Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 191419 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Utami Ratnaningsih
"Morbiditas pasien penyakit ginjal kronis memengaruhi jenis dan jumlah terapi obat yang potensial dapat menimbulkan beragam masalah terkait obat. Salah satu peran Apoteker adalah mengidentifikasi dan mencegah terjadinya masalah terkait obat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara polifarmasi dan masalah terkait obat serta mengevaluasi jenis dan jumlah masalah terkait obat pada pasien ginjal kronis di ruang rawat inap RS PMI Bogor. Penelitian ini menggunakan rancangan studi potong lintang. Data primer adalah data masalah terkait obat. Data sekunder dari formulir pemantauan terapi obat oleh farmasi klinik. Penelitian dilakukan di ruang instalasi farmasi RS PMI Bogor periode 28 September?05 Desember 2015. Analisis univariat dilakukan untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi serta proporsi dari variabel yang diteliti. Analisis multivariat uji regresi logistik menguji hubungan variabel bebas, perancu, dan masalah terkait obat. Evaluasi dilakukan terhadap 682 terapi obat dari 92 orang pasien penyakit ginjal kronik. Persentase pasien dengan polifarmasi sebesar 83,7% dan pasien dengan masalah terkait obat sebesar 73,9%. Jumlah obat penyebab masalah terkait obat sebanyak 73 obat (55,3%). Jumlah masalah terkait obat dalam kategori masalah obat sebesar 207 masalah dengan persentase efek pengobatan yang tidak optimal sebesar 67,6%. Ada hubungan bermakna antara pasien yang mendapat obat polifarmasi dan kejadian masalah terkait obat (p=0,000). Pasien penyakit ginjal kronis dengan polifarmasi berisiko 21,67 kali mengalami kejadian masalah terkait obat.

Morbidity in patients with chronic kidney disease affects variety of types and number of drug treatment, then it is potential to cause variety of types and number of drug-related problems. Pharmacists play a role in identifying and preventing drug-related problems. This study aimed to determine the relationship between polypharmacy and drug-related problems, as well as evaluating the type and number of drug-related problems in chronic kidney disease inpatient in Indonesian Red Cross Bogor hospital. This study was retrospective cross sectional study design. The primary data was obtained by identifying drug related problems. The secondary data was taken from drug therapy monitoring form by the clinical pharmacy. The study was conducted at the hospital pharmacy at PMI Bogor hospital during 28 September to 5 December 2015. Univariate analysis was performed to get the distribution frequency and proportion of the variables, such as the characteristics of the patient and drug therapy, as well as the number and types of drug-related problems with the classification of Pharmaceutical Care Network Europe (PCNE). Multivariate logistic regression analysis was conducted to test whether there was a relationship between the confounding variable with drug-related problems. An evaluation was taken on 682 drug treatment of 92 chronic kidney disease patients. The number of patients who experience polypharmacy was 83.7%. The number of patients experiencing drug-related problems was 73.9%. The number of problem in drug-related problems classification was 207 problems, with the nonoptimal treatment effect (67.6%). There was a significant association between patients who received polypharmacy and the incidence of drug-related problems (p=0.000). Chronic kidney disease patients who received polypharmacy had the risk of 21,667 times to experience drug-related problems."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihotang, Retta C.
"ABSTRAK
Pemilihan obat antidiabetik oral (OAD) pada pasien diabetes melitus tipe 2 (DMT2) dengan penyakit ginjal kronik (PGK) sangatlah penting karena sebagian besar OAD diekskresikan melalui ginjal sehingga diperlukan penyesuaian dosis. Di Indonesia, sulfonilurea (SU) kerja pendek umum dipakai untuk pengelolaan DMT2 dengan PGK. Tinjauan pustaka ini membahas perbandingan efektivitas dan keamanan beberapa jenis SU dengan OAD lainnya pada pasien DMT2 dengan PGK. Golongan obat yang dievaluasi adalah SU, tiazolidindion (TZD), penghambat DPP-IV, dan penghambat SGLT-2. Sulfonilurea kerja pendek (gliklazid dan glipizid) dan penghambat SGLT-2 (empaglifozin dan canaglifozin) dapat menghambat progresi PGK pada DMT2. Pioglitazon dan sitagliptin dikaitkan dengan progresi PGK yang lebih tinggi, sementara linagliptin berefek netral terhadap perburukan PGK. Namun, sitagliptin dan linagliptin memiliki risiko lebih rendah dalam menyebabkan hipoglikemia dibandingkan SU kerja pendek. Dengan demikian, dapat disimpulkan OAD golongan SU kerja pendek, seperti gliklazid dan glipizid masih dapat menjadi pilihan utama untuk pengelolaan glukosa darah pada pasien DMT2 dengan PGK di Indonesia."
