Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 28145 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Urban sufism merupakan sebuah fenomena sosial yang ditandai dengan meningkatnya gairah masyarakat urban terhadap praktik-praktik sufisme, seperti dzikir secara berjamaah, istighatsah, diskusi ilmiah mengenai sufisme, dan sebagainya. Masyarakat urban, sebagai masyarakat modern yang secara langsung merasakan proses modernisasi secara cepat, tentunya merasakan apa yang diistilahkan sebagai absurditas di mana manusia merasa terasing dalam dunianya sendiri. Mereka meyakini bahwa urban sufisme dapat dijadikan sebagai jalan untuk melawan absurditas tersebut dan menemukan kembali aspek humanitas yang sudah terkikis oleh modernitas. Urban sufisme menawarkan ketenangan hati atau ketentraman jiwa bagi masyarakat urabn yang setiap hari disibukkan dengan urusan pekerjaan dan bosan dengan kebisingan hiruk-pikuk keramaian kota. Ketertarikan mereka terhadap sufisme dilatarbelakangi oleh motif-motif yang berbeda, sehingga menimbulkan kecenderungan yang berbeda pula dalam mengikuti trend urban sufisme yang sedang marak belakangan ini. Secara umum, urban sufisme terbagi dalam dua kategori, yaitu tasawuf mali dan tasawuf falsafi. Dalam konteks ke-Indonesia-an, urban sufisme dapat dipetakan menjadi tiga tipologi, yaitu tasawuf sunni, tasawuf falsafi dan tasawuf salafi. Perbedaan dalam aspek epistemologi atau rancang bangun pemikiran keagamaan menimbulkan perbedaan orientasi dalam gerakan-gerakan sufisme. Ada yang memilih jalan konvensional melalui jalan tarekat yang disebut sebagai sufisme konvensional dan ada pula yang menempuh jalur non-tarekat atau disebut dengan urban sufisme. perbedaan antara urban sufisme dan sufisme konvensional terletak pada tiga hal: (1) geneologi dan mekanisme penetapan mursyid (2) mekanisme keanggotaan (bai'at atau sumpah setiap kepada mursyid (3) praktik dan tata cara dzikir. Dalam praktik dzikir, baik urban sufisme maupun sufisme konvensional mempunyai kesamaan persepsi. Artinya, dalam dzikir harus terpenuhi lima unsur, yaitu (1) kontinuitas (2) kesadaran (3) keikhlasan (4) kebersihan niat (5) tidak bertentangan dengan ritual ibadah."
JTW 1:1 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Rajawali, 2008
297.8 URB
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Suadi Putro
Jakarta: Paramadina, 1998
297.67 SUA m (2)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Kautsar Azhari Noer
[Place of publication not identified]: Titik-Temu: Jurnal Dialog Peradaban, 2009
TIJUDIP
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
JIP 35 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Adi Putra Surya Wardhana
"Tujuan penelitian ini adalah mengkaji representasi Babad Pasanggrahan Madusita tentang modernitas dan hedonisme. Modernitas dan hedonisme menjadi gaya hidup elite kerajaan Jawa pada akhir abad XIX hingga awal abad XX. Modernisasi dilakukan di kerajaan tradisional Jawa, yaitu Kasunanan Surakarta Hadiningrat pada masa Paku Buwana X. Penelitian ini menggunakan metode analisis data kualitatif dengan menggunakan sudut pandang kajian budaya. Permasalahan yang diteliti adalah bagaimana modernitas memberi
ciri pada gaya hidup hedonisme dalam Babad Pasanggrahan Madusita, bentuk representasi,
dan makna Babad Pasanggrahan Madusita. Beberapa penelitian terdahulu masih fokus pada aspek lokalitas, nilai-nilai moral, pendidikan, budaya, dan agama dari suatu naskah. Oleh sebab itu, penelitian ini dibuat untuk mengisi kekosongan kajian tentang representasi Babad Pasanggrahan Madusita tentang modernitas dan hedonisme yang dipengaruhi oleh
wacana-wacana hasil interaksi budaya Jawa dan budaya Eropa. Hasil penelitian menunjukkan Babad Pasanggrahan Madusita ditulis saat modernitas menjadi jiwa zaman. Akhir abad XIX, hedonisme menjadi gaya hidup bangsawan istana yang disokong oleh modernisasi. Bentuk representasi naskah tentang modernitas dan hedonisme ditunjukkan melalui narasi
perjalanan dan pencatatan aset-aset Pesanggrahan Madusita. Maknanya adalah kemajuan dan kemegahan pada masa Paku Buwana X sebagai “Kaisar Jawa” di era modern."
