Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 152536 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Death sentence is one of some main criminal sentences regulated in article 10 of penal code and President Decree No.2 of 1969 on process of execution of death sentence. Death sentence regulated in Penal code is the hardest compared with other main sentences. But in the draft of National penal code, death sentences is excluded from the group of main sentences, and regulated in a special paragraph as a specific penalty."
JPIH 21 (1999)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
M. Hardika Aji Drajatsatria
"Skripsi ini membahas mengenai pengaturan hukuman mati di Indonesia ditinjau dari aspek politik hukum pidana. Permasalahan yang diangkat ialah pertama, apa dasar politik hukum pidana oleh para pembuat kebijakan memasukan hukuman mati dalam jenis hukuman pidana. Kedua, jenis tindak pidana apa saja yang dapat diancamkan dengan hukuman mati ditinjau dari frasa kejahatan paling serius, dimana diatur dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik. Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif, dimana data penelitian ini sebagian besar dari studi kepustakaan yang diperoleh. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa (1) dasar politik hukum pidana diaturnya hukuman mati dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia ialah berdasarkan tujuan pemidanaan baik tujuan pembalasan ataupun pemidaan sebagai sebuah tujuan. (2) jenis tindak pidana yang dapat diklasifikasikan sebagai kejahatan paling serius didasarkan oleh instrument hukum internasional yang terkait dan dibandingkan dengan kejahatan yang di Indonesia dianncamkan dengan hukuman mati.

This main of this study is the arrangements about the death penalty in Indonesian in terms of aspect criminal legal policy. The problem is, first, what political policy makers criminal legal policy include the death penalty as a criminal punishment. Second, what are types of crime that can be threatened with the death penalty in terms of the most serious crime. This research is a normative juridical research, which some of the data are based on the related literatures. The results of this study stated that, (1) criminal legal policy in the regulation of the death penalty in Indonesia regulatory purpose of retribution and utilitarian theory. (2) Types of offenses classified as the most serious crime to compare International human right instrument with Indonesian law regulation.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S55426
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Surastini Fitriasih
"Dalam pembaharuan hukum pidana (materil), masalah pidana merupakan persoalan yang paling pelik. Pangkal persoalan terletak pada sifat pidana yang menderitakan, sehingga penjatuhannya harus mempunyai alasan pembenar. Selain itu, jenis pidana yang dijatuhkan seharusnya sesuai dengan kebutuhan dan memperhatikan hak-hak asasi manusia. Dari jenis-jenis pidana yang dikenal selama ini, pada awalnya pidana penjara dianggap sebagai primadona. Penelitian-penelitian kemudian membuktikan bahwa banyak dampak negatif yang dihasilkan oleh pidana penghilangan kemerdekaan dalam lembaga ini, yang tidak sesuai dengan tujuan pembinaan. Fakta ini mendorong upaya-upaya untuk mencari alternatif pidana kemerdekaan. Pidana alternatif diharapkan mampu melayani kebutuhan pembinaan tanpa harus dijalani dalam tembok penjara. Jadi merupakan pembinaan di luar lembaga atau bersifat non-custodial. Dalam kaitan inilah Konsep Rancangan KUHP (Baru), memperkenalkan dua jenis pidana pokok baru. Salah satunya adalah pidana pengawasan, yang menurut tim perancangriya pada hakekatnya merupakan penyempurnaan dari pidana bersyarat, yang selama ini sudah ada ketentuannya dalam KUHP yang sekarang berlaku, tetapi dalam prakteknya jarang digunakan. Oleh karena itu, untuk memperoleh sistem pidana pengawasan yang dapat memenuhi harapan, pertama-tama perlu dikaji lagi pasal-pasal dalam konsep yang mengatur