Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 204457 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Enadang Tinambunan
"ABSTRAK
Pajanan debu terus menerus dapat menyebabkan masalah kesehatan pada paru,
dan perlu dideteksi segera. Kapasitas paru dapat diukur dengan menggunakan
spirometer, sebagai standar emas penilaian fungsi paru. Sedangkan peak flow
meter, dapat pula digunakan untuk mendeteksi obstruksi paru. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui tingkat kesesuaian deteksi obstruksi paru antara
spirometer dan peak flow meter. Selain itu ingin diketahui persepsi pemilik usaha
terhadap pentingnya pemantauan kesehatan paru pekerja dengan menggunakan
spirometer dan atau peak flow meter. Dilakukan penelitian mix method, dengan
menggunakan desain cross sectional untuk mendeteksi perbedaan proporsi
obstruksi paru menggunakan 2 alat pemeriksaan pada pekerja mebel, serta
penelitian kualitatif untuk mengetahui persepsi pemilik usaha dengan metode
kelompok diskusi terarah. Uji Mc. Nemar dan Kappa dipakai untuk menilai
perbedaan proporsi dan kesesuaian menggunakan SPSS versi-16. Hasil survey
terhadap 80 pekerja industri mebel, dengan usia antara 20- 68 tahun menunjukkan
perbedaan bermakna persentase obstruksi paru hasil spirometer dengan peak flow
meter. Didapatkan 10% (8 pekerja) mengalami gangguan obstruksi berdasarkan
spirometer, sementara dari pemeriksaan peak flow meter 25 % ( 20 pekerja)
mengalami gangguan obstruksi, dan tingkat kesesuaian yang rendah dengan
Kappa bernilai 0,25 (p <0,05). Hasil penelitian kualitatif menunjukkan bahwa
para pemilik industri mebel lebih cenderung menggunakan alat peak flow meter
karena lebih praktis, user friendly, sederhana dan murah. Sebagai kesimpulan
penelitian ini, walaupun tingkat kesesuaian antara spirometer dengan peak flow
meter tergolong fair (rendah), namun peak flow meter dapat digunakan sebagai
alternatif skrining deteksi obstruksi saluran napas. Spirometer tetap merupakan
alat standar untuk mendiagnosis obstruksi saluran napas. ABSTRACT
Occupational lung disease remain one of the most common workplace health
challenges since the industrial revolution. The continuously dust exposure can
cause health problems in the lungs, and need to be detected immediately. The
measurement of lung capacity can be obtained using spirometer, a gold standards
tools to established obstructive lung disease. On the oher hand there is another
tools, peak flow meter, a simple, affordable and friendly users tool to detect lung
obstruction.
A mix method research, cross sectional and focused grop discussion was
conducted to the determine the level of suitability between spirometer and peak
flow meter, based on differences in the proportion of lung obstruction in workers .
Test results spirometer and peak flow meter is determined by two experts of the
80 workers in the furniture industry, aged 20 to 68 years. Mc Nemar test and
Kappa used to assess the suitability of the spirometer and peak flow meter using
SPSS version 16 .
