Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 187275 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nurhanni
"ABSTRAK
Penelitian ini ingin melihat konflik interpersonal yang dialami oleh karyawan
wanita belum menikah yaitu tuntutan sosial untuk menikah dan hubungannya
dengan tuntutan kerja dan burnout. Penelitian dilakukan pada 1150 karyawan
wanita belum menikah di Jabodetabek dengan rentang usia 25 hingga 35 tahun.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tekanan sosial untuk menikah sebagai
stres luar organisasi memperkuat hubungan antara tuntutan pekerjaan dan burnout
dengan persamaan regresi Y = 56,26 + 0,77X + 0,24M + 0,01 XM.

ABSTRACT
This research examine interpersonal conflict that unmarried women have, it is
social pressure to get married and it?s relationship with job demands and burnout.
Data are collected from 1150 unmarried women employee in Jabodetabek in the
age of 25 until 35. Result shows that social pressure to get married has positive
correlation that strengthen the relationship between job demand and burnout with
regression equation Y = 56,26 + 0,77X + 0,24M + 0,01 XM."
2016
S65416
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tarigan, Ribka Uli Feodora
"Pada masa pandemi Covid-19, kurir diduga rentan mengalami burnout. Berdasarkan teori Job Demands-Resources (JD-R), burnout disebabkan oleh berbagai macam tuntutan kerja, salah satunya tuntutan kerja emosional. Sebaliknya, modal psikologis dapat menurunkan tingkat burnout. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara tuntutan kerja emosional dan burnout, serta hubungan antara modal psikologis dan burnout pada kurir. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan tipe korelasional. Pengambilan data dilakukan dengan metode convenience sampling pada 251 partisipan kurir yang memiliki rentang usia 18-55 tahun dengan kriteria waktu bekerja minimal satu tahun dan pernah melayani pelanggan dengan sistem COD. Adapun, alat ukur yang digunakan bagian IQWiQ untuk mengukur burnout, bagian COPSOQ-II untuk mengukur tuntutan kerja emosional, dan PCQ-12 untuk mengukur modal psikologis. Hasil analisis Pearson’s Correlation menunjukkan bahwa tuntutan kerja emosional memiliki hubungan positif yang signifikan dengan burnout r(251) = 0.48, p< 0.05. Selain itu, ditemukan pula bahwa modal psikologis memiliki hubungan negatif yang signifikan dengan burnout r(251) = -0.43, p< 0.05. Dengan demikian, temuan ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi perusahaan jasa pengiriman untuk memberikan coaching dan dukungan sosial serta membantu kurir untuk mengembangkan modal psikologisnya secara mandiri.

During the Covid-19 pandemic, couriers were presumed to be susceptible to burnout. According to the Job Demands-Resources (JD-R) theory, burnout is caused by various job demands, including emotional job demands. In contrast, psychological capital can reduce burnout levels. This study aims to examine the relationship between emotional job demands and burnout, as well as the relationship between psychological capital and burnout among couriers. This research was quantitative research with a correlational design. The convenience sampling method was used to collect data from 251 couriers as participants aged 18 to 55, with experience servicing clients using the COD system and working for at least a year. Meanwhile, the measurement tools used were part of IQWiQ to measure burnout, part of the COPSOQ-II to measure emotional job demands, and PCQ- 12 to measure psychological capital. Pearson's Correlation analysis results showed that emotional job demands have a significant positive relationship with burnout r(251) = 0.48, p< 0.05. On the other hand, a significant negative relationship was discovered between psychological capital and burnout r(251) = -0.43, p< 0.05. Thus, these findings are expected to be used as evaluation materials for delivery companies to provide coaching and social support and help couriers develop psychological capital independently."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dary Ammar Djatmiko
"Generasi Z yang diprediksi akan mendominasi tenaga kerja di tahun-tahun mendatang ditemukan sering mengalami burnout. Data oleh Future Forum (2022) menunjukkan bahwa 49% karyawan Gen Z merasa burnout atas pekerjaannya, lebih tinggi dari generasi lainnya. Fenomena ini disebabkan sedikitnya pengalaman generasi Z dalam menghadapi tuntutan pekerjaan. Burnout dapat merugikan perusahaan maupun karyawan dengan berbagai dampak negatif. Dengan demikian, perlu adanya upaya untuk mengurangi kemungkinan terjadinya burnout. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran dukungan sosial daring dalam memoderasi hubungan antara tuntutan pekerjaan kuantitatif dengan burnout pada karyawan generasi Z. Terdapat 178 partisipan penelitian dengan kriteria Warga Negara Indonesia (WNI), berusia 18–30 tahun, telah bekerja selama 3 bulan atau lebih di perusahaan saat ini sebagai karyawan tetap, kontrak, outsource, ataupun magang, dan menggunakan media online dalam dua bulan terakhir. Hasil penelitian menunjukkan hubungan positif signifikan antara tuntutan pekerjaan kuantitatif dengan burnout (p < 0.05), dan bahwa dukungan sosial daring tidak dapat memoderasi hubungan antara tuntutan pekerjaan kuantitatif dengan burnout (p > 0.05). Penelitian ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan atas fenomena burnout pada karyawan generasi Z. Perusahaan dapat melakukan asesmen atas persepsi generasi Z terhadap tuntutan pekerjaannya.

