Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 81211 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Lidah adalah barometer kesehatan yang mencerminkan kondisi sistemik. Geographic tongue adalah kondisi yang tidak membahayakan biasanya merupakan kondisi asimtomatik dengan etiologi yang tidak diketahui yang menyangkut epitel lidah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran sebaran geographic tongue pada. Jenis peneltian adalah penelitian deskriptif mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Batasan populasi adalahmahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta angkatan 1999-2003. Jumlah sampel berjumlah 362. Cara penelitian yaitu dengan melakukan pemeriksaan klinis pada permukaan dorsal lidah dan status kebersihan mulut (oral hygiene index/OHI). Hasil penelitian dianalisis dengan uji chi-square. Hasil menunjukkan dari 362 mahasiswa yang diperiksa ditemukan 8 kasus (2,21%) geographic tongue yang terdiri dari 5 pria (6,25%) dan 3 wanita (1,06%). Delapan penderita geographic tongue tersebar ditiap tahun angkatan akademik, terdiri dari 3 orang (4,17%) angakatan 2002 dan 1 orang (1,37%) angkatan 2003. Semua penderita geographic tongue memiliki status kebersihan mulut baik. Disimpulkan bahwa sebaran geographic tongue di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada bervariasi, jenis kelamin berpengaruh terhadap kejadian geographic tongue, sedangkan tahun angakatan akademik dan status kebersihan mulut tidah berpengaruh terhadap kejadian geographic tongue."
610 MUM 10:2(2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Elisabeth
"Penelitian ini fokus pada fissure tongue, geographic tongue, median rhomboid glossitis dan hairy tongue. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan prevalensi dan distribusi dari lesi tersebut berdasarkan usia dan jenis kelamin pada 312 pasien yang datang ke Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Studi ini merupakan survei epidemiologi deskriptif dengan pendekatan potong lintang (cross-sectional). Data diperoleh melalui pemeriksaan klinis dan wawancara. Fissure tongue merupakan lesi yang paling sering ditemukan (46,5%) diikuti geographic tongue (3,2%), median rhomboid glossitis (1,3%) dan hairy tongue (1,3%). Semua lesi tersebut ditemukan lebih sering pada pasien pria. Fissure tongue, geographic tongue, median rhomboid glossitis dan hairy tongue memiliki prevalensi paling tinggi pada kelompok usia 61-68 tahun, 5-12 tahun, 53-60 tahun dan 13-20 tahun, secara berurutan.

This study is focused on fissure tongue, geographic tongue, median rhomboid glossitis and hairy tongue. The purpose of this study is to determine the prevalence and distribution of these lesions according to age and gender in 312 patients who visited University of Indonesia dental hospital. This study has been done by cross sectional descriptive epidemiological survey. The data were collected by clinical examination and interview. Fissure tongue was observed most frequently (46.5%) followed by geographic tongue (3.2%), median rhomboid glossitis (1.3%) and hairy tongue (1.3%). All of these lesions are more common in male patients. Fissure tongue, geographic tongue, median rhomboid glossitis, and hairy tongue had the highest prevalence in 61-68 years old, 5-12 years old, 53-60 years old, 13-20 years old, respectively."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Amiroh
"Latar Belakang :Pesantren merupakan institusi pendidikan di Indonesia yang menjalankan sistem tempat tinggal asrama. Kondisi status kesehatan gigi mulut di beberapa pesantren masih menunjukkan hasil sedang hingga rendah, padahal terdapat lebih dari empat juta remaja yang menempuh pendidikan di pesantren. Upaya meningkatkan kesehatan gigi mulut adalah melaksanakan program promosi kesehatan mulut berbasis sekolah, dan program ini dapat disusun dengan sebelumnya melakukan identifikasi perilaku kebersihan gigi mulut.Tujuan : Menganalisis hubungan antara perilaku kebersihan gigi mulut dengan indeks plak, laju alir saliva, dan kuantifikasi bakteri Veillonella Parvula dalam saliva di komunitas pesantren populasi anak usia 12 – 14 tahun. Metode: Penelitian dilakukan pada 101 siswa Ibnu Hajar Boarding School. Pengisian kuesioner indeks OHB untuk menilai perilaku kebersihan gigi mulut. Pengambilan sampel saliva tanpa stimulasi dan diukur lajur alir, dilanjutkan pemeriksaan indeks plak. Sampel saliva dibawa ke laboratorium untuk mengetahui kuantifikasi bakteri Veillonella parvula melalui metode RT-PCR. Hasil: Koefisien korelasi antara OHB dengan Indeks plak adalah r = 0.127 p-value = 0.204. Koefisien korelasi antara OHB dengan laju alir saliva adalah r = -0.211, p-value = 0.034. Koefisien korelasi antara OHB dengan Ct Veillonella parvula adalah r = -0.156 , p-value = 0.119. Kesimpulan: Terdapat hubungan berbanding terbalik dan bermakna antara perilaku kebersihan gigi mulut dengan laju alir saliva, dan hubungan tidak bermakna antara perilaku kebersihan gigi mulut dengan indeks plak dan kuantifikasi bakteri Veillonella parvula.