Kalimantan Barat : Balai Pelestarian Nilai Budaya , 2022
900 HAN 6:1 (2022)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nurbaity
"[Tesis ini menganalisis pemaknaan dan reaksi manusia gerobak terhadap ruang urban Jakarta. Pemaknaan terhadap ruang urban Jakarta oleh manusia gerobak dan reaksi mereka terhadap regulasi di ruang urban Jakarta menjadi pertanyaan dalam tesis ini. Data diperoleh melalui pendekatan etnografi dengan wawancara mendalam kepada
manusia gerobak di Jakarta Selatan, dan observasi kegiatan manusia gerobak. Tesis ini menggunakan konsep urban dan hegemoni untuk menjawab rumusan masalah. Hasil penelitian menunjukkan manusia gerobak memaknai ruang urban Jakarta dengan eksistensi melalui mobilitas mereka untuk dapat bertahan di ruang urban Jakarta.
Manusia gerobak menunjukkan reaksi berupa resistensi terhadap regulasi di ruang urban Jakarta. Mereka menunjukkan resistensi dengan tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk, menolak bekerja dalam sektor formal dengan memilih menjadi manusia gerobak, dan tidak ingin menempati rumah tinggal seperti yang diberikan oleh pemerintah. Resistensi ini menjadi bentuk gerakan untuk menuntut hak mereka atas kota dalam konteks Jakarta sebagai ruang urban;This thesis analyses how manusia gerobak makes meaning out of the urban space of
Jakarta. It evaluates manusia gerobak’s meaning making process and how they react to the urban regulation in Jakarta. The main research method is utilizing ethnographic tools which consist of in-depth interviews and observations of manusia gerobak in South Jakarta. In analyzing the data, the concepts of urban and hegemony are used to
answer the research questions. Research findings reveal that the meaning making process is done within the manusia gerobak’s mobility as a way to reflect in their existence in Jakarta. At the same time, manusia gerobak show their resistance to regulation by rejecting to have Jakarta’s identity card, refusing to work in formal sector by choosing to be a manusia gerobak as their job, and not wanting to stay in formal settlements, such as houses provided by the government. All of these represent their resistance in claiming their rights to the city in the context of Jakarta as an urban space, This thesis analyses how manusia gerobak makes meaning out of the urban space of
Jakarta. It evaluates manusia gerobak’s meaning making process and how they react to
the urban regulation in Jakarta. The main research method is utilizing ethnographic
tools which consist of in-depth interviews and observations of manusia gerobak in
South Jakarta. In analyzing the data, the concepts of urban and hegemony are used to
answer the research questions. Research findings reveal that the meaning making
process is done within the manusia gerobak’s mobility as a way to reflect in their
existence in Jakarta. At the same time, manusia gerobak show their resistance to
regulation by rejecting to have Jakarta’s identity card, refusing to work in formal sector
by choosing to be a manusia gerobak as their job, and not wanting to stay in formal
settlements, such as houses provided by the government. All of these represent their
resistance in claiming their rights to the city in the context of Jakarta as an urban space]"
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2015
T44305
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firman Arif
"Bunuh diri merupakan diskursus sepanjang zaman dalam kehidupan manusia. Menilik sejarah, sebut saja seperti kaum stoa, tradisi Seppuku di Jepang, dan yang paling baru peledakan diri para teroris merupakan sebagian contoh yang menunjukkan bahwa bunuh diri terus dilakukan. Kendati nilai-nilai kemanusiaan terus berubah sepanjang zaman, tapi bunuh diri tetap menjadi sebuah tindakan yang dilakukan untuk mengakhiri kehidupan lebih cepat. Albert Camus mempertanyaan bunuh diri sebagai sebuah tindakan yang dipilih manusia. Pertanyaan itu memiliki keterkaitan dengan konsep eksistensialisme. Sehingga pemaknaan bunuh diri pun hanya sebatas problem eksistensilis-filosofis. Di sinilah letak persoalan bunuh diri pada masa kini. Pada kenyataannya, di zaman sekarang bunuh diri bukan lagi hanya persoalan eksistensialis-filosofis. Ada sesuatu yang melebihi hal itu, tindakan bom bunuh diri dapat dijadikan contoh. Bunuh diri adalah persoalan kemanusiaan. Maka, dengan tetap berpijak pada pemikiran Albert Camus, akan dijelaskan mengenai perluasan pemahaman bunuh diri sebagai sebuah tindakan mengingkari humanitas.