Generation Z, predicted to dominate the workforce in the coming years, tends to frequently experience burnout. Data from Future Forum (2022) shows that 49% of Gen Z employees feel burned out from their job, a higher percentage than other generations. This is attributed to generation Z’s limited experience in dealing with job demands. Burnout can be detrimental to both companies and employees, leading to various negative outcomes. Therefore, efforts are needed to reduce the likelihood of burnout. This study examines the role of online social support in moderating the relationship between quantitative job demands and burnout among generation Z employees. A total of 178 participants were involved, meeting criteria as Indonesian citizens aged 18–30, having worked at least three months in their current company as permanent, contract, outsourced, or internship employees, and having used online media in the past two months. Results showed a significant positive relationship between quantitative job demands and burnout (p < 0.05), while online social support did not moderate this relationship (p > 0.05). This study is expected to expand understanding of burnout among generation Z employees. Companies are encouraged to assess generation Z employees’ perceptions of their job demands. "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naditya Azzarina Nastiti Binuko
"Meningkatnya perusahaan start-up di Indonesia menarik banyak perhatian masyarakat untuk bekerja di perusahaan ini. Namun, perusahaan start-up masih belum stabil perkembangannya, sehingga karyawan diberikan tuntutan pekerjaan tinggi dan beban kerja berlebihan sehingga dapat mengarah pada burnout. Kreasi kerja diketahui dapat mengurangi burnout akibat tuntutan pekerjaan kuantitatif. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara tuntutan pekerjaan kuantitatif dengan burnout, kreasi kerja dengan burnout, serta peran kreasi kerja sebagai moderator pada tuntutan pekerjaan kuantitatif dan burnout. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode korelasional dan moderasi dengan melibatkan 136 karyawan start-up. Alat ukur yang digunakan adalah Copenhagen Psychosocial Questionnaire (COPSOQ), Oldenburg Burnout Inventory (OLBI), dan Job Crafting Scale (JCS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara tuntutan kerja kuantitatif dan burnout, terdapat hubungan negatif yang signifikan antara kreasi kerja dengan burnout, dan kreasi kerja ditemukan tidak memoderasi efek tuntutan kerja kuantitatif terhadap burnout.