Background: Boarding schools in Indonesia operate as residential educational institutions. The oral health status in some boarding schools still indicates moderate to low results, despite more than four million adolescents pursuing education in these institutions. Efforts to improve oral health include implementing a school-based oral health promotion program, which can be designed after identifying oral hygiene behaviors. To date, there has been no study examining the relationship between oral hygiene behaviors and plaque index, saliva flow rate, and quantification of Veillonella Parvula. Objective: To analyze the relationship between oral hygiene behaviors and plaque index, saliva flow rate, and quantification of Veillonella Parvula in a population of 12- to 14-year-old students in a boarding school. Method: The OHB index questionnaire was used to assess oral hygiene behaviors. Unstimulated saliva samples were collected and saliva flow rate measured, followed by plaque index examination. Saliva samples were taken to the laboratory to determine the quantification of Veillonella Parvula bacteria using RT-PCR. Results: The correlation coefficient between OHB and the plaque index was r = 0.127, p-value = 0.204. The correlation coefficient between OHB and saliva flow rate was r = -0.211, p-value = 0.034. The correlation coefficient between OHB and Ct Veillonella Parvula was r = -0.156, p-value = 0.119. Conclusion: There was an inverse and significant relationship between oral hygiene behavior and salivary rate, and a non-significant relationship between oral hygiene behavior and plaque index and quantification of Veillonella parvula bacteria."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risma Nurmayanti
"[ABSTRAK
Kanker kolorektal merupakan kanker yang muncul di sekitar kolon dan rektum. Salah satu dampak kanker kolorektal adalah kekurangan nutrisi atau malnutrisi. Padahal asupan nutrisi yang adekuat sangat diperlukan untuk meningkatkan sistem imun melawan sel kanker dan mempersiapkan jaringan dalam proses penyembuhan pasca pembedahan. Kebersihan mulut dan perawatan bibir dengan madu menjadi salah satu implementasi keperawatan yang dapat dilakukan untuk memperbaiki status nutrisi pasien kanker kolorektal. Hasil implementasi selama kurang lebih dua minggu menunjukkan dampak yang positif terhadap status nutrisi pasien yang ditunjukkan dengan peningkatan nafsu makan dan perbaikan manifestasi klinis yang berhubungan dengan status nutrisi. Kebersihan mulut dan perawatan bibir dengan madu dapat direkomendasikan untuk implementasi keperawatan pada pasien kanker kolorektal terutama yang mengalami malnutrisi.;ABSTRACT Cancer colorectal is cancer that located at around colon and rectum, one of effect cancer colorectal is malnourished. Adequat nutrition is very important to enhance immunity systems to against cancer cells and heal the wound after surgery. Oral hygiene and lip care with honey liquid can be done to repaire the nutritional status. The results of these implementations showed the positive impact which indicated by enhancement of appetite and improvement of clinical manifestations related to nutritional status for two weeks. So, oral hygiene and lip care with honey are recommended to repaire the nutritional status for patient cancer colorectal.;Cancer colorectal is cancer that located at around colon and rectum, one of effect cancer colorectal is malnourished. Adequat nutrition is very important to enhance immunity systems to against cancer cells and heal the wound after surgery. Oral hygiene and lip care with honey liquid can be done to repaire the nutritional status. The results of these implementations showed the positive impact which indicated by enhancement of appetite and improvement of clinical manifestations related to nutritional status for two weeks. So, oral hygiene and lip care with honey are recommended to repaire the nutritional status for patient cancer colorectal.;Cancer colorectal is