Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 157679 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fadhlul Hamid
"Karya akhir ini membahas keterlibatan operator dan regulator dalam kejahatan terhadap keselamatan penerbangan dengan menggunakan metode studi kepustakaan Keterlibatan operator dan regulator dianalisis dengan menggunakan konsep state corporate crime yang melihat bagaimana regulator terlibat di dalam tindak kejahatan khususnya memberikan fasilitas untuk terjadinya kejahatan yang dilakukan oleh operator terhadap keselamatan penerbangan. Hasil dari tulisan ini memperlihatkan bahwa operator sengaja melakukan perawatan dan perbaikan yang tidak layak terhadap pesawat yang mengalami kerusakan sebagai aktivitas yang membahayakan dan merupakan kejahatan terhadap keselamatan penerbangan Regulator terlibat karena tidak melakukan pengawasan pengaturan dan evaluasi yang layak terhadap kegiatan operator.

The objective of this study was to see the involvement of operator and regulator in crime against the safety of aviation by using literature study The involvement of both operator and regulator was analyzed with the concept of state corporate crime which sees how regulator was involved in crime especially by facilitating the crime by operator to the crime against the safety of aviation. The result of this study shown that operator did not fix and maintain their planes with decent treatments with intention as harmful activity and as crime against the safety of aviation Regulator was involved since they did not supervise regulate and evaluate operator activities."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
McFarland, Ross A.
New York: McGraw-Hill, 1953
711.78 MCF h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Musanif
"Meningkatnya kesadaran terhadap keselamatan di penerbangan Indonesia tidak berarti terbebas dari tanggung jawab untuk terus meningkatkan dan mempertahankan kesadaran tersebut. Diperlukan langkah pencegahan yang dapat diimplementasikan dengan mudah untuk mengidentifikasi kondisi awal sebelum terjadinya suatu kejadian, terutama yang berkaitan dengan human factor. Dari semua studi yang telah dilakukan di Indonesia, belum banyak yang membahas tentang bagaimana menentukan program keselamatan yang dapat memperhatikan sisi human factor dan sesuai dengan kebutuhan organisasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis program keselamatan yang tepat untuk suatu organisasi berbasis human factor dan juga kriteria dalam pemilihannya. Pemilihan program keselamatan ini menggunakan metode pengambilan keputusan AHP (Analytical Hierarchy Process). Dalam metode ini, diambil empat kategori, dua belas subkategori dan tiga alternatif untuk pemilihan program. Pemilihan kriteria, subkriteria dan alternatif dilakukan melalui diskusi dengan narasumber yang berasal dari kalangan akademisi dan praktisi di industri penerbangan. Alternatif yang dipilih adalah dirty dozen, HFACS, dan LOSA. Hasil akhir komparasi dengan menggunakan metode pengambilan keputusan AHP menunjukkan bahwa dirty dozen merupakan pilihan yang paling sesuai untuk program keselamatan di Indonesia yang dapat memperhatikan sisi human factor secara komprehensif. Dengan hasil ini, program pencegahan kecelakaan pesawat udara dapat disusun sesuai dengan budaya perusahaan dan disesuaikan dengan budaya nasional Indonesia.

