Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 155135 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"WHO mengeluarkan pernyataan paling tidak 1 diantara 3 perempuan di dunia pernah menglamai kekerasan fisik maupun seksual (WHO2013). statistik dari komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (2015) menunjukan bahwa anak perempuan dan perempuan dewasa tidak lebih aman berada di dalam rumah mereka sendiri karena lebih banyak pelaku adalah keluarga dekat atau orang-orang yang dekat dengan keluarga mereka . kekerasan seksual yang dialami dalam masa kanak-kanak dapat meninggalkan luka akibat peristiwa traumatik tersebut yang dibawa terua pada saat si penyitas memasuki masa dewasa. penelitian di AS dan Australia memberikan indikasi bahwa penyintas kekerasan seksual pada masa kanak-kanak lebih rentan menjadi korban kekerasan berbasis gender lainnya dikemudian hari. penyintas kekerasan seksual lebih sulit untuk menceritakan apa yang mereka alami kepada anggota keluarga mereka ,terutaman penyintas inses atau kekerasan seksual dimana pelaku kekerasan adalah anggota keluarga mereka sendiri. hasil penelitian menunjukan bahwa trauma yang diakibatkan penetrasi merupakan trauma berat yang lebih sulit untuk disembuhkan dibandingkan dengan kekerasan berbasis gender lainnya (WHO 2002). psikologis klinis dan konseling dengan presepektif hak asasi manusia dibutuhkan untuk dapat memberikan layanan profesional untuk mencegah trauma yang dialami penyintas kekerasan. terapi keluarga atau pendekatan sistematik dijadikan pilihan untuk memberikan lingkungan yang mendukung dan menghindari stigma keluarga dan masyarakat. layanan perlu dikuatkan, termasuk intervensi bagi pelaku kekerasan."
364 JP 21:2 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Kekerasan seksual dapat meliputi upaya dan/atau pemerkosaan, pemaksaan hubungan seksual dan pelecehan, kontak seksual dengan paksaan atau ancaman menggunakan kekuatan, serta ancaman pemerkosaan. Sudah saatnya isu-isu terkait kekerasan dan kekerasan seksual ini dibicarakan dalam pelajaran di sekolah dan dianggap sebagai suatu hal yang serius, dengan keberpihakan terhadap korban dan bukan hanya dianggap sebagai isu milik perempuan yang hanya dibahas di antara perempuan. Jika kita ingin melihat perubahan, maka laki-laki harus dilibatkan secara lebih intensif sejak kecil dan diajak untuk melihat hal ini sebagai masalah bersama. Dengan memberikan pemahaman bagaimana seharusnya laki-laki bersikap kepada perempuan, dan ikut mendengarkan kesaksian perempuan penyintas kekerasan seksual tentang trauma dan dampaknya terhadap kehidupan perempuan, diharapkan semakin banyak laki-laki yang memiliki kepekaan dalam menyikapi hubungan antara laki-laki dan perempuan."
364 JP 21:2 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Iqraa Runi Aprilia
"Lambatnya pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual menjadi bukti bahwa sistem politik di Indonesia tidak sensitif dalam menyikapi isu korban kekerasan seksual. Sementara itu, sistem peradilan yang ada belum mampu memberikan keadilan bagi korban kekerasan seksual. Itulah sebabnya kaum feminis merumuskan keadilan yang dapat memenuhi kebutuhan korban kekerasan seksual, yang disebut keadilan transformatif. Keadilan transformatif yang didukung oleh solidaritas masyarakat dapat membawa pemulihan bagi korban kekerasan seksual untuk memiliki keberanian untuk berbicara dan mendapatkan kembali harga diri mereka yang hancur."
Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan, 2021
305 JP 26:3 (2021)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Mengapa pemerintah, sebagai representasi negara, tampak tidak terlalu bertindak serius dalam persoalan kekerasan seksual? Mengapa negara lebih sering memilih diam atau memilih mengambil sikap “instan” dengan memberi tanggapan seadanya atau, jikapun ada upaya yang agak sistematis, semacam penghukuman kebiri bagi pelaku, upaya tersebut tidak menyentuh struktur dan ideologi patriarkisme sebagai akar persoalan kekerasan seksual? Tulisan ini mendiskusikan bagaimana politik seksualitas yang dipropagandakan negara semasa rezim Orde Baru memberi pengaruh pada sikap yang kurang respons oleh negara dan masyarakat terhadap kasus-kasus kekerasan seksual."
JP 21:2 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ariani Hasanah Soejoeti
"Kekerasan seksual di kampus merupakan tindak kejahatan dengan tingkat pelaporan yang sangat rendah. Sementara itu, berdasarkan sejumlah penelitian terdahulu, diketahui bahwa kekerasan seksual merupakan sebuah peristiwa traumatis yang sangat berdampak pada kesehatan mental dan fisik korbannya. Oleh karenanya, tesis ini membahas seputar permasalahan kriminologis kekerasan seksual di ranah perguruan tinggi, khususnya kebijakan pencegahan dan penanggulangan di Perguruan Tinggi X dan Y. Penelitian ini adalah penelitian kriminologi feminis dengan menggunakan pendekatan kritis. Hasil penelitian menyarankan bahwa model kebijakan yang ideal harus mencakup aspek Pelaporan, Penanganan, Pencegahan, Pendanaan, Monitoring dan Evaluasi.