There is a different percentage between the results of pulmonary obstruction by
using spirometer and peak flow meter ( 25 % vs 10 % ) . Both tools showed the
mismatch according to McNemar test ( p<0.05) and had a low level of suitability
from the Kappa test based on the value of 0.25 (p<0.05). This shows that there is
a low suitability between the spirometer and peak flow meter . Although peak
flow meters provide lower yields , because its use is more practical , simple and
cheap , the owner of the furniture industry is more likely to use this tool . It is
suggested to conduct similar studies with larger samples to assess the sensitivity
and specificity."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T5519
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Christina Prilia Damaranti
"PPOK merupakan penyakit pernapasan kronis penyebab morbiditas dan mortalitas terbanyak dengan dampak pembiayaan yang cukup tinggi di Indonesia. Clinical Pathway (CP) adalah bagian dari pelaksanaan tata kelola klinis rumah sakit dan salah satu tools dalam mewujudkan sistem kendali mutu dan kendali biaya di era JKN. Efektivitas kepatuhan penerapan clinical pathway (CP) terhadap luaran klinis pasien pada beberapa penelitian menunjukkan hasil yang positif. RS Paru Respira Yogyakarta telah menetapkan CP PPOK sebagai CP prioritas, namun dalam proses evaluasi kepatuhan CP belum menggunakan seluruh komponen PPA seperti yang diatur dalam Permenkes Nomor 30 Tahun 2022. Paradigma pelayanan kesehatan saat ini adalah value-based healthcare sehingga perlu dilakukan evaluasi dampak kepatuhan CP terhadap luaran klinis pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kepatuhan CP terhadap luaran klinis pasien PPOK, dan proses penerapan kepatuhan CP PPOK di RS Pusat Paru Respira Yogyakarta tahun 2022. Desain penelitian adalah observasional (cross sectional) dengan pendekatan mix method. Pengambilan data metode kuantitatif menggunakan rekam medis pasien rawat inap dengan diagnosis utama PPOK tahun 2022 (n=57) dan metode kualitatif dengan wawancara mendalam, observasi dan telaah dokumen. Hasil penelitian kuantitatif didapatkan tingkat kepatuhan CP PPOK sebesar 87,7%, ada hubungan yang signifikan antara beban kerja DPJP dengan kejadian komplikasi (p value=0,003) dan antara kepatuhan CP dengan luaran klinis yaitu komplikasi (p value=0,05 dan OR=6,75), faktor yang paling berpengaruh pada luaran klinis pasien adalah kepatuhan terhadap CP. Metode kualitatif, berdasarkan perspektif 10 variabel dalam teori Gibson dan Mathis-Jackson, didapatkan hasil yang baik pada variabel sikap. Untuk variabel pengetahuan, supervisi, komunikasi, pelatihan, SDM, standar kinerja, sarana prasarana, insentif dan struktur organisasi masih perlu peningkatan. Untuk meningkatkan kepatuhan CP diperlukan komunikasi yang efektif antara pembuat dan pelaksana CP, pemahaman dan komitmen penuh para PPA, dukungan manajemen untuk rutin meninjau ulang tata laksana CP, meningkatkan sosialisasi, pelatihan, sarana prasarana, kebutuhan SDM, fasilitas IT penunjang serta regulasi terkait pelaksanaan CP.

COPD is a chronic respiratory disease that causes the most morbidity and mortality with a high cost impact in Indonesia. Clinical Pathway (CP) is part of the implementation of hospital clinical governance and one of the tools in quality and cost control system in JKN era. The effectiveness of clinical pathway (CP) compliance to patient clinical outcomes in several studies has shown positive results. Respira Pulmonary Hospital Yogyakarta has designated CP COPD as a priority CP, but in the process of evaluating CP compliance, it has not used all Profesional Caregiver components as stipulated in Health Ministerial Regulation No. 30 of 2022. The current paradigm of health services is value-based healthcare, so it is necessary to evaluate the impact of CP compliance on the patient's clinical outcome. This study aims to determine the association of CP compliance to the clinical outcome of COPD patients and the process of implementing COPD CP compliance at the Respira Pulmonary Hospital Yogyakarta in 2022. The research design is observational (cross sectional) with mix method approach. Quantitative method data collection using inpatient medical records with a primary diagnosis of COPD in 2022 (n=57) and qualitative method using with in-depth interviews, observation and document review. The results of quantitative study showed that COPD CP compliance rate is 87.7%, there is a significant relationship between doctor in charge of services workload with the incidence of complications (p value=0.003) and between CP compliance with clinical outcomes of complications (p value=0.05 and OR=6.75), factor that most influenced the patient's clinical outcome was CP compliance. Qualitative methods, based on the perspective of 10 variables in the theory of Gibson and Mathis-Jackson, showed good results on attitude variables. Knowledge, supervision, communication, training, human resources, performance standards, infrastructure, incentives and organizational structure variables still need improvement. To improve CP compliance, an effective communication between CP makers and implementer are required, full understanding and commitment of Profesional Caregivers, management support to regularly review CP governance, improve socialization, training, infrastructure, human resource needs, supporting IT facilities and regulations related to the implementation of CP are required."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Yandinoer Moelamsyah