The increase in awareness regarding aviation safety in Indonesia does not imply freedom from the responsibility to continually enhance and maintain such awareness. It necessitates the implementation of easily implementable preventive measures to identify preconditions before an incident occurs, particularly concerning the human factor. Among the studies conducted in Indonesia, there are few discussions on determining safety programs that consider the human factor and align with organizational needs. The objective of this research is to analyze an appropriate safety program for an organization based on human factor and establish the criteria for its selection. The selection of safety programs employs the Analytical Hierarchy Process (AHP) decision-making method. Four categories, twelve subcategories, and three alternatives are considered for program selection. Criteria, subcriteria, and alternatives are determined through discussions with experts from academic and aviation industry backgrounds. The chosen alternatives are the dirty dozen, HFACS, and LOSA. The final comparison results utilizing the AHP decision-making method indicate that the dirty dozen is the most suitable choice for a comprehensive safety program in Indonesia, considering the human factor. Based on these findings, preventative measures for aircraft accidents can be developed in accordance with organizational culture and tailored to the national culture of Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zarra Aziza
"Campur tangan negara dalam penyelenggaraan keselamatan penerbangan sipil dimaktubkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Negara mempunyai kewajiban untuk menyediakan pelayanan kesehatan sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar NRI, termasuk kesehatan penerbangan. Sebelum terbang, sebagaimana telah diatur dalam Civil Aviation Safety Regulations (CASR) 121.535 (a) dan (b) dan CASR 135.537, pilot in command, co-pilot, awak kabin, dan flight engineer wajib untuk dilakukan pengecekan kesehatannya sebelum terbang. Hal ini disebut dengan pre-flight medical check. Namun, kejadian berupa penerbangan yang terganggu akibat kesehatan pilot yang kurang baik kerap kali terjadi. Penulis melakukan penelitian untuk menganalisis penerapan kewajiban tersebut di bandar udara terbesar di Indonesia, Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Metode penelitian yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah metode penelitian yuridis-normatif, dengan hasil bahwa penerapan Civil Aviation Safety Regulations (CASR) mengenai kewajiban pre-flight medical check pada operator penerbangan sipil di Bandara Soekarno Hatta sudah dijalankan pada sebagian maskapai, walaupun tidak semua maskapai mempunyai fasilitas kesehatan sendiri berupa unit kesehatan penerbangan. Terdapat beberapa peraturan yang menyebabkan kurang jelasnya pembebanan tanggung jawab atas kewajiban tersebut. Tidak ada pula peraturan yang mengatur mengenai sanksi terhadap operator penerbangan yang tidak melaksanakan ketentuan-ketentuan ini. Maskapai-maskapai yang masih lalai dalam mematuhi peraturan pre-flight medical check harus segera melaksanakannya. Kementerian Perhubungan dan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia harus membuat aturan yang lebih jelas mengenai pre-flight medical check serta pengadaan fasilitas kesehatan penerbangan, sehingga tidak menimbulkan ambiguitas mengenai pihak mana yang harus hadir dalam penyediaan upaya pelayanan kesehatan tersebut.

Indonesia State intervention in the enforcement of civil aviation safety is stipulated in various laws and regulations. The state has an obligation to provide health services as mandated by the Constitution, including aviation health. Before flying, as stipulated in Civil Aviation Safety Regulations (CASR) 121.535 (a) and (b) and CASR 135.537, pilots in command, co-pilots, cabin crew and flight engineers are required to have their health checked before flying. This is called “pre-flight medical check”. However, incidents in the form of disrupted flights due to poor pilot health often occur. The author conducted research to analyze the implementation of these obligations at the largest airport in Indonesia, Soekarno-Hatta International Airport. The research method used in conducting this research is the juridical-normative research method, with the result that the implementation of the Civil Aviation Safety Regulations (CASR) regarding the obligation of pre-flight medical check on civil aviation operators at Soekarno Hatta Airport has been carried out on some airlines, although not all airlines have their own health facilities in the form of an aviation health unit. There are several regulations that cause the imposition of responsibility for these obligations is unclear. There are also no regulations governing sanctions against airline operators who do not implement these provisions. Airlines that are still negligent in complying with the pre-flight medical check regulations must immediately carry it out. The Ministry of Transportation and The Ministry of Health Republic of Indonesia must make clearer rules regarding pre-flight medical checks and the procurement of aviation health facilities, so as not to cause ambiguity about which parties should be present in providing these health service efforts."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alaitanisa Nabila
"Dalam praktiknya, industri penerbangan memiliki sistem yang kompleks dengan tingkat risiko yang tinggi, dimana sistem operasional yang tidak aman dapat menimbulkan dampak yang merugikan. Maka dari itu, aspek keselamatan merupakan aspek yang diutamakan dalam industri penerbangan. Walaupun penerbangan sudah dianggap moda transportasi yang paling aman, masih terdapat ruang untuk mempertahankan dan juga meningkatkan performa keselamatan. Sejumlah penelitian menunjukkan pentingnya pengukuran iklim keselamatan dan kaitanya dengan performa keselamatan di perusahaan. Maka dari itu, pengukuran Iklim leselamatan pada perusahaan yang baru saja menyediakan pelayanan penerbangan komersil berjadwal. Hasil menunjukkan bahwa perusahaan penerbangan komersil yang diteliti memiliki iklim keselamatan yang optimal, walaupun masih terdapat ruang untuk perbaikan pada dimensi yang terkait dengan equipment & maintenance dan safety rule & procedure.