Campus sexual assault is the most underreported crime. Meanwhile, previous studies reveal that sexual violence is a traumatic event that has major impacts on the mental and physical health of its victims. Against that background, this thesis discusses the criminological problem of campus sexual assault, particularly the prevention and response policy aspect at University X and Y. This research is a criminology-feminist study using a critical approach. The result of the study suggests that the ideal policy model must include Reporting, Response, Prevention, Funding, Monitoring and Evaluation."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"kekerasan seksual merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan, pelanggaran Hak Asasi Manusia dan kekerasan berbasis gender. Sementara itu sejak 1998-2013 Komnas Perempuan telah melakukan pemantauan dan pendokumentasian, menemukenali sebanyak 15 (lima belas) bentuk kekerasan seksual dari berbagai fakta kejadian. Sementara ini, Komnas Perempuan mengklasifikasi ke-15 bentuk kekerasan seksual menjadi 6 tindak pidana kekerasan seksual berdasarkan kesamaan unsur delik pidananya. Sejauh ini penanganan kasus kekerasan seksual mengalami hambatan dalam pencegahan, perlindungan, pemulihan korban, rehabilitasi pelaku, belum adanya hukum acara peradilan tindak pidana kekerasan seksual. Sehingga negara harus bertanggung jawab untuk segera menyusun Undang- Undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual, sebagai upaya negara dalam menjalankan prinsip due diligence."
364 JP 21:2 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Budi Cahyono
"Kekerasan seksual di Indonesia merupakan salah satu permasalahan hukum yang dianggap serius, Dalam menanggapi hal tersebut Indonesia mengatur hukuman pidana tambahan yakni kebiri kimia dan tercantum pada Undang-undang No.17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-undang. Ditengah polemic pro dan kontra Presiden Joko Widodo secara Resmi Menanda tangani Peraturan Pemerintah No.70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku kekerasan Seksual Terhadap Anak. Dengan timbul banyaknya polemik terkait keberadaan hukuman ini, maka penulis akan melakukan penelitian terkait penerapan hukuman kebiri kimia dengan menggunakan metode penelitian bersifat yuridis normatif dengan metode analisis kualitatif. Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan pendekatan analisis perbandingan hukum, pendekatan analisis peraturan perundang-undangan. Hasil dari penelitian ini penulis mendapatkan bahwa hukuman kebiri kimia di beberapa negara sangat memerlukan peran dari ahli medis untuk dapat melakukan penjatuhan hukuman kebiri kimia, dan hukuman kebiri kimia merupakan suatu bentuk hukuman terhadap pelaku kejahatan seksual terhadap anak karena dianggap memiliki gangguan kelainan mental yakni pedofilia. Pada saat ini para dokter masih menolak akan keberadaan hukuman kebiri kimia dikarenakan bertentangan akan kode etik profesinya, akan tetapi penulis menemukan bahwa seharusnya dokter dapat mengambil peran penuh dalam penerapan hukuman ini sebagai bentuk menjaga kondisi Kesehatan baik secara mental maupun fisik sehingga hukuman ini dapat menjadi bentuk rehabilitasi atau pengobatan atas perbuatan menyimpang dari pelaku.