Jakarta: Bidang Penelitian dan Pengembangan Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
610 JPDI 5:3 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Riselligia Caninsti
"Salah satu penyakit yang terus meningkat persentasenya saat ini dan menimbulkan kekhawatiran bagi masyarakat adalah penyakit ginjal. Kekhawatiran masyarakat muncul karena dalam perjalanan penyakit ginjal, pada tahap awal pasien tidak merasakan keluhan apapun. Walaupun tidak memperlihatkan gejala, penyakit ini akan terns berproses secara bertahap selama bertahun-tahun hingga pada akhimya pasien telah mengalami gagal ginjal pada tahap terminal dan harus menjalani terapi hemodialisa seumur hidup.
Sehubungan dengan penyakitnya, pasien yang menjalani terapi hemodialisa menghadapi masalah-masalah dalam menjalani hidupnya karena membawa beberapa dampak pada individu, diantaranya adalah dampak tisik, dampak sosial dan dampak psikologis. Dampak psikologis yang dirasakan pasien tampaknya kurang menjadi perhatian bagi para dokter ataupun perawat. Pada umumnya, pengobatan di rumah sakit difokuskan pada pemulihan kondisi fisik tanpa memperhatikan kondisi psikologis penderita. Keterbatasan dokter dan perawat dalam menggali kondisi psikologis pasien membuat hal ini terkesan kurang diperhatikan.
Oleh karena itu diperlukan suatu metode yang sederhana untuk mengetahui kondisi psikologis dalam setting klinis yang nantinya dapat membantu dokter saat berhadapan dengan pasien. Salah satunya adalah menggunakan Alat Ukur Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS) yang telah dirancang untuk digunakan dalam setting rumah sakit dan hanya terdiri dari 14 item. HADS terdiri dari dua subskala, yaitu anxiety (kecemasan) dan depression (depresi). Item-item dalam HADS terdiri dan 7 item berhubungan dengan anxiety (kecemasan) dan 7 item lainnya berhubungan dengan depression (depresi).
Dengan menggunakan HADS, diharapkan pasien dapat lebih mudah memberikan respon sesuai dengan kondisi yang ia rasakan. Alat ukur HADS yang semula menggunakan bahasa Inggris akan diterjemahkan terlebih dahulu ke dalam bahasa Indonesia. Dengan adanya penelitian ini maka dapat diketahui gambaran kecemasan dan depresi pada penderita gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Sehingga dapat memberikan penanganan yang tepat kepada pasien."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
T17822
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melody Febriana Andardewi
"Latar Belakang: Pruritus menjadi salah satu gejala yang dialami oleh pasien dengan penyakit ginjal kronik (PGK). Pruritus yang berasosiasi dengan PGK mayoritas terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisis (HD) dan dapat terjadi pada resipien transplantasi ginjal (RTG). Gejala pruritus yang tidak ditangani dengan baik dapat memberikan dampak terhadap kualitas hidup. Belum terdapat penelitian yang membandingkan proporsi derajat keparahan pruritus, kualitas hidup, dan korelasi berbagai faktor biokimia antara pasien HD dengan RTG di Indonesia. Tujuan: Membandingkan derajat keparahan pruritus, kualitas hidup, serta korelasi kadar hs-CRP, kalsium, fosfat, dan e-GFR antara pasien PGK yang menjalani HD dengan RTG. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain potong lintang. Setiap SP dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan laboratorium. Skala gatal 5 dimensi (5-D) digunakan untuk evaluasi derajat keparahan pruritus dan Indeks Kualitas Hidup Dermatologi (IKHD) digunakan dalam menilai kualitas hidup. Analisis statistik yang sesuai dilakukan untuk membuktikan hipotesis penelitian dengan nilai kemaknaan yang digunakan adalah p <0,05. Hasil: Dari 30 SP di masing-masing kelompok, proporsi pruritus derajat sedang-berat sebesar 76,7% pada kelompok HD sedangkan pada kelompok RTG sebanyak 83,3% mengalami pruritus derajat ringan (RR = 4,6; IK 95% = 2,02–10,5; p <0,001). Median skor IKHD pada kelompok HD adalah sebesar 5 (3–6) sedangkan pada