cancer that located at around colon and rectum, one of effect cancer colorectal is malnourished. Adequat nutrition is very important to enhance immunity systems to against cancer cells and heal the wound after surgery. Oral hygiene and lip care with honey liquid can be done to repaire the nutritional status. The results of these implementations showed the positive impact which indicated by enhancement of appetite and improvement of clinical manifestations related to nutritional status for two weeks. So, oral hygiene and lip care with honey are recommended to repaire the nutritional status for patient cancer colorectal.;Cancer colorectal is cancer that located at around colon and rectum, one of effect cancer colorectal is malnourished. Adequat nutrition is very important to enhance immunity systems to against cancer cells and heal the wound after surgery. Oral hygiene and lip care with honey liquid can be done to repaire the nutritional status. The results of these implementations showed the positive impact which indicated by enhancement of appetite and improvement of clinical manifestations related to nutritional status for two weeks. So, oral hygiene and lip care with honey are recommended to repaire the nutritional status for patient cancer colorectal., Cancer colorectal is cancer that located at around colon and rectum, one of effect cancer colorectal is malnourished. Adequat nutrition is very important to enhance immunity systems to against cancer cells and heal the wound after surgery. Oral hygiene and lip care with honey liquid can be done to repaire the nutritional status. The results of these implementations showed the positive impact which indicated by enhancement of appetite and improvement of clinical manifestations related to nutritional status for two weeks. So, oral hygiene and lip care with honey are recommended to repaire the nutritional status for patient cancer colorectal.]"
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2015
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dwita Pratiwi
"Background: Tooth discoloration or stain is pigmented deposits on tooth surface which cause an esthetic problem. Smoking cigarette and oral hygiene habit has effects on tooth discoloration.
Aim: To determine the relation between smoking and oral hygiene habit with tooth discoloration.
Method: The information was taken from interview about smoking history, type of cigarette, quantity and duration of smoking, frequency and technique of tooth brushing, and also clinical examination by Shaw and Murray of tooth discoloration index of 72 subjects at Faculty of Dentistry, University of Indonesia.
Results: The results showed that there were 32 smokers, and 40 non smokers. Statistical test showed that there was a relation between smoking cigarette and tooth discoloration (p<0.05), however there was no relation between the type of cigarette, quantity and duration of smoking, frequency and technique of tooth brushing with tooth discoloration (p>0.05).
Conclusion: A relation between smoking cigarette and tooth discoloration was evident among the subjects, however there was no relation between the type of cigarette, quantity and duration of smoking, frequency and technique of tooth brushing with tooth discoloration.

Latar belakang : Diskolorasi gigi atau stain adalah deposit berpigmen pada permukaan gigi yang merupakan masalah estetik bagi sebagian orang. Diskolorasi gigi dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain merokok dan penjagaan kebersihan mulut yang kurang baik.
Tujuan : Untuk mengetahui hubungan antara diskolorasi gigi dengan kebiasaan merokok dan menyikat gigi.
Metode : Dilakukan wawancara mengenai riwayat merokok, jenis rokok, banyaknya rokok per hari, lamanya merokok, frekuensi menyikat gigi, dan teknik menyikat gigi serta pemeriksaan klinis dengan menggunakan indeks stain menurut Shaw dan Murray pada 72 orang subyek di sekitar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia.