pidana alternatif ini. Membandingkannya dengan ketentuan mengenai pidana bersyarat dalam KUHP merupakan cara yang harus dilakukan mengingat sifat penyempurnaan dari pidana pengawasan, seperti yang dimaksudkan oleh tim perancang Konsep. Selanjutnya, permasalahan dan kendala yang dijumpai dalam pelaksanaan pidana bersyarat harus pula dikaji. Permasalahan yang terjadi, mulai dari proses penjatuhan pidana sampai pada pengawasan dan pembinaan, termasuk di dalamnya kendala di bidang sarana dan prasarana, harus dicari pemecahan dan jalan keluarnya. Dengan sistem pidana pengawasan yang baik, keberadaan terpidana di luar lembaga tidak akan dianggap sebagai pembebasan dan tujuan pemidanaan berupa pembinaan akan tercapai (SF)."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diani Indramaya
"Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang masih menerapkan pidana mati dalam aturan pidananya. Padahal, hingga Juni 2008, lebih dari setengah negara-negara di dunia telah menghapuskan praktek pidana mati baik secara de jure atau de facto. Di tengah kecenderungan global akan moratorium pidana mati, praktek ini justru makin lazim di terapkan di Indonesia. Paling tidak selama empat tahun berturut-turut telah dilaksanakan eksekusi mati terhadap 9 orang narapidana. Pro-kontra penerapan pidana mati ini semakin menguat, karena tampak tak sejalan dengan komitmen Indonesia untuk tunduk kepada kesepakatan internasional yang tertuang dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik serta Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Permasalahan yang muncul adalah mengapa ada pihak yang menjadi pro atau kontra terhadap pidana mati. Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain: memberikan penjelasan yang bersifat teoritis mengenai pro dan kontra peranan sanksi yang dalam hal ini adalah pidana mati, sehingga dapat memberikan pandangan dan informasi yang akurat dalam bidang pemberantasan, pencegahan dan penyalahgunaan peredaran gelap narkoba dalam mewujudkan ASEAN bebas narkoba pada tahun 2015.
Penelitian ini menggunakan metode Kualitatif dengan pendekatan sosioyuridis, dimana peneliti mengadakan penelaahan dokumen dan wawancara mendalam yang dilakukan terhadap informan (keterangan ahli pemerintah, ahli hukum, tokoh masyarakat, dan terpidana mati) untuk mengetahui tanggapantanggapan mereka terhadap implementasi hukuman mati terhadap terpidana kasus narkoba dan apa kendala yang dihadapi sehubungan dengan wacana adanya pelanggaran Hak Asasi Manusia. Penelitian ini mengambil lokasi di Jakarta pada bulan November 2008. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa munculnya pro dan kontra terhadap pelaksanaan eksekusi mati dalam masyarakat luas, dikarenakan adanya isu pelanggaran hak asasi manusia, munculnya Undang-Undang bernuansa HAM, antara lain UU No.39 tahun 1999 tentang HAM yang semakin menegaskan kesenjangan yang terjadi dengan produk-produk perundang-undangan Indonesia yang mengatur hukuman mati dan pidana mati untuk kasus narkoba masih dapat dipertahankan khusus untuk para produsen dan pengedar narkoba. Untuk meminimalisir perdebatan pro & kontra dalam masyarakat, saran yang diajukan adalah baik tim perumus RUU KUHP maupun tim perumus Undang-Undang bernuansa HAM, perlu duduk bersama untuk memutuskan dari 3 pilihan, yaitu: (i) Indonesia tetap memasukkan pidana mati dalam KUHP dan non-KUHP dan konsisten dalam pelaksanaannya; (ii) Indonesia melaksanakan moratorium (de facto tidak menerapkan) praktek hukuman mati; atau (iii) Indonesia melakukan abolisi (penghapusan) hukuman mati dalam semua produk hukumnya baik dalam KUHP maupun di luar KUHP, perlu adanya peninjauan kembali terhadap pelaksanaan eksekusi mati di Indonesia oleh para pembuat hukum dan pengambil kebijakan di negeri ini dan untuk para tim perumus RUU Narkotika dan Psikotropika (dimana Badan Narkotika Nasional adalah salah satu anggotanya), perlu mengkaji prosedur pelaksanaan pidana mati agar tidak terlalu lama jeda yang terjadi antara jatuhnya vonis dengan eksekusi.