The rise of start-up companies in Indonesia has attracted a lot of attention from the public to work in these companies. However, start-up companies are still not stable in their development, so employees are given high job demands and excessive workloads that can lead to burnout. Job crafting is known to reduce burnout due to quantitative job demands. This study aims to look at the relationship between quantitative job demands and burnout, job crafting and burnout, and the role of job crafting as a moderator on quantitative job demands and burnout. This study is a quantitative study with correlational and moderation methods involving 136 start-up employees. The measuring instruments used were Copenhagen Psychosocial Questionnaire (COPSOQ), Oldenburg Burnout Inventory (OLBI), and Job Crafting Scale (JCS). The results showed that there is a significant positive relationship between quantitative work demands and burnout, there is a significant negative relationship between job crafting and burnout, and job crafting was found not to moderate the effect of quantitative work demands on burnout."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tamara Hanan Zhafirah
"Pekerjaan awak kabin memiliki tuntutan emosional kerja yang tinggi. Dalam pekerjaannya, awak kabin dituntut untuk melayani penumpang dengan sikap ramah dan bersahabat. Namun, tuntutan ini dikhawatirkan dapat menimbulkan kelelahan mental pada diri awak kabin. Penelitian ini berusaha mencari tahu hubungan antara tuntutan emosional kerja dan kelelahan mental di pekerjaan awak kabin. Tuntutan emosional kerja diukur menggunakan Copenhagen Psychosocial Questionnaire (COPSOQ) dan kelelahan mental diukur menggunakan Oldenburg Burnout Inventory (OLBI). Penelitian ini menggunakan 45 sampel partisipan yang merupakan awak kabin dari berbagai maskapai penerbangan Indonesia. Hasil analisis korelasi Pearson menunjukkan tuntutan emosional kerja memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan kelelahan mental r43 = 0,52, p < 0,05. Temuan ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi tuntutan emosional kerja pada pekerjaan awak kabin, maka semakin tinggi juga tingkat kelelahan mental yang dialami awak kabin. Dengan demikian, maskapai penerbangan dapat memberikan intervensi atau pelatihan lebih lanjut kepada awak kabin mengenai regulasi emosi dalam pekerjaan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Naufal Darydzaky
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat secara spesifik hubungan antara jenis-jenis tuntutan kerja (quantitative job-demand,cognitive demand, &emotional demand) dengan burnout serta melihat jenis tuntutan kerja mana yang paling dirasanakan tenaga kesehatan. Penelitian dilakukan kepada 317 tenaga kesehatan (Perawat 75%, 77.3% Perempuan, rentang usia berkisar dari 20-65 tahun) Menggunakan alat ukur Oldenburg burnout inventoryuntuk mengukur burnout, dan bagian dari Copenhagen Psychosocial Questionnaire-II untuk mengukur tuntutan kerja. Pengambilan data dilakukan secara daring dan menggunakan teknik convenient sampling dan dilakukan selama 7 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara quantitative demand dan burnout (r = .46, p < .01), lalu terdapat hubungan positif yang signifikan antara cognitive demand dan burnout (r = .31, p < .01) dan terdapat hubungan positif yang signifikan antara emotional demand dan burnout (r = .37, p < .01). Tuntutan kerja dengan jenis emotional demand yang tinggi dirasakan oleh 84% tenaga kesehatan, diikuti dengan cognitive demand yang tinggi dirasakan oleh 64% tenaga kesehatan, dan quantitative job demand yang tinggi dirasakan oleh 30% tenaga kesehatan.

This study aim to analyze the specific relationship between various type of job-demand (quantitative job-demand, cognitive demand, & emotional demand) with burnout and seek which type that healthcare workers experienced the most. The study was conducted on 317 healthcare workers (75% nurse, 77.3% female, age range 20-65 years) using the Oldenburg Burnout Inventory to measure burnout, and several part of the Copenhagen Psychosocial Questionnaire-II to measure job-demand. The data were collected using online questionnaire, we also used convenient sampling method, the data collection we’re took seven days. We founded that quantitative job-demand corelates with burnout (r = .46, p <.01), cognitive demand also corelates with burnout (r = .31, p <.01) and emotional demand also corelates with burnout (r = .37, p <.01). The majority of healthcare workers experienced that emotional demand are the worse. We also founded that 84% of healthcare workers felt high emotional demand, 64% of healthcare workers felt a high cognitive demand, and 30% of healthcare workers felt high quantitative job demand."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Nadhira Prabandari
"Komunikasi keselamatan dengan atasan merupakan hal yang penting untuk dilakukan oleh awak kabin. Hal tersebut dapat mencegah terjadinya kecelakaan, mempengaruhi kesetiaan penumpang, dan keuntungan maskapai. Akan tetapi, komunikasi keselamatan dengan atasan rentan untuk dikompromikan karena tingginya tuntutan kerja kuantitatif dapat membuat mereka mengalami kelelahan mental, sehingga performa kerjanya pun menurun. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran kelelahan mental sebagai mediator dalam hubungan antara tuntutan kerja kuantitatif dan komunikasi keselamatan dengan atasan. Tipe dan desain penelitian adalah korelasional dan cross-sectional. Partisipan dari penelitian ini adalah awak kabin yang bekerja minimal setahun di maskapai penerbangan Indonesia (N = 45) yang direkrut dengan teknik convenience dan snowball sampling. Alat ukur Copenhagen Psychosocial Questionnaire (COPSOQ) dimensi quantitative demand digunakan untuk mengukur tuntutan kerja kuantitatif, Oldenburg Burnout Inventory (OLBI) untuk mengukur kelelahan mental, dan Safety Behavior dimensi upward safety communication untuk mengukur komunikasi keselamatan dengan atasan. Melalui analisis regresi ditemukan bahwa kelelahan mental memediasi secara penuh hubungan antara tuntutan kerja kuantitatif dan komunikasi keselamatan dengan atasan (ab = -0,37, p <0.05). Untuk mengembangkan penelitian ini disarankan untuk memperbanyak partisipan dan mempertimbangkan karakteristik serta dinamika pekerjaan awak kabin, seperti jabatan, jenis penerbangan, dan durasi penerbangan.

