawancara terhadap para pejabat struktural, para petugas penjagaan, serta narapidana yang melanggar peraturan dengan mengkonsumsi narkoba di lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Narkotika Jakarta.
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa faktor yang mendorong terjadinya peredaran narkoba di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Narkotika Jakarta adalah jumlah penghuni yang padat, serta penggunaan handphone secara bebas, sistem pengamanan manual dan moral petugas yang masih mudah disuap hal ini dapat dilihat dengan masih ditemukan kasus-kasus peredaran narkoba, selain itu pihak Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Narkotika Jakarta juga mengalami kendala berupa terbatasnya anggaran, sumber daya manusia, kewenangan, dan kurangnya sarana dan prasarana yang mendukung dalam penanggulangan peredaran narkoba.
Dalam penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa pada dasarnya penanggulangan peredaran narkoba di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Narkotika Jakarta dapat dilaksanakan dengan baik bilamana Kepala Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Narkotika Jakarta mengoptimalkan petugas yang ada dengan meningkatkan disiplin, meningkatkan moral dan motifasi kerja, serta mengadakan penggeledahan secara rutin dan insidentil.

Trend of violence and drug using is increasing from time to time. With the most important causes is the limitation of criminal justice system in exceeding drug using?s effort. Among so many ways of drug entering into a prison, bring it inside food or drinking water is the most often during visiting period. Drug dealer is an actor behind those efforts with probably helped by an officer who work in prison and final caused an illegal drug dealing inside it.
The purpose of this research is trying to find out the way of how to exceed a drug dealing in Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Narkotika Jakarta with some obstacles in facing that problem.
Research method used in this study is an analysis of descriptive in which giving an overview of some cases and conducting an interview with high rank officer, guard personnel and also the prisoner who broke the rule by using drug inside prison area.
From the result of this research, we can find that some factors which caused drug dealing in Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Narkotika Jakarta are over capacity, unlimited telephone facility, manual controlling system and the moral quality of personnel who may receive a bribe easily that reflect from some cases describe inside. Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Narkotika Jakarta is also facing another kind of obstacles such as a limited budget, human resources, authority level and lack of supporting facilities in developing the exceeded of drug dealing.
The conclusion can be taken from this research is in order to build a well-controlled prison from drug dealing activity, Chairman of Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Narkotika Jakarta has to take a lot of real actions to optimize available personnel by increasing discipline, quality of moral, motivation and also conducting drug searching regularly and accidentally."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T 25412
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rulyanto
"ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya kendala dan permasalahan yang dihadapi oleh Rutan di Indonesia, dimana fungsi Rutan saat ini dikarenakan adanya masalah overkapasitas sering dijadikan sebagai tempat pembinaan narapidana. Hal ini tentunya tidak sejalan dengan fungsi Rutan yang hanya sebagai tempat pelayanan dan perawatan tahanan. Untuk itu diperlukan suatu model penyesuaian pembinaan sehingga Rutan dapat tetap memenuhi hak narapidana untuk mendapatkan pembinaan. Selain itu adanya fakta bahwa penanganan narapidana/tahanan kasus narkotika masih diperlakukan sama dengan narapidana/tahanan kasus lainnya, sehingga jauh dari prinsip rehabilitasi.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan menggunakan pendekatan integrative criminology dalam merumuskan model penyesuaian yang dapat diterapkan sesuai dengan kasus yang dihadapi. Dalam pengumpulan data, penelitian ini menggunakan wawancara dan observasi lapangan guna mendapatkan deskripsi kondisi lapangan di Rutan dan studi pustaka sebagai cara pemetaan teori guna mendapatkan model yang mempunyai dasar secara teoritis.
Hasil penelitian menunjukan akan adanya kebutuhan model penyesuaian terhadap penanganan narapidana narkotika, khususnya yang ditempatkan di Rutan seperti yang terjadi di Rutan Klas 1 Cipinang. Model penyesuaian menggabungkan kondisi dan praktek lapangan yang selama ini terjadi dengan prinsip penanganan pasien narkotika yang sesuai dengan UNODC.