Hasil : Didapatkan 32 perokok dan 40 bukan perokok. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara riwayat merokok dengan diskolorasi gigi (p<0,05), dan tidak terdapat hubungan antara jenis rokok, banyaknya rokok per hari, lama merokok, frekuensi menyikat gigi, dan teknik menyikat gigi dengan diskolorasi gigi.
Kesimpulan : Terdapat hubungan antara riwayat merokok dengan diskolorasi gigi (p<0,05). Tidak terdapat hubungan antara jenis rokok, banyak rokok per hari, lama merokok, dan kebiasaan menyikat gigi dengan diskolorasi gigi (p>0,05) pada masyarakat sekitar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aisyah Suri Priyanggodo Putri
"Nitric Oxide (NO) merupakan molekul signaling multifungsi yang terlibat dalam menjaga proses fisiologis tubuh yang dapat ditemukan di dalam saliva dan dorsum lidah. Akan tetapi, belum terdapat penelitian yang membandingkan konsentrasi nitric oxide pada sampel saliva dan usap lidah, serta hubungannya dengan status kebersihan mulut. Tujuan: Mengetahui perbedaan konsentrasi nitric oxide pada saliva dan usap lidah serta hubungannya dengan status kebersihan rongga mulut (OHI-S). Metode: Sampel yang diteliti adalah usap lidah dan saliva unstimulated, kemudian diukur dengan Griess reagent System yang diproduksi Promega© USA. Masing-masing sampel berjumlah 9 yang berasal dari kelompok umur dewasa akhir. Status kebersihan rongga mulut (OHI-S) diukur kemudian dikategorikan menjadi baik, sedang, dan buruk. Data dianalisis dengan uji statistik Mann-Whitney U, One-way ANOVA, dan korelasi Spearman. Hasil: Konsentrasi nitric oxide saliva lebih tinggi dari usap lidah dengan adanya perbedaan bermakna (p<0.05), namun tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) dengan status kebersihan mulut. Tidak terdapat hubungan yang signifikan (r = 0.135, p >0.05) antara konsentrasi nitric oxide usap lidah dan status kebersihan rongga mulut, namun menunjukan tendensi positif. Sedangkan konsentrasi nitric oxide saliva dan status kebersihan rongga mulut juga tidak ada hubungan yang signifikan (r = -0.032, p >0.05), dengan tendensi negatif. Kesimpulan: Saliva merupakan sampel biologis yang potensial untuk menetapkan konsentrasi nitric oxide di rongga mulut. Konsentrasi nitric oxide tidak berhubungan dengan status klinis yaitu status kebersihan rongga mulut.

Background: Nitric Oxide (NO) is a multifunctional signaling molecule involved in maintaining the body's physiological processes that can be found in saliva and tongue dorsum. However, there have been no studies comparing saliva and tongue swab samples. Objective: To determine the difference in nitric oxide concentration in saliva and tongue swabs and its relationship with oral hygiene status (OHI-S). Methods: The samples studied were tongue swabs and unstimulated saliva, then measured with the Griess reagent System produced by Promega© USA. Each sample amounted to 9 people from the late adult age group. Oral hygiene status (OHI-S) was measured and then categorized into good, moderate, and poor. Data were analyzed using Mann-Whitney U, One-way ANOVA and Spearman correlation statistical tests. Results: Salivary nitric oxide concentration was higher than tongue swab with a significant difference (p<0.05), but there was no significant difference (p>0.05) with oral hygiene status. There is no significant relationship (r = 0.135, p>0.05) between tongue swab nitric oxide concentration and oral hygiene status, but shows a positive tendency. While salivary nitric oxide concentration and oral hygiene status also had no significant relationship (r = - 0.032, p>0.05), with a negative tendency. Conclusion: Saliva is a potential biological sample to determine the concentration of nitric oxide. Nitric oxide concentration is not associated with clinical status, namely oral hygiene status.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nina Miranti
"Background: Gingival inflammation is a response of the gingival to bacterial plaque and clinically characterized by red, swollen, tender gums that bleed easily. The accumulation of bacterial plaque was due to bad oral hygiene and predisposed by smoking habit.