Suicide is a discourse throughout the ages in human life. Tracing the history, there are some examples that show suicide still exist, let says the stoic from early ages, Seppuku tradition in Japan, and terrorist who blew up themselves. Despite values of humanity keep changing throughout the ages, suicide is still the alternative choices to end live faster. Albert Camus questioning suicide as an action that choices in human life. This question is related to his existentilism concept. So that, the values of suicide just be the existentialism problem. This is the problem of suicide in the contemporary era. In fact, in the contemporary era, suicide is not just existentialist problem, there is something beyond, suicide bombing for example. Suicide is humanity problem. Through the thought of Albert Camus, it will be explained about expansion suicide as a disavowal of humanity."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S67955
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aldrian Tri Putra Oenang
"Kejahatan terhadap tubuh dan nyawa kerap terjadi di Indonesia tanpa memandang usia, status, pekerjaan atau jabatan, bahkan jenis kelamin. Akibat pengaruh dari teknologi dan media yang semakin canggih, memungkinkan masyarakat mengakses berita-berita tentang kejahatan terhadap tubuh dan nyawa dan menjadikan hal tersebut sebagai topik perbincangan. Salah satu dari kasus kejahatan terhadap tubuh dan nyawa yang kerap menjadi topik perbincangan masyarakat adalah kasus meninggalnya Wayan Mirna Salihin, yang diduga di racun oleh temannya sendiri yaitu Jessica Kumala Wongso. Dengan meluasnya berita mengenai kematian Wayan Mirna Salihin serta besarnya rasa keingintahuan masyarakat mengenai kasus tersebut, membuat beberapa media meliput acara persidangan dengan Terdakwa Jessica Kumala Wongso disiarkan secara langsung pada televisi. Diskusi mengenai rumusan Pasal 340 KUHP dalam kaitannya dengan pembuktian unsur “dengan rencana” menjadi isu yang hangat, sehubungan dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum dalam surat dakwaan. Hal ini didasari karena ditemukannya senyawa kimia berupa sianida di dalam kopi Wayan Mirna Salihin yang telah dipesankan terlebih dahulu oleh Jessica Kumala Wongso. Setelah melewati beberapa kali persidangan, Jessica Kumala Wongso akhirnya dituntut 20 tahun penjara atas tindak pidana pembunuhan yang diatur dalam Pasal 340 KUHP. Di dalam persidangan kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin, tergambar bahwa pembuktian unsur berencana selalu terkait dengan unsur kesengajaan yang sulit sekali dibedakan maknanya. Maka dari itu Penulis meneliti bagaimana hubungan dari unsur berencana dengan unsur kesengajaan, serta bagaimana Jaksa Penuntut Umum dan Majelis Hakim mendasarkan pertimbangannya untuk membuktikan unsur berencana dalam suatu tindak pidana terhadap tubuh dan nyawa, dengan menganalisa rumusan delik pada Pasal 340 KUHP terhadap kasus Jessica Kumala Wongso serta empat putusan pengadilan lainnya dengan dakwaan yang sama yaitu Pasal 340 KUHP.

Crimes against the body and life are often occur in Indonesia it is regardless of age, status, occupation or position, even gender. Due to the increasingly sophisticated influence of technology and media, it enables people to access news about crimes against the body and life and make it a topic of conversation. One of the cases of crimes against body and life that are often being a topic of public discussion is the case of the death of Wayan Mirna Salihin, who allegedly poisoned by his friend Jessica Kumala Wongso. As the widespread news of the death of Wayan Mirna Salihin and the public goes curiosity about the case, some media covered the trial over a Defendant, Jessica Kumala Wongso broadcast live on television. A discussion on the formulation of Article 340 of the Indonesian Criminal Code in relation to the proof of the element "with the intention" becomes a hot issue, in relation to the indictment of the Public Prosecutor in the letter of indictment. This is based on the discovery of a chemical compound in the form of cyanide that found in Wayan Mirna Salihin’s coffee which has been ordered in advance by Jessica Kumala Wongso. After passing several trials, Jessica Kumala Wongso was eventually charged with 20 years in prison for murder under Article 340 of the Criminal Code. In the trial of the murder of Wayan Mirna Salihin, it is envisaged that the proof of the element of intention is always related to the element of deliberate that is difficult to distinguish the meaning. Therefore the author examines how the relationship of the elements of intention with the element of deliberate, and how the Public Prosecutor and the Panel of Judges based their consideration to prove the element of intention in a crime against the body and life, by analyzing the formulation of offense in Article 340 of the Criminal Code against the case of Jessica Kumala Wongso, as well as four other court decisions on the same indictment, namely Article 340 of the Criminal Code."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>