Upward safety communication is important for cabin crew to do, as it could prevent accidents, affect passengers loyalty, and airlines profits. However, upward safety communication could be compromised because of the high quantitative demands on their field, which can make them experience burnout. This correlational and cross-sectional study aims to look at the role of burnout as a mediator in the relationship between quantitative demands and upward safety communication. The participants of this study are cabin crew who worked minimum of a year in Indonesian airlines (N = 45). They were recruited by convenience and snowball sampling techniques. Researcher used the quantitative demands dimension from Copenhagen Psychosocial Questionnaire (COPSOQ) to measure quantitative demands, Oldenburg Burnout Inventory (OLBI) to measure burnout, and the upward safety dimension from Safety Behavior to measure upward safety communication. This study shows that burnout fully mediated the relationship between quantitative demands and upward safety communication (ab = -0,37, p <0.05). To develop this research, it is recommended to recruit more participants and consider the characteristics and dynamics of cabin crews job, such as their rank, flight type, and duration."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Olga Meidelina
"ABSTRAK
Berbicara mengenai kesuksesan maskapai penerbangan tidak akan lepas dari awak kabinnya. Awak kabin yang memiliki keterlibatan kerja yang tinggi akan dapat memberikan performa yang baik pada pekerjaannya. Keterlibatan kerja dapat semakin meningkat dengan adanya dukungan sosial terutama saat ada tuntutan kerja yang tinggi. Awak kabin memiliki tuntutan kerja yang tinggi seperti harus bekerja dalam ruangan sempit, jam kerja yang panjang, dan harus dapat melayani pelanggan sekalipun mereka agresif. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran dukungan sosial sebagai moderator pada pengaruh tuntutan kerja terhadap keterlibatan kerja pada awak kabin di Indonesia. Sampel penelitian adalah 45 awak kabin dengan lama kerja minimal satu tahun. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian korelasional untuk melihat hubungan antara ketiga variabel dan analisis regresi untuk melihat efek moderasi dari dukungan sosial. Penelitian ini menggunakan kuesioner UWES (Utrecht Work Engagement Scale-9) untuk mengukur keterlibatan kerja dan bagian dari COPSOQ (Copenhagen Psychosocial Questionnaire) untuk mengukur tuntutan kerja kuantitatif dan dukungan sosial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tuntutan kerja dan dukungan sosial berkorelasi positif dengan keterlibatan kerja, namun tidak ditemukan efek moderasi dukungan sosial pada pengaruh tuntutan kerja terhadap keterlibatan kerja (b3=0,01,t=0,165, p>0,05). Dengan demikian pihak perusahaan diharapkan dapat mengatur beban kerja awak kabin sehingga tuntutan kerjanya tidak terlalu banyak melebihi kapasitas agar keterlibatan kerja dan kinerjanya tetap optimal.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafira Asiva Suri
"Partisipasi perempuan di pasar tenaga kerja Indonesia mencapai 48,65% pada tahun 2022, menunjukkan peningkatan selama satu dekade terakhir. Partisipasi perempuan di pasar tenaga kerja, terutama ibu yang bekerja, menimbulkan tantangan baru, seperti jam kerja yang panjang, karena mereka bertanggung jawab mengurus pekerjaan rumah tangga dan kantor yang membuat mereka berisiko mengalami burnout. Oleh karena itu, penelitian ini menyelidiki peran moderasi dukungan sosial dalam hubungan antara tuntutan kuantitatif dan burnout pada Ibu bekerja. Penelitian menggunakan sampel sebanyak 148 partisipan di Indonesia dengan karakteristik karyawan wanita yang sudah atau pernah menikah, berusia 21-55 tahun, memiliki anak dan bekerja minimal enam bulan di perusahaan tersebut. Penelitian ini menggunakan Oldenburg Burnout Inventory (OLBI) sebagai alat ukur burnout, Copenhagen Psychosocial Questionnaire (COPSOQ) sebagai alat ukur dukungan tempat kerja dan tuntutan tenaga kerja kuantitatif, dan Family Support Scale sebagai alat ukur