Aim: To determine the relation between smoking and oral habit with gingival inflammation.
Method: The information was taken from interview about smoking history, type of cigarette, quantity and duration of smoking, frequency and technique of tooth brushing, and also clinical examination of gingival status by Loe and Silness gingival index of 72 subjects at Faculty of Dentistry, University of Indonesia.
Results: The result showed that there were 32 smokers and 40 non smokers. Statistical test showed that no relation between smoking history, type of cigarette, quantity of smoking, duration of smoking, and frequency of tooth brushing with gingival inflammation (p>0,05), however there was a relation between the tooth brushing technique and gingival inflammation (p<0,05).
Conclusion: A relation between tooth brushing techniques with gingival inflammation was evident among the subject however there was no relation between smoking habit and tooth brushing frequency with gingival inflammation.

Latar Belakang: Keradangan gingiva adalah inflamasi pada gingiva dengan gambaran klinis berupa perubahan warna jaringan, perubahan bentuk jaringan dan perdarahan. Penyebab langsung keradangan gingiva adalah plak yang terbentuk karena kebersihan mulut yang buruk dan dapat diperberat oleh merokok.
Tujuan: Untuk mengetahui hubungan kebiasaan merokok dan menyikat gigi dengan keradangan gingiva.
Metode: Dilakukan wawancara mengenai riwayat merokok, jenis rokok, banyaknya rokok per hari, lama merokok, teknik menyikat gigi, serta frekuensi menyikat gigi. Pemeriksaan klinis keradangan gingiva menggunakan indeks gingiva menurut Loe dan Silness pada 72 masyarakat di sekitar fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia.
Hasil: Didapatkan 32 perokok dan 40 bukan perokok. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara riwayat merokok, jenis rokok, banyaknya rokok yang dihisap, lamanya merokok, dan serta frekuensi menyikat gigi dengan keradangan gingiva (p>0,05) namun teknik menyikat gigi berhubungan dengan keradangan gingiva (p<0,05).
Kesimpulan: Teknik menyikat gigi berhubungan dengan keradangan gingiva namun kebiasaan merokok dan frekuensi menyikat gigi tidak berhubungan dengan keradangan gingiva pada masyarakat di sekitar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faridah Marzuqah Zhafirah
"ABSTRAK
Tujuan: Mengetahui perbedaan penggunaan video animasi dan video nonanimasi sebagai media pendidikan dalam meningkatkan pengetahuan anak tunagrahita ringan mengenai kesehatan gigi dan mulutnya.
Metode: Subjek penelitian adalah 20 siswa SDLB Ar-Rahman diberikan edukasi menggunakan video animasi dan 14 siswa SDLB Mahardika menggunakan video non-animasi. Penelitian ini menggunakan pre and post test design.
Hasil: Ada perbedaan bermakna antara peningkatan pengetahuan sebelum dan sesudah edukasi (p=0.000). Namun, tidak ada perbedaan yang bermakna antara peningkatan pengetahuan menggunakan video animasi dengan menggunakan video nonanimasi (p=0.457).
Kesimpulan: Video animasi dan non-animasi tidak memiliki perbedaan dalam meningkatkan pengetahuan kesehatan gigi dan mulut pada anak
tunagrahita ringan.

ABSTRACT
Objective: To determine the differences between animated and non-animated video as a medium of education in improving the knowledge of mild mental retardation children about their oral health.
Methods: The subjects were 20 students of SLB Ar-Rahman, who were given education using animated video and 14 students of SLB Mahardika who were given education using non-animated video. This study used a pre and post test design.
Results: There are significant differences in improvement of knowledge between before and after education (p=0.000). However, there are no significant difference between the increase in knowledge using animated viedo and using non-animated videos (p=0457).
Conclusion: animated and non-animated video does not have a difference in improving the oral health knowledge on mild mental retardation children."