"Latar belakang: Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit tidak menular yang menjadi salah satu masalah di Indonesia dan dunia. Kepatuhan pasien PPOK dalam menggunakan inhaler ditemukan relatif buruk dengan tingkat ketidakpatuhan berkisar antara 50 dan 80%. Penelitian ini bertujuan untuk menelusuri faktor-faktor yang dapat memengaruhi kepatuhan pasien PPOK dalam penggunaan inhaler. Metode: Penelitian ini adalah potong lintang menggunakan total 75 subjek yang dilakukan di poli asma-PPOK di RSUP Persahabatan Jakarta. Kuesioner yang digunakan merupakan adaptasi dari kuesioner test of adherence to inhaler (TAI) yang telah dilakukan alih bahasa,uji validitas, dan reliabiliatas. Hasil: Dari total seluruh subjek, 57,3% memiliki kepatuhan baik, 26,7% memiliki kepatuhan sedang, dan 16% memiliki kepatuhan buruk. Sebanyak 68% subjek memiliki ketidakpatuhan sporadis, 46,7% subjek memiliki ketidakpatuhan disengaja, dan 56% subjek memiliki ketidakpatuhan tidak disengaja. Faktor yang berhubungan dengan kepatuhan subjek adalah jumlah device yang digunakan (p=0,025), jumlah eksaserbasi per tahun (p=0,002), durasi kontrol (p=0,009), lama pengobatan (p=0,013), nilai mMRC (p=0,011), dan nilai CAT (p=0,030). Kesimpulan: Faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pasien PPOK terhadap penggunaan inhaler adalah jumlah device inhaler yang digunakan, durasi saat kontrol, dan lama pengobatan yang telah dijalani. Kepatuhan terhadap penggunaan inhaler berhubungan dengan jumlah eksaserbasi per tahun, nilai mMRC, dan nilai CAT. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih luas serta kuesioner yang lebih objektif.

Background: Chronic obstructive pulmonary disease (COPD) is a non-communicable disease that is a problem in Indonesia and the world. COPD patients' compliance in using inhalers was found to be relatively poor with non-compliance rates ranging between 50 and 80%. This study aims to explore factors that may influence COPD patients' adherence in using inhalers. Methods: This study was a cross-sectional study using a total of 75 subjects conducted at the asthma-COPD clinic at Persahabatan Central General Hospital Jakarta. The questionnaire used was an adaptation of the test of adherence to inhaler (TAI) questionnaire which had been translated, tested for validity, and tested for reliability. Results: Of the total subjects, 57.3% had good compliance, 26.7% had moderate compliance, and 16% had poor compliance. A total of 68% of subjects had sporadic noncompliance, 46.7% of subjects had deliberate noncompliance, and 56% of subjects had unintentional noncompliance. Factors associated with adherence were the number of devices used (p=0.025), number of exacerbations per year (p=0.002), duration of control (p=0.009), length of treatment (p=0.013), mMRC score (p=0.011), and CAT score (p=0.030). Conclusion: Factors associated with COPD patients' adherence to inhaler use were the number of inhaler devices used, duration at control, and length of treatment. Adherence is associated with the number of exacerbations per year, mMRC scores, and CAT scores. Further research needs to be done with a wider sample and a more objective questionnaire."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Elisa Br.
"Laporan ini membahas pemantauan terapi obat (PTO) pada pasien pre-CAG dengan riwayat Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) di Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI). Tujuan dari laporan ini adalah untuk menganalisis Drug Related Problem (DRP) dan memberikan rekomendasi terkait penyelesaian masalah yang ditemukan. Pasien yang diamati adalah Tn. SP, seorang pria berusia 64 tahun dengan diagnosa utama Hypertensive Heart Disease (HHD) tanpa Congestive Heart Failure (CHF), PPOK, dan Coronary Artery Disease (CAD) non-signifikan. Selama rawat inap, pasien menerima terapi farmakologi yang meliputi obat antiangina, antihipertensi, antiplatelet, statin, dan terapi PPOK. Hasil pemantauan menunjukkan adanya indikasi anemia yang tidak diterapi, interaksi obat antara Klopidogrel dan Omeprazole yang berpotensi membahayakan, serta efek samping obat yang perlu dimonitor. Rekomendasi yang diberikan antara lain substitusi Omeprazole dengan Lansoprazole, pemantauan tanda-tanda perdarahan, dan edukasi pasien terkait penggunaan inhaler SpiRiva. Kesimpulannya, pemantauan terapi obat perlu dilakukan sejak awal rawat inap untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah terkait obat secara cepat.