kelompok RTG sebesar 3 (2–4) (p <0,001). Terdapat korelasi positif yang bermakna antara hs-CRP dengan skor skala gatal 5-D pada kelompok HD (r = 0,443; p <0,05). Terdapat korelasi negatif yang bermakna antara e-GFR dengan skor skala gatal 5-D pada RTG (r = -0,424; p <0,05). Tidak terdapat korelasi yang bermakna secara statistik antara kadar kalsium dan fosfat dengan skor skala gatal 5-D pada kedua kelompok. Kesimpulan: Pasien HD lebih banyak mengalami pruritus derajat sedang-berat dibandingkan pada RTG. Pruritus pada kelompok HD berdampak ringan hingga sedang terhadap kualitas hidup sedangkan pada kelompok RTG pruritus berpengaruh ringan terhadap kualitas hidup. Pada pasien HD, semakin tinggi kadar hs-CRP maka semakin meningkat skor skala gatal 5-D. Pada pasien RTG, semakin menurun nilai e-GFR maka semakin meningkat skor skala gatal 5-D.

Background: Pruritus is one of the symptoms experienced by patients with chronic kidney disease (CKD). Most patients with chronic kidney disease-associated pruritus (CKD-aP) occur in dialysis patients and could also happen in kidney transplant (KT) recipients. Inappropriate management of pruritus could impact the quality of life (QoL). No studies have compared the severity of pruritus, QoL, and the correlation of various biochemical factors between hemodialysis (HD) and KT recipients in Indonesia. Objective: To compare the severity of pruritus, QoL, and the correlation of hs-CRP, calcium, phosphate, and e-GFR levels between HD and KT recipients. Methods: This is a cross-sectional analytic observational study. Medical history, physical examination, and laboratory examination were conducted on each subject. The 5-dimensional (5-D) itch scale was used to evaluate the severity of pruritus. Dermatology Life Quality Index (DLQI) was used to assess the QoL. Appropriate statistical analysis was conducted to prove the research hypothesis with a significance value of p <0.05. Results: Out of 30 subjects in each group, the proportion of moderate to severe pruritus was 76.7% in the HD group. In the KT group, 83.3% experienced mild pruritus (RR = 4.6; CI 95% = 2.02– 10.5; p <0.001). The median DLQI score in the HD group was 5 (3–6), while in the KT group was 3 (2–4) (p <0.001). There was a significant positive correlation between hs-CRP and the 5-D itch scale in the HD group (r = 0.443; p <0.05). The KT group had a significant negative correlation between e-GFR and the 5-D itch scale (r = -0.424; p <0.05). Both groups had no statistically significant correlation between calcium and phosphate levels and the 5-D itch scale. Conclusion: Moderate-to-severe pruritus was more common in HD patients than in KT recipients. Pruritus in HD patients had a mild to moderate effect on QoL, whereas pruritus in KT recipients had a mild impact on QoL. A higher level of hs-CRP in HD patients results in a higher 5-D itch scale. In KT recipients, the lower the e-GFR value, the higher the 5-D itch scale."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tatu Meri Marwiyyatul Hasna
"Penyakit ginjal kronik merupakan penyakit kronik yang bersifat irreversible dan progresif yang disebabkan oleh kerusakan vaskular seperti pada hipertensi dan diabetes mellitus. Kerusakan vaskular pada penyakit ginjal kronik dapat menyebabkan masalah kelebihan volume cairan tubuh yang dapat mengakibatkan komplikasi sistemik. Penulisan karya ilmiah ini menggunakan studi kasus dengan tujuan menganalisis intervensi pemantauan cairan pasien penyakit ginjal kronik dengan menggunakan lembar pemantauan intake dan output. Intervensi pemantauan cairan dilakukan selama 5 hari di ruang rawat gedung A lantai 7 zona A RSUPN. Dr. Ciptomangun Kusumo Jakarta. Rekomendasi dari kasus ini adalah penggunaan lembar pemantauan pada pasien yang beresiko mengalami ketidakseimbangan cairan seperti pada pasien penyakit ginjal kronik. Sehingga intervensi penggunaan lembar pemantauan efektif untuk mengatasi kelebihan volume cairan.