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitria Kusuma Dewi
"ABSTRAK
Kemampuan oral hygiene dan status oral health mempengaruhi status nutrisi lansia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kemampuan oral hygiene dan status oral health dengan status nutrisi pada lansia. Desain deskriptif korelasional dengan pendekatan cross sectional di PSTW Budi Mulia 02 & 04 DKI Jakarta dengan 93 responden. Instrumen untuk mengukur status nutrisi MNA dan penilaian status oral health dengan OHAT. Responden penelitian ini 65,6% perempuan, kemampuan oral hygiene 54,8% tidak adekuat serta oral health 66,7% tidak sehat dan 68,82% mengalami masalah nutrisi. Ada hubungan yang bermakna antara status oral health dengan status nutrisi (p=0,028) dengan OR 3,104 (1,219-7,907). Kemampuan oral hygiene tidak berhubungan secara langsung dengan status nutrisi (p=0,493) namun, secara tidak langsung status oral health dipengaruhi oleh kemampuan oral hygiene (p=0,046) dengan OR 2,685 (1,105-6,522). Care giver diharapkan melakukan oral hygiene untuk meningkatkan status oral health pada lansia di panti sehingga dapat meningkatkan status nutrisi.

ABSTRACT
Ability of oral hygiene and oral health status influence nutritional status in elderly. This research aims to determine correlation between the ability of oral hygiene and oral health status with nutritional status in elderly. This research uses descriptive correlation design with cross-sectional approach which is applied to 93 elderly from PSTW Budi Mulia 02 & 04 DKI Jakarta. Instrument used to assess nutritional status in this research is MNA and to assess status oral health use OHAT. The research?s respondent is consisted of 65.6% female, 54.8% have inadequate oral hygiene, and 66.7% have unhealthy the oral health status and 68.82% have nutritional problem. There is a correlation between oral health status and nutritional status (p=0,028) with OR 3.104 (1.219-7,907). Besides, result shows that there was no correlation between the ability of oral hygiene and nutritional status (p=0.493), but it proves how oral health status is influenced by the ability of oral hygiene (p=0.046) with OR 2.685 (1.105-6.522). The ability of oral hygiene doesn?t correlate directly to nutritional status but it fairly correlates to oral health status. Care giver in the institution advised to execute the ability of oral hygiene and oral health status in other to improve nutritional status in elderly."
2014
S55300
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Kesehatan gigi dan mulut anak pada tingkatan usia selanjutnya sangat
ditentukan oleh perawatan gigi dan kebersihan mulut pada masa anak-anak.
Pengetahuan anak sejak dini tentang perawatan gigi dan kebersihan mulut
sangat diperlukan sebagai sarana pencegahan masalah gigi anak. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui adakah keterkaitan antara tingkat
pengetahuan anak usia sekolah tentang kebersihan mulut dengan perilaku
menggosok gigi yang mereka lakukan. Penelitian ini dilakukan pada Mei 2008
di SD Negeri Lubang Buaya 04 pada 70 siswa/siswi kelas 4 dan 5 SD. Desain
penelitian yang akan digunakan pada penelitian ini adalah desain penelitian
korelatif dengan teknik simple random sampling dan menggunakan instrumen
berupa kuesioner. Analisis data yang digunakan adalah adalah univariat dan
bivariat. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa anak yang memiliki tingkat
pengetahuan tinggi sebesar 62,7%, dan anak yang memiliki perilaku baik dalam
menggosok gigi sebesar 61,2%. Tidak ada hubungan yang bermakna antara
tingkat pengetahuan anak usia sekolah tentang kebersihan mulut dengan
perilaku menggosok gigi (P-value = 0,697; alpha = 0,05). Dari pembahasan
diketahui bahwa perilaku tidak hanya dipengaruhi oleh faktor pengetahuan saja,
namun terdapat faktor lain yang mempengaruhi seperti faktor kecerdasan,
persepsi, motivasi, proses belajar, lingkungan, dll."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2008
TA5640
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>