The safety aspect is a priority in Aviation Industry due to its nature, which involves a complex system with a high level of risk, where unsafe operational systems can lead to detrimental impacts. The aviation industry has taken significant steps to improve its overall safety systems, resulting in travel by air is now considered to be the safest mode of transport. Nevertheless, the continuous effort to uphold and enhance safety remains crucial, and there are still areas where safety enhancements can be implemented. Several studies show the importance of measuring the safety climate and its relation to safety performance especially in High Risk Industries (HRO) such as Aviation. Therefore, measuring safety climate is crucial to be conducted for an airline that has just begun providing scheduled commercial aviation services, PT XYZ. The results show that the airline being studied has an optimal safety climate, although there is still room for improvement in the dimensions related to Equipment & Maintenance and Safety Rules & Procedures."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Willy
"Dalam perkembangannya, frekuensi penggunaan jasa layanan transportasi udara telah menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan, termasuk penerbangan berbiaya murah yang semakin menjadi daya tarik bagi penumpang. Data yang tercatat oleh Kementrian Perhubungan menyatakan bahwa Lion Air (LA) menjadi maskapai yang telah menerbangkan penumpang domestik terbanyak pada tahun 2009 dibandingkan 2008, yaitu 13,3 juta penumpang (30,7% dari seluruh penumpang yang diangkut sepanjang tahun 2009). Dalam konteks industri layanan jasa penerbangan, fokus layanan adalah pada pencitraan penumpang atas kebutuhan akan keselamatan dan keamanan (safety). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana persepsi penumpang terhadap risiko keselamatan penerbangan pada maskapai penerbangan Lion Air (LA) selaku operator yang menerapkan penerbangan murah.
Metodologi penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional dengan sumber data primer yang di dapat dari pengisian kuesioner. Jumlah sampel minimal dalam penelitian ini sebanyak 97 sampel, namun untuk mengurangi kesalahan dalam prediktabilitas maka digunakan 147 sampel untuk mewakili populasi studi. Sampel penelitian dianalisis secara univariat (distribusi frekuensi) dan bivariat (analisis korelasi-regresi dan uji t). Analisis hubungan dilakukan dengan melihat nilai p terhadap α untuk melihat tingkat kemaknaan hubungan. Dari 147 penumpang LA yang menjadi responden dalam penelitian ini, sebagain besar responden memiliki persepsi yang baik (meliputi kondisi fisik pesawat, SDM, dan latar belakang perusahaan) sehingga mendorong mereka untuk menggunakan jasa layanan maskapai penerbangan Lion Air, dan hanya variabel rekomendasi lingkungan sekitar yang diketahui memiliki persepsi yang tidak baik pada penumpangnya (70,7%). Sedangkan faktor-faktor yang secara signifikan berhubungan dengan keyakinan untuk terbang aman dan selamat bersama maskapai penerbangan Lion Air meliputi karakteristik kondisi pesawat (keberadaan pesawat baru, gerakan dan suara/bunyi pesawat), ketersediaan SDM (pilot maupun pramugari), dan latar belakang perusahaan (catatan dan manajemen perusahaan). Sedangkan variabel yang tidak memiliki hubungan yang signifikan meliputi variabel usia, jenis kelamin, dan jenjang pendidikan.
Berdasarkan hasil tersebut diatas maka sebaiknya instansi terkait terutama pada penyedia jasa penerbangan Lion Air untuk lebih memperhatikan dan mengedepankan segi safety, sehingga persepsi penumpang terhadap risiko keselamatan penerbangan pada maskapai penerbangan Lion Air ini dapat terbentuk dengan baik dan penumpang pun dapat dengan aman dan selamat sampai ditempat tujuan.

In progress, Reguler airlines usage has showing a significant development, including a low fare airlines that can attract more passangers. According to ministry of communication data, Lion Air (LA) has flown the largest passengers for domestic route at 2009 than 2008, that is 13,3 million passangers (about 30,7% from all passangers that carriaged on 2009). In aviation industry, the focus of service is in passanger's image in safety. The objective is, knowing passanger's perception in aviation safety risk of Lion Air as a low fare operator.