Chronic kidney disease is  a chronic, irreversible, and progressive disease resulting from vascular impairment such that occurs in hypertension and diabetes mellitus condition. Vascular impairment in chronic kidney disease may result in excess fluid volume which leads to systemic complications. The study design was case study and aimed to analyze fluid monitoring intervention in patient with chronic kidney disease by employing intake and output monitoring sheet. The intervention was conducted in Zone A ward of 7th floor Building A of RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo for 5 days long. The study recommends the use of fluid monitoring sheet in patient with risk for fluid imbalance such as in chronic kidney disease. Therefore, use of intake and output monitoring sheet is effective in managing excess fluid volume.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Paulus Mandiara
"Kebiasaan dalam jangka waktu yang lama akan pola diet yang tidak sehat pada masyarakat perkotaan menjadi salah satu faktor resiko terjadinya hipertensi. Penyakit ini menjadi salah satu faktor penyebab kerusakan ginjal yang dapat mengakibatkan gagal ginjal kronik. Pasien gagal ginjal kronik sering terjadi kelebihan volume cairan akibat kerusakan fungsi filtrasi glomerolus. Oleh karena itu perlu dilakukan pembatasan cairan yang ketat, efektif dan efesian untuk mencegah terjadinya komplikasi dengan upaya pemantauan intake dan output cairan. Penulisan karya ilmiah ini menggunakan metode studi kasus dengan menggunakan fluit intake output chart dan dibuktikan bahwa pemantauain ini efektif untuk menangani kelebihan volume cairan dibuktikan dengan tidak bertambahnya komplikasi yang terjadi pada pasien.

Long lasting habits of unhealthy diet in urban society is becoming one of hypertension risk factor. This disease has become a factor causing kidney damage, which can lead to chronic kidney failure. Chronic kidney failure patients commonly experience volume overload due to damage in glomerular filtration function. Hence, fluid restriction is needed as effective and efficient to prevent complication by monitoring fluid intake and output. This scientific writing uses case study method by using fluid intake-output chart to prove that this monitoring method is effective in handling fluid overload by looking at the occurrence of complication in patient."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Meilani Kumala
"Insiden dan prevelansi penyakit ginjal kronik (PGK) meningkat dari tahun ke tahun baik di negara maju ataupun sedang berkembang. Malnutrisi energi protein (MEP) sering dijumpai pada penderita PGK dengan dialisis (PGK-D) ataupun sebelum mendapat terapi dialisis (PGK-ND). Malnutrisi energi protein pada PGK-ND dapat menurunkan kualitas hidup, meningkatkan morbiditas dan mortalitas serta merupakan prediktor yang kuat terhadap survival penderita PGK-D di kemudian hari. Tujuan penelitian untuk memperoleh parameter komposisi tubuh dan fungsi otot yang dapat mendeteksi kecenderungan terjadinya MEP pada penderita PGK-ND.
Metode. Penelitian dilakukan di Bagian Penyakit Dalam RS Sumber Waras, RS PGI. Cikini, RS Islam Jakarta dan Universitas Tarumanegara dengan rancangan cross sectional. Subyek penelitian: 45 penderita PGK-ND (30 laki=laki, 15 perempuan) dan 45 subyek kontrol yang disepadankan jenis kelamin, usia (PGK-ND 48,2 ≠7,3 tahun, kontrol 47,7 + 6,2 tahun) tinggi badan (PGK-ND 159,4 ≠ 7,5 cm, kontrol 160,6 ≠ 7,6 cm) dan indeks massa tubuh (IMT) (PGK-ND 22,4 ≠ 3,4 kg/m2, kontrol 22,5 ≠ 3,1 kg/m2). Status nutrisi dikelompokkan dalam status nutrisi kurang, normal dan lebih berdasarkan IMT, WHO, 1995. Pada penderita dan subyek kontrol dilakukan penilaian asupan nutrisi (tanya ulang 2 X 24 jam dan pncatatan asupan makanan), pemeriksaan biokimiawi (darah dan urin), pengukuran komposisi tubuh (antropimetri dan bioelectric impedance analysis, BIA). dan fungsi otot (kekuatan genggam tangan).