Indonesia is one of the countries that still applies the death penalty. Whereas, until June 2008, more than half of the nations in the world have revoked capital punishment de jure as well as de facto. Amidst the global tendency of a moratorium, this practice is precisely becoming customary in Indonesia. At least in four subsequent years 9 convicted prisoners have been executed. The pro?s and con?s are increasingly becoming stronger, since it seems not in line with Indonesia?s commitment to follow the international agreement in the International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) and the International Covenant on Economic Social and Cultural Rights (ICESCR). The problems that arise are the reasons why there are some parties become pro or contra of the death penalty. This study is aimed to provide theoretical clarification on the pro?s and con?s of sanctions, in particular capital punishment, for accurate views and information in the field of prevention and eradication on drug abuse and illicit drug trafficking toward ASEAN Drug Free on 2015.
This reasearch applies the qualitative method with socio-yuridis approach, through document research and in depth interviews on informants from government and legal experts, community leader as well the convicts in order to understand their perceptions on the implementation of the death penalty on convicts of drug cases, and the constraints encountered viewed from the Human Rights perspective. The research is took place in Jakarta area on November 2008. The outcomes of this research conclude that: the existence of the pro?s and con?s to the death penalty in Indonesia is caused of the human rights issue, the existence of Human Rights Legislation, that is Law Number 39 of 1999 is clearly define the gap with the legislation that consist of the death penalty and the persistence to keep the death penalty in Narcotics and Psychotropics Laws in particular aimed to the producers and the traffickers.To minimize the controversy of the death penalty, this reasearch suggests that the formulator team of Criminal Law Legislation Draft and the formulator team of Human Rights Legislation Draft have to discuss and choose one of the three options, that is: (i) Indonesia still put the death penalty on its Criminal Law Legislation and Civil Law Legislation and being consistent on its xecution; (ii) Indonesia implement moratorium (de facto not apply) on the death penalty; or (iii) Indonesia implement abolition (eliminate) on the death penalty in all Laws and regulations both in Criminal Law and Civil Law, need to be reviewed the death penalty execution in Indonesia by the law maker, the policy maker and the formulator team of Narcotics and Psychotropics Legislation Draft (where Badan Narkotika Nasional is one of its members) in this country."
Lengkap +
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T 25470
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Magdalene Victoria Lorenzo
"Indonesia dikritik masyarakat internasional ketika pemerintah memutuskan untuk melanjutkan eksekusi. Hampir setiap kasus terpidana mati tidak didasarkan pada standar peradilan yang adil. Pihak yang bertentangan dengan hukuman mati mengungkapkan bahwa otoritas secara sewenang-wenang menolak hak-hak dasar dalam sistem peradilan pidana yang jelas melanggar hukum internasional. Hak tersebut mencakup hak untuk hidup, hak atas kebebasan dan keamanan, hak atas peradilan yang adil dan hak bebas dari penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia diwujudkan hanya secara prinsip dalam perundang-undangan. Dalam melaksanakan undang-undang perdebatan bermunculan terkait apakah kemampuan penyandang intelektual dan mental dapat dipertanggungjawaban secara sempurna dalam hukum pidana. Tantangan muncul terlebih lagi di tingkat kemampuan mereka untuk membela hak yang melekat pada diri manusia dengan menggunakan standar peradilan yang adil. Penelitian ini menyimpulkan komponen sistem peradilan pidana yang diamanatkan dalam setiap tahap sistem peradilan pidana menjalankan kewenangan dengan obyektif masing-masing secara terpisah. Untuk memberikan perspektif yang berbeda, penelitian membandingkan putusan pengadilan di India, Amerika Serikat dan Malawi yang mengidentifikasi gangguan jiwa sebagai alasan pemaaf pidana. Penelitian juga memperlihatkan dua studi kasus yang membandingkan keadaan seseorang didiagnosis dengan gangguan jiwa sebelum dan sesudah vonis.