dukungan keluarga. Analisis data dengan menggunakan macro process Hayes model 1 regresi moderasi pada program SPSS menunjukkan bahwa dukungan sosial keluarga memiliki efek moderasi terhadap hubungan antara tuntutan kerja kuantitatif dan ketidakterlibatan, sedangkan dukungan sosial tempat kerja memiliki efek moderasi terhadap hubungan antara tuntutan kerja kuantitatif dan kelelahan pada Ibu bekerja hybrid atau WFH. Ibu hybrid/WFH memiliki risiko kelelahan yang lebih rendah saat mendapatkan dukungan sosial tempat kerja yang lebih tinggi, dan Ibu hybrid/WFH memiliki risiko ketidakterlibatan yang lebih rendah saat mendapatkan dukungan sosial keluarga yang lebih tinggi . Oleh karena itu, penting untuk mendapat dukungan dari tempat kerja, baik dari atasan dan rekan kerja maupun dari keluarga dan kerabat dekat.

Women's participation in the Indonesian labor market reached 48.65% by 2022, indicating an increase over the last decade. Women's participation in the labor market, especially working mothers, raises new challenges, such as long working hours, as they are responsible for caring for household and office work that puts them at risk of burnout. Therefore, the study investigates the role of moderation of social support in the relationship between quantitative demands and burnout among working mothers. The study used a sample of 148 participants in Indonesia with the characteristics of married women employees aged 21-55 who had children and worked at least six months at the company. The work background and company background are not limited to the participant sample. This study used the Oldenburg Burnout Inventory (OLBI) as a burnout measurement tool, the Copenhagen Psychosocial Questionnaire (COPSOQ) as a workplace support and quantitative labor demands measuring tool, and the Family Support Scale as a family support measure. Data analysis using the macro process Hayes model 1 moderation regression in the SPSS program showed that family social support has a moderating effect on the relationship between quantitative demands and disengagement, while workplace social support had a moderate impact on the relationship between quantitative demands and exhaustion on hybrid or WFH mothers. Hybrid/WFH mothers have a lower risk of exhaustion when obtaining higher workplace social support, and hybrid /WFH mothers have a smaller risk of disengagement when getting higher family social support. Therefore, it is important to get support from the workplace, both from your superior and colleagues as well as from family and close relatives."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henny Rachmalita
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tuntutan pekerjaan dan kesejahteraan pekerja di lingkungan kerja pada pekerja di perusahaan Jabodetabek. Penelitian ini juga ingin mengetahui peran dukungan sosial dalam hubungan tuntutan pekerjaan dan kesejahteraan pekerja di lingkungan kerja. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain korelasional. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah WWQ (Parker & Hyett , 2011) dan COPSOQ II (Pejtersen, Kristensen, Borg & Bjorner, 2010). Dari 261 partisipan (83 laki-laki (31.8%) dan 178 perempuan (68.2%), ditemukan bahwa dukungan sosial tidak dapat memoderasi pengaruh dari tuntutan pekerjaan terhadap kesejahteraan pekerja ​(​beta = -.03, p >​ .05, tidak signifikan)​.
This study aims to determine the relationship between job demands and workplace well-being on workers in Jabodetabek companies. This study also wants to find out the role of social support in the relationship between job demands and workplace well-being. This research is a quantitative study with correlational design. The research instruments used in this study were WWQ (Parker & Hyett, 2011) and COPSOQ II (Pejtersen, Kristensen, Borg & Bjorner, 2010). Of the 261 participants (83 men (31.8%) and 178 women (68.2%), it was found that social support cant moderate the effect of job demands on workplace well-being ​(​beta = -.03, p >​ .05, not significant)​."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>