This report discusses drug therapy monitoring (PTO) in a pre-CAG patient with a history of Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) at Universitas Indonesia Hospital (RSUI). The aim of this report is to analyze Drug Related Problems (DRPs) and provide recommendations for resolving the identified issues. The observed patient, Mr. SP, is a 64-year-old man with primary diagnoses of Hypertensive Heart Disease (HHD) without Congestive Heart Failure (CHF), COPD, and non-significant Coronary Artery Disease (CAD). During hospitalization, the patient received pharmacological therapy including antianginal, antihypertensive, antiplatelet, statin, and COPD medications. Monitoring results indicated untreated anemia, a potentially harmful drug interaction between Clopidogrel and Omeprazole, and drug side effects that required monitoring. Recommendations included substituting Omeprazole with Lansoprazole, monitoring for signs of bleeding, and educating the patient on the use of the SpiRiva inhaler. In conclusion, drug therapy monitoring should be conducted early in hospitalization to promptly identify and resolve drug-related issues. "
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2024
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Putu Eka Pujanta Putra
"Pendahuluan: Pasien penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) yang mengalami eksaserbasi akan meningkatan angka morbiditas dan mortalitas. Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Pulmonary Disease (GOLD), PPOK derajat sedang dan berat dapat diberikan antibiotik sebagai tata laksananya. Salah satu cara menilai ketepatan pemberian antibiotik adalah dengan menggunakan alur Gyssens. Penelitian ini bertujuan melihat proporsi ketepatan pemberian antibiotik berdasarkan alur Gyssens dan hubungannya dengan mortalitas, perbaikan klinis, kebutuhan ventilasi mekanis invasif dan perawatan berulang dalam satu tahun. Metode: Penelitian ini merupakan studi observasional dengan menggunakan desain penelitian kohort restrospektif. Sebanyak 161 pasien PPOK derajat sedang dan berat yang dirawat di RS Persahabatan Pusat Respirasi Nasional pada Januari 2022 hingga Desember 2023 mendapatkan terapi antibiotik. Pasien yang mendapatkan antibiotik selama perawatan dinilai ketepatannya sesuai alur Gyssens. Hasil: Berdasarkan ketepatan pemberian antibiotik sesuai alur Gyssens, sebanyak 93 subjek (62,8%) laki-laki dan lima subjek (38,5%) perempuan dengan rerata usia 64,34 (±9,62) tahun. Sebagian besar memiliki status merokok indeks Brinkman berat dengan kelompok PPOK grup E dan derajat esksaserbasi sedang. Hipertensi merupakan komorbiditas yang paling sering ditemukan. Terdapat hubungan bermakna antara ketepatan pembrian antibiotik dengan rerata lama rawat (p=<0,001). Proporsi ketepatan pemberian antibiotik sesuai alur Gyssens sebesar 60,9%. Antibiotik yang paling seering digunakan adalah levofloxacin. Hasil analisis bivariat menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara ketepatan pemberian antibiotik berdasarkan alur Gyssens dengan mortalitas, lama perbaikan klinis, penggunaan ventilasi mekanis invasif dan perawatan berulang dalam satu tahun. Kesimpulan: Proporsi pemberian antibiotik sesuai alur Gyssens pada pasien PPOK eksaserbasi derajat sedang dan berat sebesar 60,9%. Tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara ketepatan pemberian antibiotik sesuai alur Gyssens dengan mortalitas, lama perbaikan klinis, penggunaan ventilasi mekanis invasif dan perawatan berulang dalam satu tahun.