Hasil. Penderita dan subyek kontrol didapatkan 7 (15,6%) status nutrisi kurang, 28 (62,2%) normal dan 10 (22,2%) lebih. Rerata laju filtrasi glomerulus penderita PGK-ND sebesar 19,3 + 1,7 mL/men/1,73m2, 13 (28,9%) penderita stadium 3, 17 (37,8%) stadium 4 dan 15 (33,3%) stadium 5. Konsentrasi albumin, prealbumin dan insulin like growth factor-1 (IGF-1) penderita PGK-ND tidak berbeda bermakna berdasarkan status nutrisi dan stadium PGK. Konsentrasi transferin didapatkan lebih tinggi bermakna pada penderita PGK-ND status nutrisi lebih dibandingkan dengan status nutrisi kurang dan normal. Konsentrasi C reactive protein (CRP) lebih tinggi bermakna pada penderita PGK-ND status nutrisi kurang dibandingkan dengan status nutrisi baik. Derajat asidosis metabolik (konsentrasi HCO3) penderita PGK-ND tidak berbeda berdasarkan status nutrisi dan stadium PGK. Secara antropometri massa bebas lemak (MBL), indeks-MBL (I-MBL), massa lemak (ML) dan persen (ML penderita PGK-ND tidak berbada bermakna dengan subyek kontrol. Berdasarkan BIA didapatkan MBL, dan I-MBL, persen ML penderita PGK-ND lebih tinggi bermakna dibandingkan subyek kontrol (p < 0,05). Massa bebas lemak (MBL), I-MBL dan ML mempunyai linearitas dengan klasifikasi status nutrisi berdasarkan uji trend analysis. Massa bebas lemak dan I-MBL berkolerasi dengan IMT. Massa bebas lemak, I-MBL, ML dan PGK-ND tidak berbeda dengan subyek kontrol dan berdasarkan status nutrisi serta stadium PGK. Status (KGT) penderita lebih rendah bermakna dibandingkan dengan kontrol, dan KGT penderita dengan status nutrisi kurang lebih rendah bermakna dibandingkan dengan status nutrisi baik. Kekuatan genggam tangan mempunyai korelasi dengan I-MBL dan IMT. Terdapat kesesuaian yang baik antara I-MBL dan KGT dengan IMT untuk penilaian status nutrisi penderita PGK-ND. Dengan uji Receiver Operating Curve didapatkan titik potong I-MBL sebesar 14,23 kg/m2 dan titik potong KGT sebesar 9,7 kg untuk membedakan status nutrisi kurang dan baik.
Kesimpulan. Penelitian ini menunjukkan protein viseral (albumin, prealbumin, transferin dan insulin like growth factor-1) merupakan parameter status nutrisi yang lemah untuk penderita PGK-ND. Indeks massa tubuh mempunyai kolerasi positif dengan I-MBL dan KGT. Indeks-MBL dan KGT dapat membedakan derajat status nutrisi penderita (PGK-ND stadium 3,4 dan 5, dan dapat digunakan sebagai prediktor untuk skrining status nutrisi pada penderita PGK-ND."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
D638
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Hapsari Retno Agustiyowati
"ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan model perilaku adaptasi pasien penyakit ginjal kronis pre dialisis serta mengidentifikasi efektifitas model terhadap respon adaptasi fisiologi, perilaku adaptasi psikologi, pengetahuan dan sikap. Penelitian ini merupakan riset development yang dilakukan dalam dua tahap. Tahap satu mengidentifikasi masalah melalui penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi deskriptif tentang pengalaman hidup pasien dengan penyakit ginjal kronis pre dialisis, dilanjutkan membuat solusi dengan mengembangkan model perilaku adaptasi pasien penyakit ginjal kronis pre dialisis. Penelitian tahap dua quasi eksperimen dengan desain pre-test-post-test with control group untuk melihat efektifitas model pada 70 pasien penyakit ginjal kronis pre dialisis 38 orang kelompok intervensi dan 32 orang kelompok kontrol . Hasil penelitian tahap satu berupa buku model dan panduan implementasi, materi pembelajaran perilaku adaptasi untuk perawat pelaksana, serta booklet perilaku adaptasi untuk pasien penyakit ginjal kronis pre dialisis. Hasil penelitian tahap dua membuktikan kelompok intervensi memiliki respon adaptasi fisiologi, perilaku adaptasi psikologi, serta pengetahuan dan sikap yang lebih baik dibanding kelompok kontrol. Kesimpulan hasil penelitian ini adalah model perilaku adaptasi pasien penyakit ginjal kronis pre dialisis efektif terhadap respon adaptasi fisiologi, perilaku adaptasi psikologi, pengetahuan dan sikap. Saran melakukan sosialisasi model, advokasi ke unit terkait, aplikasi dalam asuhan keperawatan pada pasien penyakit ginjal kronis pre dialisis. Kata kunci: model perilaku adaptasi, respon adaptasi fisiologi, perilaku adaptasi psikologi, penyakit ginjal kronis pre dialisis