The cross sectional methodology is chosen, that use primary data source from passangers questionaire. Minimum total samples for this study are 97 sample, but to reduce mistakes in predictability, sample is used 147 to represent population of study. Sampel analysis is processed in univariate (frequency distribution) and bivariate (correlation-regression, and T test). We can see p values compares with α (0,005) to see degress of relationship. From 147 passangers of Lion Air in this study, mostly respondent has good perception (including airplane condition, human resources, and company background), that can influenced them to used Lion Air, and only recommendation from environment which is showing bad perception (70,7%). While that, factors that significantly related to believedness for flying safety with Lion Air including plane conditions (new plane, motion of plane and voice of plane), human resources (pilot and stewardes), and background of the company (notes and good management of the company). Variable that do not have significant relationship (p-value ≥ 0,005) including age, sex, and educational background.
Based on that result, especially for Lion Air, safety has to be places on the first place, so that the passengers perception in aviation safety risk at Lion Air can be good and then the passangers can arrived safely at their destination.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
T31106
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tiyana Sigi Pertiwi
"Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan hukum internasional untuk keselamatan penerbangan sipil terhadap bahan dan barang berbahaya dalam pesawat udara beserta metode penerapannya dalam tingkat internasional dan nasional. Metode penelitian yang digunakan bersifat yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder, diantaranya peraturan perundang-undangan dan buku.
Kesimpulan yang diambil dari skripsi ini yaitu keselamatan bahan dan barang berbahaya di udara secara umum diatur oleh Annex 18 Konvensi Chicago 1944 yang harus ditaati oleh semua negara anggota ICAO. Dalam perkara ini, hukum yang digunakan adalah hukum nasional negara anggota ICAO, yaitu Amerika Serikat, yang telah mengadopsi ketentuan Annex 18 Konvensi Chicago ke dalam undang-undangnya, yaitu USC 49.

This thesis aims to learn how international law governs civil aviation safety measures on dangerous goods that are carried onboard an aircraft and its methods of implementations, both internationally and nationally. This research is conducted in normative juridical sense using secondary data, such as legislation, textbooks, and journals.
The conclusion of this thesis is that civil aviation safety on dangerous goods carried onboard aircraft is generally governed by Annex 18 Chicago Convention 1944 in which it must be complied with by all members of ICAO. According to the case of United States v. SabreTech, the governing law used in court is the national law of the respective ICAO members, which is in this case United States of America’s national law, USC 49. This certain law has previously adopted standards contained in Annex 18 Chicago Convention.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S45483
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yaddy Supriyadi
Jakarta: Telaga Ilmu , 2012
363.124 YAD k (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rhahadian Bima Saputra
"ABSTRAK
Industri penerbangan sipil di Indonesia telah dinominasikan oleh beberapa lembaga survei sebagai industri dengan tingkat keselamatan terendah di dunia. Banyaknya kecelakaan penerbangan sipil di Indonesia disebabkan oleh sistem manajemen keselamatan yang buruk. Menurut Maintenance Error Decision Aid (MEDA), saat ini, 80% kecelakaan penerbangan disebabkan oleh kesalahan manusia (pilot, pengontrol lalu lintas udara, mekanik, dll). Hasil ini berbeda dibandingkan dengan tahun-tahun awal industri penerbangan yang 80% kecelakaan disebabkan oleh kegagalan mesin. Oleh karena itu, kita harus menemukan metode yang paling tepat untuk menganalisis kecelakaan penerbangan untuk mencegah terulangnya hal itu. Penerbangan sipil berjadwal di Indonesia hampir mewakili semua penerbangan sipil karena masih belum umumnya industri general aviation di Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini mengusulkan model analisis dan investigasi kecelakaan yang dimodifikasi berdasarkan swiss cheese model untuk mengidentifikasi faktor manusia dan organisasi yang terkait dalam kecelakaan penerbangan sipil berjadwal. Model ini akan terdiri dari kategori dan subkategori yang dikembangkan oleh model sebab-akibat yang dikombinasikan dengan hukum dan peraturan yang berlaku serta praktik sistem manajemen keselamatan di industri penerbangan sipil berjadwal di Indonesia. Model yang diusulkan diharapkan dapat menganalisis kecelakaan penerbangan sipil terjadwal dengan lebih baik dan jelas serta membantu manajemen untuk mengambil tindakan keselamatan yang diperlukan untuk mencegah terulangnya kecelakaan.