Introduction: Patients with chronic obstructive pulmonary disease (COPD) experiencing exacerbations will increase morbidity and mortality rates. According to the Global Initiative for Chronic Obstructive Pulmonary Disease (GOLD), moderate and severe COPD can be treated with antibiotics. One way to assess the appropriateness of antibiotic administration is by using the Gyssens flowchart. This study aims to examine the proportion of appropriateness of antibiotic administration based on the Gyssens flowchart and its relationship with mortality, clinical improvement, need for mechanical ventilation and readmission within one year. Method: This study is an observational study using a retrospective cohort design. A total of 161 moderate and severe COPD patients treated at Persahabatan Hospital National Respiratory Center from January 2022 to December 2023 received antibiotic therapy. The appropriateness of antibiotic administration during treatment was assessed according to the Gyssens flowchart.. Results: Based on the appropriateness of antibiotic administration according to the Gyssens flowchart, there were 93 male subjects (62.8%) and five female subjects (38.5%) with a mean age of 64.34 (±9.62) years. Most of them had a heavy Brinkman smoking index with COPD group E and moderate exacerbation. Hypertension was the most commonly found comorbidity. There is a significant relationship between the appropriateness of antibiotic administration and length of stay (p=<0.001). The proportion of appropriateness of antibiotic administration according to the Gyssens flowchart was 60.9%. Levofloxacin was the most frequently used antibiotic. Bivariate analysis results showed no significant relationship between the appropriateness of antibiotic administration based on the Gyssens flowchart with mortality, duration of clinical improvement, use of invasive mechanical ventilation and readmission within one year. Conclusion: The proportion of antibiotic administration according to the Gyssens flowchart in patients with moderate and severe exacerbations of COPD is 60.9%. There is no statistically significant relationship between the appropriateness of antibiotic administration according to the Gyssens flowchart and mortality, duration of clinical improvement, use of invasive mechanical ventilation and readmission within one year"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mirza Purwitasari
"Latar Belakang: Asma merupakan penyakit respirasi kronik yang terjadi sebesar 1-18 pada seluruh populasi di berbagai negara. Pada beberapa dekade terakhir ini prevalens asma meningkat di dunia. Penyebab peningkatan prevalens asma tidak terlepas dari faktor pencetus yang mendasari. Risiko asma pada petugas kebersihan telah banyak dilaporkan pada beberapa penelitian. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui prevalens asma pada penyapu jalan raya di Jakarta. Metode: Desain penelitian ini yaitu potong lintang pada penyapu jalan raya di 5 wilayah kota Jakarta. Pengambilan sampel menggunakan cluster sampling dengan melakukan pemeriksaan spirometri berdasarkan Pneumobile Project Indonesia, uji bronkodilator, uji variabilitas, wawancara menggunakan kuesioner Asthma Screening Questionnaire ASQ dan Asthma Control Test ACT . Kriteria inklusi adalah laki-laki dan perempuan berumur 15-60 tahun, mengisi inform consent dan masa kerja ge; 2 tahun.Hasil: Hasil dari penelitian ini terdapat 5 orang yang terdiagnosis asma. Prevalens asma pada penyapu jalan raya di Jakarta yaitu 3,2 .Kelompok terbanyak dengan status asma yaitu perempuan 4 orang 80 , umur > 40 tahun 80 , masa kerja le; 10 tahun sebanyak 4 orang 80 , status gizi lebih banyak dengan IMT ge; 25 gizi lebih sampai obesitas 4 orang 80 , bukan perokok sebanyak 4 orang 80 , tidak memakai APD 80 , mempunyai riwayat asma pada keluarga 3 orang 60 dan tidak mempunyai riwayat atopi 3 orang 60 . Riwayat asma pada keluarga merupakan faktor yang bermakna secara statistik terhadap status asma pada penyapu jalan di Jakarta p=0,00 .Kesimpulan: Riwayat asma pada keluarga merupakan faktor yang bermakna secara statistik terhadap status asma pada penyapu jalan di Jakarta p=0,00 . Prevalens asma pada penyapu jalan raya di Jakarta yaitu 3,2 .Kata Kunci: Penyapu jalan, prevalens, asma

Background Asthma is a common, chronic respiratory disease affecting 1 18 of the population in different country. In the last decades, a continuous increase in the prevalence of asthma has been observed worldwide. An increase prevalence of asthma depends on the underlying factors. Excess risk of asthma among cleaning workers has been reported in a number of general population studies. The aim of this study was to determine the prevalence of asthma among street sweepers in Jakarta.Method This research design is cross sectional with the subject are street sweepers in Jakarta Indonesia. Sample collection using a cluster sampling through spirometry examination based on Pneumobile Project Indonesia, bronchodilator test, variability test, questionnaire of Asthma Screening Questionnaire ASQ and Asthma Control Test ACT . The inclusion criteria are male and female, signed an inform consent, 15 60 years old and work period ge 2 years.Results The result of this study that there are 5 subjecs being diagnosed of asthma. The prevalence of asthma among street sweepers in Jakarta is 3,2 . The largest group with status asthma are female 80 , age 40 years old 80 , working time le 10 years 80 , BMI ge 25 80 , non smoker 80 , work without mask 80 , family history of asthma 60 and without history of atopy 60 . There was a statistically significant relationship between family history of asthma and asthma status in this study p 0,00 .Conclusion There was a statistically significant relationship between family history of asthma and asthma status in this study p 0,00 . The prevalence of asthma among street sweepers in Jakarta is 3,2 .Keyword asthma, prevalence, street sweeper"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T57634
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Affifah Tata Tanjung
"Penelitian ini memperluas konsep therapeutic landscape dalam geografi kesehatan dengan menguraikan pola ruang sehat pasien PPOK. Karakteristik pasien seperti usia dan diagnosa klinis, serta tiga aspek therapeutic landscape dalam perilaku keruangan pasien membentuk pola ruang. Dengan melibatkan 30 responden, pasien menjelaskan aktivitas dan tempat-tempat terkait pemeliharaan kesehatan dari aspek fisik, aspek mental, aspek spiritual kemudian diperkaya dengan deskripsi site dan situation pada tempat tersebut. Sehingga dapat menjelaskan bagaimana ruang tersebut dan pola spasialnya. Penelitian ini menemukan bahwa pola ruang sehat tidak hanya terbentuk dari kedua variabel, melainkan kedekatan antar tempat, situasi lingkungan di sekitar tempat yang memiliki keseragaman, dan karakteristik tempat itu sendiri.