ABSTRACT
This research was motivated by the constraints and problems faced by Rutan in Indonesia, where the function of Rutan due to overcapacity problem is often used as a place for coaching inmates. This is certainly not in line with the function of detention (Rutan) as a place for caring and serving the prisoners only. It requires an adjustment model of coaching so that detention (Rutan) can still fulfill the rights of prisoners to receive guidance. Besides, the fact that the handling of the prisoners / detainees of narcotics cases are still treated the same way as inmates / detainees of other cases, and it is far from the principles of rehabilitation. This study is a qualitative research, using integrative criminology approach in formulating the adjustment model that can be applied in accordance with the case at hand. In collecting the data, this study uses interviews and field observations in order to obtain a description of field conditions at the detention center, and literature researches as a way of mapping theory in order to obtain a model that has a theoretical basis. The results showed a need of adjustments model in handling the narcotics inmates, especially those who are placed in detention (Rutan) as occurred in Rutan Klas 1 Cipinang. The adjustment model incorporates the field conditions and practices that have been happening with the principle of treating patients with drugs that is in line with UNODC"
2016
T46463
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian ini berlujuan mengetahui dinamika dan pola coping stress' dan
onentasi religiusitas pengguna narkoba pada remaja akhir. Hal ini dilatar
belakangi oleh kenyatazm penderita ketergantungan narkoba di Indonesia
mengalami peningkatan, khususuya pada remaja. Menumt konsep model
ketergannmgan dari Brickman (dalam Marlalt & Boer, 1988), aktivititas
ketergantungan narkoba climotivasi oleh usaha individu untuk beradaptasi
terhadap stres yang agaknya lebih dihubungkan dengan alcibar penggunaan
narkoba itu sendin dibandingkan dengan awal peznggunaan narkoba. Namun
demikian, banyak pengglma narkoba yang berusaha mengubah pola
pemakaiannya dan menginisiasi suatu proses perubahan. Fenomena adanya
usaha untuk melakukan perubahan pada individu yang rnengalami ketergantungan
narkoba menunjukkan bahwa merelca melakukan penyesuaian terhadap tuntutan
yang bersifat internal maupun ekstemal atau dengan kata lain melakukan coping.
Dari beberapa hasil penelitian dikelahui ada beberapa faktor yang mempengaruhi
coping stress individu, diantaranya faktor religiusitas. Banyak penelitian
menunjukkan keyakinan religius dihubungan dengan hasil kesehatan mental dan
Esmlc yang posilii Pada pengguna narkoba, agama mempakan salah satu yang
paling konsisten berkorelasi dengan penunman pemakaian narkoba. Selain itu
faktor lain yang membantu proses coping individu adalah locus of contral dan
persepsi terhadap adanya dukungan sosial yang diberikan.
Penelirian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi kasus.
Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa remaja pengguna narkoba pada kasus
ini mempnnyai dinarnica dalam mempersepsikan dan mengatasi sires dengan
aspek-aspek yang mempengaruhi perilaku coping stress-uya selama program
penyembuhan keterganlungn terhadap narkoba. Kedua subjek remaja pada kasus
ini mengembangkan kedua pola jenis coping stress, yaitu problem focused dan
emotion focused siraiegies.
Aspek internal remaja yang ditelili pada kasus ini yaitu orientasi
religiusitas, focus of control dan persepsi yang positif terhadap aclanya dukungan
sosial yang diterima menjadi sumber daya (bzgyer) yang mempengaruhi coping
stress mereka sehingga mereka masih berperilaku adaptif selama berada di
pesantren rehabilitasi. Namuu demikian, pada situasi yang tidak kondusif seperlzi
adanya konflik dengan orang tua (ayah) ketika mereka kembali ke lingkungan
rumah, menyebabkan mereka melakukan coping maladaptl yaitu relapse.
Konflik dengan ayah menyebabkan remaja mempunyai persepsi yang negatif
terhadap adanya duklmgan sosial dari ayah, m pengaruhi orientasi religiusitas
dan focus of control remaja. Relapse ditentukan oleh interaksi antam
inclividu,situasi dan fisiologis. Relapse pada remaja pada kasus disebabkan
oleh kondisi fisiologi yang masih berada dalam taraf penyembuhan, dan dipicu
oleh adanya situasi konflik yang menyebabkan mereka memsa tidak memplmyai
kompetensi dalam melakukan coping stress yang adaptif Di sisi lain mereka
mempunyai keyakinan bahwa narkoba dapat memberikan efek positif yang
sehingga mereka dapar meminimalislr atau keluar dari kondisi yang
negatli
Perilaku pada fase perubahan aktif dari ketergantungan (adiksi),
dipengaruhi oleh fuktor treatment, gender, motivasi,usia, kepribadian, fungsi
kognitif psikososial (Davies dan Stacey dalam Marlatt & Boer, 1988). Untuk itu
muntuk penelitian selanjutnya adalah agar melakukan penelitian dengan
jumlah subjek yang lebih banyak dengan melihat pengaruh pabedaan faktor
treatment, usia, tingkat ketergantungan dan pola asuh orang tua. Untuk penelitian
selanjutnya disarankan agar melakukan penelitian dengan pendekatan kuantitatif
sehjngga diperoleh hasil yang dapat terukur secara statistik."
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T38139
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>