ABSTRACT
The purpose of this study is to develop a model of adaptation behaviors for patients with chronic kidney disease pre dialysis and identify the effectiveness of the model towards physiological adaptation response, psychological adaptation behavior, knowledge and attitude of the patients. The study is a development research done in two stages. Stage one is identification of the issues through qualitative study according to descriptive phenomenology approach related to patients rsquo life experiences with chronic kidney disease pre dialysis, continued by the development of a model of adaptation behaviors for patients with chronic kidney disease pre dialysis as a solution to the issue. Stage two is a quasi experiment according to pre test post test with control group design to observe the effectiveness of the model in 70 patients with chronic kidney disease pre dialysis 38 subjects in the intervention group and 32 subjects in control group . The result of stage one study is a model book and implementation guideline, adaptation behaviors learning material for caregiver nurse and basic adaptation behaviors booklet for patients with chronic kidney disease pre dialysis. The result of stage two study proved that the intervention group has a physiological adaptation response, psychological adaptation behavior, knowledge and attitude better than the control group. In conclusion, the constructed model of adaptation behaviors for patients with chronic kidney disease pre dialysis is effective towards physiological adaptation response, psychological adaptation behavior, knowledge and attitude of the patients. Suggestions for model dissemination, advocacy to related units, application in nursing care in patients with chronic kidney disease pre dialysis. Keywords Model of adaptation behaviors, physiological adaptation response, psychological adaptation behavior, chronic kidney disease pre dialysis"
2017
D2349
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Hadi Susanto
"Latar Belakang: Penyakit ginjal diabetik (PGD) merupakan komplikasi mikrovaskular yang paling sering terjadi pada diabetes melitus. Podositopati merupakan kunci utama dari kerusakan glomerular pada PGD. miRNA-21 merupakan regulator epigenetik yang mempunyai peran dalam kerusakan podosit pada PGD, namun hasil dari penelitian yang sudah ada sebelumnya masih menyisakan kontroversi tentang peran miRNA-21 pada patogenesis PGD. Tujuan: Mengetahui korelasi antara kadar miRNA-21 dengan kadar nefrin urin, podosin urin, dan rasio albumin kreatinin urin pada pasien PGD. Metode: Studi potong lintang terhadap 42  pasien PGD di RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta selama periode April sampai Juli 2023. Uji korelasi dilakukan untuk menilai hubungan miRNA-21 dengan nefrin, podosin, dan rasio albumin kreatinin urin. Regresi linier dilakukan untuk menilai variabel perancu terhadap hubungan tersebut. Hasil: Didapatkan hasil rerata ekspresi relatif miRNA-21 0,069 (0,024) , median nefrin 35,5 (15,75 – 51,25)ng/ml, median podosin 0,501 (0,442– 0,545) ng/mL, dan rasio albumin kreatinin urin 150 (94,56 – 335,75) ng/ml.Ditemukan korelasi antara miRNA-21 dengan nefrin (r = 0,598; p = <0,0001). Ditemukan korelasi antara miRNA-21 dengan rasio albumin kreatinin urin (r = 0,604; p = <0,0001). Tidak didapatkan korelasi antara miRNA-21 dengan podosin. Simpulan: Terdapat korelasi positif antara miRNA-21 dengan nefrin dan rasio albumin kreatinin urin namun tidak didapatkan korelasi yang bermakna antara miRNA-21 dengan podosin urin.