This research expands the therapeutic landscape concept in health geography by describing the healthy space patterns of COPD patients. Patient characteristics such as age and clinical diagnosis, as well as three aspects of the therapeutic landscape in the patient's spatial behavior form the spatial pattern. By involving 30 respondents, patients explain the activities and places related to health care from physical aspects, mentality aspects, spirituality aspects and then enriched with a description of the site and situation at the place involved. Therefore that can explain how the space and spatial patterns. This study found that the pattern of healthy space is not only formed from the two variables, but the proximity between places, situations around places that have uniformity, and the characteristics of the place itself.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pricella Maulana
"Ruang Lingkup dan Metodologi: Pajanan debu organik merupakan salah satu faktor risiko yang terdapat pada pabrik pembuatan bumbu mi instant PT X. Dampak yang mungkin ditimbulkan oleh pajanan debu organik adalah terjadinya gangguan kesehatan paru pada pekerjanya.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui apakah debu mempengaruhi terjadinya gangguan kesehatan paru pada pekerja atau hal lainnya baik yang terdapat pada pekerja seperti karakteristik sosiodemografi, status gizi, kebiasaan merokok, penggunaan APD atau faktor lingkungan yaitu area kerja. Penelitian ini dilakukan dengan 2 disain yaitu disain studi kohort dengan 949 responden untuk mengetahui insidens dan mengikuti perjalanan gangguan kesehatan paru pada pekerja dengan menggunakan data hasil pemeriksaan berkala sejak tahun 1995. Dan disain studi krossektional dengan 647 responden untuk mengetahui faktor apa saja yang dapat menimbulkan terjadinya gangguan kesehatan paru pekerja dengan menggunakan data pemeriksaan berkala tahun 2001 dan kuesioner. Disamping itu juga dilakukan pengukuran kadar debu di area kerja yang terpajan dan tidak terpajan.
Hasil dan kesimpulan: Hasil pengolahan data studi kohort retrospektif dengan uji statistik menunjukkan adanya kenaikkan insidens dari 0,33 pada tahun 1999 menjadi 0,54 pada tahun 2001 dan kenaikan relative risk pekerja yang bekerja di area kerja terpajan yang mengalami restriksi dari 1,186 pada tahun 1999 menjadi 1,611 pada tahun 2001. Sedangkan data studi krossektional dengan uji statistik menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara pajanan debu organik dengan terjadinya gangguan kesehatan paru pekerja berupa berdahak kronik OR 1,463 ; p 0,0045 ; CI 95% 1,008 - 2,124 dan batuk kronik OR 1,744 ; p 0,002 ; CI 95% 1,222 - 2,47.

Organic dust exposure is one of the presented risk factor at PT X's instant noodle ingredient factory. Influence that could be raised by organic dust exposure is disorder of labor'lung.
The research purpose is to recognize whether dust influence the affection of labor' lung disorder or other factors related to the labor himself such as the characteristic of social demography, nutrition condition, smoking habit, usage of safety equipment, or environmental factor at working place. This research is conducted with Cohort Study with 949 samples, design in order to recognize incident and to trace the disorder historical of labor lung by using periodical medical check-up report since 1995. Cross Sectional Study Design with 647 samples is also performed in order to recognize entire factor that could cause disorder of labor lung by using medical check-up report in 2001 as well as questioner. Furthermore, calculation of dust level was performed at exposure working place and non-exposure working place.