Indonesia generated international criticisms over the last few years when the government decides to resume executions. Most, if not all, of these cases had not been based on the fair trial standards. Oppositions reported the rights fundamental to the criminal justice system were arbitrarily denied in a deliberate violation of international law. These rights encompass the right to life, right to liberty and security, right to a fair trial and right to freedom from torture and ill treatment embodied only in principle within national laws and regulations. The legislative implementation prompts an active debate as to whether a person with intellectual disability and mental illness has the normal minimum culpability required for criminal liability. Challenges arise even more so in the extent of their ability to a defence by means of their inherent right to the fair trial standards. The thesis has produced a round of critiques which concludes individual objectives in institutions mandated in each stages of the criminal justice system. To provide different perspectives, it compares judicial decisions in India, United States of America and Malawi identifying the insanity defence. In addition, the research made two case studies comparing the circumstances of a person diagnosed with mental illness prior to and after conviction.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S66759
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emerson Yuntho
Jakarta: ELSAM dan Alisiansi Nasional Reformasi KUHP, 2007
345 EME t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Bachruddin
"ABSTRAK
Merupakan suatu kenyataan bahwa KUHP yang berlaku di Indonesia sekarang adalah warisan kolonial Belanda, yang walaupun berdasarkan Undang-undang No. 1 Tahun 1946 telah diadakan perubahan dan penambahan disesuaikan dengan hakekat kemaerdekaan, namun masih belum memenuhi kebutuhan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesadaran hukum masyarakat yang berlandaskan Pancasila, sehingga secara berturut-turut diadakan perubahan dan penambahan lainnya hingga saat ini. Salah satu penambahan penting yang menyangkut masalah pemidanaan dalam KUHP adalah dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 20 Tahun 1946 tentang penambahan jenis pidana pokok baru yaitu pidana tutupan. Diadakannya jenis pidana ini tentu bukan tanpa sebab. la lahir karena situasi yang terjadi pada masa perjuangan menegakkan dan mempertahankan kemerdekaan menghendakinya. Oleh karena itu, penerapannya pun berkaitan dengan terjadinya peristiwa politik yang melibatkan Para tokoh pejuang dan pemimpin kita, dalam hal menentukan strategi menghadapi agresi Belanda, yang kemudian dikenal dengan "Peristiwa 3 Juli 1946". Melalui Mahkamah Militer Agung yang bersidang di Jogyakarta pada tahun 1948, terhadap mereka yang terlibat peristiwa tersebut dijatuhi pidana tutupan. Penjatuhan pidana tutupan menurut ketentuan Undang-Undang No.20 Tahun 1946 hanyalah ditujukan terhadap pelaku tindak pidana yang terdorong oleh maksud yang patut dihormati. Dalam perkembangannya pidana tutupan tidak pernah lagi diterapkan dalam praktek peradilan kita. Itulah sebabnya, ada pendapat para ahli yang meragukan manfaat pidana tersebut. Kendati demikian, dalam konteks pembaharuan hukum pidana nasional, khususnya dalam penyusunan KUHP Baru, ternyata pidana tutupan yang merupakan pengganti pidana penjara itu masih tetap ingin dipertahankan keberadaannya. Sementara itu, dalam perkembangan pidana penjara dewasa ini tampak kecenderungan ditempuhnya kebijakan penggunaan yang selektif dan limitatif sebagai upaya untuk mengatasi dampak negatif yang ditimbulkannya. Dikaitkan dengan pidana tutupan, ternyata kebijakan penggunaan pidana penjara itu tidak relevan diterapkan terhadap pidana tutupan, karena bertentangan dengan tujuan pidana tutupan yang menghendaki penerapan pidana yang bersifat custodial."
Lengkap +
1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta : Sinar Grafika, 2000,
R 345.05 Kuh
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
cover
H. Budi Santoso
Jakarta: [publisher not identified], 2009
345 BUD y
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>