Diabetic kidney disease (DKD) is the most common microvascular complication in diabetes mellitus. Podocytopathy is a key component of glomerular damage in DKD. miRNA-21 is an epigenetic regulator that plays a role in podocyte damage in DKD, however, the results of previous studies have not resolved the controversy about the role of miRNA-21 in the pathogenesis of DKD. Objective: The aim is to investigate the correlation between miRNA-21 levels and the urinary nephrin, urinary podosin, and urinary albumin-creatinine ratio (uACR) in patients with DKD.  Methods: A cross-sectional study of 42 patients with DKD was conducted at Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta from April to June 2023. A correlation test was performed to assess the association of miRNA-21 with the nephrin, podosin, and uACR. A linear regression test was performed to assess the confounding variables in these relationships. Results: The mean relative expression of miRNA-21 was 0.069 (0.024), the median nephrin was 35.5 (15.75 - 51.25) ng/ml, the median podocin was 0.516 (0.047 - 0.620) ng/ml, and the uACR was 150 (94.56 - 335.75) ng/ml. There was a correlation between miRNA-21 and nephrin (r = 0.598; p = <0.0001). There was a correlation between miRNA-21 and the uACR (r = 0.604; p = <0.0001). No correlation was found between miRNA-21 and podocin. Conclusions: There was a positive correlation between miRNA-21 and nephrin and urinary albumin-creatinine ratio, but no significant correlation between miRNA-21 and urinary podocin."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rendy Andika
"Latar Belakang: Penderita penyakit ginjal kronik akan mengalami berbagai stressor dalam kehidupan sehari-hari yang dapat menurunkan kualitas hidupnya. Kualitas hidup yang buruk berkorelasi dengan peningkatan mortalitas dan morbiditas. Penelitian ini bertujuan untuk mengadaptasi kuesioner KDQOL-SF ke dalam bahasa Indonesia dan mengevaluasi reliabilitas dan validitas kuesioner pada subjek sehat di Indonesia.
Metode: Kuesioner KDQOL-SF yang sudah diterjemahkan sebelumnya diberikan kepada 33 subjek sehat di RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo. Responden berusia di atas 18 tahun dan mampu berbahasa Indonesia secara lisan dan tulisan. Reliabilitas diukur dengan menggunakan koefisien korelasi intraclass Alpha Cronbach dan reliabilitas konsistensi internal. Validitas dievaluasi menggunakan uji korelasi Pearson.
Hasil: Dari 33 responden, mayoritas subjek berjenis kelamin laki-laki (81%) dengan rerata usia 47,4 13,7 tahun. Skor tertinggi pada aspek dukungan sosial dengan skor rata-rata 99,48 2,95, sedangkan skor terendah adalah aspek vitalitas dengan skor rata-rata 63,28 ± 11,61. Nilai Alpha Cronbach antara 0,580-0,999 dan koefisien korelasi Pearson antara 0,405 0,976 dengan P < 0,05.
Kesimpulan: Kuesioner KDQOL-SF yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia valid dan reliabel untuk digunakan dalam menilai kualitas pasien sebelum transplantasi ginjal di Indonesia.

Background: Patients with chronic kidney disease will endure various stressors in daily living which may decrease their quality of life. Poor quality of life correlates with increased mortality and morbidity. This research aims to adapt the KDQOL-SF questionnaire into Indonesian and to evaluate the reliability and validity of the questionnaire in healthy subjects in Indonesia.
Methods: Previously translated (into Indonesian) KDQOL-SF questionnaire was given to 33 healthy subjects at Dr. Cipto Mangunkusumo General Hospital. Respondents were over 18 years old and were able to speak Indonesian orally and in written form. Reliability was measured using Alpha Cronbach’s intraclass correlation coefficient and internal consistency reliability. Validity was evaluated using Pearson’s correlation test.
Results: Out of 33 respondents, majority of subjects were male (81%) with mean age 47.4 ± 13.7 years old. Highest score was in social support aspects with mean score 99.48 ± 2.95, while the lowest score was vitality aspect with mean score 63.28 ± 11.61. Alpha Cronbach’s score was between 0.580-0.999 and Pearson’s correlation coefficient between 0.405-0.976 with P <0.05.
Conclusions: KDQOL-SF questionnaire, which was translated into Indonesian, was valid and reliable to be used in evaluating patients’ quality of before kidney transplantation in Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>