Result and Conclusion: Data compilation result of Retrospective Cohort Study, checked by statistics test, shows that there is increasing of incident starting form 0.33 in 1999 to become 0,54 in 2001 and increasing of relative risk toward labor working at exposure working place whose suffer from restriction" starting from 1,186 in 1999 to become 1,611 in 2001. Whereas, Cross-sectional Study data, checked by statistics test, shows that there is a significant relation between organic dust exposure and disorder of labor lung healthiness in form of chronic phlegm OR 1,463 ; p 0,0045 ; CI 95% 1,008 - 2,124 and chronic cough OR 1,744 ; p 0,002 ; CI 95% 1,222 - 2,477.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T10728
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Santoso
"Industri batik sudah berkembang lama di Indonesia dan merupakan salah satu lapangan kerja bagi sejumlah tenaga kerja di kota maupun di desa. Pada dasarnya perindustrian mengakibatkan dua dampak, yaitu dampak positif yang berupa timbulnya mata pencaharian dan lapangan kerja serta pengembangan wilayah, dampak negatif berupa pencemaran lingkungan kerja yang dapat menimbulkan penyakit akibat kerja.
Industri batik adalah salah satu industri yang sudah berkembang lama di Surakarta dan di Pekalongan bahkan menjadikan Kota Surakarta dan Pekalongan terkenal dengan Kota Batik. Industri ini mempunyai kaitan dengan kebudayaan Jawa. Oleh karena itu keberadaan industri batik harus tetap dilestarikan, bahkan perlu dilakukan upaya peningkatan.
Tenaga kerja di industri batik adalah tenaga kerja khusus, harus mempunyai keterampilan tersendiri. Tidak semua orang mau bekerja sebagai tukang cap di industri batik. Meskipun gaji (upah) yang diterima rendah, pekerja di industri batik tetap menekuni pekerjaannya. Perpindahan pekerjaan (turn work over) di industri batik sangat rendah. Mengingat anqka perpindahan pekerjaan yang rendah, perlu dilakukan upaya peningkatan keterampilan kepada tenaga kerja, disamping upaya perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja.
Industri batik menggunakan beberapa bahan yaitu parafin, gondorukem (colophony, rosin), damar, microwax dan lemak hewan. Bahan-bahan tersebut diproses menjadi satu disebut "malam batik". Untuk membuat motif batik pada kain, malam batik dipanaskan sehingga keluar asap malam batik yang mengandung polutan dan menimbulkan pencemaran lingkungan kerja. Polutan tersebut terdiri dari gas-gas dan partikel. Satu hasil analisa kualitatif menun-jukkan bahwa asap malam batik mengandung NO,, CO, CO,, CH,, C,H,, H,S (Budiono, 1984; Santoso, 1986).
Polutan yang terdapat di lingkungan kerja jika dihirup tenaga kerja diduga dapat menimbulkan gangguan faal paru dan jika proses ini berjalan lama mungkin menimbulkan penyakit akibat kerja (Morgan & Seaton, 1975; Lams, Chan-Yeung 1987). Polutan ini diperkirakan menimbulkan kerusakan akut atau kronis pada saluran pernapasan dan jaringan paru, kerusakan ini tergantung pada konsentrasi polutan, lama terpapar dan kerentanan tubuh (Purdom, 1980; Smith, 1988).