ABSTRACT
Civil aviation industry in Indonesia has been nominated by some survey institutes to be the lowest in safety rating in the world. This is caused by poor safety management system which lead to many civil aviation accidents in Indonesia. According to Maintenance Error Decision Aid (MEDA), nowadays, 80% of aviation accident are due to human error (pilots, air traffic controllers, mechanics, etc). This result differ compared to the early years of the aviation industry which is 80% of accident are caused by machine failure. Therefore, we have to find the most appropriate method to analyze an aviation accident in order to prevent its reccurence. In Indonesia, scheduled civil aviation almost represent all civil aviation in the country. Therefore, This research proposed a modified accident analysis and investigation model based on swiss cheese model to identify the human and organizational factors involved in scheduled civil aviation accidents. The model will be consist of categories and subcategories which is developed by classic ancient causation models combined with the laws and regulation in Indonesia and a safety management system practices in the scheduled civil aviation industry. The proposed model is expected to be able to analyze scheduled civil aviation accident better and clearer and help the management to take a safety action needed to prevent the recurence of accidents."
2019
T54249
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutanto
"PT. Deraya Air merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang transportasi udara, dimana dalam setiap proses produksi mempunyai risiko kecelakaan kerja cukup tinggi. Pekerjaan di Hangar/shelter ini digunakan untuk melakukan perawatan pesawat dengan skala tertentu sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan peruntukannya, tidak terlepas dari kondisi keadaan tersebut diatas.
Persepsi karyawan tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja perlu terus di budayakan untuk menghadapi kemajuan teknologi dan peralatan. Untuk mengetahui gambaran persepsi karyawan terhadap penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang bekerja di hangar/shelter PT. Deraya Air Jakarta, maka dilaksanakan penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif, yang dibatasi pada pekerja yang bekerja di hangar/shelter PT. Deraya Air Jakarta Tahun 2012 dengan jumlah sampel adalah seluruh populasi yang ada sebanyak 58 orang. Variabel K3 yang akan diteliti antara lain : Kebijakan K3, Program Pengendalian Bahaya, Pelatihan K3 dan Alat Pelindung Diri (APD).
Dari hasil penelitian diketahui bahwa secara keseluruhan persepsi sebagian besar karyawan PT. Deraya Air yang bekerja dihanggar terhadap penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja dengan menggunakan 4 variabel adalah baik (74,1%). Dari hasil penelitian ini disarankan kepada pihak manajemen PT. Deraya Air Jakarta untuk meningkatkan pelaksanaan kegiatan monitoring, evaluasi dan sosialisasi serta pelatihan tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Penyediaan Alat Pelindung Diri (APD) dengan kualitas yang baik dan meningkatkan kinerja menuju level dengan standarisasi ISO 9001:2008 maupun OHSAS 18001:2007.

PT. Deraya Air is a company engaged in the field of air transport, which in every production process has a high risk of accidents. Work at Hangar / shelter is used for the maintenance of aircraft with a certain scale in accordance with the established rules of allocation, not the circumstances regardless of the conditions above.
Employee perceptions about the Occupational Safety and Health needs to continue in safety culture to deal with the advent of technology and equipment. To find a picture of employee perceptions of the implementation of Occupational Health and Safety working in the hangar / shelter PT. Deraya Air Jakarta, then conducted a descriptive quantitative research, which is limited to workers employed in the hangar / shelter PT. Deraya Air Jakarta in 2012 with a sample of the entire population there are as many as 58 people. Occupational Health and Safety variables that will be examined include: Policy of Occupational Safety and Health, Hazard Control Program, Occupational Safety and Health Training and Personal Protective Equipment (PPE).
The survey results revealed that overall perception of most employees of PT Deraya Air at hangar working towards the implementation of Health and Safety at Work by using the 4 variables was good (74.1%). From the results of this study suggested to the management of PT. Deraya Air Jakarta to improve the implementation of monitoring, evaluation and dissemination and training on Occupational Health and Safety . Provision of Personal Protective Equipment (PPE) with good quality and enhance the performance to the level of the standards ISO 9001:2008 and OHSAS 18001:2007.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S44785
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>