In Indonesia sexual violence is one of the legal issues that considered as serious crime. For the response of this issue, Indonesia regulates additional criminal penalties called chemical castration and Written in UU No. 17/2016 about the Second Amendment to UU No. 23/2002 Child Protection Becomes Law. In between of the pro and cons of this sentence, President of Indonesia Joko Widodo Officially Signed Government Regulation No. 70 of 2020 concerning Procedures for Carrying Out Chemical Castration, Installation of Electronic Detection Devices, Rehabilitation, and Announcement of the Identity of Perpetrators of Sexual Violence Against Children. With the emergence of many polemics related to the existence of this punishment, the authors will conduct research related to the application of chemical castration using normative juridical research methods with qualitative analysis methods. This research is using comparative legal analysis approach, an analysis approach to statutory regulations. The results of this study the authors found that chemical castration in several countries fully depends on the role of medical experts to give chemical castration sentences, and chemical castration punishment is for perpetrators of sexual crimes against that are considered to have a mental disorder, namely pedophilia. At this time doctors still reject the existence of chemical castration punishment because it conflicts with the professional code of ethics, but the authors found that doctors should be able to take a full role in implementing this punishment as a form of maintaining health conditions both mentally and physically so that this punishment can be a form of punishment. rehabilitation or treatment of the perpetrator's deviant acts."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nike Nadia
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan memaparkan kompleksitas pengalaman perempuan yang
mengalami tindak pemaksaan hubungan seksual tanpa cara kekerasan fisik atau
ancaman kekerasan fisik melalui berbagai cara oleh kekasihnya, seperti bujuk rayu,
janji palsu, dan tipu muslihat dalam sistem hukum pidana Indonesia, khususnya pasal
285 KUHP yang membahas tentang perkosaan. Pengaturan terkait marital rape dalam
UU Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
tidak menjadi fokus analisis mengingat studi kasus penelitian adalah pada relasi
pacaran. Dalam menganalisis permasalahan kekerasan seksual dalam relasi pacaran,
penulis menggunakan teori the continuum of sexual violence dari Liz Kelly dan feminist
legal methods dari Bartlett. Metode penelitian adalah studi kasus dengan pendekatan
kualitatif berperspektif feminis. Melalui penelitian ini, penulis berargumentasi bahwa
pengalaman perempuan yang mengalami pemaksaan hubungan seksual yang dicapai
tanpa cara kekerasan fisik oleh kekasihnya berpotensi untuk tidak terdokumentasikan
oleh hukum karena sempitnya definisi hukum tentang perkosaan di Indonesia. Padahal,
perempuan yang menjadi korban mendapat dampak yang sangat buruk dari tindak
perkosaan tersebut. Sebagai implikasi, akses perempuan untuk mendapat keadilan dan
pemulihan tidak terjamin dalam kerangka hukum Indonesia. Dengan demikian, rumusan
tindak pidana terkait perkosaan sudah seharusnya mengalami proses redefinisi yang
memiliki keberpihakan bagi perempuan korban.
ABSTRACT
This study aims to describe the complexity of women experience in the rape case by the
act of non- physical violent by her lover, such as seduction and false promise. The study
see this problem through the legal system in Indonesia, especially article 285 of the
Criminal Code (KUHP) which discusses about rape. Article related marital rape in Law
Number 23 of Year 2004 Regarding Elimination of Domestic Violence is not the focus of
analysis considering the case study research is on dating relationships. For analyzing
the problem, the author uses the continuum of sexual violence theory by Liz Kelly and
feminist legal methods from Bartlett. The research method is case study with qualitative
approach with feminist perspective. Through this study, the authors argue that the
experience of women who have forced nonviolent sexual intercourse has the potential to
be undocumented by the law because of the narrowness of the legal definition of rape in
Indonesia. As an implication, the fulfillment of the rights of women victims to get
protection is not guaranteed within the framework of Indonesian law. Thus, the
formulation of criminal offenses related to rape should have undergone a redefinition
process."
2018
T51106
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asep N. Mulyana
Depok: Rajawali Pers, 2023
616.858 3 ASE e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Aldila Puspa Kemala
"Disahkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang di dalamnya terdapat pengaturan mengenai pelecehan seksual membuka peluang dipidananya pelaku-pelaku pelecehan seksual, sehingga timbul pertanyaan apa yang dimaksud dengan pelecehan seksual, apa saja perbedaan pengaturannya bagaimana pengertian pelecehan seksual sebagai suatu tindak pidana, bagaimana pengaturan terhadap tindak pidana pelecehan seksual dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia dan bagaimana penerapan hukum kasus pelecehan seksual berdasarkan putusan pengadilan di Indonesia yang telah berkekuatan hukum tetap sebelum dan sesudah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual disahkan. Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian normatf menggunakan pendekatan undang-undang (statute approach) dan analisa putusan (decision analysis). Diketahui bahwa pengertian pelecehan seksual menurut instrumen Hukum Internasional dan di Berbagai Negara di Asia Tenggara secara garis besar memiliki persamaan, kemudian Sebelum disahkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual belum terdapat peraturan Perundang-Undangan yang spesifik mengatur tentang pelecehan seksual dan setelah Undang-Undang tersebut disahkan merupakan solusi dari permasalahan tersebut untuk mengakomodir kasus-kasus pelecehan seksual yang terjadi di Indonesia.

The passing of Law Number 12 of 2022 concerning Crimes of Sexual Violence in which there are arrangements regarding sexual harassment opens opportunities for perpetrators of sexual harassment to be prosecuted, so the question arises what is meant by sexual harassment, what are the differences in regulations, what is the meaning of sexual harassment as a criminal acts, how to regulate criminal acts of sexual harassment in Indonesian laws and regulations and how to enforce the law on sexual harassment cases based on court decisions in Indonesia that have permanent legal force before and after Law Number 12 of 2022 concerning Crimes of Sexual Violence was passed . In this study using normative research methods using a statute approach and decision analysis. It is known that the definition of sexual harassment according to international legal instruments and in various countries in Southeast Asia is broadly similar, then before the enactment of Law Number 12 of 2022 concerning Crimes of Sexual Violence there were no statutory regulations that specifically regulate sexual harassment and after the Law was passed, it was a solution to this problem to accommodate cases of sexual harassment that occurred in Indonesia."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>