Pemeriksaan lingkungan kerja dan kesehatan tenaga kerja merupakan upaya penting dalam menciptakan lingkungan kerja yang aman dan sehat serta peningkatan derajat kesehatan tenaga kerja. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1993
D297
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Soffiudin
"Prevalensi Penyakit Jantung Koroner (PJK) di seluruh dunia dari tahun ke tahun terus meningkat. PJK telah menjadi penyebab kematian di beberapa negara di dunia dan diprediksi akan menjadi penyebab kematian nomor satu di dunia. Di kalangan Kontraktor Production Sharing (KPS) penyebab kematian diantara para pekerja KPS adalah penyakit kardiovaskuler. Tujuan penelitian ini adatah untuk mengetahui faktor risiko PJK yang kemudian dihubungkan dengan program Promosi Kesehatan Pekerja di PT X dari tahun 2005 - 2007, Penelitian ini menggunakan subjek pekerja pada PT X. Penelitian ini dilakukan di Pulau Kalimantan pada bulan Oktober 2008. Desain penelitian yang dilakukan adalah cross sectional dengan pendekatan secara kuantitatif dan kualitatif Tehnik sampling yang digunakan yaitu purposive sampling. Medical Department PT X bertanggung jawab untuk masalah kesehatan karyawan secara komprehensif meliputi pelayanan yang bersifat promotive, preventive, curative dan rehabilitative. Budget perusahaan terbesar diberikan ke Medical Department untuk pelayanan yang bersifat curative dan rehabilitative. Prevalensi hipertensi pada tahun 2005 diketahui 11,4%, tahun 2006 meningkat menjadi 16,5% dan tahun 2007 terjadi peningkatan sebesar 17,36%. Prevalensi DM pada tahun 2005 diketahui 8,97%, tahun 2006 meningkat menjadi 9,72% dan tahun 2007 terjadi peningkatan sebesar 12,13%. Prevalensi dislipidemia pada tahun 2005 diketahui 5,34%, tahun 2006 meningkat menjadi 6,67% dan tahun 2007 terjadi peningkatan sebesar 8,09%. Prevalensi hipertensi dari tahun 2005-2007 terus mengalami peningkatan, prevalensi diabetes melitus dari tahun 2005-2007 terus mengalami peningkatan, prevalensi dislipidemia dari tahun 2005-2007 terus mengalami peningkatan. Promosi Kesehatan Pekerja yang dikembangkan PT X dikembangkan berdasarkan model dari Ottawa Charter 1986. Kebijakan perusahaan berkaitan dengan masalah kesehatan karyawan sudah ada walaupun dalam pelaksanaannya masih kurang baik. Budget terbesar perusahaan saat ini adalah untuk penanganan kasus-kasus yang bersifat curative dan rehabilitative untuk para karyawan dan keluarganya (dependent). Promotion & prevention harus menjadi prioritas utama seperti; Kebijakan hari Rabu sebagai hari olahraga hams dilaksanakan sehingga tidak boleh ada kegiatan lain setelah pulcuI 16.00 selain kegiatan olahraga dengan melakukan sosialisasi ulang, prornosi kesehatan rneIalui media intranet (health desk) hams lebih disosialisasikan, perlu adanya seorang murisionist di camp service sehingga kadar gizi para karyawan dapat terkontrol, dalam merumuskan kebijakan yang berkaitan dengan promosi kesehatan harus melibatkan seluruh karyawan sehingga program-rogram yang dilaksanakan dapat lebih efektif dan efisien
Hearth Disease (CHD) in the world from year to year has been increased. CHD has been dead caused at several countries in the world and get predicted will be the first dead caused in the world. At Kontraktor Production Sharing (KPS) dock dead caused among KPS worker is cardiovascular diasease. Research was performed to find risk factor arD and then related with Work Health Promotion program at PT X year 2005 - 2007. The research subject was worker at PT X. The research was held on October 2008 at Kalimantan island. the research design of this study is cross sectional with kuantitative and kualitative approach. Sampling technique that used was purposive sampling. Medical Department get responsible for employees health problem in komprehensif including promotive, preventive, curative and rehabilitative services. The biggest budget only for curative and rehabilitative. The study defined that the prevalence of hypertension year 2005 is 11,4%, year 2006 increase to 16,5% and year 2007 increase to 17,36%. Prevalence of Diabetes Mellitus (DM) year 2005 is 8,97%, year 2006 increase to 9,72% and year 2007 increase to 12,13%. Prevalence of dislipidemia year 2005 is 5,34%, year 2006 increase to 6,67% and year 2007 increase to 8,09%. Prevalence of hypertension year 2005 -2007 has been increased, prevalence of DM year 2005 - 2007 has been increased, prevalence of dislipidemia year 2005 - 2007 has been increased. Work Health Promotion at PT X was developed based on Ottawa Charter 1986. The company policies about work health is good enough although shortage in implementation. The biggest budget only for curative and rehabilitative for employees and their dependents. Promotion and prevention have to become a priority such as; the policy that decided Wednesday as a sport day must be realized so no more activity after 4 pm except sport. Health promotion by intranet media has to socialized. There's need a nutisionist at camp service to control worker nutrition status. In ascertain policy be related with health promotion must involved worker so the policy can be more effective."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>